Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL
Kategori
Tajam Penglihatan Setelah
Koreksi
Standar WHO Definisi
WHO-1992
Definisi fungsional
0 6/6 6/18 Normal Normal
1 6/18 6/60 Kerusakan penglihatan Low vision
2 6/60 3/60
Kerusakan penglihatan
berat
Low vision
3 3/60 1/60 Buta Low vision
4 1/60 persepsi cahaya Buta Low vision
5 Tak ada persepsi cahaya Buta Buta
















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Katarak umumya penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga terjadi pada bayi
dan juga anak-anak. Katarak yang terjadi segera setelah lahir sampai bayi berusia 1
tahun disebut katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan kepada bayi yang
cukup berarti terutama akibat penangananannya yang kurang tepat.
Beberapa penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10 % orang
Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50 % untuk mereka
yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70 % untuk mereka yang
berusia lebih dari 75 tahun. Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian
yang dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi
dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu
2,49 per 10.000 anak (95% tingkat kepercayaan / confidence interval [CI], 2.10
2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000 (95% CI, 2.76
3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun (95% CI, 3.02
3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang unilateral, akan
tetapi juga didapatkan bahwa insidensi ini tidak diperbedakan oleh jenis kelamin dan
tempat. Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak
kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital pada negara berkembang adalah
lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih. Bila terjadi proses katarak,
lensa menjadi buram seperti kaca susu. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas. Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya
sehingga cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur
pada retina.1 Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya perubahan komposisi
kimia lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh. Penyebabnya dapat
faktor usia, paparan sinar ultra violet dan faktor gizi.
Gejala gangguan penglihatan penderita katarak tergantung dari letak kekeruhan
lensa mata. Bila katarak terdapat di bagian pinggir lensa, maka penderita akan merasa
adanya gangguan penglihatan. Bila kekeruhan terdapat pada bagian tengah lensa,
maka tajam penglihatan akan terganggu. Gejala awal biasanya ditandai adanya
penglihatan ganda dan silau dengan cahaya biasanya mata mengalami perubahan
tajam penglihatan sehingga sering mengganti ukuran kaca mata.
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada bayi
baru lahir. Katarak kongenital mungkin bisa disebabkan oleh: galaktosemia,-
sindroma kondrodisplasia, rubella kongenital, sindroma down (trisomi 21), sindroma
pierre-robin, katarak kongenital familial, sindroma hallerman-streiff, sindroma
serebrohepatorenalis (sindroma lowe), trisomi 13, sindroma conradi, sindroma
displasia ektodermal, sindroma marinesco-sjgren. Untuk menegakkan diagnosis,
dilakukan pemeriksaan mata lengkap oleh seorang ahli mata. untuk mencari
kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen apabila
dilakukan operasi.
Katarak harus diangkat sesegera mungkin agar fungsi penglihatan bisa
berkembang secara normal. katarak dibuang melalui pembedahan, yang diikuti
dengan pemasangan lensa intraokuler.
Berdasarkan hasil pengamatan saya selama di Optik Sei Raya, banyak sekali
kelainan-kelainan yang terjadi pada anak-anak. Faktor-faktor itu antara lain adalah
glaucoma, katarak, miopia tinggi, strabismus, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu
saya tertarik untuk membaas tentang low vision akibat gangguan katarak congenital
yang terjadi pada anak-anak.

1.2 Tujuan Praktik Klinik Dasar
Tujuan umum: agar mahasiswa dapat mengenal, memahami, dan memeriksa klien
Low Vision
Tujuan Khusus:
Mengenal layanan Low Vision
Menjelaskan definisi dan faktor penyebab Low Vision
Mempraktikkan skrining Low Vision
Mempraktikkan refraksi subyektif dan obyektif
Mempraktikkan assessment klinis lengkap untuk klien Low Vision
Meresepkan alat bantu Low Vision dan dapat mengajarkan cara penggunaan
alat bantu Low Vision pada klien




















BAB II
OBSERVASI LAPANGAN DAN SISTEMATIKA

2.1 Visi dan Misi
Visi:
Menjadi penyedia dan pengembang layanan bagi penyandang Low Vision guna
mewujudkan kemandirian mereka dengan memfungsikan sisa penglihatannya secara
optimal.
Misi:
a. Membantu megoptimalkan fungsi sisa penglihatan penyandang Low Vision
b. Member pelatihan kepada guru-guru sekolah tentang deteksi dini low vision
dan layanan khusus bagi penyandang low vision di kelas
c. Memberikan pelatihan kepada petugas medis dan rehabilitrasi tentang deteksi
dini dan penanganan low vision
d. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang deteksi dini dan system
rujukan low vision

2.2 Peran Refraksionis Optisien di Optik Sei Raya
a. Membaca dan mencari informasi tentang latar belakang penglihatan pasien
b. Melakukan observasi kondisi penglihatan pasien
c. Mengukur tajam penglihatan jarak jauh dan jarak dekat baik subjektif maupun
objektif
d. Meresepkan kaca mata dan alat bantu low vision yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
e. Menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang kondisi penglihatan
sesuai diagnosa dan intervensinya


