Anda di halaman 1dari 146

PENGESAHAN

“ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN SLEMAN DALAM MASA OTONOMI DAERAH TAHUN

2000 - 2004

Di Susun Oleh

Nama : Tri Suprapto

Nomor Mahasiswa : 01313082

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Yogyakarta, Desember 2006

Telah disetujui dan disahkan oleh

Dosen Pembimbing,

Dra. Priyonggo Suseno, M.Sc.

iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

“Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyatan ini tidak

benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai

peraturan yang berlaku.”

Yogyakarta, 20 Januari 2007

Penulis,

Tri Suprapto

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukurku, karya ini

kupersembahkan untuk:

Ayahanda dan Ibundaku tercinta,

Papi, Mami….aku bisa seperti ini

karena Papi dan Mami……..

Kakak-kakakku dan Adikku

Istri KU Tercinta dan tersayang yang

memberiku arahan dan semangat

untuk keberhasilanku………….

vi
HALAMAN MOTTO

Orang yang pandai adalah yang merendah diri 

dan beramal sebagai persiapan setelah mati 

Sedang orang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya 

namun kemudian berharap muluk kepada Allah. 

(HR. Turmudzi. Ibnu Majal dan Ahmad) 

Masa lalu yang terburukpun jangan kau toleh lagi, 

 karena tak ada kata terlambat untuk berbenah diri. 

                                                                (Penulis) 

Cinta sejati adalah jika kita selalu memikirkannya 

dan memberi perhatian dengan tulus, jika kita tetap peduli padanya 

walau dia sudah lupa dan tidak lagi peduli sama kita 

dan kita tetap tersenyum ketika dia bersama orang yang dicintainya. 

( KHALIL GIBRAN)   

v
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul ““ANALISIS KINERJA KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SLEMAN DALAM MASA

OTONOMI DAERAH TAHUN 2000 – 2004”. Tak lupa shalawat serta salam

penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan suatu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana

Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan dari Fakultas Ekonomi Universitas

Islam Indonesia.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dan kerjasama dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

sumbangan pikiran, waktu dan tenaga serta bantuan moril dan materiil, khususnya

kepada :

1. Bapak Drs. H . Suwarsono, MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia.

vii
2. Bapak Priyonggo Suseno,SE,M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang

memberikan kemudahan, meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing

dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Semua dosen dan karyawan khususnya di jurusan Ekonomi Pembangunan.

4. Seluruh karyawan/staf perpustakaan di Fakultas Ekonomi, BPKKD Sleman,

yang telah membantu dalam pengumpulan data-data dan bahan skripsi ini.

5. Ayahanda H.Sugimin dan Ibundaku Hj.Maryamah terima kasih atas do’a

yang tiada henti untukku, kasih sayang dan bimbingan yang sangat

berharga. Almarhumah “Mbah Kakung dan Mbah Putri”, Mbah..Tri sudah

lulus.

6. Kakak-kakakku tersayang, Dwi Sugiarti,akbid , Sri Widiyati, Sri Setyawati,

Dicky Ibrahim, Murtiyah, Komariyah dan Adikku Tersayang Suprapti

Wisma Ningsih, terima kasih atas dorongan, bantuan tenaga dan pikiran

serta kebersamaan kita dalam suka maupun duka.

7. Ila Kurniasih, terima kasih atas kesabaran, dan dengan semangat, cinta serta

kasih sayang untukku, jadilah yang terbaik didalam hidupku.

8. Sobat-Sobatku yang selalu menjadi ‘teman’ terbaikku, terimakasih atas

petuah-petuah bijakmu, Mas Hendro+Calon Istri Erna, Ari Begenk+Calon

Istri Kusum, Ujang+Istri, Rojali+Istri, Imam Malih, Aday, Edy, Rozak,

Angga, end banyak lagi, sekali lagi Thanks All Best friend

viii
9. Sobat-sobatku di EP, special 4 the couple “Dedy, Asmi, Sapto, Boyke,

Hekal, shifa, Tita, dan Dina” makasih kerjasamanya yang tak terlupakan.

sekosan, Mike, Bono end Polce n the gank Of Tiens Mas Irvan+Istri dan

Mas Topan. Spesial thanks for Ita end Bakwan You are my best friend in

Yogya

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, sebagai manusia dengan kelebihan

dan kekurangannya, masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan

skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi suatu karya yang

berguna bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, Januari 2007

Penulis

Tri Suprapto

ix
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………................................................................................. i

DAFTAR TABEL .................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.0 Latar belakang masalah.............................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ....................................................................... 6

1.3 Tujuan penelitian ........................................................................ 6

1.4 Manfaat penelitian ...................................................................... 7

1.5 Sistematika Penulisan…………………………………………..7

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

2.1 Keadan Umum Kabupaten Sleman ............................................. 10

2.2 Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Sleman..................... 11

2.3 Bidang Pemerintahan……………. ............................................. 13

2.4 Bidang ekonomi dan pembangunan ............................................ 15

2.5 Sumber Pendapatan Anggaran Daerah………………………….17

2.6 Bidang kesejahteraan masyarakat ............................................... 27

2.7 Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah ....... ........ 30

2.8 APBD Dalam Era Otonomi Daerah… ........................................ 31

BAB III TELAAH PUSTAKA

BAB IV LANDASAN TEORI

4.1 Otonomi daerah........................................................................... 41

4.2 Keuangan daerah dalam masa otonomi....................................... 48

iii
4.3 Kinerja keuangan pemerintah daerah.......................................... 53

4.4 Jenis Rasio yang Digunakan Berdasarkan Data APBD…...……57

BAB V METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Jenis penelitian ........................................................................... 62

5.2 Lokasi penelitian dan sumber data............................................. 62

5.2.1 Data yang dicari/dibutuhkan ....................................... 63

5.2.2 Teknik pengumpulan data ............................................ 63

5.2.3 Teknik analisis data...................................................... 64

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis data… ........................................................................... 72

6.1.1 Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman ..................... 73

6.1.2 Efektivitas Pendapatan Asli Daerah............................. 82

6.1.3 Efisiensi Pendapatan Asli Daerah ................................ 86

6.2 Pembahasan................................................................................. 91

6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemandirian Daerah………...91

6.2.2 Perkembangan Efektivitas Keuangan Daerah……...... 95

6.2.3 Perkembangan Efisiensi Keuangan Daerah…… ......... 99

6.2.4 Prediksi Perkembangan kemandirian ,Rasio Efektivitas

dan Efisiensi tahun 2005-2010 Kabupaten Sleman…...101

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan…………………………………………… ............. 102

7.2 Saran…….................................................................................... 103

7.3 Keterbatasan Penelitian.............................................................. 104

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman Tahun 2004

Tabel 2.2 Perkembangan Realisasi APBD Kabupaten SLeman Tahun 2004

Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sleman tahun

2004

Tabel 2.4 Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten SlemanTahun 2004

Tabel 2.5 Banyaknya perusahaan industri kecil dan besar-menengah di Kabupaten

Sleman tahun 2004

Tabel 2.6 Jumlah penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sleman tahun 2004

Tabel 2.7 Jumlah Produksi tanaman pangan di Kabupaten Sleman tahun 2004

Tabel 2.8 Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Sleman pada tahun 2004

Tabel 2.9 Populasi ternak besar, ternak kecil dan unggas di Kabupaten Sleman p

tahun 2004

Tabel 2.10 Data panjang jalan dan status jalan di Kabupaten Sleman tahun 2004

Tabel 2.11 Banyaknya sekolah, kelas. Guru dan siswa SD,SMP, SMA Negri dan

Swasta di Kabupaten Sleman

Tabel 2.12 Jumlah pencari kerja di Kabupaten SlemanTahun 2004

Tabel 2.13 Jumlah Pemeluk Agama di Kabupaten SlemanTahun 2004

Tabel 2.14 Ringkasan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten SlemanTahun 2004


Tabel 4.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

Tabel 6.1 Ringkasan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten SlemanTahun 2000

Tabel 6.2 Ringkasan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten SlemanTahun 2001

Tabel 6.3 Ringkasan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten SlemanTahun 2002

Tabel 6.4 Ringkasan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten SlemanTahun 2003 dan Tahun 2004

Tabel 6.5 Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman Tahun anggaran 2000-2004

Tabel 6.6 Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman Tahun

Anggaran 2000-2004

Tabel 6.7 Proyek Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman Tahun

Anggaran 2005-2010

Tabel 6.8 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman Tahun

anggaran 2000-2004

Tabel 6.9 Trend Perkembangan Rasio Efektivitas Kabupaten Sleman Tahun

Anggaran 2000-2004

Tabel 6.10 Proyeksi Rasio Efektivitas Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2005-

2010
Tabel 6.11 Biaya Pemungutan dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Sleman Tahun anggaran 2000-2004

Tabel 6.12 Trend Rasio Efisiensi Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2000-2004

Tabel 6.12 Proyeksi Rasio Efisiensi Kabupaten SlemanTahun Anggaran 2005-2010


DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Ijin Penelitian


2. Struktur Organisasi BPKKD
3. Perhitungan Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman
4. Perhitungan Trend Perkembangan Efektivitas Kabupaten Sleman
5. Perhitungan Trend Perkembangan Efisiensi Kabupaten Sleman
6. Realisasi PAD 2000
7. Realisasi PAD 2001
8. Realisasi PAD 2002
9. Realisasi PAD 2003
10. Realisasi PAD 2004
11. Total Penerimaan PAD 2000
12. Total Penerimaan PAD 2001
13. Total Penerimaan PAD 2002
14. Total Penerimaan PAD 2003
15. Total Penerimaan PAD 2004
16. Target Penerimaan PAD 2000
17. Target Penerimaan PAD 2001
18. Target Penerimaan PAD 2002
19. Target Penerimaan PAD 2003
20. Target Penerimaan PAD 2004
21. Biaya Pemungutan PAD 2000
22. Biaya Pemungutan PAD 2001
23. Biaya Pemungutan PAD 2002
24. Biaya Pemungutan PAD 2003
Biaya Pemungutan PAD 2004
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah tingkat II yang

dijadikan proyek percontohan uji coba otonomi daerah. Pemilihan daerah

tingkat II untuk dijadikan proyek percontohan otonomi daerah ini didasarkan

pada kemampuan dan potensi daerah untuk mandiri secara ekonomi, artinya

pada saat otonomi daerah, daerah yang bersangkutan harus mampu

melaksanakan seluruh tugas-tugas pemerintah didaerahnya termasuk

menggaji pegawai yang sudah dilimpahkan dari pusat kepada daerah tingkat

Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma

pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma

pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan

paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket

Undang-undang yaitu UU No. 22 tahun 1999 yang telah diubah dengan

Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


2

Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas,

nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis

dalam dua hal. Pertama, Otonomi daerah dan desentralisasi merupakan

jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia yang berupa ancaman

disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya

kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia.

Kedua, Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis

bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan

memperkuat basis perekonomian daerah.

Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggung jawab dan

pembagian kekuasaan serta kewenangan di bidang fiskal yang meliputi aspek

penerimaan (task assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure

assignment). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi

pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik. Dengan

demikian, desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan pada daerah untuk

menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka

keseimbangan fiskal. Berkenaan dengan desentralisasi fiskal tersebut ada tiga

pilihan. Pertama, memberikan seluruh basis pajak kepada daerah kemudian

mewajibkannya untuk menyetor sebagian dari hasil pajak tersebut kepada

tingkat pemerintah yang lebih tinggi untuk membiayai pengeluaran yang

menjadi tanggung jawabnya. Kedua, merupakan kebalikan dari pilihan


3

pertama, yaitu seluruh kewenangan perpajakan berada pada pemerintah

pusat, kemudian membiayai pemerintah daerah dengan sistem hibah atau

transfer, baik melalui bagi hasil seluruh penerima maupun melalui bagi hasil

penerimaan pajak-pajak tertentu. Ketiga, merupakan kombinasi dari pilihan

satu dan dua, yaitu memberi beberapa kewenangan pemungutan pajak

kepada daerah. Apabila terjadi ketimpangan vertikal karena pemberian

kewenangan ini maka untuk melengkapi eksistensi pajak daerah tersebut

diberikan pula bagi hasil atau transfer dari pemerintah pusat.

Untuk terciptanya kemandirian pemerintah daerah, pemerintah pusat

memberikan otonomi kepada pemerintah daerah agar dapat

menyelenggarakan pemerintahannya sendiri. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas sehingga pembangunan di daerah

diarahkan agar lebih mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan

terakhir diubah dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah , setiap Pemerintah Daerah diberi Kewenangan yang luas

dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kecuali kewenangan

bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal,

agama, dan kewenangan lain yang diyeyapkan Peraturan pemerintah.

Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas, setiap pemerintah


4

daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan

berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah

mampu mengelola potensi daerah yaitu potensi sumber daya alam, sumber

daya manusia dan potensi sumber daya keuangan secara optimal.

Sesuai dengan bunyi pasal 155 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah disebutkan:

1. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah

didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah

2. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan

pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan

dan belanja daerah

3. Administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintah

sebagaimana maksud pada nomor (1) dilakukan secara terpisah dari

administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana

maksud pada nomor (2)

Hal ini pun seperti yang dicantumkan Peraturan Pemerintah No. 105

tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah

menyebutkan pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat


5

pada peraturan perundang-undangan yang beralaku, efisien, efektif,

transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan

kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan

dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang langsung

maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam

membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan

pelayanan sosial masyarakat.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005

tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang mendukung pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, Undang-

Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan juga

Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara, sudahlah disebut lengkap bahwa

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diukur kinerjanya.

Dengan kelengkapan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah diperlukan

analisis kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya dengan

melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah yang telah ditetapkan dan dilaksanankannya. Hasil analisis

rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolok ukur dalam : menilai

kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi


6

daerah, mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan

daerah (http://www.feuhamka.com/artikel22.htm).

Berdasarkan uraian di atas, perlu diteliti mengenai kinerja keuangan

daerah di Kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah. Oleh karena itu

penulis mengambil judul “ANALISIS KINERJA KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SLEMAN DALAM MASA

OTONOMI DAERAH TAHUN 2000 - 2004”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan tingkat kemandirian keuangan daerah

kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah selama tahun

anggaran 2000 – 2004 dan prediksi sampai dengan tahun 2010?

2. Bagaimana perkembangan efektivitas keuangan daerah Kabupaten

Sleman dalam masa otonomi daerah selama tahun anggaran 2000-

2004 dan prediksi sampai dengan tahun 2010?

3. Bagaimana perkembangan efisiensi keuangan daerah Kabupaten

Sleman dalam masa otonomi daerah selama tahun anggaran 2001 –

2004 dan prediksi sampai dengan tahun 2010?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perkembangan tingkat kemandirian daerah

Kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah selama tahun

anggaran 2000 – 2004 dan prediksi sampai dengan tahun 2010


7

2. Untuk mengetahui perkembangan efektivitas daerah Kabupaten

Sleman dalam masa otonomi daerah selama tahun anggaran 2000 –

2004 dan prediksi sampai dengan tahun 2010

3. Untuk mengetahui perkembangan efisiensi daerah Kabupaten Sleman

dalam masa otonomi daerah selama tahun anggaran 2000 – 2004 dan

prediksi sampai dengan tahun 2010

1.4. Manfaat penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Sleman

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi tentang

kebijakan keuangan daerah.

2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang

ingin memperdalam pengetahuan tentang keuangan daerah.

3. Bagi Penulis

Penulis memperoleh tambahan wawasan, pengalaman, dan

pengetahuan dalam mempraktekan ilmu dan teori yang diperoleh

selama kuliah.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari tujuh bab, setiap bab dapat dirinci

ke dalam sub-sub bab yang relevan dengan pembahasan bab. Secara garis

besar, terdiri dari bab dengan urutan sebagai berikut:


8

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah penulisan skripsi ini,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SLEMAN

Bab ini akan membahas tentang Struktur dan Karakteristik Fisik

Dasar, Keadaan Sosial Kependudukan, Keadaan Ekonomi, Badan

Keuangan Daerah (BKD).

BAB III. TELAAH PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya. Dimana hasil penelitian tersebut menjadi

acuan untuk penelitian berikutnya khususnya penelitian ini.

BAB IV. LANDASAN HUKUM DAN TEORI

Bab ini membahas tentang Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Otonomi Daerah, kinerja keuangan Daerah.jenis rasio yang digunakan

sebagai tolak ukur di Kabupaten Sleman

BAB V. METODE PENELITIAN


9

Bab ini berisi tentang sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini dan metode analisis untuk memperoleh jawaban dari

masalah yang telah dirumuskan.

BAB VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang Analisis Data, Penerimaan PAD dan

menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman

dalam masa otonomi daerah serta Analisis Perkiraan Penerimaan

Daerah di Kabupaten Sleman dimasa yang akan datang.

BAB VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari penelitian dan

implikasi kebijakan yang dasarankan.


10

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

2.1. Keadaan Umum Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman adalah salah satu dari 5 kabupaten di Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang berada di sisi utara. Wilayah Kabupaten Sleman

membentang ke arah lereng Gunung Merapi, gunung berapi yang termasuk 10

besar teraktif di dunia dan berketinggian 2.968 meter. Dengan posisi tersebut,

wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu propinsi DIY.

