0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
389 tayangan38 halaman
Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas bakteri terhadap antibiotika tertentu. Uji ini penting untuk memilih antibiotika yang tepat dalam pengobatan infeksi bakteri serta mengetahui efektivitas senyawa antimikroba baru. Berbagai faktor seperti dosis dan frekuensi pemberian antibiotika dapat mempengaruhi timbulnya resistensi bakteri.
Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas bakteri terhadap antibiotika tertentu. Uji ini penting untuk memilih antibiotika yang tepat dalam pengobatan infeksi bakteri serta mengetahui efektivitas senyawa antimikroba baru. Berbagai faktor seperti dosis dan frekuensi pemberian antibiotika dapat mempengaruhi timbulnya resistensi bakteri.
Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas bakteri terhadap antibiotika tertentu. Uji ini penting untuk memilih antibiotika yang tepat dalam pengobatan infeksi bakteri serta mengetahui efektivitas senyawa antimikroba baru. Berbagai faktor seperti dosis dan frekuensi pemberian antibiotika dapat mempengaruhi timbulnya resistensi bakteri.
NAMA : LINGGA AYUDIA NIM : J1E112006 KELOMPOK : II SHIFT 2 ASISTEN : MOHAMMAD ALI AKBAR
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI BANJARBARU APRIL 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Dasar Teori Bakteri yang satu akan berbeda dengan yang lain terhadap suatu antibiotika tertentu. Ada yang sangat sensitif terhadap antibiotika tertentu, ada yang resisten terhadap antibiotika tersebut. Uji ini sangat berguna dalam kepentingan terapeutik untuk melawan infeksi yang terjadi, juga berguna untuk mengetahui efikasi suatu senyawa antimikroba yang baru. Kemampuan antibiotika dalam menghambat pertumbuhan bakteri pun berbeda-beda, ada yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat bakteri dalam jumlah banyak, ada pula yang diperlukan konsentrasi tinggi untuk mampu menghambat pertumbuhan suatu bakteri. Kita dapat mengetahui tingkat kemampuan suatu antibiotika dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) suatu antibiotika yang kemudian dibandingkan dengan tabel standard untuk mengetahui kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotika yang di ujikan. Uji sensitivitas bakteri merupakan cara untuk mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah (Djide, 2003). Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur, protozoa mikroskopik jahat yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Kuman bisa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya seperti manusia, hewan dan sebagainya (Dwidjoseputro, 1994). Secara umum, kuman bisa disebut dengan bakteri pathogen. Secara harfiah, istilah ini mengakar pada bahasa Yunani kuno yang berarti penyebab penderitaan. Jadi secara sederhana, bakteri pathogen bisa diartikan sebagai jenis bakteri yang menjadi sumber penderitaan. Dalam kajian yang lebih lengkap, bakteri patogen adalah jenis-jenis bakteri yang menjadi biang penyakit pada makhluk hidup. Bakteri patogen ini bekerja dengan cara menginfeksi organisme dan sebagai akibatnya, muncul gejala-gejala abnormal yang kita kenali sebagai tanda-tanda penyakit. Sebagian dari bakteri patogen ini tidak terasa di tubuh, namun tak jarang pula yang menyebabkan penyakit serius semacam HIV, SARS, Flu Burung dan masih banyak lagi lainnya (Ganiswarna, 1995). Dalam kajian ilmu biologi, dikenal kecenderungan karakteristik organisme yang sangat patogen sajalah yang bisa menyebabkan penyakit pada makhluk hidup. Sementara selebihnya tidak mengakibatkan apa-apa. Bakteri yang jarang menyebabkan pemyakit tersebut dikenal dengan istilah patogen oportunis, yakni jenis bakteri yang tidak menyebabkan atau menimbulkan penyakit pada makhluk hidup dengan kompetensi umun atau daya tahan tubuh yang baik. Sebaliknya, jenis bakteri ini bisa memicu penyakit bagi mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang rendah. Jadi bisa disumpulkan bahwa bakteri patogen oportunis ini mengambil kesempatan dari menurunnya sistem pertahanan di dalam tubuh sang inang yang ia infeksi (Ganiswarna, 1995). Mikroorganisme pathogen yang dapat menimbul penyakit memiliki karakteristik atau kriteria tertentu seperti: Harus mempunyai daya pathogenitas yang tinggi Memiliki daya virulensi (keganasan) yang kuat Adanya daya invasi yang tinggi sehingga dapat berkembangbiak dan menyebar kedalam tubuh Memiliki daya pertahanan dan daya hindar yang baik terhadap serangan sel- sel fagosit didalam tubuh Dapat berpindah dari satu host ke host yang lain Membentuk toksin. (Djide, 2003). Faktor yang mendasari Mekanisme Patogenisitas Bakteri adalah sebagai berikut : 1. Invasiveness Kemampuan untuk menyerang jaringan. Ini meliputi mekanisme untuk kolonisasi (kepatuhan dan multiplikasi awal), produksi zat ekstraselular yang memfasilitasi invasi (invasins) dan kemampuan untuk memotong atau mengatasi mekanisme pertahanan inang. 2. Toxigenesis Kemampuan bakteri untuk menghasilkan racun. Bakteri dapat menghasilkan dua jenis racun disebut exotoxins dan endotoksin. Exotoxins adalah racun yang dilepaskan dari sel bakteri dan dapat bertindak di bagian jaringan yang menghapus situs pertumbuhan bakteri. Sedangkan endotoksin dapat dilepaskan dari pertumbuhan sel-sel bakteri hasil dari pertahanan inang efektif (misalnya lisozim) atau kegiatan antibiotik tertentu. (Doli, 2013). Beberapa penyakit / gangguan kesehatan akibat kuman yaitu seperti pilek batuk, radang tenggorokan, tbc, hepatitis, hiv, diare, dan lain sebagainya. Kuman bertanggung jawab atas banyak penyakit yang parah dan tidak parah pada manusia. Untuk itulah kita renungkan kembali serta secara preventif menghindar dari kuman dengan cara menjaga kebersihan diri serta meningkatkan ketahanan tubuh kita dari kuman-kuman nakal penyebab penyakit. Selain itu, jika kita sudah terinfeksi kuman, maka dengan mengonsumsi antibiotik yang cocok dan sesuai, kita dapat mengupayakan kesembuhan dari infeksi tersebut untuk tubuh kita (Makara, 2004). Ada beragam jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang (juga) terdiri atas beragam jenis. Untuk memahaminya lebih lanjut, silahkan simak table yang kami sajikan berikut ini:
(Iskandar, 2009). Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan (bakteri sida) atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (bakteri statik). Ini merupakan suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Umumnya toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut, ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang namun dapat merusak parasit (Iskandar, 2010). Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia tertentu yang berasal dari mikroorganisme seperti jamur, actinomycetes, bakteri. Hasil isolasi tersebut dikembangkan secara sintetik kimia dalam skala industri, . berdasarkan dari proses pembuatannya, antibiotika dibagi menjadi 3 yaitu, dibuat secara alami, antibiotik berasal dari bagian dari kuman itu sendiri atau jamur jenis tertentu. Secara sintetis, mengambil zat-zat aktif dengan proses reaksi kimiawi. Sedangkan semi sintetis, mengambil bahan secara alami (jamur atau bakteri) lalu melalui proses fermentasi dan kimiawi.Organisme yang dapat dibunuh antibiotika adalah jasad renik seperti bakteria, kuman, dan parasit. Tetapi virus tidak dapat dibunuh dengan antibiotika, karena bukan benda hidup (Peoloengan, dkk., 2006). Antibiotika sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit infeksi bakterial. Antibiotika dapat bersifat bakteriostatik dan juga bakterisid. Dalam melakukan terapi dengan menggunakan antibiotika guna penanggulangan penyakit infeksi bakterial, kadang diperlukan pemeriksaan kepekaan (tes sensitivitas) kuman terhadap antibiotik yang tersedia, karena pada masa kini telah banyak ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotika. antibiotika bekerja membunuh bakteri dan sedapat mungkin tidak menyentuh sel-sel manusia. Antibiotik diserap kemudian diedarkan menuju tempat penyebab infeksi, hanya kuman yang dibunuh. Sehingga antibiotika tidak akan berguna jika tubuh tidak terinfeksi, justru malah membunuh bakteri baik dalam tubuh. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau menutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desinfektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup (Doli, 2013). Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotik). Perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotika sangat dipengaruhi oleh intensitas pemaparan antibiotika di suatu wilayah, tidak terkendalinya penggunaan antibiotika cenderung akan meningkatkan resistensi kuman yang semula sensitif. Resistensi merupakan zona hambat antibiotik yang terjadi terhadap bakteri, sedangkan sensitifitas merupakan zona hambat yang tidak terjadi pada antibiotik terhadap bakteri. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik. Memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan. 1) Akibat pemberian dosis dibawah dosis pengobatan. 2) Akibat terlalu sering mengunsumsi antibiotik Setiap mahkluk ciptaan tuhan memiliki kemampuan untuk bertahan (survive) begitupun dengan bakteri atau kuman. Jika jasad renik ini diserang terus menerus maka akan menciptakan suatu sistem untuk bertahan dengan cara bermutasi (mengubah bentuk) sehingga sulit dibunuh antibiotika. Jadi semakin sering mengkonsumsi antibiotika, makin tinggi pula tingkat kesuburan kuman-kuman yang menjadi resisten, 3) Akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik. (Harahap, 2012). b. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen. c. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan sebagainya. d. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit. e. Harus efektif pada konsentrasi rendah. f. Harus dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh satu atau lebih jenis mikroorganisme. g. Tidak boleh memiliki efek samping bersifat toksik yang signifikan. h. Harus efektif melawan patogen. i. Harus dapat disimpan dalam jangka waktu lama tanpa kehilangan aktivitasnya. j. Harus dapat dieliminasi dari tubuh secara sempurna setelah pemberian dihentikan. k. Harus bersifat sangat stabil agar dapat diisolasi dan diproses dalam dosis yang sesuai, sehingga segera dapat diserap tubuh. (Iskandar, 2010) Dalam mengkonsumsi obat antibiotik tidak sembarangan dan selalu mematuhi perintah dokter agar kuman yang ada di dalam tubuh kita tidak menjadi kebal terhadap obat antibiotik yang diberikan. Obat anti biotik adalah obat yang berbahaya jika salah cara penggunaannya karena dapat menyebabkan efek yang sangat berbahaya serta merugikan kesehatan kita (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Pengujian untuk sensitifitas antibiotik sering dilakukan dengan menggunakan metode Kirby-Bauer yaitu paper dish yang mengandung antibiotik ditempatkan kepiringan media agar dimana bakteri tumbuh. Jika sensitif terhadap antibiotik maka akan terbentuk lingkaran (berbentuk cincin) yang jelas atau disebut dengan zona inhibisi yang terlihat disekitar paper dish yang menunjukkan bakteri tidak dapat tumbuh disekitar antibiotik yang sensitif bagi bakteri tersebut. Metode lain untuk menguji sensitifitas yaitu dengan menggunakan metode Stoke. E-tes berdasarkan difusi antibiotik, pengenceran agar dan metode Broth untuk menentukan Konsentrasi Hambatan Minimum. Terapi antibiotik idealnya berdasarkan pada penentuan agen aetiological dan kepekaan antibiotik yang relevan (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Beberapa antibiotik yang dapat digunakan antara lain : a. Streptomycin Streptomycin adalah obat yang termasuk kelompok aminoglycosyde. Streptomycin ini bekerja dengan cara mematikan bakteri sensitif dengan menghentikan pemproduksian protein esensial yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Streptomycin digunakan untuk mengobati TB (Tuberculosis) dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Dirjen POM, 2000).
b. Eritromycin Erythromycin (Eritromisin) adalah antibiotik yang dikelompokkan ke dalam golongan makrolida. Eritromisin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri, bersifat bakteriostatik atau bakterisid, tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram- positif seperti S. aureus (baik yang menghasilkan penisillinase maupun tidak), Streptococcus group A, Enterococcus, C. diphtheriae dan Pneumococcus. Juga efektif terhadap kuman gram-negatif seperti Neisseria, H. influenzae, B. pertusis, Brucella juga terhadap Riketsia, Treponema dan M. pneumoniae. Resistensi silang dapat terjadi antar berbagai antibiotik golongan makrolida (Dirjen POM, 2000).. Indikasi Eritromisin adalah : a) Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti : tonsilitis, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, bronkitis akut dan kronis, pneumonia, dan bronkiektasis. b) Infeksi telinga seperti otitis media dan eksternal, dan mastoiditis. c) Infeksi pada mulut d) Infeksi mata e) Infeksi kulit dan jaringan lunak f) Infeksi saluran pencernaan g) Infeksi lainnya : osteomielitis, uretritis, GO, sifilis, limfogranuloma venerum, difteri, dan prostatitis. (Ganiswara, 1995).