2.3 Asssment lengkap yang dilakukan di Optik Sei Raya meliputi:
a. Pemeriksaan subjektif
b. Pemeriksaan objektif
c. Bimbingan konseling
























BAB III
LANDASAN DASAR

3.1 Landasan Dasar Low Vision
Low vision merupakan rendahnya penglihatan yang membuat tugas sehari-hari
menjadi sulit. Seseorang dengan low vision mungkin merasa sulit atau tidak mungkin
untuk menyelesaikan kegiatannya seperti membaca, menulis, belanja, menonton
televisi, mengemudi mobil atau mengenali wajah seperti manusia normal. Menurut
WHO, low vision dibedakan menjadi 2, sedang dan berat. Dikatakan Low Vision
sedang apabila visus <3/60 dan lapang pandang <10 derajat, dan dikatakan Low
Vision Berat apabila visus <1/60 dengan lapang pandang <5 derajat. Gejala dan tanda
pasien dengan low vision antara lain:
Menulis dan membeca dalam jarak dekat
Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar
Memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat dibawah cahaya yang
terang
Terlihat tidak menatap lurus kedepan ketika memandang sesuatu
Kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih pada
bagian luar
Low vision dapat disebabkan oleh banyak hal seperti glaukoma, retinopati
diabetik, dan katarak, retinitis pigmentosa, degenerasi makula, miopia progresif, dan
retinopati of prematurity.
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput
dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya,
bervariasi sesuai tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi
jalan cahaya. dalam perkembangan katarak yang terkait dengan usia penderita dapat
menyebabkan penguatan lensa, menyebabkan penderita menderita miopi, menguning
secara bertahap dan keburaman lensa dapat mengurangi persepsi akan warna biru.
Katarak biasanya berlangsung perlahan-lahan menyebabkan kehilangan penglihatan
dan berpotensi membutakan jika tidak diobati. Kondisi ini biasanya memengaruhi
kedua mata, tapi hampir selalu satu mata dipengaruhi lebih awal dari yang lain. Ada
berbagai jenis katarak berdasarkan waktu muncul maupun bentuk kekeruhannya pada
lensa.
Katarak kongenital adalah katarak yang muncul pada saat anak berusia kurang dari
1 tahun. Katarak juvenile adalah katarak yang muncul pada anak usia 1 tahun hingga
sebelum dewasa. Katarak senilis adalah katarak yang muncul pada usia tua. Salah
satu jenis katarak yang dapat menyebabkan low vision pada saat masa kanak-kanan
adalah katarak kongenital.

Landasan Dasar Kasus
Dalam kesempatan ini penulis mencoba mempresentasikan salah satu penyebab
Low Vision yaitu pada kasus Katarak Kongenital
Adapun ciri khusus yang terdapat pada anak bayi yang mempunyai masalah
penglihatan adalah:
Mata tampak lain: terlihat putih di tengah (katarak) atau kornea (bagian
bening di depan mata) terlihat berkabut
Tidak berespon terhadap cahaya
Tidak tersenyum pada orang tua atau saudara-saudaranya (tidak mengenal
wajah)
Tampak tidak mengikuti benda yang bergerak

Apa yang Dimaksud dengan Katarak Kongenital?
Katarak kongenital adalah katarak yang terjadi segera setelah lahir dan bayi
berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak
yang berkembang penuh pada waktu lahir akan menghambat perkembangan daya
penglihatan yang normal, kecuali bila diatasi dengan cepat. Katarak kongenital bisa
merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan atau bisa
disebabkan oleh infeksi kongenital yang didapat dari ibu saat kehamilan atau
berhubungan dengan penyakit metabolik.
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada anak-anak
diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total katarak kongenital di seluruh
dunia belum diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi
lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000
kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan
katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran. Di Indonesia
sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak kongenital, tetapi
angka kejadian katarak kongenital pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu
sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.
Kelainan umum yang menampakan proses penyakit pada janin atau bersamaan
dengan proses penyakit ibu yang sedang mengandung. Pada umumnya katarak
kongenital bersifat sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Dua puluh tiga persen
dari katarak kongenital merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara
autosomal dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang merupakan
penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia, kolobama iris, keratokonus, lensa
ektopik, displasia retina dan megalo kornea. Selain itu katarak kongenital dapat
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti rubella,
rubeola, chiken pox, cytomegalo virus, herpes simplek, herpes zoster, poliomyelitis,
influenza, Epstein-Barr syphilis dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada
trimester I. Sementara yang behubungan dengan penyakit metabolik adalah
galaktosemia, homosisteinuria, diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat
prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian
obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang,
tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada
urin yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem syaraf seperti
retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya.
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak congenital adalah bila pupil
atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu disebut dengan
leukoria, Walaupun 60 % pasien dengan leukoria adalah katarak congenital. Leukoria
juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi makula lutea yang tidak
cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat
penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan
masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan menjadi
malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang sempurna hingg
walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus tidak akan mencapai 5/5.
Hal ini disebut ambliopia sensoris.
Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus, strabismus dan
fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui
lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena
sinar tetap tidak ditemukan. Katarak kongenital sering terdapat bersamaan dengan
nistagmus, displasia ovea, dan strabismus. Atau ada pula yang menyertai kelainan
pada mata sendiri, yang juga merupakan kelainan bawaan seperti heterokromia iris.
Pemeriksaan yang dilakukan:
Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata
Pemeriksaan visus yang disesuaikan dengan umur
Pemeriksaan segmen anterior dengan senter dan loupe, dengan slit lamp,
sebelum dan sesudah dilakukan dilatasi pupil dengan tropicamide 0,5%
Pemeriksaan USG terutama bila unileteral
Konsultasi ke bagian anak untuk evaluasi kemungkinan penyakit penyerta dan
toleransi operasi
Pemeriksaan biometri bila direncanakan pemasangan lensa tanam
Bila kekeruhan total atau sentral, harus segera dioperasi. Bila kekeruhan sangat
minim atau hanya sebagian, baik bilateral atau unilateral, operasi mungkin tidak perlu
atau dapat ditunda. Rehabilitasi tajam penglihatan dapat dilakukan dengan pemberian
kaca mata atau lensa kontak atau pemasangan lensa tanam. Prognosis visus
tergantung dari jenis katarak (unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan
mata yang menyertai katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan
rehabilitasi tajam penglihatan pasca operasi.
Pada katarak yang terlambat dilakukannya tindakan operasi dapat menyebabkan
low vision. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan katarak kongenital yang tidak
dioperasi segera sebelum usia 2 bulan. Keterlambatan tindakan operasi menyebabkan
perkembangan saraf optik pasien menjadi terganggu karena sejak lahir tidak
mendapat ransangan cahaya dari luar.













BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada kesempatan ini, penulis akan mempresentasikan tentang kasus seorang anak
yang didiagnosis katarak kongenital.
KASUS
Nama : An. D
Tanggal Lahir :
Alamat : Pontianak
Riwayat Kelahiran : Normal
Diketahui : Kongenital
Diagnosa : Katarak Kongenital
Rujukan : RSUD dr. Soedarso
Penanganan : Operasi katarak, pemberian kaca mata, teleskop, evaluasi
berkala.

Awal Masalah yang Dihadapi Pasien Sebelum Ditangani Tim Low Vision
1. Mata terlihat putih
2. Tidak berespon terhadap cahaya
3. Tidak tersenyum pada orang tua atau saudara-saudaranya (tidak mengenal
wajah)
4. Mata tidak tampak mengikuti benda yang bergerak
5. Kedua mata tidak bergerak bersamaan atau mata tidak lurus
6. Mata terus berkedip-kedip
7. Tidak menyukai sinar matahari yang terang atau menutup mata atau
memejamkan mata
Penganganan dari Tahun 2005-2014
Anak datang ke RSUD dr. Soedarso Pontianak pada usia 17 bulan
Penanganan awal klien dirujuk ke dokter mata adalah untuk operasi
Pasien diangkat kataraknya tanpa dilakukan pemasangan lensa
Pasien di evaluasi tajam penglihatan dan pada usia 6 tahun diberikan bantuan
lensa OD +9.00D -1.00Dx180 dan OS +10.00D sehingga mendapatkan tajam
penglihatan 5/60 pada kedua mata. Pasien tetap melakukan evaluasi tiap 6
bulan.
Setelah pasien berusia 9 tahun, dilakukan pemasangan lensa intraokuler.
Setelah itu tetap dilakukan evaluasi pada tajam penglihatan pasien. Dari
pemeriksaan, sekarang didapatkan tajam penglihatan 5/60 pada kedua mata
untuk sementara ini tanpa menggunakan kacamata dan apabila pasien
membutuhkan, kacamata lama masih bias digunakan.
Pasien kemudian di berikan alat bantu berupa kaca pembesar berkekuatan
+3D dan teleskop berkekuatan +8D. dengan menggunakan kedua alat
tersebut, pasien hanya dapat melihat pada jarak 2 m untuk teleskop.














BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat dilihat komplikasi dari penanganan katarak kongenital yang
terlambat pada anak dapat menyebabkan low vision akibat tidak adanya ransangan
sinar pada macula/saraf mata sehingga mengganggu perkembangannya.
Perkembangan anak secara umum baik dan sehat. Anak juga dapat melihat hingga
jarak 2 meter dengan finger counting dengan bantuan kaca pembesar dan teleskop.
Peran orang tua juga aktif untuk membantu melakukan penanganan pada anak.

SARAN
Memakai kacamata: agar kelainan low vision pada anak tetap dapat diatasi sedini
mungkin
Dokter Mata: untuk mengecek perkembangan anak setelah melakukan pemeriksaan
karena dikhawatirkan adanya katarak sekunder
Optik Sei Raya: untuk memberikan terapi pada anak setiap 6 bulan atau setahun
sekali agar perkembangan penglihatan anak dapat diketahui oleh refraksionis.

Anda mungkin juga menyukai