Pengembangan wilayah Kabupaten Sleman tidak terlepas dari kondisi

Sleman sebagai bagian integral dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai dengan

kondisi, potensi wilayah dan social ekonomi masyarakat, pengembangan

pembangunan Kabupaten Sleman diarahkan sebagai pusat pendidikan, pusat

kebudayaan, penghasil pangan, daerah tujuan wisata, pengembangan industri

kecil, agro industri dan industri jasa. Bahkan dalam perkembangannya,

Kabupaten Sleman diibaratkan miniatur Indonesia, karena latar belakang budaya

masyarakat Sleman yang berasal dari berbagai suku di Indonesia. Walaupun

demikian kehidupan masyarakat Sleman baik penduduk asli dan pendatang

sehari-hari tetap menjujung tinggi nilai budaya Yogyakarta, dengan cirri khas

sikap gotong royong yang tinggi dan sikap ramah tamah.

2.1.1. Keadaan Geografi dan Iklim Kabupaten Sleman


11

Kabupaten Sleman secara geografis terletak di antara 107o 15‘ 03 “ dan

100o 29‘ 30“ Bujur Timur, 7o 34‘ 51“ dan 7 o 47‘ 03‘’ Lintang Selatan. Jarak

terjauh Utara-Selatan 32 Km, Timur-Barat 35 Km.

Wilayah Kabupaten Slemna seluas 18%dari luas wilayah Propinsi

DIY atau seluas 57.482 ha. Dari luas wilayah tersebut termanfaatkan untuk

tanah sawah seluas 23.426 ha (40,75%), tanah tegalan seluas 6.429 ha

(11,18%), tabah pekarangan seluas 18.794 ha (32,69%), hutan rakyat seluas

1.592 ha (2,77%), hutan negara seluas 1.335 ha (2.32%), kolam seluas 370 ha

(0,64%) dan lain-lain seluas 5.536 ha (9,63%).

Batas-batas wilayah Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara :Kabupaten Boyolali Jateng

Sebelah Timur :Kabupaten Jateng

Sebelah Selatan :Kabupaten Bantul dan Kotamadya Yogyakarta

Sebelah Barat :Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten

Magelang, Jateng.

Iklim di wilayah Kabupaten Selman termasuk tropis dengan musim

hujan antara November – April dan musim kemarau antara Mei – Oktober.

Curah hujan rata-rata bekisar antara 1500-3000.

2.2. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman

Prioritas pembangunan daerah di Kabupaten Sleman dirumuskan

sebagai beriku. (BPK kabupaten Sleman)


12

a. Mewujudkan Perintahan Derah Yang Baik

Prioritas pembangunan untuk mewujudkan pemerintahan

daerah/kabupaten yang baik dilakukan melalui pembangunan dibidang

hukum, bidang politik, bidang penyelenggaraan pemerintahan, bidang

komunikasi, informasi dan media masa, bidang ketentraman dan

ketertiban.

b. Meningkatkan Kegiatan Ekonomi Daerah

Untuk meningkatkan kegiatan ekonomi daerah, priortas

pembangunan dibidang ekonomi meliputi industri, pertanian dan

kehutanan, sumber daya air dan irigasi, perdagangan, koperasi, usaha

kecil dan menengah, pengembangan usaha dan keuangan daerah,

transportasi, pertambangan, energi dan parwisata.

c. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Prioritas pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

dilakukan melalui pembangunan bidang agama, pendidikan, ilmu

pengetahuan dan teknologi, pemuda dan olah raga, kependudukan,

keluarga berencana, tenaga kerja dan transmigarsi, kesehatan dan

kesejahteraan social, pemberdayaan perempuan, kebudayaan dan

kesenian.

d. Meningkatkan Kapasitas Pengembangan Potensi Wilayah


13

Prioritas pembangunan dalam rangka meningkatkan kapasitas

pengembangan potensi wilayah dilaksanakan melalui pembangunan

bidang pedesaan dan perkotaan, pemanfaatan ruang, pertanahan,

perumahan dan pemukiman, wilayah perbatasan serta sumber daya alam

dan lingkungan hidup.

2.3. Bidang Pemerintahan

Bidang Pemerintahan Kabupaten Sleman meliputi: wilayah

administrasi, penduduk, aparat pemerintahan, pemerintah daerah,

pemerintahan umum, keamanan dan ketertiban, serta pertanahan.

a. Wilayah Administratif

Secara administratif Kabupaten Sleman terbagi 86 desa dan 17

kecamatan. Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sleman sebagai

berikut:
14

Tabel 2.1
Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Sleman
Tahun 2004

No Kecamatan Banyaknya Luas


Km2
Desa Dusun
1. Moyudan 4 65 2.765
2. Godean 7 77 2.684
3. Minggir 5 68 2.727
4. Gamping 5 59 2.925
5. Seyegan 5 67 2.663
6. Turi 4 54 4.309
7. Tempel 8 98 3.249
8. Sleman 6 83 3.132
9. Ngaglik 5 87 3.852
10. Mlati 5 74 2.852
11. Depok 3 58 3.555
2. Cangkringan 5 73 4.799
13. Pakem 5 61 4.384
14. Ngemplak 5 82 3.571
15 Kalasan 4 80 3.584
16. Berbah 4 58 2.299
17. Prambanan 6 68 4.135
Jumlah 86 1.212 57.482
Sumber data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman tahun 2004

Untuk membantu pelaksanaan pemerintah desa di Kabupaten Sleman

terdapat 1.212 dusun, 3.010 RW dan 7.391 RT. Dengan mempertimbangkan

status Kabupaten Sleman sebagai hiterland dari kota Yogyakarta maka dari

86 desa yang ada 27 desa terkategorikan sebagai desa pedesaan dan 59 desa

merupakan desa perkotaan.

b. Penduduk
15

Menurut registrasi penduduk pada akhir tahun 2004, jumlah penduduk

Sleman tercatat 884.727 jiwa, terdiri dari 427.967 laki-laki dan 446.760

perempuan. Dengan luas wilayah 57.482 km2 , maka kepadatan Penduduk

Kabupaten Sleman adalah 1.539 jiwa per km2 . Beberapa kecamatan yang

relatif padat penduduknya adalah Depok dengan 3.238 jiwa per km2 , Mati

dengan 2.469 jiwa per km2 serta Gamping dan godean dengan masing-

masing 2.408 jiwa dan 2.210 jiwa per km2 .

c. Aparat Pemerintahan

Jumlah pegawai instansi otonom pada tahun 2004 sebanyak 13.014

orang. Dari jumlah tersebut 192 orang adalah pegawai golongan I, 2.258

orang pegawai golongan II, 6.776 pegawai golongan III, dan 3.791 orang

adalah pegawai golongan IV. Menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan

pegawai otonom terdiri dari 316 pegawai berijasah SD, 525 berijasah SMP,

4.144 pegawai berijasah SMA, 4.327 pegawai berijasah DI, DII dan 3.705

pegawai berijasah DIV-S2.

Jumlah pegawai instansi vertikal yang ada di Kabupaten Sleman adalah

sebanyak 1.572 orang, terdiri dari 6 golongan I, 291 pegawai golongan II,

982 pegawai golongan III dan 293 pegawai golongan IV. Bila dilihat dari

pendidikannya pegawai instansi vertikal tersebut terdiri dari 17 pegawai

berijasah SD, 36 pegawai berijasah SMP, 376 pegawai berijasah SMA, 468

pegawai berijasah DIII dan 666 berijasah S1, S2.


16

Pada tahun 2004 DPRD Kabupaten Sleman menyelenggarakan 110 kali

rapat komisi, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang menunjukkan

angka 129. Sedangkan sidang panitia diselenggarakan 133 kali, juga lebih

rendah dari tahun sebelumnnya yang diselenggarakan sebanyak 146 kali.

Keputusan yang diterapkan oleh DPRD pada tahun 2004 sebanyak 103

keputusan, sedangkan kunjungan kerja yang dilakukan 22 kali. Komisi A

paling banyak melakukan kunjungan kerja yaitu 7 kali, sedangkan komisi E

paling sedikit yaitu 2 kali.

2.4.Bidang Ekonomi dan Pembangunan

a. Keuangan Daerah

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah urusan yang harus

dikelola Kabupaten Sleman sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi

daerah, beban pembiayaan semakin berat. Perkembangan realisasi APBD

selama 5 tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2.
Perkembangan Realisasi APBD Kabupaten Sleman
Tahun 2004
Tahun APBD (Rp)
2000 128.038.616.420
2001 308.531.584.637
2002 383.093.699.115
2003 452.878.625.018
2004 520.548.874.863
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
Kab. Sleman Tahun 2004
17

Peningkatan realisasi APBD Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun juga

diikuti dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai

gambaran kondisi Pendapatan Asli Daerah selama 5 tahun terakhir adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.3.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Sleman tahun 2004
Tahun Realisasi PAD (Rp)
2000 17.889.886.435
2001 29.571.153.214
2002 38.908.192.768
2003 52.972.697.478
2004 70.499.050.998
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
Kab. Sleman Tahun 2004

Dari Realisasi Pendapatan Asli Daerah yang tergali tersebut dapat

tergambarkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.4.
Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Sleman
Tahun 2004
Tahun Kontribusi Pada
Anggaran APBD
2000 13.97%
2001 9.58%
2002 10.2%
2003 11.7%
2004 13.54%
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
Kab. Sleman Tahun 2004
18

2.5. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Sumber PAD yang menjadi andalan dari sector pajak adalah pajak

hotel dan restoran, pajak penerangan umum serta pajak air bawah tanah dan

air permukaan.

a. Industri

Industri menurut Bidang Perindustrian dikelompokkan ke dalam 2 sektor

yaitu Sektor Industri Kecil dan Sektor Industri Besar-Menengah. Kelompok

sektor industri kecil merupakan perusahaan yang mempunyai nilai asset

kurang dari Rp. 200 juta, sedangkan perusahaan yang mempunyai nilai asset

lebih dari Rp. 200 juta dikelompokkan menjadi sektor industri Besar-

menengah.

Tabel 2.5.
Banyaknya Perusahaan Industri Kecil dan Besar-Menengah di Kabupaten
Sleman

Tahun Industri Industri


Kecil Besar menengah
2002 16.633 perusahaan 64 perusahaan
2003 14.764 perusahaan 71 perusahaan
2004 14.842 perusahaan 77 perusahaan
Sumber data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman tahun 2004

Pada tahun 2004 banyaknya industri kecil di kecamatan Moyudan

mempunyai kontribusi terbesar, yaitu 1.773 perusahaan, disusul kecamatan

Godean sebanyak 1.730 perusahaan, sedangkan untuk industri besar-

menengah paling banyak di kecamatan Depok yaitu 14 perusahaan.

Sementara jika dilihat dari perusahaan yang menyerap tenaga kerja terbesar
19

adalah kecamatan Gamping, yaitu 7.506 orang, disusul kecamatan Sleman

sebanyak 6.752 orang.

Tabel 2.6.
Jumlah penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sleman tahun 2004

Tahun Jumlah Penyerapan


Tenaga Kerja
2002 59.133 orang
2003 59.885 orang
2004 60.922 orang
Sumber data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman tahun 2004

Sementara jika dilihat dari perusahaan yang menyerap tenaga kerja

terbesar adalah kecamatan Gamping, yaitu 7.506 orang, disusul kecamatan

Sleman sebanyak 6.752 orang.

b. Pertanian

Visi pembangunan sektor pertanian Kabupaten Sleman adalah

pembangunan pertanian menciptakan pertanian modern, tangguh, efektif dan

efisien, berbudaya, industri berwawasan agrobisnis serta tetap

mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup guna

meningkatkan kesejahteraan petani.

Sedangkan misi pertanian tanaman pangan adalah upaya tetap

melestarikan swasembada pangan sekaligus meningkatkan gizi masyarakat,

meningkatkan pengelolaan sumber daya alam/lahan pertanian secara optimal,

meningkatkan kualitas sumber daya manusia/petani, meningkatkan


20

pemanfaatan iptek, mengembangkan agribisnis, mengembangkan

hortikultura dan upaya pengentasan kemiskinan

c. Tanaman Pangan

Tanaman pangan meliputi padi, palawija dan holtikultura. Tanaman

palawija mencakup komoditas jagung, ubi kayu, kacang tanah, kedelai

serta kacang hijau. Adapun hotikultura terdiri dari sayur-sayuran, buah-

buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan.

Tabel 2.7.
Jumlah Produksi tanaman pangan di Kabupaten Sleman tahun 2004

No Tanaman Pangan Jumlah Produksi


1. Padi sawah dan padi lading 253.873 ton
2. Palawija:
- Ubi kayu 28,20 ribu ton
- Jagung 22,56 ribu ton
- Kacang Tanah 5,35 ribu ton
- Ubi Jalar 4.305 ton
- Kedelai 755 ton
- Kacang Hijau 11 ton
3. Hortikultura :
- Melindjo 50.900 kwintal
- Cabe merah 45.465 kwintal
- Kacang panjang 40.471 kwintal
- Tanaman Mawar 36.378 tangkai
- Tanaman Anggrek 22.794 tangkai
- Krisan 19.528 tangkai
- Anthurium 15.439 tangkai
- Jahe 49.969 kg
- Kunyit 21.298 kg
- Temulawak 16.841 kg
- Laos 16.969 kg
- Lempuyang 16.518 kg
- Temuireng 15.419 kg

Sumber data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman Tahun 2004


21

d. Perkebunan

Visi bidang perkebunan adalah mewujudkan keluarga pertanian dan

kehutanan yang professional, mampu bersaing dan memenangkan

persaingan. Untuk itu misi yang diemban adalah memberdayakan SDM

pertanian dan kehutanan secara professional, mengelola SDM secara optimal

dan lestari, serta meningkatkan kesejahteraan dan membangun daerah.

Tabel 2.8.
Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Sleman pada tahun 2004

No Tanaman Jumlah
Perkebunan
1. Tebu 642.872 kwintal
2. Kelapa 84.659 kwintal
3. Mendong 30.279 kwintal
4. Tembakau Rakyat 12.273 kwintal
Sumber data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman Tahun 2004

e. Kehutanan

Sasaran pembangunan kehutanan di Kabupaten Sleman adalah

terciptanya kondisi hutan dan sumber daya aalam hayati lainnya yang dapat

terjamin keberadaannya serta dapat berfungsi secara optimal. Dengan

demikian tingkat prroduktivitas dan kualitas yang dihasilkan harus cukup

tinggi untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negri, tingkat

erosi tidak melewati ambang batas dan terkendali, debit sungai yang relative
22

stabil, terpeliharanya keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup serta

tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar di hutan yang cukup tinggi.

Potensi kehutanan di Kabupaten Sleman adalah relative kecil. Hal ini

karena dari sekitar luas Kabupaten Sleman 57.482 hektar hanya memiliki

hutan seluas 5.089 hektar atau 8,85%. Kawasan hutan tersebut terdiri dari

3.360 hektar hutan rakyat dan selebihnya merupakan hutan Negara yakni

sekitar 1.728 hektar. Letak hutan rakyat tersebar di beberapa kecamatan

dengan kawasan hutan terluas di Kecamatan Prambanan seluas+1.350 hektar.

Sedangkan sebagian besar hutan Negara berlokasi di Kecamatan Pakem

yang digunakan sebagai hutan wisata dengan luas +118,61 hektar, hutan

lindung seluas +193,117 hektar dan hutan cagar alam seluas +163,64 hektar,

f. Peternakan

Pembangunan peternakan diprioritaskan pada pengembangan peternakan

rakyat guna mendorong diversivikasi pengan dalam rangka mencukupi

kebutuhan protein hewani yaitu daging, telur dan susu melalui kegiatan

pemuliaan ternak dan inseminasi buatan.


23

Tabel 2.9.
Populasi ternak besar, ternak kecil dan unggas di Kabupaten Sleman pada
tahun 2004

No Jenis Ternak Jumlah


1. Ternak Besar:
- Sapi Potong + 38.785 ekor
- Sapi Perah + 7.502 ekor
- Kerbau + 3.855 ekor
- Kuda + 282 ekor

2. Ternak Kecil:
- Domba 48.657 ekor
- Kambing 27.010 ekor
- Babi + 3.907 ekor

3. Unggas:
- Ayam Buras + 133 juta ekor
- Ayam potong + 986 juta ekor
- Ayam Petelur + 796.670 ekor

Sumber data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman Tahun 2004

Selain produksi daging, kegiatan peternakan di Kabupaten Sleman juga

menghasilkan telur dan susu. Pada tahun 2004, susu yang dihasilkan

mencapai 6.976 ton. Sebagian besar dihasilkan oleh peternakan yang dikelola

oleh perusahaan dan hanya sebagian kecil dihasilkan dari peternakan rakyat.

Untuk produksi telur pada tahun 2004 tercatat sebesar 7.639 ton, turun

sekitar 0.65 % dibanding produksi tahun 2003 yang mencapai + 7.689 ton.