c. Ciprofloxacin Ciprofloxacin adalah antibiotik yang berasal dari golongan Fluoroquinolon(flor-o-kwin-o-Lones). Ciprofloxacin diindikasikan untuk melawan bakteri dalam tubuh khusunya untuk pengobatan infeksi saluran kemih yang disebabkanoleh kuman - kuman yang multi resisten dan Pseudomonas Auroginosa.ini juga dapat digunakan untuk mencegah atau memperlambat anthrax setelah paparan (Dirjen POM, 2000). Sensitifitas bakteri terhadap antibiotika adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kerentanan bakteri pada antibiotik. Uji kerentanan antibiotik biasanya dilakukan untuk menentukan atau memilih antibiotik yang mampu mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Uji kepekaan kuman sering dilakukan untuk tindakan pengobatan terhadap penderita yang mengalami infeksi kuman tertentu (phatogen). Selain sebagai suatu tindakan pengobatan, dengan melakukan uji kepekaan kuman, juga dapat membedakan suatu antibiotika yang tepat untuk digunakan sebagai penghambat pertumbuhan suatu bakteri yang tepat, mengetahui konsentrasi minimum suatu antibiotika dalam menghambat pertumbuhan bakteri sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan konsentrasi, mengetahui antibiotika mana yang sesuai digunakan terhadap bakteri tertentu dan mengetahui bagaimana mekanisme suatu antibiotika dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri (Doli, 2013). Arti lainnya, Uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah (Iskandar, 2009). Pemeriksaan kepekaan kuman terhadap antibiotika dilakukan dengan : 1. Cara Cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa, kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan pertumbuhan kuman disekeliling cakram antibiotika, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap antibiotika tersebut, Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-Bauer. 2. Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotika pada sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotika yang menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC). 3. Cara penipisan seri agar lempeng. Pada umumnya cara ini hampir sama dengan cara tabung atau penipisan kaldu pepton, perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu pada cara ini menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah tidak dapat di gunakan untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri tertentu seperti bakteri yang membentuk koloni yang sangat halus dalam media agar kaldu pepton (contoh:Streptococcus) atau bakteri yan gakan menyebar pertumbuhannya dalam media padat (contoh : Proteus) cara ini tidak dapat digunakan. (Iskandar, 2009). Pada Test Sensibilitas, akan ditemukan beberapa bakteri pada saat proses berlangsung, yaitu : 1. Zona Radikal Zona radikal adalah hasil yang menjadi acuan saat kita melakukan uji kepekaan kuman . Zona radikal yaitu suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditenmukan adanya pertumbuhan bakteri. 2. Zona Irradikal Zona Irradikal yaitu suatu daerah disekitar disk, dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh disk antibiotik tetapi tetap dimatikan. 3. Zona Hambatan Zona Hambatan terjadi oleh karena bakteri tidak tumbuh pada sekitar disk akibat pengaruh dari antibiotik. (Makara, 2004). 1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat : 1. Melakukan sensitivitas mikrobia terhadap antibiotik. 2. Menentukan mikrobia uji termasuk sensitive atau reesisten terhadap antibiotik yang diujikan.
BAB II METODE PRAKTIKUM 2.1 Waktu dan Tempat Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Jumat, 4 April 2014, pukul 16.00- 18.00 WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. 2.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah petri disk, Erlenmeyer, pipet eppendorf 1000 , penggaris, tabung reaksi, pinset dan lampu bunsen. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sill, media Nutrient Agar, kultur mikroba uji (E.coli dan Bacillus sp.), alkohol, berbagai macam antibiotik (Streptomycin, Eritromycin, Ciproplaxacin), aquades steril, betadin, bayclin beserta paper disknya. 2.3 Cara Kerja 2.3.1 Uji kepekaan kuman E.coli 1. Disiapkan suspensi kuman E.coli di dalam tabung reaksi. 2. Suspensi kuman E.coli di ambil sebanyak 1 mL dengan menggunakan pipet eppendorf 1000 dan disuntikkan ke cawan petri kosong yang sudah disterilkan. 3. Media Nutrient Agar ditambahkan secukupnya ke cawan petri yang berisi 1 mL suspensi kuman E.coli tadi. 4. Cawan petri digoyangkan dengan perlahan membentuk angka delapan. 5. Campuran media Nutrient Agar dengan E.coli didiamkan dan ditunggu hingga membeku. 6. Paper disk yang masing-masing telah ditetesi aquades steril, betadyn, bayclin disiapkan. 7. Paper disk yang masing-masing telah direndam dalam beberapa antibiotik ( Streptomycin, Eritromycin dan Ciproploxacin) masing-masing juga disiapkan. 8. Paper disk diletakkan ke permukaan media agar nutrient yang sebelumnya telah mengeras. 9. Posisi paper disk diatur sesuai zona yang telah ditentukan.
10. Cawan petri disterilkan kembali dipanaskan pada nyala api bunsen dan diberi sill. 11. Diinkubasi pada suhu 32-34 o C selama 3x24 jam 12. Zona radikal yang dihasilkan diukur diameternya untuk masing-masing antibiotik (Streptomycin, Eritromycin dan Ciproploxacin) pada E.coli ini. 13. Hasil nya diinterpretasikan dengan antibiogram (lihat tabel Interpretasi zona diameter standard dan kolerasinya dengan MIC). 2.3.2 Uji kepekaan kuman Bacillus sp. 1. Disiapkan suspensi kuman Bacillus sp. di dalam tabung reaksi. 2. Suspensi kuman Bacillus sp di ambil sebanyak 1 mL dengan menggunakan pipet eppendorf 1000 dan disuntikkan ke cawan petri kosong yang sudah disterilkan. I II
III IV Ket. I = Aquades Steril II = Betadyn III = Bayclin IV = antibiotik 3. Media Nutrient Agar ditambahkan secukupnya ke cawan petri yang berisi 1 mL suspensi kuman Bacillus sp tadi. 4. Cawan petri digoyangkan dengan perlahan membentuk angka delapan. 5. Campuran media Nutrient Agar dengan Bacillus sp didiamkan dan ditunggu hingga membeku. 6. Paper disk yang masing-masing telah ditetesi aquades steril, betadyn, bayclin disiapkan. 7. Paper disk yang masing-masing telah direndam dalam beberapa antibiotik ( Streptomycin, Eritromycin dan Ciproploxacin) masing-masing juga disiapkan. 8. Paper disk diletakkan ke permukaan media agar nutrient yang sebelumnya telah mengeras. 9. Posisi paper disk diatur sesuai zona yang telah ditentukan.