Produksi ikan di Kabipaten Sleman didominasi oleh budidaya di kolam air

tawar, yaitu 4.022.600 kg. Budidaya mina padi dan perairan umum hanya

menghasilkan masing-masing 175.300 kg dan 157.300 kg.


24

g. Pertambangan dan Penggalian

Banyaknya usaha pertambangan bahan galian golongan C di Kabupaten

Sleman hanya ada 2, jenis bahan galiannya hanya pasir. Adapun lokasinya

berada di kecamatan Kalasan dan Pakem. Jumlah pemegang ijin penggunaan

air bawah tanah di Kabupaten Sleman sebanyak 362. Jumlah sumur bor dan

gali sebanyak 353 sumur dan terbanyak ada di kecamatan Depok yaitu

sebesar 121 sumur.

h. Transportasi

Tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai, merupakan

salah satu syarat utama untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Kabupaten Sleman. Di Kabupaten Sleman data panjang jalan dirinci menurut

status jalan yaitu jalan negara, jalan propinsi, dan jalan kabupaten yang ada

di Kabupaten Sleman.

Tabel 2.10.
Data Panjang Jalan dan Status Jalan di Kabupaten Sleman
Tahun 2004
Status Jalan Panjang
Jalan Negara 61,65 km
Jalan Propinsi 139,69 km
Jalan Kabupaten 1.085,13 km
Sumber data : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman tahun 2004

Dari jalan negara yang ada 55,49 km kondisinya baik dan 9,25 km

kondisinya sedang. Untuk jalan propinsi, kondisi jalannya baik hanya


25

sepanjang 113,28 km dan kondisi sedang 26,41 km. sedangkan untuk jalan

kabupaten hanya 335,80 km saja yang kondisinya baik yaitu sekitar 33%.

Untuk jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah huku Polres

Sleman pada akhir tahun 2004 mencapai 305.529 kendaraan tidak termasuk

kendaraan milik TNI. Kondisi ini menunjukkan kenaikan sebesar 12,89%

jika dibandingkan pada akhir tahun 2003.

i. Perdagangan

Arah pembangunan perdagangan di Kabupaten Sleman adalah sebagai

berikut:

• Peningkatan wawasan manajemen perdagangan bagi pengusaha menuju

profesionalisme untuk dapat bersaing di pasara dalam maupun luar negri.

• Pementapan peningktan ekspor barang dan jasa serta diarahkan pada

penganekaragaman produk dan mutu komoditas ekspor.

• Pembangunan perdagangan diarahkan untuk meningkatkan iklim dan

kepastian berusaha yang konduktif terhadap perkembangan dan

peningkatan perekonomian.

• Peningkatan peluang pasar dengan mendorong peningkatan daya saing

serta optimalisasi kegiatan promosi yang terstruktur dan terarah.

Realisasi ekspor Kabupaten Sleman tahun 2004 tercatat 50.226.547,89

USD dengan Volume 10.119.991,96 kg. bedasarkan data tersebut, terlihat


26

bahwa volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 12,50% dan nilai

nominalnya naik 27,58%

j. Hotel

Dari hasil pendaftaran banyaknya hotel/penginapan di Kabupaten Sleman

dari tahun ke tahun cenderung menigkat. Dibandingkan tahun 2001 yang

tercatat 255 hotel/penginapan, terjadi peningkatan 9,02 % menjadi 278

hotel/penginapan pada tahun 2002. Banyaknya kunjungan wisatawan asing

ke wilayah Kabupaten Sleman dari benua Amerika, Asia, Eropa dan

Australia selama tahun 2004 seluruhya mengalami penurunan 2,13% (dari

Amerika) dan 23,77% (dari Asia).

k. Periwisata

Aktivitas pariwisata di Kabupaten Sleman digerakkan oleh wisata

museum, wisata candi, alam serta kegiatan kesenian pentas. Empat museum

yang tersebar di Kabupaten Sleman mampu menyedot pengunjung sebanyak

376.926 orang pada tahun 2004. dari kunjungan tersebut diperoleh

pendapatan dari karcis masuk sekitar Rp. 666.175 juta.

Wisata candi Kabupaten Sleman mamppu menarik wisatawan 1.031.876

orang yang terdiri dari 976.948 orang wisatawan nusantara dan 54.928 orang

wisatawan manca Negara. Aktivitas wisata yang mempertunjukkan seni

pentas pada tahun 2004 menggelar pertunjukkan yang ditonton oleh 32.188
27

pengunjung. Dari hasil pertunjukkan tersebut diperoleh pendapatan dari

karcis masuk sekitar Rp. 1.752.817,-

Untuk wisata alam, Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman mencatat

sebanyak 872.926 orang pengunjungpada tahun 2004. sebagian besar adalah

wisatawan nusantara sebnayak 869.167 orang dan wisatawan mancanegara

hanya 3.759 orang.

2.6 Bidang Kesejahteraan Mayarakat

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam pengembangan sumber

daya manusia. Kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas

pendidkan penduduknya. Beberapa factor yang mendukung penyelenggaraan

pendidikan adalah ketersedian sekolah yang memadai dengan sarana

prasaranya, pengajar dan keterlibatan anak didik maupun komite sekolah.

Tabel 2.11.
Banyaknya Sekolah, Kelas. Guru dan siswa SD,SMP, SMA Negri dan
Swasta di Kabupaten Sleman

Jenjang Sekolah Kelas Guru Siswa


sekolah
SD 503 3.218 3.292 78.747
SMP 105 867 2.623 30.905
SLTA 52 450 1.484 12.943
Sumber data : Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman tahun 2004

b. Tenaga Kerja

Visi Bidang Tenaga Kerja adalah terwujudnya optimalisasi penempatan

tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, terwujudnya hubungan


28

industrial yang harmonis, meningkatkannya ketrampilan tenaga kerja yang

mandiri dan profesional, serta terwujudnya derajad perlindungan dan

kesejahteraan pekerja.

Di Kabupaten Sleman dari 15.330 pencari kerja, sebanyak 3.703 orang

atau 24.16 % telah ditempatkan bekerja yang tersebar pada berbagai sector.

Banyaknya pencari kerja yang mendaftar pada Depnaker Kabupaten Sleman

pada tahun 2004 tercatat sebanyak 15.330 orang, yang diantaranya:

Tabel 2.12.
Jumlah Pencari Kerja di Kabupaten Sleman
Tahun 2004

Jenjang Jumlah Pencari


Pendidikan Kerja
SD 61 orang
SMP 700 orang
SMU/sederajat 8.874 orang
Sarjana 4.325 orang
Sumber data : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman tahun 2004

Sebagian besar yakni sebanyak 1.606 orang terserap pada sector jasa

kemasyarakatan, kemudian diikuti sector listrik, gas dan air minum sebanyak

1.903 orang.

• Gerakan Keluarga Berencana

Sebagai upaya untuk mengendalikan banyaknya penduduk, Pemerintah

melancarkan program Keluarga Berencana. Program ini di samping untuk

menekan ledakan jumlah penduduk, juga dimaksudkan sebagai usaha untuk

meningkatkan kesejahteraan keluarga.


29

Pasangan usia subur (PUS) yang merupakan salah satu sasaran program

Keluarga Berencana pada tahun 2004 tercatat sebanyak 136.092 pasangan.

Mereka tesebar pada 17 kecamatan dengan jumlah terbesar di Kecamatan

Depok sebanyak 14.417 pasangan, disusul Kecamatan Gamping 12.473

pasangan dan Kecamatan Malti sebanyak 11.625 pasangan.

Jumlah pesrta Keluarga Berencana aktif di Kabupaten Sleman pada tahun

2004 tercatat sebanyak 105.999 pasangan.

c. Transmigrasi

Penempatan transmigrasi menurut daerah penempatannya di bedakan dua

kawasan yaitu Kawasan Barat dan Kawasan Timur. Kawasan Barat terdiri

dari D.I Aceh, Riau, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Sementara di Kawasan Timur terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

d. Agama

Komposisi penduduk menurut agama yang dipeluk di Kabupaten Sleman

pada tahun 2004 tercatat sebagai berikut:

Tabel 2.13.
Jumlah Pemeluk Agama di Kabupaten Sleman
Tahun 2004
Agama Jumlah Pemeluk
Islam 878.812 orang
Katolik 56.710 orang
Kristen 22.606 orang
Hindu 1.324 orang
Budha 746 orang
Sumber data : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman tahun 2004
30

2.7. Badan Pengelolaan Kekuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD)

Kabupaten Sleman

Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Kabupaten Sleman

terbentuk pada tahun 2000 yaitu setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah

(Perda) Nomor 12 tahun 2000 tentang “Organisasi Perangkat Daerah

Pemerintah Kabupaten Sleman”. Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah

(BPKKD) Kabupaten Sleman ini merupakan penggabungan dari Dinas

Pendapatan Daerah (Dipenda), Bidang Keuangan (bagian dari Aiaten

Administrasi Sekretaris Daerah) dan Bidang Perlengkapan (bagian dari

Asisten Adminiatrasi Sekretaris Daerah). Dalam organisasi pemerintahan

daerah di Kabupaten Sleman, BPKKD ini berkedudukan sebagai unsur

penunjang pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada

di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaeis Daerah

yang mempunyai tugas pokok untuk membantu Bupati dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang pengelolaan keuangan dan

kekayaan daerah. Dalam menjalankan tugasnya BPKKD mempunyai fungsi

sebagai berikut:

1. Perumusan kebijikan teknis di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan

daerah; dan

2. Pemberian pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.


31

Selain mempunyai tugas pokok untuk membantu bupati dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pengelolaan keuangan dan

kekayaan daerah, BPKKD juga bertugas antara lain:

a. Menyusun program di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah

sesuai dengan rencana strategis pemerintah daerah.

b. Merumukan kebijakan teknis dibidang pengelolaan keuangan dan kekayaan

daerah.

c. Melaksanakan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah, menyususn

perhitungan APBD.

d. Melaksanakan pelayanan penunjangan terhadap penyelenggaraan

pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah oleh instansi dilingkungan

pemerintah daerah.

e. Memfasilitasi penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah

pemerintah kabupaten.

2.8 APBD Dalam Era Otonomi Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Mamesah

(1995:20) adalah rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di

satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna

membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun

anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan


32

sumber-sumber penerimaan daerah guna meutupi pengeluaran-pengeluaran

dimaksud.

Definisi tersebut mengandung unsur sebagai berikut (Mamesah, 19995:20-21):

1. Rencana operasional daerah, yang mengagambarkan adanya aktivitas atau

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dimana aktivitas tersebut telah

diuraikan secara rinci.

2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya yang ada merupakan batas maksimal pengeluaran-

pengeluaran yang akan dilaksankan.

3. Dituangkan dalam bentuk angka jenis kegiatan dan jenis proyek

4. Untuk keperluan satu tahun anggaran yaitu 1 April dengan 31 Maret tahun

berikutnya

Definisi yang dikemukakan oleh Mamesah tersebut merupakan

pengertian APBD pada era Orde Baru. Sebelumnya yaitu pada era Orde Lama

terdapat pula definisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong (1962:81).

Menurutnya APBD adalah rencana keuangan yang dibuat jangka waktu

tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberi kredit kepada

badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna

pemenuhan kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang

menjadi dasar penetapan anggaran, dan yang menunjukan semua penghasilan

untuk menutup pengeluaran tadi.


33

Di Era (pasca) rerformasi, bentuk APBD mengalami perubahan cukup

mendasar. Bentuk APBD yang baru didasar pada peraturan-peraturan mengenai

Otonomi Daerah terutama UU No. 22/1999 yang telah diubah menjadi UU No.

32/2004, UU No. 25/1999 yang telah diubah menjadi UU No. 33/2004, PP No.

105/.2000. Akan tetapi, karena untuk menerapkan peraturan yang baru

diperlukan proses, maka untuk menjembatani pelaksanaan keuangan daerah

pada kedua era tersebut dikeluarkan Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi

Daerah No.903/2375/SJ tanggal 17 November 2001. Peraturan tersebut

dikeluarkan untuk mengakomodasi transisi dari UU No. 5/1974 ke UU No.

22/1999 yang kini telah diubah menjadi UU No.32/2004.

Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan

agar laporan keuangan makin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru,

APBD diperkirakan tidak akan terdiri dari dua sisi dan akan dibagi menjadi tiga

bagian yaitu Penerimaan, Pengeluaran dan Pembiayaan. Pembiayaan

merupakan kategori yang baru yang belum ada di era pra reformasi. Adanya

pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin informatif, yaitu

memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi

pendapatan sebagai hak pemerintah daerah, sedangkan pinjaman belum tentu

menjadi hak pemerintah daerah. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus

atau sumber penutup defisit anggaran.


34

Dalam bentuk APBD yang baru itu pula, penerimaan dibagi menjadi

tiga kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan

lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selanjutnya pengeluaran diklasifikasikan

menjadi lima kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan

Pemeliharaan, Pelayanan Publik, Belanja Modal, Belanja Transfer, dan Belanja

tak Tersangka.

Tabel 2.14
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sleman Tahun 2004
NOMOR URAIAN JUMLAH
ANGGARAN
1 2 3

I PENDAPATAN:
1.1 Pendapatan Asli Daerah 53.919.261.011
1.1.1 Pajak Daerah 28.327.600.000
1.1.2 Retribusi Daerah 19.300.864.000
1.1.3 Bagian Laba Badan Usaha 3.313.387.011
Daerah
1.1.4 Lain-lain Pendapatan 2.977.410.000

1.2 Dana Perimbangan 373.811.600.000


1.2.1 Pos Bagi Hasil Pajak dan 32.350.000.000
Bukan Pajak
1.2.2 Dana Alokasi Umum 307.330.000.000
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 9.480.000.000
1.2.4 Dana Perimbangan dari
Propinsi 24.651.600.000
1.3 Lain-lain Pendapatan 21.240.000.000
Yang Sah
Jumlah Pendapatan: 448.970.861.011

II BELANJA
2.1 APARATUR DAERAH 143.594.709.400

2.1.1 Belanja Administrasi 86.241.185.720


Umum 75.073.203.947
2.1.1.1 Belanja Pegawai/Personalia 8.032.957.273
2.1.1.2 Belanja Barang dan Jasa 1.387.338.000
2.1.1.3 Belanja Perjalanan Dinas 1.747.686.500
2.1.1.4 Belanja Pemeliharaan
35

2.1.2 Belanja Operasi dan 31.993.401.130


Pemeliharaan
2.1.2.1 Belanja Pegawai/Personalia 13.598.365.500
2.1.2.2 Belanja Barang dan Jasa 16.276.464.630
2.1.2.3 Belanja Perjalanan Dinas 765.928.700
2.1.2.4 Belanja Pemeliharaan 1.352.642.300

2.1.3 Belanja Modal 25.360.122.550

2.2 PELAYANAN PUBLIK 378.147.477.016

2.2.1 Belanja Administrasi 260.774.303.426


Umum
2.2.1.1 Belanja Pegawai/Personalia 242.750.129.921
2.2.1.2 Belanja Barang dan Jasa 16.814.259.680
2.2.1.3 Belanja Perjalanan Dinas 10.820.000
2.2.1.4 Belanja Pemeliharaan 1.199.093.825

2.2.2 Belanja Operasi dan 29.377.080.485


Pemeliharaan
2.2.2.1 Belanja Pegawai/Personalia 6.327.045.075
2.2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 9.576.190.340
2.2.2.3 Belanja Perjalanan Dinas 920.950.000
2.2.2.4 Belanja Pemeliharaan 2.552.895.070

2.2.3 BELANJA MODAL 59.211.010.490

2.2.4 Belanja Bagi Hasil dan 25.682.385.600


Bantuan Keuangan

2.2.5 Belanja Tak Tersangka 3.102.697.014

Jumlah Belanja: 521.742.186.416

Surplus/(Defisit) (72.771.325.405)
PEMBIAYAAN
III Penerimaan daerah 78.673.741.003
3.1 Pengeluaran daerah 5.902.415.598
3.2 Jumlah Pembiayaan 72.771.325.405

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
36

BAB III

TELAAH PUSTAKA

1. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo disusun dalam sebuah paper yang

berjudul “Analisis Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Boyolali”. Paper

tersebut disunting oleh Abdul Halim yang tergabung dalam buku “Bunga

Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi” tahun 2002. Tujuan

Penelitian yang dilakukan Widodo tersebut adalah untuk mengetahui kinerja

pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, apakah pemerintah

sebagai pihak ynag diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan masyarakat telah berhasil menjalankan tugasnya

dengan baik atau tidak. Untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan daerahnya peneliti menggunakan analisa rasio keuangan

terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan pemerintah daerah

tersebut.

Beberapa Rasio Keuangan yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain yaitu Rasio Kemandirian, Rasio Efektifitas dan Efisiensi dan Debt

Service Coverage Ratio (sub mengacu pada HalimAbdul,2002). Dari penelitian

yang dilakukan oleh Widodo ini diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan

untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan

daerah sebagai mana dituangkan dalam APBD.


37

2. Kemandirian Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam memenuhi

kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat masih relatif rendah dan

bahkan cenderung turun yaitu dari 16,65% pada tahun anggaran 1997/1998

menjadi 9,69% pada tahun anggaran 2000.

3. Sebagian besar pendapatan daerah Kabupaten Boyolali, masih

diprioritaskan untuk mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata mencapai 80%

dari total pendapatan yang diterima.

4. Aktivitas penyerapan dana untuk belanja pembangunan masih

terkonsentrasi pada triwulan IV yaitu sebesar 72,96% dari total anggaran

pembangunan.

5. Secara potensial apabila terjadi kekurangan dana, maka untuk mencukupi

kebutuhan belanjanya, Kabupaten Boyolali memiliki kesempatan untuk

melakukan pinjamaman. Hal ini karena pada tahun anggaran 2000

mempunyai DSCR sebesar 11,89, dan pada tahun 2001, menurut penelitian

Tim dari LPEM UI, Kabupaten Boyolali dapat melakukan pinjaman dengan

maksimum pokok angsuran pinjaman sebesar Rp. 15,055 miliar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ruslina Nadaek (2003) disusun dalam sebuah

skripsi yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan APBD untuk Menilai Kinerja

Pemerintah Daerah” studi kasus Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat perkembangan rasio kemandirian, rasio efektivitas dan


38

rasio efisiensi pada Keuangan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Ruslina

mengemukakan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Maluku

Tenggara yang diukur melalui PAD, hanya mencapai rata-rata sebesar 2,93%

untuk setiap tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun sebesar 0,46%.

Kondisi ini menunjukan bahwa kemandirian daerah masih sengat jauh dari

yang diharapkan. Pendapatan daerah masyarakat Maluku Tenggara sebagian

besar masih diprioritaskan untuk mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata 56%

dari total pendapatan yang diterima. Kondisi ini menunjukan bahwa jika

menggunakan indikator PAD, maka Kabupaten Maluku Tenggara dalam

rangka melaksanakan otonomi daerah masih belum mampu ditinjau dari aspek

kemampuan keuangan daerahnya sebab masih sangat tergantung dengan

pemerintah pusat. Rasio efektivitas pemungutan PAD Kabupaten Maluku

Tenggara dari tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan tahun anggaran 2002

rata-rata 89,59 dengan peningkatan setiap tahunnya sebesar 7,22%. Dengan

demikian pemungutan PAD di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung tidak

efektif karena kontribusi yang diberikan terhadap target yang ingin dicapai

kurang dari 100%. Akan tetapi dari hasil analisis trend dengan metode Least

Square terlihat adanya peningkatan rasio efektivitas dari tahun ke tahun yang

menunjukkan kinerja pemerintah daereh yang semakin baik. Rasio efisiensi

pemungutan PAD Kab. Maluku Tenggara selama lima tahun anggaran yaitu

dari tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan 2002 rata-rata sebesar 3,27%
39

dan setiap tahun anggaran mengalami penurunan sebesar 0,1%. Hal ini

menunjukkan bahwa pemungutan PAD Kabupaten .Maluku Tenggara dari

tahun ke tahun semakin efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut

PAD semakin proposional dengan realisasi PAD yang didapatkan. Hal ini

menunujukkan kinerja pemerintah daerah yang semakin baik.

3. Penelitian (Skripsi) karya Fitriyah Nurlaili (2004), dengan judul “Peran

Retribusi Pasar Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Jombang”. Dalam analisisnya , penulis menyimpulkan menjadi beberapa

kesimpulan yaitu :

a. Besar kontribusi retribusi pasar terhadap PAD Kabupaten Jombang dirasa

belum cukup maksimal. Kontribusi pasar pada tahun 1997 sampai dengan

tahun 2002 mengalami fluktuasi tetapi dua tahun terakhir mengalami

penurunan yang cukup berarti. Rata-rata kontribusi retribusi pasar terhadap

PAD sebesar 4,57%.

b. Elastisitas retribusi pasar di Kabupaten Jombang terhadap PDRB tahun 1997

sampai dengan tahun 2002 berfluktuasi. Rata-rata elastisitasnya yaitu sebesar

8,75%.

c. Potensi retribusi pasar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

d. Perhitungan tingkat upaya pemungutan terlihat tiap tahunnya mengalami

kenaikan rata-rata tiap tahunnya sebesar 0,08%.


40

e. Efektifitas retribusi pasar terlihat berfluktuasi, meski sebagian besar

mengalami penurunan. Efektifitas retribusi pasar di Kabupaten Jombang rata-

rata tiap tahunnya sebesar 106,78% dan semuanya digolongkan kinerja yang

efektifitasnya sangat efektif.

f. Berdasarkan perhitungan efisiensi retribusi pasar di Kabupaten Jombang

terlihat cukup efisien pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2002

efisiensinya tidak mengalami kenaikan yaitu tetap sebesar 2,99% dan

digolongkan dalam tingkat yang efisien. Dan berarti bahwa hanya 2,99%

yang dikeluarkan sebagai biaya pemungutan dari total realisasi penerimaan

retribusi pasar tersebut.


41

BAB IV

LANDASAN TEORI

4.1. Otonomi Daerah

1. Pengertian otonomi daerah

Menurut Widarta ( 2001:2 ) dijelaskan bahwa otonomi berasal dari

bahasa Yunani, yaitu Autos dan Nomos. Autos berarti sendiri, dan Nomos

berarti aturan. Otonomi bermakna kebebasan dan kemandirian daerah

dalam menentukan langkah-langkah sendiri. Ketentuan umum pasal 1

Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Daerah otonomi yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas wilyah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system negara

Kesatuan republik Indonesia.

Menurut Wayang yang dikutip Syafrudin (1984:4), mengatakan

bahwa otonomi daerah adalah kebebasan untuk memelihara dan

menjalankan kepentingan khusus se-daerah, dengan keuangan sendiri,


42

menentukan hukum sendiri, dan berpemerintahan sendiri. Sedangkan

Syafrudin sendiri berpendapat bahwa istilah otonomi mempunyai makna

kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang

terbatas atas kemandirian adalah wujud pemberian kesempatan yang harus

dipertanggung jawabkan. Pengertian otonomi daerah yang melekat dalam

keberadaan pemerintah daerah, juga sangat berkaitan dengan desentralisasi.

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat

(Nasional) kepada pemerntah lokal atau daerah dan kewenangan daerah

untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan

keputusannya dikenal sebagai otonomi daerah. Dengan pemahaman ini,

otonomi daerah merupakan inti dari desentralisasi. Jadi yang dimaksud

otonomi daerah pada pokoknya selalu melihat otonomi itu sebagai hal,

wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dasar Hukum Otonomi Daerah

Semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang No.22 Tahun

1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang telah

diubah menjadi Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


43

3. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah

Untuk mencapai tujuan otonomi daerah, maka diperlukan prinsip-

prinsip dalam pemberian otonomi daerah antara lain, pelaksanaan otonomi

harus didasarkan pada otonomi seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung

jawab.

Penjelasan umum Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang telah

diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 mengenai prinsip

otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab, yaitu:

a. Otonomi seluas-luasnya berarti daerah diberikan kewenagan mengurus

pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan

dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat

kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,

prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

peningkatan kesejahteraan rakyat.

b. Nyata berarati bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasrkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang

senyata-nyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.

c. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan

maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan


44

daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan

bagian utama dari tujuan nasional.

Sedangkan prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman

dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi

Undang-Undang No.32 tahun 2004 adalah:

a. Penyelenggaraan otonomi derah dilaksanakan dengan memperhatikan

aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan

keanekaragaman daerah.

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata

dan bertanggung jawab.

c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah

kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan

otonomi yang terbatas.

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara

sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pemerintah pusat

dan daerah serta antar daerah.

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian

daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota

tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan

khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan

otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri,


45

kawasan perkebunan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan

semacamnya berlaku ketentuan “Peraturan Daerah Otonom”.

f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan

fungsi badan legislatif saerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi

pengawas maupun fungsi anggaran atau penyelenggaraan pemerintah

daerah.

g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam

kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan

kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur

sebaga wakil pemerintah.

h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari

pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah

kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,

serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan

dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

4. Tujuan otonomi daerah

Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan

desentralisasi yaitu:

a. Tujuan politis bahwa pemerintah daerah akan berada pada posisi

sebagai instrumen pendidikan politik ditingkat lokal yang secara

agregat akan menyumbangkan pendidikan politik secara nasional


46

sebagai elemen dasar dalam menciptakan kesatuan dan persatuan

berbangsa dan bernegara. Pemberian otonomi dan pembentukan

institusi pemerintah daerah akan mencegah terjadinya sentralisasi dan

mencegah terjadinya bentuk pemisahan diri. Adanya institusi

pemerintah daerah akan mengajarkan kepada masyarakat untuk

menciptakan kesadaran membayar pajak dan sebaliknya juga

memposisikan pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan

pemakaian pajak rakyat.

b. Tujuan administratif adalah mengisyaratkan pemerintah daerah untuk

mencapai efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya.

5. Pemantapan pelaksanaan otonomi daerah

Secara kualitatif pelaksanaan otonomi daerah dan dampaknya tersebut

dapat dirasakan sebagai berikut :

a. Perkembangan proses demokrasi dalam kehidupan masyarakat dan

pemerintahan semakin meningkat.

b. Peran serta aktif masyarakat dalam proses kepemerintahan, baik dalam

penentuan kebijakan, dan pelaksanaan maupun proses evaluasi dan

pengawasan semakin meningkat.

c. Munculnya kreativitas dan inovasi daerah untuk mengembangkan

pembangunan daerahnya.
47

d. Meningkatkan gairah birokrasi pemerintahan daerah, karena adanya

keleluasaan untuk mengambil keputusan serta terbukanya peluang

karier yang lebih tinggi karena kompetisi professional.

e. Meningkatkan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah, baik

yang dilakukan masyarakat maupun DPRD, sehingga keinginan untuk

mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan terpercaya sangat

didambakan oleh masyarakat.

f. Meningkatkan DPRD, sebagai wahana demokrasi dan penyalur aspirasi

rakyat dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

g. Pemberian pelayanan umum kepada masyarakat secara bertahap

semakin meningkat, baik kualitas maupun kuantitas, sejalan dengan

meningkatnya tuntutan dari masyarakat aka pelayanan lebih baik.

h. Munculnya semangat kedaerahan yang menjadi faktor pendorong yang

kuat bagi pengembangan daerahnya.

Beberapa hal yang perlu mendapat prioritas dalam pemantapan

otonomi daerah adalah hal-hal sebagai berikut:

a. Peningkatan kemitraan antar pemerintah kabupaten dan DPRD serta

kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah kabupaten,

b. Penataan kelembagaan dan sinkronisasi-harmonisasi antara peraturan

pemerintah pusat dan daerah,

c. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)


48

d. Peningktan partisipasi masyarakat dan kemitraan sinergis pelaku

pembangunan terkait,

e. Peningkatan koordinasi dengan pusat dan propinsi serta kerjasama antar

daerah.

4.2. Keuangan daerah dalam masa otonomi

Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka

pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh pelayanan

kemasyarakatan di daerah, oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk

berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Lahirnya otonomi daerah telah memberikan keleluasaan daerah untuk

mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari

Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Sumber-

sumber Penerimaan lainnya. Untuk itu kebijaksanaan keuangan daerah

diarahkan pada upaya penyesuaian secara terarah dan sistematis untuk

menggali sumber-sumber pendapatan daerah bagi pembiayaan pembangunan

melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli

Daerah. Kebijakan ini juga diarahkan pada penerapan prinsip-prinsip, norma,

asas dan standar akuntansi dalam penyusunan APBD agar mampu menjadi

dasar bagi kegiatan pengelolaan, pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan

keuangan daerah.
49

Tujuan keuangan daerah pada masa otonomi adalah menjamin

tersedianya keuangan daerah guna pembiayaan pembangunan daerah,

pengembangan pengelolaan keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma,

asas dan standar akuntansi serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara

kreatif melalui penggalian potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan

sasaran yang ingin dicapai keuangan daerah adalah kemandirian keuangan

daerah melalui upaya yang terencana, sistematis dan berkelanjutan, efektif dan

efisien.

Pada masa orde baru kemampuan daerah dalam menjalankan

pemerintahannya didasarkan pada UU. No. 5 / tahun 1974 di samping

mengatur pemerintahan daerah, Undang-undang tersebut juga menjelaskan

hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk bisa

menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang dimilikinya pemerintah daerah

dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal

55, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar

yaitu;

1. Pendapatan asli daerah yang meliputi:

ƒ Hasil pajak daerah

ƒ Hasil retribusi daerah

ƒ Hasil perusahaan daerah (BUMD)

ƒ Lain-lain hasil usaha daerah yang sah


50

2. Pendapatan yang berasal dari pusat meliputi:

ƒ Sumbangan dari pemerintah

ƒ Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-

undangan

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen

kedua yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau

indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap

pemerintah pusat. Di samping itu besarnya dana dari pusat tersebut juga

membawa konsekuensi kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik

implementasinya itu berada di daerah. Sehingga ada beberapa proyek

pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam anggaran

pemerintah daerah (APBD). Adapun pembiayaan pemerintah dalam

hubungannya dengan pembiayaan pemerintah pusat diatur sebagai berikut:

ƒ Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam

rangka dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.

ƒ Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah dalam rangka

desentralisasi dibayar dari dan atas beban APBD.

ƒ Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah

daerah atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan,


51

dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah

daerah diatasnya atas beban APBD pihak yang menugaskan.

Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi

Pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah

daerah. Dengan demikian bagi Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten atau

Kodya disamping mendapat bantuan dari pemerintah pusat ajuga mendapat

limpahan dari Pemda Tingkat I Propinsi. Meskipun bisa jadi limpahan, dana

propinsi tersebut berasal dari pemerintah pusat lewat APBN. Berbagai

penelitian empiris yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa dari ketiga

sumber pendapatan daerah seperti tersebut diatas peranan dari pendapatan

yang berasal dari pusat sangat dominan.

Ketergantungan yang tinggi dari keuangan daerah terhadap pusat

tersebut tidak lepas dari makna otonomi dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang

“Pokok-pokok Pemerintah di Daerah”. Undang-undang tersebut lebih tepat

disebut sebagai penyelenggaraan pemerintah yang sentralistik daripada

desentralistik. Unsur sentralistik ini sangat nyata dalam pelaksanaan

dekosentrasi. Dalam implementasinya dekonsentrasi merupakan sarana bagi

perangkat birokrasi pusat untuk menjalankan praktek sentralisasi yang

terselubung sehinggga kemandirian daerah menjadi terhambat.

Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi pemerintah

mengeluarkan satu paket Undang-undang Otonomi Daerah, yaitu UU No. 22


52

tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004

tentang “Pemerintah Daerah”, dan dan UU No. 25 1999 yang telah diubah

menjadi Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah”. Pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-

Undang No. 22 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32

tahun 2004, perlu dibarengi dengan pelimpahan keuangan dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 yang

telah diubah menjadi Undang-Undang No.33 tahun 2004 tanpa adanya otonomi

keuangan daerah tidak akan pernah ada otonomi bagi pemerintah daerah. Jadi

kedua Undang-undang tersebut saling melengkapi.

Dasar hukum dari sumber-sumber PAD masih mengacu pada UU No.

8 tahun 1997 tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”. Sebenarnya

undang-undang ini sangat membatasi kreativitas daerah dalam menggali

sumber penerimaan aslinya karena hanya menetapkan enam jenis pajak yang

boleh dipungut oleh kabupaten atau kodya. Dalam sistem pemerintahan

sentralistis UU tidak terlalu menjadi masalah, tetapi dalam sistem desentralisasi

fiskal seperti dalam UU No. 25 tahun 1999, undang-undang tahun 1997

tersebut menjadi tidak relevan lagi, karena salah satu syarat terselenggaranya

desentralisasi fiskal adalah ada kewenangan pemerintah daerah yang cukup

longggar dalam memungut pajak lokal. Oleh karena itu tanpa ada revisi
53

terhadap Undang-undang ini, peranan PAD di masa mendatang akan tetap

menjadi marginal seperti masa orde baru mengingat pajak-pajak potensial bagi

daerah tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Pemerintah daerah tingkat II

hanya memiliki enam sumber PAD dimana sebagian besar dari padanya dari

pengalaman masa lalu sudah terbukti hanya memiliki peranan yang relatif kecil

bagi kemandirian daerah (http://www.ideasrespec.org)

4.3. Kinerja keuangan pemerintah daerah

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda

pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial masyarakat wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai

apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau

tidak.

Dalam instansi pemerintahan pengukuran kinerja tidak dapat diukur

dengan rasio-rasio yang biasa di dapatkan dari sebuah laporan keuangan dalam

suatu perusahaan seperti, Return Of Investment. Hal ini disebabkan karena

sebenarnya dalam kinerja pemerintah tidak ada “Net Profit”. Kewajiban

pemerintah untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya dengan sendirinya

dipenuhi dengan menyampaikan informasi yang relevan sehubungan dengan

hasil program yang dilaksanakan kepada wakil rakyat dan juga kelompok-

kelompok masyarakat yang memang ingin menilai kinerja pemerintah.