10. Cawan petri disterilkan kembali dipanaskan pada nyala api bunsen dan diberi sill. 11. Diinkubasi pada suhu 32-34 o C selama 3x24 jam 12. Zona radikal yang dihasilkan diukur diameternya untuk masing-masing antibiotik (Streptomycin, Eritromycin dan Ciproploxacin) pada Bacillus sp ini. 13. Hasil nya diinterpretasikan dengan antibiogram (lihat tabel Interpretasi zona diameter standard dan kolerasinya dengan MIC). I II
III IV Ket. I = Aquades Steril II = Betadyn III = Bayclin IV = antibiotik BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Hasil No. Foto Diameter Zona Bening Keterangan 1
Bacillus sp. Kelompok 1 Aquadest : 0 mm Betadin : 16 mm
Bayclin : 0 mm Ciproplaxacin : 28 mm
Resisten Mampu membunuh bakteri Resisten Sensitif
Bacillus sp. Kelompok 2 Aquadest : 0 mm Betadin : 10 mm
Bayclin : 9 mm
Eritromycin : 16 mm Resisten Mampu membunuh bakteri Mampu membunuh bakteri Intermediet
Aquadest : 0 mm Betadin : 0 mm Bayclin : 0 mm Streptomycin : 15 mm Resisten Resisten Resisten Sensitif
Bacillus sp. Kelompok 3 2
Escherichia coli kelompok 1 Aquadest : 0 mm Betadin : 10 mm
Bayclin : 6 mm
Ciproplaxacin : 22 mm
Resisten Mampu membunuh bakteri Mampu membunuh bakteri Sensitif
Escherichia coli kelompok 2 Aquadest : 0 mm Betadin : 15 mm
Bayclin : 17 mm
Eritromycin : 17 mm
Resisten Mampu membunuh bakteri Mampu membunuh bakteri Intermediet
III.2. Pembahasan Praktikum kali ini berjudul uji kepekaan kuman. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat melakukan uji sensitivitas mikrobia terhadap antibiotik dan dapat menentukan mikrobia uji termasuk resisten atau sensitive terhadap antibiotik yang diujikan. Disisi lain, dengan melakukan praktikum ini, kita juga mengetahui potensi dan kemampuan antibiotik yang digunakan pada praktikum kali ini dan seberapa efektif antibiotik tersebut untuk membunuh kuman atau mikroba uji. Kuman atau mikroba uji yang digunakan adalah E.coli dan Bacillus sp. . E. coli adalah jenis bakteri gram negatif yang biasanya ditemukan dalam saluran pencernaan manusia khususnya di usus besar. Dalam keadaan tertentu, bakteri Escherichia coli ini dapat menginfeksi saluran pencernaan manusia sehingga dapat menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan seperti kolera, tifus, disentri, diare dan penyakit cacing. Adapun bakteri Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif,yang juga dapat menginfeksi
Escherichia coli kelompok 3 Aquadest : 0 mm Betadin : 22 mm
Bayclin : 20 mm
Streptomycin : 15 mm Resisten Mampu membunuh bakteri Mampu membunuh bakteri Sensitif beberapa organ tubuh manusia. Bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tanah ini dapat menjadi agen penyakit dari beberapa penyakit seperti infeksi kulit, paru, usus, selaput otak dan dapat menyebabkan keracunan makanan. Untuk mengambat serta membunuh bakteri yang tergolong berbahaya tersebut, kita biasanya dianjurkan untuk mengonsumsi suatu antibiotik. Namun, mengingat kebanyakan bakteri sekarang sudah resisten dengan berbagai antibiotik, maka disini diuji bagaimana dengan kepekaan bakteri E.coli dan Bacillus sp terhadap antibiotik yang diberikan. Sering kali, jika telah diketahui bakteri yang ingin dibunuh atau dicegah resisten terhadap suatu antibiotik, cenderung kita berpikir untuk mengonsumsi antibiotik dengan jumlah atau konsentrasi yang tinggi dan mengonsumsi sesering mungkin untuk dapat mengalahkan keresistenan suatu bakteri. Padahal, pemikiran ini bukanlah hal yang benar. Karena konsentrasi yang tinggi atau mengonsumsi antibiotik dengan jumlah yang tidak sesuai dapat menyebabkan hal yang sebaliknya dari yang kita inginkan. Yang tadinya berharap terbunuhnya bakteri dalam tubuh, maka bisa jadi bakteri tersebut tidak terbunuh tapi malah berkembang biak secara luas. Untuk itu, dilakukanlah uji sensitifitas kuman ini untuk memecahkan masalah diatas dimana dengan uji sensitifitas kuman ini kita mengetahui apakah kuman tersebut resisten atau sensitive atau intermediate pada suatu antibiotik. Jika telah diketahui hal tersebut, maka kita dapat menentukan konsentrasi antibiotik paling terendah yang cocok untuk menghambat atau membunuh kuman yang dimaksud sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan konsentrasi. Jika terjadi kelebihan atau kekurangan, maka kuman akan resisten terhadap antibiotik yang digunakan. Antibiotik yang kami gunakan dalam praktikum untuk menguji kerentanan kedua bakteri diatas adalah streptomycin, eritromycin dan ciproploxacin. Selain itu, kami juga menggunakan bahan lain yang bertindak sebagai antiseptik dan desinfektan dimana dia juga dapat berperan sebagai agen pembunuh kuman. Antiseptik yang kami gunakan adalah betadin dan yang berperan sebagai desinfektan adalah bayclin. Antibiotik, antiseptic dan bayclin sama-sama berfungsi dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan juga dapat membunuh keberadaan suatu mikroba. Dibalik kesamaan itu, ketiga agen ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam menjalankan fungsinya. Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup (benda hidup). Contohnya adalah betadine. Betadin bekerja mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan protozoa.Betadine adalah suatu zat kimia (povidon iodin) yang punya sifat antiseptik (membunuh kuman) baik bakteri gram positif maupun negative. Betadine lebih bagus untuk mencegah infeksi. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Ini tidak dapat digunakan atau kurang efektif untuk membunuh bakteri pada benda hidup. Pada praktikum, kami juga melibatkan aquades steril sebagai agen pembanding kontrol negatif. Kontrol negatif disini berarti suatu agen yang dapat dijadikan acuan dan akan memberi gambaran terkait hasil negatif untuk menghasilkan zona radikal. Mengingat aquades merupakan agen yang sangat mudah ditumbuhi bakteri, maka sudah pasti, agen ini tidak dapat menghambat atau mencegah pertumbuhan bakteri yang ada. Sehingga, dengan menggunakan aquades steril yang tidak menghasilkan zona radikal, kita dapat membandingkannya dengan agen yang akan menghasilkan zona radikal. Adapun yang berperan sebagai control positifnya adalah beberapa antibiotik yang diujikan ini yaitu eritromycin, streptomycin dan ciproploxacin. Agen ini akan positif menghasilkan zona radikal karena telah diketahui ketiga agen ini merupakan antibiotik yaitu suatu zat yang dengan porsi tertentu dapat menghambat atau mencegah pertumbuhan bakteri. Yang tidak kita ketahui disini adalah seberapa efektif antibiotik ini dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut dengan mengacu pada besar kecilnya diameter zona radikal yang dihasilkan. Zona radikal adalah suatu daerah disekitar paper disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri akibat pengaruh antibiotik. Biasanya, jika zona radikal yang dihasilkan mempunyai diameter yang kecil, maka kuman yang diuji dapat digolongkan rentan atau kuat terhadap antibiotik yang diuji. Dan sebaliknya, jika zona radikal yang dihasilkan mempunyai diameter yang besar, maka dapat digolongkan kuman tersebut peka terhadap antibiotik sehingga menyebabkan penghambatan pertumbuhan kuman. Lebih pastinya, zona radikal yang dihasilkan diinterpretasikan dengan tabel MSCL dimana di tabel tersebut kita dapat lebih pasti menentukan apakah kuman tersebut resisten, intermediate atau sensitif. Uji sensitifitas kuman yang kami lakukan mengacu pada metode Pour Plate. Metode dalam uji sensitivitas dibedakan menjadi dua, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi dengan cara Pour Plate. Teknik pour plate (lempeng tuang) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri.Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zone hambatan : 1. Kekeruhan suspensi bakteri. Kurang keruh : diameter zone lebih lebar. Lebih keruh : Diameter zone makin sempit sehingga R dilaporkan S atau sebaliknya. 2. Waktu pengeringan / peresapan suspensi bakteri ke dalam MH agar. tidak boleh melebihi batas waktu karena dapat mempersempit diameter zone hambatan sehingga jadi R. 3. Temperatur inkubasi Pertumbuhan optimal : 35 o C 4. Waktu inkubasi. Waktu : 16 18 jam Bila Lebih 18 jam maka pertumbuhan lebih sempurna sehingga zone hambat makin sempit. 5. Ketebalan agar Ketebalannya 4 mm, bila kurang maka difusi obat lebih cepat dan bila lebih maka difusi obat lambat. 6. Jarak antar disk obat Jarak cakram : 3 cm dan 2 cm dari pinggir petridish dengan meter 9-10m paling banyak 7 disk obat. Petridish dengan diameter 15 cm untuk 9 disk. 7. Potensi disk obat Tiap jenis obat mempunyai diameter disk yang sama tetapi potensinya berbeda. Yang harus diperhatikan : Cara penyimpanan : obat yang labil seperti penisillin dll disimpan pada suhu 40 o C. ED nya dan setiap disk obat baru diterima harus dicek dengan kontrol strain. 8. Komposisi media Sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri, difusi obat, kativitas obat tersebut.Quality Control : Upaya-upaya yang dilakukan untuk menetralisir faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diameter zone hambatan. Mengecek mutu media, disk obat dengan menggunakan bakteri standard : Staphylococcus aureus ATCC 25923, E. Coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Metode ini sangat mudah dilakukan karena tidak rumit dalam penegrjaannya dan efisien karena dalm satu perbenihan agar dapat menguju maksimal 12 macam antimikroba.Tidak membutuhkan alat dan bahan yang banyak sedangkan kerugiannya tidak dapat diketahui secara tepat tingkat resistensi atau kepekaan bakteri terhadap antimikroba. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan metode Pour Plate, yaitu: Konsentrasi mikroba uji Konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram Jenis antibiotik pH medium Tahap awal yang dilakukan dalam praktikum ini adalah menyiapkan suspensi kuman yang ingin diketahui kerentanannya terhadap antibiotik yang diuji. Suspensi kuman yang disiapkan adalah kuman E.coli dan Bacillus sp. . Kedua suspensi kuman ini masing-masing diletakkan dalam tabung reaksi yang berbeda. Pertama, kita lakukan uji sensitivitas pada kuman E.coli. Kuman E.coli yang telah dibuat suspensi, dipipet dengan menggunakan pipet eppendorf 1000 sebanyak 1 mL. Pipet eppendorf digunakan dalam pengukuran mikroliter yang banyak dilakukan pada percobaan tingkat molekul seperti pengukuran bakteri, kuman dsb serta dapat berfungsi sebagai alat untuk memindahkan mikroorganisme tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Pipet ini juga merupakan pipet yang memiliki ketelitian tinggi dalam pengukuran. Setelah kuman diambil dan diukur 1 mL dengan pipet eppendorf, kuman disuntikkan pada cawan petri kosong yang sebelumnya telah disterilkan, baik bagian dalamnya dan juga bagian sisi dari cawan petri tersebut. Setelah kuman dimasukkan ke dalam cawan petri, ke dalam cawan petri yang sama, dimasukkan media Nutrient Agar secukupnya hingga cawan petri terisi secara merata. Cara agar Nutrient Agar bersama dengan kuman yang ada di dalamnya merata dan homogeny, maka cawan petri yang menampung campuran tersebut di goyangkan membentuk angka delapan. Ini dilakukan agar media tersebut ke sisi-sisi cawan, sehingga benar-benar merata. Menggoyangkan cawan petri harus dilakukan dengan perlahan untuk mencegah terjadinya kerusakan media. Setelah digoyangkan, ditunggu hingga mengeras. Disisi lain, paper disk disiapkan. Satu paper disk ditetesi dengan aquades steril sebanyak 1 tetes yang berperan sebagai agen pembanding control negatif. Paper disk yang lain juga ditetesi dengan 1 tetes betadin dan 1 tetes bayclin diteteskan untuk paper disk yang berbeda pula. Jika aquades steril, betadin dan bayclin diperlakukan dengan cara diteteskan, maka lain halnya dengan perlakuan untuk antibiotik. Paper disk dicelupkan ke dalam masing-masing antibiotik yang telah disiapkan (Streptomycin, Eritromycin dan Ciproploxacin). Perendaman dan penetesan ini dilakukan pada cawan petri kosong yang lain yang telah disterilkan. Paper disk yang telah diresapi agen-agen yang dipercaya akan dapat membunuh kuman inilah yang akan kita uji langsung ke kuman uji. Setelah media yang didiamkan tadi mengeras, maka mulailah tahapan selanjutnya. Paper disk yang telah diserapi berbagai antibiotik dan antiseptik tadi diambil menggunakan pinset diletakkan ke permukaan media agar nutrient yang sebelumnya telah mengeras. Posisi paper disk diatur sesuai zona yang telah ditentukan.