54

Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan

pada pertanggung jawaban apakah sumber yang diperoleh sudah digunakan

sesuai dengan anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan

demikian pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang

berkaitan dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya

dan posisi pemerintah saat itu.

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio

terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya

(http://www.feuhamka.com/artikel22.htm). Hasil analisis rasio keuangan ini

selanjutnya digunakan untuk tolok ukur dalam:

a. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelengggaraan

otonomi daerah.

b. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan

daerah.

c. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan

pendapatan daerahnya.

d. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendaptan dalam

pembentukan pendapatan daerah.

e. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan

pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.


55

Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap

APBD belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan

secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian

dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis,

efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan

meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan keuangan

yang dimiliki oleh perusahaan swasta (Halim, 2002:127-130).

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan

hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya

sehinggga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu

dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan

pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat

ataupun potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisis

keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD

ini adalah:

1. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)

DPRD adalah badan yang memberikan otorisasi kepada pemerintah daerah

untuk mengelola laporan keuangan daerah.

2. Badan eksekutif
56

Badan eksekutif merupakan badan penyelenggara pemerintahan yang

menerima otorisasi pengelolaan keuangan daerah dari DPRD, seperti

Gubernur, Bupati, Walikota, serta pimpinan unit Pemerintah Daerah linnya.

3. Badan pengawas keuangan

Badan Pengawas Keuangan adalah badan yang melakukan pengawasan atas

pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Yang termasuk dalam badan ini adalah Inspektorat Jendral, Badan

Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa

Keuangan.

4. Investor, kreditor dan donatur

Badan atau organisasi baik pemerintah, lembaga keuangan, maupun lainnya

baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan sumber

keuangan bagi pemerintah daerah.

5. Analisis ekonomi dan pemerhati pemerintah daerah

Yaitu pihak-pihak yang menaruh perhatian atas aktivitas yang dilakukan

Pemerintah Daerah, seperti lembaga pendidikan, ilmuwan, peneliti dan

lain-lain.

6. Rakyat

Rakyat disini adalah kelompok masyarakat yang menaruh perhatian kepada

aktivitas pemerintah khususnya yang menerima pelayanan pemerintah

daerah atau yang menerima produk dan jasa dari pemerintah daerah
57

7. Pemerintah Pusat

Pemerintah pusat memerlukan laporan keuangan pemerintah daerah untuk

menilai pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintah (Pasal 2

PP No. 108/2000).

4.4. Jenis Rasio berdasarkan data yang bersumber dari APBD

Beberapa jenis rasio yang dapat dikembangakan bedasarkan data

keuangan yang bersumber dari APBD antara lain:

1. Kemandirian

Menurut Halim (2002:128) gambaran citra kemandirian daerah dalam

berotonomi dapat diketahui melalui beberapa besar kemampuan sumber

daya keuangan untuk daerah tersebut, agar mampu membangun daerahnya

disamping mampu pula untuk bersaing secara sehat dengan kabupaten

lainnya dalam mencapai otonomi yang sesungguhnya. Upaya nyata didalam

mengukur tingkat kemandirian yaitu dengna membandingkan besarnya

realisasi PAD dengan total pendapatan daerah

Pendapatan Asli Daerah

Tingkat Kemandirian = ---------------------------------

Total Penerimaan Daerah

Tingkat kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat

dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi tingkat kemandirian, semakin

tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah


58

yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Semakin tinggi

masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan

tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi pula.

Secara konsepsional, pola hubungan antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah, harus dilakukan dengan kemampuan keuangan daerah

dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, walaupun

pengukuran kemampuan keuangan daerah ini akan menimbulkan

perbedaaan. Ada empat macam pola yang memperkenalkan “hubungan

situasional” yang dapat digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah,

terutama pelaksanaan undang-undang nomor 25 tahun 1999 yang telah

diubah menjadi Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang “Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah” (Halim, 2002:168-169),

antara lain:

a. Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari

pada kemandirian pemerintah daerah. (daerah yang tidak mampu

melaksanakan otonomi daerah)

b. Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah

mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu

melaksankan otonomi.
59

c. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin

berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya

mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.

d. Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak

ada karena daerah telah benar-benar mampu mandiri dalam

melaksanakan urusan otonomi daerah.

Bertolak dari teori tersebut, karena adanya potensi sumber daya alam

dan sumber daya manusia yang berbeda, akan terjadi pula perbedaan pola

hubungan dan tingkat kemandirian suatu daerah. Sebagai pedoman dalam

melihat pola hubungan daerah dengan kemampuan daerah (dari sisi

keuangan) dapat dikemukakan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1.

Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

Kemampuan keuangan Kemandirian % Pola Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif

Rendah 25% - 50% Konsultatif

Sedang 50% - 75% Partisipatif

Tinggi 75% - 100% Delegatif

Sumber: Nadeak, 2003:21


60

2. Rasio Efektivitas

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah

dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan

dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil

daerah. (Halim, 2002:129-130)

Realisasi Penerimaan PAD


Rasio Efektivitas = -----------------------------------------------------------------Target
Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif

apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun

demikian semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan

daerah yang semakin baik.

3. Rasio Efisiensi

Rasio efesiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan

antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah Daerah

dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien, apabila

rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen. Semakin

kecil rasio efisien berarti kinerja pemerintah semain baik. Untuk itu

pemerintah daerah perlu menghitung secar secermat berapa besarnya biaya

yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang


61

diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan

pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal itu perlu dilakukan karena

meskipun Pemerintah Daerah berhasil merealisasikan pendapatan sesuai

dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memilki arti

apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target

penerimaan pendapatannya itu lebih besar dari pada realisasi pendapatan

yang diterimanya.

Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD


Rasio Efisensi = --------------------------------------------------------------------
Realisasi Penerimaan PAD

4. Analisis Trend

Analisis trend dilakukan untuk mengetahui perkiraan kemungkinan

Tingkat Kemandirian, Efektivitas dan Efisiensi Kabupaten Sleman pada

tahun-tahun yang akan datang. Dalam perhitungan ini menggunakan analisis

time series dengan persamaan trend sebagai berikut :

Y’ = a + bX

Besarnya a dan b dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ΣY ΣXY
a= b=
n ΣX 2

keterangan :
62

Y’ = Perkembangan Kemandirian, atau Efektivitas atau juga Efisiensi

Y = Variabel tingkat kemandirian.

a = Besarnya Y saat X=0

b = Besarnya Y jika X mengalami perubahan 1 satuan

X = Waktu

Dengan mengadakan peramalan, seseorang atau suatu badan lebih

mempunyai pandangan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk

menetapkan anggaran keuangan di tahun berikutnya. Dengan menggunakan dasar

data-data masa sebelumnya, dikumpulkan, kemudian dianalisa untuk

meramalkan waktu yang akan datang. Data-data yang dikumpulkan dengan

rangkaian waktu disebut dengan rangkaian waktu (time series)

Trend jangka panjang atau trend sekuler, yang sering disebut dengan trend,

adalah suatu garis (trend) yang menunjukkan arah perkembangan secara umum.

Trend ini bisa berbentuk garis lurus atau garis lengkung yang mempunyai

kecenderungan menaik atau justru menurun. Namun kelemahan dari perhitungan

menggunakan trend ini, adalah hasilnya cenderung selalu naik dari tahun ke

tahun sedangkan belum tentu perkembangan penerimaan yang diperoleh dari

tahun ke tahun selalu meningkat.


63

Meski demikian, analisis ini tetap ada kelemahannya yaitu, pada

perubahan tiap tahunnya yang selalu menunjukkan peningkatan. Hal itu

sering pula tidak sesuai dengan realisasi penerimaan pada tahun-tahun

berikutnya karena, penerimaan di dalam suatu daerah belum tentu selalu

mengalami kenaikan. Sehingga kadang perhitungan untuk perkiraan target

penerimaan pada tahun-tahun berikutnya mengalami ketidaksesuaian

terhadap kenyataan yang ada.


62

BAB V

METODOLOGI PENELITIAN

5.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan berupa Statistika deskriptif yaitu suatu

penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengolah dan

kemudian menyajikan data observasi agar pihak lain dapat dengan mudah

memperoleh gambaran mengenai sifat (karakteristik) Obyek dari data tersebut.

Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian hanya meliputi daerah atau subyek

yang sangat sempit (Arikunto, 1998:131).

5.2. Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Adapun alasan pemilihan lokasi ini, dikarenakan dari 4 Kabupaten dan

1 Kota yang ada di Propinsi DIY, Kabupaten Sleman merupakan salah satu

Daerah Tingkat II yang dijadikan proyek percontohan uji coba otonomi daerah.

Selain itu, Kabupaten Sleman merupakan daerah pertama di Indonesia yang

sudah menyusun dan menerbitkan laporan keuangan. Adanya penerbitan

laporan keuangan tersebut menunjukkan kesungguhan Pemerintah Kabupaten

Sleman dalam mewujudkan Good Governance. Sedangkan tahun yang di pilih

yaitu tahun 2000-2004. Alasan pemilihan tahun tersebut dikarenakan dari tahun
63

2000-2004 Kabupaten Sleman mempunyai Penerimaan Asli Daerah yang

paling besar diantara Kabupaten-kabupaten yang ada di Propinsi DIY. Data

yang dicari diperoleh dari badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah

(BPKKD) Kabupaten Sleman.

5.2.1. Data yang di Gunakan adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah dan Total Penerimaan Daerah tahun anggaran

2000 sampai dengan tahun anggaran 2004.

2. Realisasi Pemungutan PAD dan Target Penerimaan PAD tahun anggaran

2000 sampai dengan tahun anggaran 2004.

3. Biaya Pemungutan PAD dan Realisasi Penerimaan PAD tahun anggaran

2000 sampai dengan tahun anggaran 2004.

5.2.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, trankrip, buku surat kabar, majalah parasasti, notulen

rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998:236). Masalah yang

diteliti, antara lain : data Kabupaten Sleman Yogyakarta dalam angka data

PAD, target PAD, realisasi PAD, biaya untuk memungut PAD yang dilakukan

oleh Pemerintah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Data-data tersebut diperoleh


64

dari BPKKD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah) Kabupaten

Sleman.

5.2.3. Teknik Analisis Data

1. Untuk menjawab permasalahan pertama, penulis menggunakan dua langkah

yaitu :

A Menghitung Tingkat Kemandirian dengan rumus : (Halim, 2002:128)

Pendapatan Asli Daerah


Tingkat Kemandirian = ---------------------------------
Total Penerimaan Daerah

Langkah-langkah untuk melakukan penghitungan Tingkat Kemadirian

adalah :

1) Membuat tabel perkembangan APBD tahun Anggaran 2000

sampai dengan tahun Anggaran 2004.

2) Mengidentifikasi PAD dan total Penerimaan untuk masing-

masing tahun Anggaran.

3) Membandingkan antara PAD dengan Total Penerimaan.

4) Menarik kesimpulan dari hasil perbandingan tersebut dengan

berpatokan pada :

a) Apabila tingkat kemandirian 0% - 25% berarti kemampuan

keuangan daerah tersebut rendah sekali, maka daerah

tersebut sangat tergantung kepada pemerintah pusat yang

berarti tidak mampu melaksanakan otonomi daerah.


65

b) Apabila tingkat kemandirian 25% - 50% berarti

kemampuan keuangan daerah tersebut rendah, namun

campur tangan pemerintah pusat mulai berkurang dengan

demikian dianggap sedikit mampu melaksanakan otonomi

daerah.

c) Apabila tingkat kemandirian 50% - 75% berarti

kemampuan keuangan daerah tersebut sedang, dengan

demikian daerah yang bersangkutan tingkat

kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan

otonomi.

d) Apabila tingkat kemandirian 75% - 100% berarti

kemapuan keuangan daerah tersebut tinggi, maka campur

tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena benar-

benar mampu dan mandiri melaksanakan urusan otonomi

daerah.

B Untuk mengetahui perkembangan dan Proyeksi tingkat kemandirian

tersebut dipergunakan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil

(Least Square) (Dajan, 1983:305). Metode kuadrat minimum

merupakan metode yang memuaskan bagi penggambaran garis trend

linier. Penggunaan metode kuadrat terkecil digunakan untuk menarik

garis trend sebetulnya yang lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan,


66

karena matematis metode tersebut memang sudah terbaik (Dajan,

1983:312). Pencarian nilai trend deret berkala pada metode kuadrat

terkecil, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang

sama sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier

guna penerapan kurva lebih mudah dilakukan. Bila jumlah observasi

n ganjil maka rata-rata x hitung adalah observasi yang tertengah

(Dajan, 1983:304). Sedangkan bila jumlah observasi n genap,

penentuan rata-rata hitung x akan mengalami sedikit perubahan. Data

yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data ganjil sehingga

penentuan rata-rata hitung x lebih mudah, yaitu dengan menentukan

observasi yang tertengah. Penggunaan analisis trend dengan metode

kuadrat terkecil pada kasus data ganjil lebih praktis dibandingkan

metode setengah rata-rata.

Dengan formula : Y’ = a + bx, dimana.

Y
a = ---------
n
Formula:(5.1)
XY
b = --------
X2

Keterangan :

Y = Variabel tingkat kemandirian


67

a = Besarnya Y saat X = 0

b = Besarnya perubahan Y jika X mengalami perubahan 1

satuan

X = waktu

2. Untuk menjawab permasalahan kedua penulis menggunakan dua langkah

yaitu :

A. Menghitung rasio Efektivitas dengan rumus : (Halim,2002:129)

Realisasi Penerimaan PAD


Rasio Efektivitas = ----------------------------------------------------------------
Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan
potensi riil daerah

Langkah-langkah untuk melakukan penghitungan Rasio Efektivitas

1) Membuat tabel target dan realisasi penerimaan PAD tahun

anggaran 2000/2001 sampai dengan tahun anggaran 2004.

2) Mengidentifikasi target penerimaan PAD dan realisasi

penerimaan PAD untuk masing-masing tahun anggaran.

3) Membandingkan antara realisasi dan target yang ditetapkan

untuk masing-masing tahun anggaran.

4) Menentukan tingkat efektivitas.

Untuk menentukan tingkat efketivitas tidaknya

pungutan PAD digunakan asumsi sebagai berikut :


68

a) Apabila kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi

PAD) semakin besar terhadap nilai pencapaian sasaran

tersebut (target PAD) maka dapat dikatakan pemungutan

PAD semakin efektif

b) Apabila kontribusi keluaran yang dihasilkan (realisasi

PAD) semakin kecil terhadap nilai pencapaian sasaran

tersebut (target PAD) maka dapat dikatakan pemungutan

PAD kurang efektif. Namun menurut Halim (2002:129)

apabila rasio efektivitas mencapai 1 (100%) berarti daerah

tersebut mampu menjalankan tugasnya dengan efektif.

B. Untuk mengetahui perkembangan dan Proyeksi Rasio Efektivitas

tersebut digunakan analisis trend dengan metode kuadrat terkecil

(least square) (Dajan, 1983:305). Metode kuadrat minimum

merupakan metode yang memuaskan bagi penggambaran garis trend

linier. Penggunaan metode kuadrat terkecil digunakan untuk menarik

garis trend sebetulnya yang lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan,

karena matematis metode tersebut memang sudah terbaik (Dajan,

1983:312). Pencarian nilai trend deret berkala pada metode kuadrat

terkecil, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang

sama sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier

guna penerapan kurva lebih mudah dilakukan. Bila jumlah observasi


69

n ganjil maka rata-rata x hitung adalah observasi yang tertengah

(Dajan, 1983:304). Sedangkan bila jumlah observasi n genap,

penentuan rata-rata hitung x akan mengalami sedikit perubahan. Data

yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data ganjil sehingga

penentuan rata-rata hitung x lebih mudah, yaitu dengan menentukan

observasi yang tertengah. Penggunaan analisis trend dengan metode

kuadrat terkecil pada kasus data ganjil lebih praktis dibandingkan

metode setengah rata-rata.

Dengan formula : (5.1)

3. Untuk menjawab permasalahan yang ketiga penulis menggunakan dua

langkah yaitu :

A. Menghitung Rasio Efisiensi dengan rumus : (Halim, 2002:131)

Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD


Rasio Efisiensi = -------------------------------------------------------------------
Realisasi Penerimaan PAD

Langkah-langkah untuk melakukan penghitungan Rasio Efisiensi

adalah:

1) Membuat tabel biaya dan realisasi penerimaan pajak dan

retribusi daerah tahun anggaran 2000/2001 sampai dengan tahun

anggaran 2004.

2) Mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan

PAD dan realisasi penerimaan PAD yang ditetapkan untuk

masing-masing tahun anggaran


70

3) Membandingkan antara biaya pemungutan PAD dan realisasi

penerimaan PAD yang ditetapkan untuk masing-masing tahun

anggaran.

4) Menentukan tingkat Efisiensi dimana kinerja pemerintah daerah

dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien

apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (100%).

B. Untuk mengetahui perkembangan dan Proyeksi Rasio Efisiensi

tersebut digunakan Analisis trend dengan metode kuadrat terkecil

(least square) (Dajan, 1983:305). Metode kuadrat minimum

merupakan metode yang memuaskan bagi penggambaran garis trend

linier. Penggunaan metode kuadrat terkecil digunakan untuk menarik

garis trend sebetulnya yang lebih disebabkan oleh faktor kepraktisan,

karena matematis metode tersebut memang sudah terbaik (Dajan,

1983:312). Pencarian nilai trend deret berkala pada metode kuadrat

terkecil, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang

sama sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier

guna penerapan kurva lebih mudah dilakukan. Bila jumlah observasi

n ganjil maka rata-rata x hitung adalah observasi yang tertengah

(Dajan, 1983:304). Sedangkan bila jumlah observasi n genap,

penentuan rata-rata hitung x akan mengalami sedikit perubahan. Data

yang disajikan dalam penelitian ini merupakan data ganjil sehingga


71

penentuan rata-rata hitung x lebih mudah, yaitu dengan menentukan

observasi yang tertengah. Penggunaan analisis trend dengan metode

kuadrat terkecil pada kasus data ganjil lebih praktis dibandingkan

metode setengah rata-rata.Dengan formula : (5.1)


72

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan

Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam masa otonomi daerah termasuk.

Jenis penelitian ini termasuk studi statistika deskriptif yaitu kegiatan

mengumpulkan, mengolah dan kemudian menyajikan penelitian terhadap suatu

objek tertentu, dimana dari data tersebut dianalisis dan ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini data yang di dapat adalah data Pendapatan Asli Daerah

dan Total Penerimaan Daerah yang diperoleh Kabupaten Sleman selama tahun

anggaran 2000 sampai dengan tahun anggaran 2004, realisasi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah dan Target Penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang

diperoleh Kabupaten Sleman selama tahun anggaran 2000 sampai dengan

tahun anggaran 2004 serta biaya pemungutan Pendapatan Asli Daerah dan

Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh Kabupaten

Sleman tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun anggaran 2004. Untuk

menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut, digunakan analisis

rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.


73

6.1.1. Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah

daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahn, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi

sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian daerah

Kabupaten Sleman dalam berotonomi dapat diketahui melalui seberapa

besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut dalam

membangun daerahnya, selain itu pula mampu bersaing secara sehat

dengan kabupaten lainnya dalam mencapai cita-cita otonomi yang

sesungguhnya. Upaya nyata dalam mengukur tingkat kemandirian

Kabupaten Sleman yaitu dengan membandingkan besarnya realisasi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan.

a. Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman tahun Anggaran 2000


74

Tabel 6.1
Ringkasan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sleman
Tahun 2000
Uraian Jumlah
(Rp)
Pendapatan:
Bag. Sisa lebih perhitungan tahun lalu 5.884.710.954
Bag. Pendapatan asli daerah 17.889.883.435
Bag. Pendapatan yang berasal dari 104.264.022.031
pemberian pemerintah atau instansi yang
lebih tinggi
Bag. Pinjaman pemerintah daerah -

Jumlah 128.038.616.420
Belanja:
Belanja Rutin 88.779.125.953
Belanja Pembangunan 29.754.884.978

Jumlah 118.523.970.931
Sumber data :Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kab.
Sleman

Pada tahun anggaran 2000 jumlah total penerimaan daerah Kabupaten

Sleman sebesar Rp. 128.038.616.420. Penerimaan tersebut masing-masing

berasal dari Bag. Sisa lebih tahun lalu, bag. Pendapatan asli daerah sendiri,

bag. Pendapatan yang berasal dari pemberian dan atau instansi yang lebih

tinggi. Sedangkan pendapatan asli daerah yang diterima Kabupaten Sleman

pada tahun 2000 adalah Rp. 17.889.883.435

Rasio Kemandirian Kabupaten Sleman Tahun 2000

17.889.710.954
Rasio kemandirian = X 100 = 13,97%
128.038.616.420
75

Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2000 adalah 13,97%.

Dimana pendapatan dari pemerintah atau instansi yang lebih tinggi sangat

dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian Kabupaten Sleman

masih rendah, dan memiliki pola hubungan instruktif.

b. Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2001

Tabel 6.2.
Ringkasan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sleman
Tahun 2001
Uraian Jumlah
(Rp)
Pendapatan:
Bag. Sisa lebih perhitungan tahun lalu 9.506.907.139
Bag. Pendapatan asli daerah 129.571.153.24
Bag. Dana perimbangan 256.666.498.264
Bag. Pinjaman pemerintah daerah -
Bag. Lain-lain penerimaan yang sah 12.787.026.018

Jumlah 308.531.584.637
Belanja:
Belanja Rutin 225.059.197.382
Belanja Pembangunan 38.170.723.152

Jumlah 293.229.920.535
Sumber data :Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kab.
Sleman

Pada tahun anggaran 2001 jumlah penerimaan daerah Kabupaten

Sleman adalah sebesar Rp. 308.531.584.637. Penerimaan daerah pada

tahun 2001 ini mengalami peningkatan sebesar 140,98 % dari tahun

sebelumnya, dimana pada tahun 2000 penerimaan daerah hanya sebesar

Rp. 128.038.616.420. Sedangkan untuk pendapatan asli daerah pada tahun


76

2001 juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 65,29% dari

Rp.17.889.883.435 menjadi Rp.29.571.153.214.

Rasio Tingkat Kemandirian tahun 2001

29.571.153.214
Rasio kemandirian = X 100 = 9,58%
308.531.584.637

Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2001 mengalami

penurunan .Pada tahun sebelumnya kemandirian Kabupaten Sleman

sebesar 13,97% , sedangkan pada tahun 2001 turun menjadi 9.58%.

Mununjukkan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah sangat rendah.

c. Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2002

Tabel 6.3
Ringkasan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sleman Tahun 2002
Uraian Jumlah
(Rp)
Pendapatan:
Bag. Sisa lebih perhitungan tahun lalu 15.301.664.101
Bag. Pendapatan asli daerah 39.908.192.767
Bag. Dana perimbangan 299.961.255.089
Bag. Pinjaman pemerintah daerah -
Bag. Lain-lain penerimaan yang sah 28.922.587.156
Jumlah 383.093.699.115
Belanja:
Administrasi Umum 81.779.980.739
Operasi dan pemeliharaan sarana dan 215.367.510.590
prasarana umum milik daerah
Investasi 24.917.258.739
Transfer 14.720.307.243
Tak tersangka 1.309.000.000
Jumlah 338.098.057.312
Sumber data :Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kab.
Sleman
77

Pada tahun anggaran 2002 jumlah penerimaan daerah Kabupaten

Sleman adalah sebesar Rp. 383.093.699.115 yaitu naik sebesar 24,17% dari

tahun sebelumnya. Untuk pendapatan asli daerah Kabupaten Sleman pada

tahun 2002 juga mengalami kenaikan yaitu sebesar 34,95% dari Rp.

29.571.153.214 menjadi sebesar Rp. 39.908.192.767

Rasio Tingkat Kemandirian tahun 2002

39.908.192.767
Rasio kemandirian = X 100 = 10,41%
383.093.699.115

Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2002 adalah sebesar

10,41%. Dibandingkan tahun 2001 kemandirian Kabupaten Sleman

mengalami peningkatan, tetapi masih terlihat bahwa kemadirian Kabupaten

Sleman masih rendah. Berpola hubungan instruktif dimana kuangan daerah

belum dapat mandiri.

d. Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman tahun 2003 dan 2004


78

Tabel 6.4
Ringkasan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sleman
Tahun 2003 dan 2004
Uraian Jumlah
(Rp)
2003 2004
Pendapatan:
Bag. Pendapatan asli daerah 52.972.697.478 70.499.050.998
Bag. Dana perimbangan 369.717.141.971 389.951.712.236
Bag. Lain-lain penerimaan yang sah 30.188.785.569 31.117.436.860

Jumlah 452.878.625.018 491.568.200.094


Belanja:
Aparatur Daerah 138.454.424.609 121.123.505.646
Pelayanan Publik 309.021.859.844 366.954.044.281
Jumlah 447.476.284.453 488.077.549.928

Pembiayaan:
Penerimaan Daerah 44.999.641.803 52.055.946.517
Pengeluaran Daerah - 55.546.596.682

Jumlah 44.999.641.803 (3.940.650.165)


Sumber data :Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Kab.
Sleman

Pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 jumlah penerimaan daerah

Kabupaten Sleman masing-masing sebesar Rp. 452.878.625.018 dan Rp.

491.568.200.094 dari tahun 2003 sampai dengan 2004 penerimaan daerah

naik sebesar 8,54%. Untuk pendapatan asli daerah pada tahun 2003-2004

masing-masing sebesar Rp. 52.972.697.478 dan Rp. 70.499.050.998. pada

tahun 2003-2004 pendapatan asli daerah Kabupaten Sleman mengalami

peningkatan sebesar 32,99%.

Rasio Tingkat Kemandirian tahun 2003


79

52.972.697.478
Rasio kemandirian = X 100 = 11,69%
452.878.625.018

Rasio Tingkat Kemandirian tahun 2004

70.499.050.998
Rasio kemandirian = X 100 = 14.34%
491.568.200.094

Tabel 6.5
Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Pendapatan Asli Total Tingkat


Anggaran Daerah Penerimaan Kemandirian
2000 17.889.710.954 118.532.970.931 13,97%
2001 29.571.153.214 308.531.584.637 9,58%
2002 39.908.192.767 383.093.699.115 10,41%
2003 52.972.697.478 452.878.625.018 11,69%
2004 70.449.050.998 491.568.200.094 14.34%

Dari tabel 6.5 di atas terlihat bahwa kemandirian daerah Kabupaten

Sleman dalam mencukupi kebutuhan pembiayaan untuk melakukan tugas-

tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat masih

rendah. Rasio kemandirian Kabupaten Sleman hanya bekisar antara 9.58%

sampai 14.34%. Hal ini menunjukkan pola hubungan yang instruktif,

dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian

pemerintah daerah, hal ini disebabkan betapa dominanya transfer dari

pemerintah pusat dalam APBD secara keseluruhan Kabupaten Sleman

tahun anggaran 2000- 2004


80

Untuk mengetahui perkembangan keuangan Kabupaten Sleman

ditinjau dari tingkat kemandirian selama lima tahun anggaran digunakan

metode analisis trend dengan metode kuadrat terkecil dengan rumus

Y’=a+bX

Tabel 6.6
Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Tingkat X
anggaran kemandirian

(Y) (tahun) XY X2
2000 13,97% -2 -27,94 4
2001 9,58% -1 -9,58 1
2002 10,41% 0 0 0
2003 11,69% 1 11,69 1
2004 14.34% 2 28,66 4
Total 59,99% 0 2,83 10

Nilai a dan b di cari dengan rumus:

∑Y 55,99
a = --------- = --------- = 11,99
∑n 5

∑XY 2,83
b = -------- = --------- = 0,28
2
∑X 10

Diketahui bahwa: Y’=11.99+0.28X


81

Grafik 6.6b Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian


Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2000-2004

16
14
12
10
8
6
4
2
0
2000 2001 2002 2003 2004
tahun

y y'

Persamaan trend untuk tingkat kemandirian di Kabupaten Sleman adalah

sebagai berikut :

Y’=11.99+0.28X

Dari persamaan trend di atas, maka prediksi/proyeksi penerimaan Retribusi

Terminal untuk tahun-tahun yang akan datang dapat dilihat pada tabel berikut :
82

Table 6.7

Proyeksi Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman

Tahun Anggaran 2005-2010

No Tahun Anggaran Proyeksi Tingkat


kemandirian (%)
1 2005 12.83%
2 2006 13.11%
3 2007 13.39%
4 2008 13.67%
5 2009 13.95%
6 2010 14.23%

Dari perhitungan tersebut 6.7, menunjukkan bahwa Tingkat Kemandirian

dikabupaten Sleman untuk tahun-tahun yang akan datang terus mengalami

peningkatan.

6.1.2 Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Efektivitas Pendapatan Asli Daerah menggambarkan kemampuan

pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang

direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan bedasarkan

potensi riil daerah. Untuk menentukan efektif tidaknya pemungutan

pendapatan asli daerah digunakan asumsi sebagai berikut:

a) Apabila kontribusi keluaran yang dihasilakn (realisasi Pendapatan Asli

Daerah) semakin besar terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut


83

(target Pendapatan Asli Daerah) maka dapat dikatakan pemungutan

Pendapatan Asli Daerah semakin efektif.

b) Apabila kontribusi keluaran yang dihasilakn (realisasi Pendapatan Asli

Daerah) semakin kecil terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut

(target Pendapatan Asli Daerah) maka dapat dikatakan pemungutan

Pendapatan Asli Daerah semakin efektif

Kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya

dikategorikan efektif apabila rasio efektivitas yang dicapai minimal 100%.

Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah

daerah yang semakin baik.

Tabel 6.8
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman
Tahun anggaran 2000-2004

Tahun Realisasi Target Rasio


Anggaran PAD PAD Efektivitas
2000 17.889.710.954 15.829.886.951 113,01%
2001 29.571.153.214 26.616.137.717 111,10%
2002 39.908.192.767 34.846.979.982 111,65%
2003 52.972.697.478 43.494.246.800 121,79%
2004 70.449.050.998 53.919.261.011 130,74%
Sumber|: BKD Kabupaten Sleman 2004

Dari tabel 6.8 di atas diketahui bahwa rasio efektivitas Kabupaten

Sleman dalam melakukan pemungutan sumber pendapatan daerah

mencapai 111,10% sampai 130,74%. Hal ini menggambarkan bahwa

Pemerintah Kabupaten Sleman sudah efektif dalam melakukan


84

pemungutan sumber pendapatan daerah hal ini disebabkan karena realisasi

PAD lebih besar dibandingkan target yang telah ditetapkan oleh

pemerintah Kabupaten Sleman.

Untuk mengetahui perkembangan rasio efektivitas pemungutan

Pendapatan Asli Daerah selama lima tahun anggaran digunakan metode

analisis trend dengan metode kuadrat terkecil dengan rumus Y’= a+bX

Tabel 6.9
Trend Rasio Efektivitas Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Rasio X
anggaran Efektivitas
(Y) (tahun) XY X2
2000 113,01% -2 -226,02 4
2001 111,10% -1 -111,1 1
2002 111,65% 0 0 0
2003 121,79% 1 121,79 1
2004 130,74% 2 261,48 4
Total 588,29% 0 41,15 10

Nilai a dan b di cari dengan rumus :

∑Y 588,29
a = --------- = --------- = 117,65
∑n 5

∑XY 41,15
b = -------- = --------- = 4,16
2
∑X 10

Diketahui bahwa: Y’=117.65+4.16X


85

Grafik 6.9.b Trend Perkembangan Efektivitas Kabupaten


Sleman Tahun Anggaran 2000-2004
135
130
125
120
115
110
105
100
95
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun

Y Y'

Persamaan trend untuk tingkat Efektivitas di Kabupaten Sleman adalah

sebagai berikut :

Y’=117.65+4.16X

Dari persamaan trend di atas, maka prediksi/proyeksi efektivitas untuk

tahun-tahun yang akan datang dapat dilihat pada tabel berikut :


86

Table 6.10

Proyeksi Rasio Efektivitas Kabupaten Sleman

Tahun Anggaran 2000-2004

No Tahun Anggaran Proyeksi Efektivitas


(%)
1 2005 130.11%
2 2006 134.29%
3 2007 138.45%
4 2008 142.61%
5 2009 146.77%
6 2010 150.93%

Dari perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa Tingkat Efektivitas

dikabupaten Sleman untuk tahun-tahun yang akan datang terus mengalami

peningkatan.

6.1.3. Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

Efisiensi Pendapatan Asli Daerah menggambarkan perbandingan antara

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan

realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dalm

melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio

yang dicapai kurang dari 1(satu) atau dibawah 100%. Semakin kecil rasio

efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Pemerintah

daerah perlu menghitung secara cermat berapa besar biaya yang

dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya.


87

Hal itu perlu dilakukan kareana meskupim daerah berhasil merealisasikan

penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun

keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang

dikeluarkan lebih besar.

Tabel 6.11
Biaya Pemungutan dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Sleman
Tahun anggaran 2000-2004

Tahun Biaya pungut Realisasi Rasio


Anggaran PAD PAD Efisiensi
2000 1.923.303.809 17.889.710.954 10,75%
2001 1.995.563.797 29.571.153.214 6,75%
2002 2.472.426.860 39.908.192.767 6,19%
2003 2.762.848.649 52.972.697.478 5,21%
2004 3.247.309.357 70.449.050.998 4,60%

Tabel 6.11 menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang baik, karena

rasio efisiensinya bekisar antara 10,75% sampai dengan 4,60%. Terlihat

jelas bahwa rasio efisiensi Kabupaten Sleman setiap tahunnya semakin

jauh dari 100. Hal ini berarti realisasi Pendapatan Asli Daerah yang di

terima Kabupaten Sleman lebih besar dibandingkan dengan biaya yang

harus dikeluarkan untuk memungut Pendapatan Asli Daerah makin efisien.