Cawan petri kemudian disterilkan kembali dengan memanaskan bagian sisi cawan petri menggunakan nyala api Bunsen. Setelah dipastikan seluruh sisi cawan telah dikenai nyala api, lalau sisi cawan petri tersebut diberi sill. Campuran media dan kuman dalam cawan petri diinkubasi pada suhu 32-34 o C selama 3x24 jam. Inkubasi merupakan suatu teknik perlakuan bagi mikroorganisme yang telah diinokulasikan (ditumbuhbiakan) pada madia (padat atau cair), kemudian di simpan pada suhu tertentu untuk dapat melihat pertumbuhannya. Sebenarnya, inkubasi yang ideal dilakukan selama 1x24 jam saja. Biasanya, jika melebihi waktu ideal, maka hasil nya adalah kuman akan menjadi bertambah dan menjadi lebih resisten. suhu yang dipilih merupakan suhu rendah sekitar 32-35 o C. namun, yang paling ideal adalah suhu 35 o C. biasanya jika kurang atau lebih dari suhu 35 o C, maka akan ada ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan ada obat yang difusinya kurang baik. Ini akan mempengaruhi kemurnian hasil dari uji sensitivitas yang akan dilakukan, karena kita tidak dapat memastikan apakah kuman benar-benar terbunuh karena obat atau karena suhu yang tidak sesuai. Setelah uji pada E.coli, dilanjutkan uji pada Bacillus sp. Tahapan yang dilakukan sama halnya dengan tahapan uji sensitivitas E.coli. yang berbeda I II
III IV Ket. I = Aquades Steril II = Betadyn III = Bayclin IV = antibiotik hanyalah suspensi kuman yang digunakan diganti dengan suspensi kuman Bacillus sp. Tahapan yang sama dilakukan hingga ke tahap inkubasi. Setelah diinkubasi, didapatkan hasil dan hasil tersebut pun diamati. Yang diamati adalah zona radikal atau disebut sebagai zona terang atau zona jernih. Zona radikal atau zona terang ini adalah zona atau daerah dekat dengan disk yang sama sekali tidak ditumbuhi oleh mikroba uji akibat pengaruh antibiotik yang diberikan. Jika zona radikal tergolong besar, maka dapat dipastikan, kuman sensitive atau peka dengan antibiotik sehingga dia berhasil terbunuh oleh antibiotik. Sebaliknya jika zona radikalnya kecil atau tidak ada sama sekali, dapat dipastikan, kuman resisten atau kuat dan tidak mati walaupun diberi antibiotik. Namun, lebih pastinya, untuk memastikan apakah kuman itu resisten, sensitive atau intermediate, kita mengacu pada rentang yang telah ada pada tabel standar atau MCLS. Jika kuman resisten terhadap antibiotik, berarti antibiotik itu gagal baik gagal untuk membunuh kuman juga gagal untuk memngahmbat pertumbuhan kuman. Jika kuman termasuk intermediate terhadap antibiotik, berarti antibiotik itu hanya dapat menghambat pertumbuhan kuman, tidak dapat membunuh. Dia hanya bisa membunuh dengan perlahan yaitu melalui cara menghambat pertmbuhan kuman. Jika kuman sensitive terhadap antibiotik, maka antibiotik itu dapat efektif untuk membunuh kuman tersebut seecara langsung. Zona radikal yang didapat diukur diameternya dengan penggaris. Untuk aquades steril, baik pada cawan petri untuk kuman Bacillus sp atau E.coli tidak ditemukan zona radikal, dimana kuman berdominasi dan tumbuh meluas disekitar paper disk. Ini menunjukkan bahwa aquades steril tidak berhasil untuk menjadi agen pembunuh kuman dan dapat dipastikan aquades steril sangat tidak efektif dan tidak dapat digunakan untuk mengobati atau menyembuhkan infeksi dari suatu bakteri khususnya bakteri yang kita uji yaitu bakteri Bacillus sp dan E.coli. Hal ini mengingat aquades steril yang merupakan air ini termasuk media yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba. Sehingga, sangat wajar, pada hasil praktikum kita ini, pada zona satu yang memakai aquades steril tidak terdapat zona radikal atau terdapat pertumbuhan bakteri yang luas. Untuk zona yang kedua dengan paper disk yang telah ditetesi betadin menghasilkan zona radikal dengan diameter 10 mm untuk Bacilus sp dan 20 mm untuk E.coli. Jika hasil ini diinterpretasikan ke tabel antibiogram, maka Bacillus sp tergolong intermediate terhadap antiseptik betadin dan E.coli termasuk golongan sensitive terhadap antiseptik betadin ini. Sehingga, juga dapat disimpulkan bahwa antiseptic betadin ini efektif dan dapat digunakan untuk membunuh kuman penyebab infeksi seperti E.coli dan Bacillus sp. Betadin merupakan agen antiseptic, dimana kita ketahui antiseptip merupakan agen yang dapat menekan pertumbuhan bakteri atau membuhunya pada permukaan luar makhluk hidup. Betadin akan mengeluarkan zat aktifnya berupa 10 % iodine dan kemudian bekerja melawan bakteri. Betadin juga efektif dalam mencegah bekteri. Jika dikaitkan anatar hasil praktikum dengan pernjelasan sebelumnya, berarti memang terbukti bahwa betadin memang benar benar dapat efektif membunuh bakteri khususnya bakteri uji yaitu E.coli dan Bacillus sp. Untuk zona ketiga dengan paper disk yang telah ditetesi oleh bayclin menghasilkan zona radikal sebesar 9 mm untuk Bacillus sp. Dan 15 mm untuk E.coli. Jika hasil ini diinterpretasikan ke tabel antibiogram, maka Bacillus sp tergolong resisten terhadap antiseptik bayclin dan E.coli termasuk golongan intermediat terhadap antiseptik bayclin ini. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antiseptik bayclin ini efektif dan dapat digunakan untuk membunuh kuman penyebab infeksi E.coli. Namun, antiseptic ini tidak dapat digunakan dan tidak efektif untuk dijadikan sebagai agen pembunuh atau penghambat Bacillus sp. Hal ini disebabkan karena Bacillus sp bersifat resisten terhadap antiseptik ini. Bayclin merupakan agen desinfektan. Desinfektan merupakan agen penghambat pertumbuhan bakteri pada benda mati, seperti baju, pisau bedah dan lainnya yang tentu bukan untuk makhluk hidup. Desinfektan memiliki kemampuan yang kurang efektif dalam membunuh kuman jika dibandingkan dengan kekuatan antiseptik. Hal ini terbukti dari hasil praktikum, dimana zona radikal bayclin lebih kecil jika dibandingkan dengan betadin. Untuk zona keempat yang diisi dengan paper disk yang telah direndam dalam antibiotik ini, menghasilkan berbagai macam ukuran zona radikal. Untuk antibiotik Eritromycin, didapatkan diameter zona radikal sebesar 16 mm untuk Bacillus sp, dan 17 mm untuk E.coli. Jika hasil ini diinterpretasikan ke tabel antibiogram, maka Bacillus sp tergolong intermediat terhadap antibiotik eritromycin dan E.coli juga termasuk golongan intermediat terhadap antibiotik ini. Hal itu dikarenakan zona diameter yang diakibatkan keberadaan eritromycin masuk ke dalam rentang intermediatnya yaitu 14-17 mm. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antibiotik eritromycin ini efektif dan dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kuman penyebab infeksi baik itu E.coli atau Bacillus sp. Untuk antibiotik ciproploxacin, didapatkan diameter zona radikal sebesar 28 mm untuk Bacillus sp, dan 22 mm untuk E.coli. Jika hasil ini diinterpretasikan ke tabel antibiogram, maka baik itu Bacillus sp ataupun E.coli tergolong sensitive terhadap antibiotik ciproploxacin. Hal ini dikarenakan zona yang dihasilkan masuk ke dalam rentang sensitifnya ciproploxacin yaitu Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antibiotik ciproploxacin ini efektif dan dapat digunakan untuk membunuh kuman penyebab infeksi khususnya baik itu E.coli atau Bacillus sp. Untuk antibiotik streptomycin, didapatkan diameter zona radikal sebesar 15 mm untuk Bacillus sp, dan 15 mm untuk E.coli. Jika hasil ini diinterpretasikan ke tabel antibiogram, maka baik itu Bacillus sp ataupun E.coli tergolong sensitive terhadap antibiotik streptomycin. Hal ini dikarenakan zona yang dihasilkan masuk ke dalam rentang sensitifnya streptomycin yaitu Sehingga, dapat disimpulkan bahwa antibiotik streptomycin ini efektif dan dapat digunakan untuk membunuh kuman penyebab infeksi khususnya baik itu E.coli atau Bacillus sp. Ditinjau dari hasil pengukuran diameter zona radikal, dapat diketahui bahwa jika dibandingkan antara E.coli dan Bacillus sp, maka E.coli merupakan kuman yang lebih sensitive terhadap berbagai jenis antibiotik dan antiseptic. Sedangkan Bacillus sp termasuk lebih kuat terhadap pemberian antibiotik dan antiseptik. Dan dapat diketahui juga bahwa diantara ketiga antibiotik yang diuji, ciproploxacin merupakan antibiotik yang sangat kuat berpotensi membunuh kuman. Jika kita ingin membandingkan hasil zona radikal antara betadin yang merupakan antiseptik, bayclin yang merupakan desinfektan dan eritromycin, streptomycin dan ciproploxacin yang berperan sebagai antibiotik, maka hasil zona radikalnya akan terlihat lebih luas rata-rata pada antibiotik. Setelah antibiotik, kemudian betadin dan kemudian desinfektan. Namun, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa antibiotik lebih efektif dalam menyembuhkan kuman dibandingkan antiseptic dan desinfektan, karena ketiga agen ini memiliki tempat penggunaan yang berbeda. Antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri yanga da didalam oragan tubuh manusia. Antiseptic digunakan untuk bagian luar atau permukaan kulit saja. Dan desinfektan untuk benda yang tidak hidup. Sangat tidak etis jika kita menggunakan antibiotik untuk membunuh kuman pada pisau bedah karena kita ketahui dari praktikum antibiotik lebih efektif membunuh kuman dibandingkan desinfektan. Dan kita tidak dapat menggunakan antibiotik untuk membunuh kuman pada permukaan kulit kita. Ketiga agen ini memiliki fungsi yang sama namun berbeda dalam area penggunaannya. Sehingga kita tidak dapat menyimpulkan agen antibotik lebih efektif digunakan. Yang dapat disimpulkan dari praktikum ini hanyalah ketiga agen ini memang berpotensi untuk membunuh bakteri pathogen. Sebenarnya, jika kita ingin mengetahui tingkat keresistensi dan kepekaan kuman yang lebih ideal, maka dilakukan inkubasi hanya selama 1x24 jam. Karena jika melebihi waktu ideal tersebut, maka zona radikal yang dihasilkan akan semakin sempit karena kuman akan menjadi tumbuh semakin banyak dan meluas sehingga, semakin lama tahapan inkubasinya, maka akan semakin sempit hasil diameter zona radikalnya sehingga kita tidak mengetahui dengan murni apakah zona radikal yang sempit itu akibat kuman memang resisten atau gara-gara tahapan inkubasinya yang terlalu lama. Sehingga, mungkin saja hasil zona radikal pada antibiotik itu sebenarnya akan lebih besar lagi daripada hasil yang kami dapatkan mengingat zona radikal akan semakin menyempit setelah beberapa hari diinkubasi. Adapun faktor keberadaan zona radikal itu dipengaruhi oleh: 1. Konsentrasi Semakin tinggi konsentrasi suatu antibiotik, maka zona radikalnya akan semakin bagus dan lebih lebar. Dari segi manusianya, akan memungkinkan tingkat kemampuan untuk membunuh kuman itu semakin tinggi. Namun, untuk efek pada manusianya, jika konsentrasi antibiotik yang dikonsumsi terlalu tinggijika melebihi batas yang ditentukan, akan menjadi berbahaya. 