Untuk mengetahui perkembangan rasio efisiensi Pendapatan Asli

Daerah selama lima tahun anggaran digunakan metode analisis trend

dengan metode kuadrat terkecil dengan rumus Y’= a+bX


88

Tabel 6.12
Trend Rasio Efisiensi Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Rasio Efisiensi X


anggaran
(Y) (tahun) XY X2
2000 10,75% -2 -21,5 4
2001 6,75% -1 -6,75 1
2002 6,19% 0 0 0
2003 5,21% 1 5,21 1
2004 4,60% 2 9,2 4
Total 33,5 % 0 -13,84 10

Nilai a dan b di cari dengan rumus:

∑Y 33,5
a = --------- = --------- = 6,7
∑n 5

∑XY -13,84
b = -------- = --------- = -1,384
2
∑X 10

Diketahui bahwa: Y’=6.7+-1,384X


89

grafik 6.12.b Trend Perkembangan Efisiensi Kabupaten


Sleman Tahun Anggaran 2000-2004

12
10
8
6
4
2
0
2000 2001 2002 2003 2004
tahun

y y'

Persamaan trend untuk tingkat Efektivitas di Kabupaten Sleman adalah

sebagai berikut :

Y’=6.7+-1,384X

Dari persamaan trend di atas, maka prediksi/proyeksi efektivitas untuk

tahun-tahun yang akan datang dapat dilihat pada tabel berikut :


90

Table 6.13

Proyeksi Rasio Efisiensi Kabupaten Sleman

Tahun Anggaran 2000-2004

No Tahun Anggaran Proyeksi Efisiensi


(%)
1 2005 2.548%
2 2006 1.164%
3 2007 -0.22%
4 2008 -1.604%
5 2009 -2.988%
6 2010 -4.392%

Dari perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa Tingkat Efisiensi

dikabupaten Sleman untuk tahun-tahun yang akan datang terus mengalami

peningkatan.

Kelemahan dari perhitungan menggunakan trend ini, adalah hasilnya

cenderung selalu naik dari tahun ke tahun sedangkan belum tentu perkembangan

penerimaan yang diperoleh dari tahun ke tahun selalu meningkat. Meski

demikian, analisis ini tetap ada kelemahannya yaitu, pada perubahan tiap

tahunnya yang selalu menunjukkan peningkatan. Hal itu sering pula tidak sesuai

dengan realisasi penerimaan pada tahun-tahun berikutnya karena, penerimaan di

dalam suatu daerah belum tentu selalu mengalami kenaikan. Sehingga kadang

perhitungan untuk perkiraan target penerimaan pada tahun-tahun berikutnya

mengalami ketidaksesuaian terhadap kenyataan yang ada.


91

6.2 Pembahasan

6.2.1. Pembahasan Perkembangan tingkat kemandirian Keuangan Daerah

Kabupaten Sleman tahun 2000-2004

Dari perhitungan diatas dan dari tabel 6.5 dapat diketahui bahwa

tingkat kemandirian Kabupaten Sleman selama lima tahun anggaran (tahun

anggaran 2000 sampai tahun anggaran 2004) bekisar antara 9,58% sampai

dengan 14,33%. Secara konsepsional tingkat kemandirian Kabupaten

Sleman sangat rendah, karena memiliki pola hubungan instruktif. Peranan

pemerintah pusat masih sangat dominan dari pada kemandirian pemerintah

daerah. Walaupun tingkat kemadirian rendah tetapi pertumbuhan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap tahunnya mengalami peningkatan.

ƒ Pada tahun anggaran 2000, tingkat kemandirian Kabupaten Sleman

sebesar 13,97%. Pendapatan Asli Daerah hanya mampu memberi

kontribusi sebesar 13,97% atau sebesar Rp. 17.889.710.954,- terhadap

total penerimaan daerah. Pada tahun anggaran 2000 kemandirian

keuangan daerah sangat rendah, karena daerah masih sangat tergantung

terhadap bantuan dari pemberian instansi yang lebih tinggi yaitu sebesar

Rp.104.264.022.031 (81,43%) terhadap total penerimaan daerah.

ƒ Pada tahun anggaran 2001 tingkat kemandirian Kabupaten Sleman

hanya mencapai 9,58% yang berarti mengalami penurunan sebesar

4,39% dari tahun sebelumnya (tahun anggaran 2000). Kontribusi


92

Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2001 hanya sebesar 9,58% atau

sebesar Rp. 29.571.153.214,- . Jika dibandingkan tahun sebelumnya

Pendapatan Asli Daerah justru mengalami peningkatan, peningkatan

tersebut sebesar 65,29% atau sebesar Rp.11.681.442.260,-. Jika dilihat

Pendapatan Asli Daerah tahun 2001, memang mengalami peningkatan

yang cukup besar yaitu sebanyak 65,29% dari tahun sebelumnya. Tetapi

peningkatan Pendapatan Asli Daerah tahun ini belum dapat

meningkatkan tingkat kemandirian pemerintah daerah dan memiliki

pola hubungan yang instruktif. Hal ini disebabkan karena peranan

pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian daerah.

Kontribusi dari dana perimbangan adalah sebesar 87,33% atau sebesar

Rp.256.666.498.264,- dari total penerimaan. Sehingga naiknya

Pendapatan Asli Daerah diikuti pula dengan naiknya penerimaan dari

instansi yang lebih tinggi, yang dituangkan dalam dana perimbangan.

ƒ Pada tahun 2002 tingkat kemandirian Kabupaten Sleman sebesar

10,41% yang berarti mengalami peningkatan sebesar 0,83% dari tahun

sebelumnya. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total

penerimaan adalah sebesar 10,41% atau sebesar Rp.39.908.192.767,-,

Tingkat kemandirian pada tahun anggaran 2002 masih sangat rendah,

karena daerah masih sangat tergantung terhadap bantuan dari pemberian


93

instansi yang lebih tinggi yaitu sebesar 85,84% atau sebesar

Rp.328.883.842.200,-

ƒ Pada tahun 2003 tingkat kemandirian Kabupaten Sleman adalah sebesar

11.69%, meningkat sebesar 1,28% dari tahun sebelumnya. Kontribusi

Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan adalah sebesar

11,69% atau sebesar Rp.52.972.697.478,-, Tingkat kemandirian

Kabupaten Sleman masih rendah, karena masih sangat tergantung

dengan bantuan dari instansi yang lebih tinggi yaitu sebesar 81,63%

atau sebesar Rp. 369.717.141.971,-.

ƒ Pada tahun 2004 tingkat kemandirian Kabupaten Sleman adalah sebesar

14,33%, meningkat sebesar 2,64% dari tahun sebelumnya. Kontribusi

Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan adalah sebesar

14,33% atau sebesar Rp.70.449.050.998,- Tingkat kemandirian

Kabupaten Sleman masih rendah, karena masih sangat tergantung

dengan bantuan dari instansi yang lebih tinggi yaitu sebesar 79,32%

atau sebesar Rp. 389.951.712.236,-.

Jika dilihat dari setiap tahun anggaran, tingkat kemandirian

Kabupaten Sleman berfluktuasi, dan bekisar antara 9.58% sampai dengan

14.33%. Tingkat kemandirian Kabupaten Sleman pada dasarnya sangat

rendah, karena memiliki pola hubungan yang instruktif . Peranan

pemerintah pusat masih sangat dominan. Dominannya peran pemerintah


94

pusat dapat dilihat dari besarnya penerimaan yang berasal dari pemerintah

atau instansi yang lebih tinggi, dana perimbangan serta lain-lain

penerimaan yang sah. Kontribusi terbesar bagian pendapatan selama lima

tahun anggaran (tahun anggaran 2000-2004) pada keuangan daerah

Kabupaten Sleman, berasal dari penerimaan pemerintah atau instansi yang

lebih tinggi. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya memberi

kontribusi yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sangat rendahnya

kemandirian Kabupaten Sleman dalam mencukupi kebutuhan pembiayaan

untuk melakukan tugas-tugas pemerintahaan, pembangunan dan pelayanan

sosial masyarakat. Bedasarkan hal itu perlu adanya usaha untuk

mengurangi ketergantungan atas sumber dana ekstern baik melalui

pengoptimalan sumber pendapatan yang telah ada, maupun dengan

meminta wewenang yang lebih luas untuk mengelola sumber pendapatan

lain yang sampai saat ini masih dikuasai oleh pusat ataupun propinsi.

Jika dilihat dari tabel perhitungan (tabel 6.6) dan grafik

perkembangan (grafik 6.6b), tingkat kemandirian Kabupaten Sleman setiap

tahunnya mengalami peningkatan. Akan tetapi peningkatan tersebut sangat

kecil yakni bekisar dari 11,43% sampai dengan 12.55%. Berarti

kemandirian keuangan daerah Kabupaten Sleman sangat rendah sekali

maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut masih sangat tergantung pada

pemerintah pusat yang berarti pula belum mampu untuk melaksankan


95

otonomi daerah. Dari perhitungan diatas (tabel 6.6) diketahui bahwa rata-

rata tingkat kemandirian Kabupaten Sleman untuk setiap tahun anggaran

adalah sebesar 11.99 % sedangkan setiap tahun anggaran mengalami

peningkatan 0.28% berarti masih sangat jauh dari apa yang diharapkan.

Walaupun tingkat kemandirian keuangan daerah Pemerintah Kabupaten

Sleman sangat rendah, tetapi pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

setiap tahunnya mengalami peningkatan.

6.2.2. Pembahasan Perkembangan Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten

Sleman tahun 2000-2004

Dari tabel 6.9 diatas dapat dilihat bahwa rasio efektivitas pemungutan

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sleman tahun anggaran 2000-2004

mengalami peningkatan Rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Sleman bekisar dari 111,10% sampai dengan 130,74%. Hal itu

menunjukkan bahwa selama lima tahun anggaran (2000-2004) pemungutan

Pendapatan Asli Daerah telah efektif, karena kontribusi yang diberikan

terhadap target yang ditetapkan lebih dari 100%. Pada tahun 2000 rasio

efektivitas pendapatan daerah Kabupaten Sleman sebesar 113,01%, berarti

bahwa menunjukkan kinerja yang baik karena rasio efektivitas lebih dari

100%. Efektivitas pemungutan Pendapatan Asli Daerah ini berasal dari

komponen-komponen Pendapatan Asli Daerah yang di terealisasikan sesuai


96

atau bahkan melebihi target yang telah ditentukan. Pada tahun 2001 rasio

efektivitas pendapatan daerah Kabupaten Sleman adalah sebesar 111,10%

jika dibandingkan tahun sebelumnya efektivitas Kabupaten Sleman

mengalami penurunan sebesar 1,91%. Jika dilihat realisasi pendapatan Asli

Daerah Kebupaten Sleman pada tahun ini (2001) justru mengalami

peningkatan, dimana pada tahun lalu (2000) realisasi Pendapatan Asli

Daerah adalah sebesar Rp.17.889.883.435,- meningkat menjadi

Rp.29.571.153.214,-. Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah tahun

2001 dikarenakan adanya peningkatan target komponen Pendapatan Asli

daerah. Pada tahun ini (2001) ,sedangkan penurunan efektivitas pendapatan

daerah Kabupaten Sleman tahun 2001 dikarenakan adanya beberapa target

dari komponen-kompenen Pendapatan Asli Daerah yang tidak dapat

terealisasi sesuai target. Pada tahun 2002 rasio efektivitas Kabupaten

Sleman adalah sebesar 111,65% menunjukkan kinerja yang baik.

Dibandingkan tahun sebelumnya (2001) efektivitas Kabupaten Sleman

mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 0,55%. Peningkatan tersebut

dikarenakan adanya peningkatan target Pendapatan Asli Daerah dari

masing-masing komponen-komponennya. Pada tahun 2003 rasio

efektivitas Pendapatan Asli daerah adalah sebesar 121,79% menunjukkan

kinerja yang baik serta pemungutan Pendapatan Asli Daerah yang efektif.

Pada tahun 2003 rasio efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman


97

meningkat sebesar 10,14% dan pada tahun 2004 rasio efektivitas

Pendapatan Daerah semakin meningkat hingga sebesar 130,74% atau

meningkat sebesar 8.95%.

Jika dilihat tabel (tabel 6.7) dan grafik perkembangan (grafik 6.7b)

dapat dilihat perkembangan efektivitas dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Selain itu juga dari tabel 6.7 dapat diketahui bahwa

pemungutan Pendapatan Asli Daerah cenderung efektif karena kontribusi

yang diberikan terhadap target rata-rata setiap tahunnya adalah sebesar

117,65% dengan peningkatan sebesar 4,12% setiap tahun. Peningkatan ini

menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam merealisasikan

pendapatan asli daerah dari tahun ke tahun semakin baik dan efektif.

Perkembangan efektivitas yang semakin meningkat ini menunjukkan

bahwa adanya usaha-usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman

dalam merealisasikan pemungutan Pendapatan Asli Daerah. Usaha-usaha

yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman selama

lima tahun anggaran ini (2000-2004) antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki sistem administrasi pelayanan perpajakan daerah

2. Peningkatan kualitas data perpajakan melalui intensifikasi perpajakan

daerah

3. Memberi himbauan kepada wajib pajak untuk segera membayar

sebelum jatuh tempo


98

4. Memasyarakatkan atau mensosialisasikan Perda No.10 tahun 1994

tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat, sehingga kesadaran

masyarakat meningkat untuk membayar retribusi sampah.

5. Memberi penyuluhan dan menjemput bola untuk pembuatan akte

kelahiran, serta mengkoordinasi dan mengkonsolidasi dalam kegiatan

KKN(Kuliah Kerja Nyata).

6. Penggalian Potensi parkir yang selama ini belum dikelola.

7. Mensosialisasikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada masyarakat

dan menggiatkan pengawasan oleh petugas.

Berbagai usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah

bersungguh-sungguh untuk mengelola keuangan daerahnya dengan efektif

sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dalam rangka pelaksanaan

otonomi daerah.

Dari tahun 2000-2004 selalu lebih besar dari target penerimaan daerah

hingga seratus persen (100%) artinya Pemerintah Daerah bisa

meningkatkan target yang lebih besar pada tahun-tahun yang akan datang.
99

6.2.3 Pembahasan Perkembangan Efisiensi keuangan daerah Kabupaten

Sleman tahun 2000-2004

Dari tabel 6.12 diatas dapat dilihat bahwa rasio efisiensi pemungutan

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sleman tahun anggaran 2000-2004

mengalami peningkatan. Rasio efisiensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Sleman bekisar dari 10,75% sampai dengan 4,60%. Hal itu menunjukkan

kinerja pemerintah daerah dalam memungut Pendapatan Asli Daerah telah

efisien. Pada tahun 2000 rasio efisiensi sebesar 10,75%, pada tahun ini

biaya pemungutan yang dikeluarkan pemerintah daerah adalah sebesar

Rp.1.923.303.809,- sedangkan realisasi yang diterima adalah sebesar

Rp.17.889.883.435,- . Biaya pemungutan terbesar yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah. Pada tahun 2001 rasio efisiensi sebesar 6,75%, biaya

pemungutan yang dikeluarkan pemerintah daerah adalah sebesar

Rp.1.995.563.797,- sedangkan realisasi yang diterima sebesar

Rp.29.571.153.214,- menunjukkan pengeluaran yang efisien. Pada tahun

2002 rasio efisiensi sebesar 6,19%, biaya pungut yang dikeluarkan adalah

sebesar Rp.2.472.426.860,- sedangkan realisasi yang diterima adalah

sebesar Rp.38.908.192.768,- menunjukkan pengeluaran yang efisien.. Pada

tahun 2003 dan tahun 2004 rasio efisiensi masing-masing sebesar 5,21%

dan 4,60% menunjukkan pengeluaran yang efisien


100

Dari tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun 2004, biaya

pemungutan yang paling besar adalah biaya yang dikeluarkan untuk

pungutan PBB. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bukan merupakan pajak

langsung yang diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak bagi hasil dari pemerintah

propinsi. Tetapi karena pemerintah daerah juga mendapat hasil dari

penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, maka pemerintah daerah juga turut

mengeluarkan biaya pemungutannya.

Selama lima tahun anggaran (tahun 2000-2004) biaya pemungutan

Pendapatan Asli daerah yang harus dikeluarkan memang mengalami

peningkatan setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut tidak

mempengaruhi tingkat efisiensi karena realisasi Pendapatan Asli Daerah

juga meningkat setiap tahunnya. Jika dilihat dari tabel 6.10 dan grafik

perkembangan (grafik 6.10b) terlihat bahwa perkembangan rasio efisiensi

pendapatan daerah Kabupaten Sleman setiap tahunnya semakin efisien.

Rasio efsiensi Pendapatan daerah semakin kurang dari 100% atau rata-rata

setiap tahunnya sebesar 6,7% dengan penurunan persentase pemungutan

Pendapatan Asli Daerah sebesar -1,384 untuk setiap tahunnya. Hal ini

menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang baik dan efisien dalam

melakukan pemungutan Pendapatan Asli Daerahnya, dan berarti bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah mencapai sasaran pelaksanaan


101

otonomi daerah dimana sasaran otonomi daerah adalah mengupayakan

keuangan daerah yang efektif dan efisien. Selain itu juga Pemerintah

Daerah Kabupaten Sleman berarti telah berhasil menyusun keuangan

daerahnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

dengan pendekatan kinerja sesuai dengan pasal 20 Peraturan Pemerintah

Nomor 105. meski telah efisien namun perlu diperhatikan bahwa secara

nominal biaya meningkat rata-rata 1 Milyar pertahun.