2. Waktu inkubasi Jika diinkubasi terlalu lama, maka kuman akan semakin cenderung menjadi resisten dan mulai tumbuh kembali. Dan itu menyebabkan, zona radikal pun akan semakin menyempit karena mulai ditumbuhinya kuman. Antibiotika yang ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic), tidak menimbulkan pengaruh sampingan (side effect) yang buruk pada host, tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme patogenserta konsentrasi antibiotik dalam jaringan harus mencapai taraf cukup tinggi sehinggamampu menghambat atau mematikan penyebab infeksi. Antibiotik dapat berbahaya jika kita menggunakan antibiotik tidak sesuai dengan yang dianjurkan. Sebagai contoh, antibiotik akan menyerang bakteri baik dalam tubuh jika kita mengonsumsi antibiotik pada saat kita sedang sehat dan tidak mengalami infeksi bakteri apapun. Kita bisa terserang diare karena adanya infeksi dari bakteri lain yang bersarang diusus. Adanya bakteri lain ini biasanya disebabkan karena sebelumnya bakteri baik yang tidak menginfeksi yaitu E.coli ini telah dimusnahkan. Pemusnahan bisa diakibatkan karena minum antibiotik yang tidak dalam kondisi sakit. Padahal E.coli dalam tubuh khususnya pada usus besar manusia berfungsi sebagai menutup permukaan usus besar agar bakteri lain, khususnya bakteri patogen tidak ada tempat lagi untuk berada di usus, sehingga terus menuju ke luar melalui kotoran; E. coli juga bisa menghasilkan bahan antibiotik, seperti KOLISIN yang bisa membunuh bakteri patogen lain. Selain itu E. coli bersama bakteri lain, mencerna makanan sisa yang ada di usus besar. Jika bakteri ini diserang, maka tidak ada lagi system imun yang ada di usus besar manusia sehingga usus besar pun mudah terinfeksi oleh berbagai bakteri lain. Akibat lain dari penggunaan antibiotik yang kurang cermat adalah resistensi kuman. Penyakit flu misalnya, yang sering disebut common cold, 80- 90% dari penyakit ini disebabkan oleh virus. Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, seperti flu, pilek, sakit tenggorokan, gondok, bronkhitis, dll. Antibiotik yang dipergunakan untuk mengobati infeksi virus malah bisa membahayakan tubuh. Hal ini karena setiap kali dosis antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Minum antibiotik yang terlalu sering dapat menyebabkan kuman-kuman di dalam tubuh bermutasi dan menjadi resisten terhadap antibiotik serupa. Selanjutnya jika sakit lagi, seseorang akan memerlukan antibiotik dari golongan yang lebih kuat dengan harga yang lebih mahal. Yang paling ditakutkan adalah jika terlalu sering minum antibiotik, suatu saat tidak ada lagi antibiotik yang mempan terhadap orang tersebut. Semakin sering seseorang minum antibiotik, semakin resisten bakteri-bakteri dalam tubuh orang tersebut. Lebih disayangkan lagi, bibit penyakit yang resisten itu, dapat ditularkan ke masyarakat dan dapat menyebabkan lingkungan tersebut potensial terinfeksi kuman yang sudah resisten antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat durasi dan dosis juga akan mempermudah terjadinya resistensi antibiotik. Ketidaktepatan penggunaan antibiotik lainnya, meliputi : a. Pemilihan antibiotik yang salah atau tidak sesuai diagnosis. b. Dosis yang tidak tepat atau berlebihan. c. Lama penggunaan antibiotik yang tidak tepat (menghentikan pengobatan sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh) d. Penggunaan obat antibiotik suntik yang berlebihan pada penyakit yang dapat disembuhkan dengan obat yang ditelan (oral). e. Pengobatan sendiri oleh pasien dengan cara mengonsumsi antibiotik yang seharusnya diresepkan oleh dokter. f. Penggunaan antibiotik berlebih untuk profilaksis (pencegahan) pada pembedahan bersih, khususnya pemberian antibiotik yang berlangsung lebih lama dari waktu yang direkomendasikan (kurang dari 24 jam pasca operasi). Contoh efek samping yang terjadi akibat mengkonsumsi antibiotik dengan tidak tepa adalah mual, alergi, Risiko kelainan hati pada pemakaian antibiotik eritromisin. Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/ meropenem, ciprofloxacin juga dapat menyebabkan gangguan ginjal. (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah: 1. Aquades steril tidak efektif untuk menghambat ataupun membunuh kuman atau bakteri pathogen. 2. Betadin yang berperan sebagai antiseptik, bayclin yang berperan sebagai desinfektan dan antibiotik (Streptomycin, Eritromycin danciproploxacin) dapat mengahasilkan zona radikal yang berarti berpotensi untuk membunuh kuman atau menghambat pertumbuhan kuman. 3. Eritromycin efektif dapat berfungsi baik untuk menghambat pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri E.coli dan Bacillus sp. 4. Ciproploxacin efektif dapat berfungsi baik untuk membunuh bakteri secara langsung, khususnya bakteri E.coli dan Bacillus sp. 5. Streptomycin efektif dapat berfungsi baik untuk membunuh bakteri secara langsung, khususnya bakteri E.coli dan Bacillus sp. 6. Ciproploxacin merupakan antibiotik yang paling berpotensi besar dalam membunuh kuman atau bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS. Makassar.
Doli, I. S, . 2013. Paper Tentang Sifat-Sifat Pathogenisitas Mikroorganisme. http://devintvet.blogspot.com/2013/04/sifat-sifat-pathogenisitas.html Diakses tanggal 5 April 2014.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Iskandar, Shaleh. 2009. Uji Kepekaan Kuman. http://ian-smk-analis.blogspot.com/2009/12/uji-kepekaan-kuman.html Diakses tanggal 5 April 2014.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buku Panduan Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Makara. 2004. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002. Jurnal Kesehatan. 41-48 : 8. Peoloengan, Masniari., Chairul., Iyep Komala., Siti Salmah., Susan M.N. 2006. Aktivitas Antimikroba Dan Fitokimia Dari Beberapa Tanaman Obat . Jurnal Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 1-5.