6.2.4. Prediksi Perkembangan Kemandirian, Rasio Efektivitas dan Efisiensi

tahun 2005-2010 di Kabupaten Sleman

Dari perhitungan tabel 6.7, tabel 6.10 dan tabel 6.13, menunjukkan

bahwa Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi di

Kabupaten Sleman untuk tahun-tahun yang akan datang terus mengalami

peningkatan, sehingga Tingkat kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat

Efisiensi mendapatkan perhatian yang cukup serius untuk mengoptimalkan

penerimaan serta pelaksanaan Otonomi daerahnya. Metode analisis Trend

Least Square ini dapat dijadikan metode alternatif yang dapat dipakai oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman untuk menentukan Tingkat

kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi. Sehingga dengan

menggunakan metode analisis trend ini, dengan cukup menghitung Tingkat

kemandirian, Rasio Efektivitas dan tingkat Efisiensi dari target penerimaan


102

Daerah berdasar dari penerimaan tahun-tahun sebelumnya serta dapat

meminimalisasi biaya penelitian.

Kelemahan dari perhitungan menggunakan trend ini, adalah hasilnya

cenderung selalu naik dari tahun ke tahun sedangkan belum tentu

perkembangan penerimaan yang diperoleh dari tahun ke tahun selalu

meningkat. Meski demikian, analisis ini tetap ada kelemahannya yaitu, pada

perubahan tiap tahunnya yang selalu menunjukkan peningkatan. Hal itu

sering pula tidak sesuai dengan realisasi penerimaan pada tahun-tahun

berikutnya karena, penerimaan di dalam suatu daerah belum tentu selalu

mengalami kenaikan. Sehingga kadang perhitungan untuk perkiraan target

penerimaan pada tahun-tahun berikutnya mengalami ketidaksesuaian

terhadap kenyataan yang ada.


103

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang sudah diuraikan diatas, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kemandirian daerah Kabupaten Sleman yang diukur melalui

Pendapatan Asli Daerah hanya mencapai rata-rata 11,99% untuk setiap

tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun anggaran sebesar 0,28%.

Rata-rata Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah masih

di bawah 25% yaitu hanya sebesar 11,99% per tahun sehingga pola

hubungan tingkat kemandirian daerah adalah instruktif yang berarti

kemandirian Kabupaten Sleman sangat rendah dan belum mampu untuk

melaksanakan otonomi keuangan daerah. Tetapi jika dilihat perkembangan

kemandirian Kabupaten Sleman untuk setiap tahun anggarannya

mengalami peningkatan, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Sleman setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini

menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah telah berusaha mandiri dalam

mengelola keuangan daerahnya dan berusaha untuk dapat berotonomi

sesuai dengan sasaran yang hendak dituju dalam otonomi daerah.


104

2. Rasio efektivitas pendapatan daerah Kabupaten Sleman selama lima tahun

anggaran (tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun 2004) rata-rata

sebesar 117,65% dengan peningkatan setiap tahunnya sebesar 4,16% setiap

tahunnya. Dengan demikian pemungutan Pendapatan Asli Daerah

cenderung efektif, karena kontribusi yang diberikan terhadap target yang

ingin dicapai lebih dari 100%. Hal ini menunjukkan kinerja pemerintah

daerah yang baik, karena setiap tahunnya target Pendapatan Asli Daerah

yang ingin dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah

ditargetkan bahkan untuk setiap tahunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah

yang diterima lebih dari target yang ditetapkan.

3. Rasio Efisiensi pemungutan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman

selama lima tahun anggaran yaitu dari tahun anggaran 2000 sampai dengan

tahun anggaran 2004 rata-rata sebesar 6,7% dan setiap tahun anggaran

mengalami penurunan sebesar 1,384%. Hal ini menunjukkan bahwa

pemungutan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman dari tahun ke

tahun semakin efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut

Pendapatan Asli Daerah semakin proposional dengan realisasi Pendapatan

Asli Daerah yang didapatkan. Dengan demikian kinerja Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman dalam mengelola keuangan darahnya semakin baik.

Walaupun setiap tahunnya biaya pemungutan mengalami peningkatan,

tetapi peningkatan tersebut tidak mempengaruhi tingkat efisiensi karena


105

realisasi Pendapatan Asli Daerah yang diterima setiap tahunnya juga

mengalami peningkatan.

7.2. Saran

1. Sebaiknya untuk meningkatkan tingkat kemandirian, Pemerintah Daerah

Kabupaten Sleman diharapkan dapat mengoptimalkan Pendapatan Asli

Daerah melalui sektor pajak dan retribusi yang berpotensi dan belum

dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemerintah daerah serta lebih meningkatkan

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari bagian laba

badan usaha daerah seperti PDAM.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman sebaiknya menunjukkan biaya

pemungutan Pendapatan Asli Daerah secara spesifik, yaitu dengan cara

memberi penjelasan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

memungut Pendapatan Asli Daerah sehingga tidak menyulitkan bagi orang

yang ingin melakukan penelitian mengenai efisiensi keuangan daerah

sekaligus melakukan evaluasi terhadap ukuran efisiensi

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman sebaiknya meningkatkan target

Pendapatan Anggaran Daerah (PAD)

4. Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai kinerja

keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, dapat melanjutkan

penelitian dengan menggunakan pengukuran mengenai rasio keuangan


106

daerah yang lain seperti rasio keserasian, rasio penyerapan dana tri wulan,

debt service coverage ratio, rasio pertumbuhan, dan analisis kontribusi.

7.3. Keterbatasan Penelitian

Tidak adanya ukuran yang pasti mengenai batasan efektivitas dan

efisiensi sehingga penulis hanya dapat menarik kesimpulan bedasarkan

pendapat para ahli mengenai efektivitas dan efisiensi. Dimana bila realisasi

Pendapatan sesuai atau melebihi target yang ditetapkan maka dapat dikatakan

efektif, serta apabila realisasi pendapatan melebihi biaya yang dikeluarkan

untuk memungut pendapatan maka dikatakan efisien.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Agustino, Erlangga.2005. “Kinerja Keuangan Daerah dan Strategi Pembangunan


Kota di Era Otonomi Daerah”. Surabaya : http://www.ideasrespec.org

Dajan, Anto.1983. Pengantar Metode Statistik. 1983. Jakarta : LP3ES

Halim, Abdul.2002. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah.Jakarta:UPP


AMP YKPN

http://www.feuhamka.com.

http://www.semarang.go.id/selayang/proper3a.php

Mamesah, D.J.1995.Sistem Administrasi Keuangan Daerah.Jakarta.Gramedia


Pustaka Utama

Nadeak, Ruslina.2003.”Analisis Rasio Keuangan Pada APBD untuk Menilai Kinerja


Pemerintah Daerah”. Skripsi. Jurusan Akuntansi,FE,Universitas Sanata Dharma

Nurlaili, Fitriyah 2004, dengan judul “Peran Retribusi Pasar Dalam Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jombang”.Jombang

Sadjiarto,Arja.2000.”Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan”.Jurnal


Akuntansi dan KeuanganVol.2, No.2, Nopember 2000: 138-150

Syafrudin, Ateng.1985.Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat


II.Bandung:Muja-Muju

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Pusat dan Daerah.

Wajong, J.1962. Administrasi Keuangan Daerah. Jakarta : Larela Pustaka Utama

Widarta.2001. Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Jakarta : Larela Pustaka


Utama
Lampiran 1

REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAER AH


KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2000

NO URAIAN JUMLAH NO URAIAN JUMLAH


(Rp)
1 2 3 4 5 6

I. PENDAPATAN: II. BELANJA


I.1 BAGIAN SISA LEBIH 5.884.710.954,- A. Belanja Rutin 88.779.125.953,-
PERHIT ANGGARAN
TAHUN LALU 1. Belanja pegawai 68.193.750.982,-
2. Belanja barang 12.340.068.108,63,-
1.2 Bagian Pendapatan Asli 17.889.883.435,- 3. Belanja pemeliharaan 963.742.411,-
Daerah sendiri 4. Belanja perjalanan dinas 137.428.700,-
1.2.1 Pajak Daerah 9.602.014.787,- 5. Belanja lain-lain 4.497.925.892,36,-
1.2.2 Retribusi Daerah 5.676.781.484,- 6. Angsuran pinjaman / Hutang dan bunga 187.517.719,-
1.2.3 Bagian Laba Badan Usaha 1.242.452.958,- 7. Ganjaran,subsidi/sumbangan kepala daerah
Daerah bawahan 1.125.383.390,-
1.2.4 Lain-lain Pendapatan 1.368.634.205,- 8. Pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain 1.197.550.000,-
9. Pengeluaran tidak tersangka 35.758.750,-
1.3 Bagian Pendapatan yang
berasal dari Instansi yang B. Belanja Pembangunan 29.753.844.978,-
lebih tinggi 104.264.022.031,28,-
1.3.1 Pos Bagi Hasil Pajak dan 11.306.375.112,28,- 1. Sector industri 205.179.112.,-
Bukan Pajak 2. Sector pertanian dan kehutanan 1.938.377.750,-
1.3.2 Dana Alokasi Umum 3. Sector pengairan 609.207.380,-
1.3.3 Dana Alokasi Khusus 4. Sector tenaga kerja 169.717.750,-
1.3.4 Dana Perimbangan dari 5. Sector perdagangan, pengembangan usaha
Propinsi daerah, keuangan daerah&koperasi 2.760.296.506,-
1.3.5 Pos Subsidi daerah otonom 70.375.139.874,- 6. Sector transportasi, meteorology, dan 5.008.618.784,-
1.3.6 Pos Bantuan Pembangunan 22.582.507.055,- geofisika
1.3.7 Pos penerimaan lainnya 7. Sector pertambangan dan energi 178.123.500,-
8. Sector pariwisata dan telekomda 445.463.175,-
1.4 Bagian Pinjaman 9. Sector pembangunan daerah dan pemukiman 1.158.679.716,-
Pemerintah Daerah 10. Sector lingkungan hidup dan tata ruang 1.169.979.050,-
1.4.1 Pinjaman dari pemerintah 11. Sector pendk.kebud.nasional, keperc.Thd
pusat Tuhan YME, Pemuda dan olah raga 2.065.705.615,-
1.4.2 Pinjaman dari lembaga 12. Sector kependudukan dan keluarga sejahtera 250.534.700,-
keuangan dalam negeri 13. Sector kesehatan, kesejahteraan social,
peranan wanita, anak dan remaja 3.765.327.670,-
1.5 Bagian Lain-lain 14. Sektor Perumahan dan Pemukiman 5.503.864.254,-
Penerimaan yang sah 15. Sector agama 162.963.700,-
1.5.1 Pos penerimaan dari 16. Sector ilmu pengetahuan dan teknologi 202.325.600,-
propinsi 17. Sector hukum 125.306.575,-
1.5.2 Pos penerimaan dari 18. Sector aparatur pemerintah&pengawasan 3.507.696.836,-
Kab./Kota lainnya 19. Sektor politik, penerangan, komunikasi dan
1.5.3 Pos penerimaan lainnya media massa 331.017.405,-
20. Sector kemanan dan ketertiban umum 167.082.900,-
21. Subsidi pembangunan kepada daerah 28.377.000,-
bawahan

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAER AH
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2001

NO URAIAN JUMLAH NO URAIAN JUMLAH


(Rp)
1 2 3 4 5 6

I. PENDAPATAN: II. BELANJA


A. Belanja Rutin 255.059.197.382,72,-
I.1 BAGIAN SISA LEBIH
PERHIT ANGGARAN 1. Belanja pegawai 215.923.610.779,-
TAHUN LALU 9.506.907.132,32,- 2. Belanja barang 20.519.510.622,67,-
3. Belanja pemeliharaan 1.751.242.422,-
1.2 Bagian Pendapatan Asli 29.571.153.214,43,- 4. Belanja perjalanan dinas 255.793.400,-
Daerah sendiri 5. Belanja lain-lain 12.425.314.074,93,-
1.2.1 Pajak Daerah 16.069.014.396,26,- 6. Angsuran pinjaman / Hutang dan bunga 363.413.688,12,-
1.2.2 Retribusi Daerah 8.268.612.581,75,- 7. Bantuan Keuangan 2.128.077.771,-
1.2.3 Bagian Laba Badan Usaha 8. Pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain 1.542.579.625,-
Daerah 1.743.565.085,30,- 9. Pengeluaran tidak tersangka 149.665.000,-
1.2.4 Lain-lain Pendapatan 1.368.634.205,-
B. Belanja Pembangunan 38.170.723.152,50,-
1.3 Bagian Dana
Perimbangan 256.666.498.264,99,- 1. Sector industri 768.391.069,-
1.3.1 Pos Bagi Hasil Pajak dan 2. Sector pertanian dan kehutanan 3.946.415.550,-
Bukan Pajak 21.094.967.264,99 3. Sector pengairan 2.420.140.116,50,-
1.3.2 Dana Alokasi Umum 205.430.376.000,- 4. Sector tenaga kerja 327.817.250,-
1.3.3 Dana Alokasi Khusus 5. Sector perdagangan, pengembangan usaha
1.3.4 Pos Dana Darurat daerah, keuangan daerah&koperasi 3.353.184.600,-
1.3.5 Pos Lain-lain Bag. Dana 6. Sector transportasi, meteorology, dan
Perimbangan 30.141.155.000,- geofisika 5.045.684.886,-
7. Sector pertambangan dan energi 170.423.950,-
8. Sector pariwisata dan telekomda 225.351.875,-
1.4 Bagian Pinjaman 9. Sector pembangunan daerah dan pemukiman 2.624.531.045,-
Pemerintah Daerah 10. Sector lingkungan hidup dan tata ruang 1.465.920.135,-
1.4.1 Pinjaman Dalam Negeri 11. Sector pendk.kebud.nasional, keperc.Thd
Tuhan YME, Pemuda dan olah raga 2.635.009.700,-
1.4.2 Pinjaman Luar Negeri 12. Sector kependudukan dan keluarga sejahtera 553.769.625,-
13. Sector kesehatan, kesejahteraan social,
1.5 Bagian Lain-lain 12.787.026.018,35,- peranan wanita, anak dan remaja 4.627.275.556,-
Penerimaan yang sah 14. Sektor Perumahan dan Pemukiman 1.711.020.196,-
1.5.1 Pos penerimaan dari 12.659.827.892,35,- 15. Sector agama 241.119.450,-
propinsi 16. Sector ilmu pengetahuan dan teknologi 500.675.400,-
1.5.2 Pos penerimaan dari 17. Sector hukum 305.532.625,-
Kab./Kota lainnya 18. Sector aparatur pemerintah&pengawasan 5.197.582.324,-
1.5.3 Pos penerimaan lainnya 127.198.126,- 19. Sektor politik, penerangan, komunikasi dan
media massa 386.342.200,-
20. Sector kemanan dan ketertiban umum 162.192.950,-
21. Subsidi pembangunan kepada daerah 502.342.650,-
bawahan

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAER AH
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002

NO URAIAN JUMLAH NO URAIAN JUMLAH


(Rp)
1 2 3 4 5 6

I. PENDAPATAN: II. BELANJA


A. Administrasi Umum 81.779.980.739,65,-
I.1 BAGIAN SISA LEBIH
PERHIT ANGGARAN 1. Belanja pegawai 73.298.579.435,35,-
TAHUN LALU 15.301.664.101,87,- 2. Belanja barang 5.736.152.435,30,-
3. Belanja pemeliharaan 2.371.650.265,-
1.2 Bagian Pendapatan Asli 38.908.192.767,97,- 4. Belanja perjalanan dinas 373.598.600,-
Daerah sendiri
1.2.1 Pajak Daerah 22.094.977,96,- B. Operasi dan pemeliharaan sarana dan
1.2.2 Retribusi Daerah 10.225.900.071,44,- prasarana umum milik daerah 215.367.510.590,39,-
1.2.3 Bagian Laba Badan Usaha 1. Belanja pegawai 198.166.819.831,60,-
Daerah 1.971.054.416,32,- 2. Belanja barang 12.211.957.356,76,-
1.2.4 Lain-lain Pendapatan 4.616.260.510,25,- 3. Belanja pemeliharaan 4.680.333.402,-
4. Belanja perjalanan dinas 308.400.000,-
1.3 Bagian Dana 299.961.255.089,58,-
Perimbangan C. Investasi 24.917.258.739,49,-
1.3.1 Pos Bagi Hasil Pajak dan 1. Aparatur 12.844.882.564,42,-
Bukan Pajak 27.965.557.067,26,- 2. Publik 12.072.376.175,-
1.3.2 Dana Alokasi Umum 255.350.000.000,-
1.3.3 Dana Alokasi Khusus D. Transfer 14.720.307.243,-
1.3.4 Pos Dana Darurat
1.3.5 Pos Lain-lain Bag. Dana E. Tak Tersangka 1.309.000.000,-
Perimbangan
1.3.6 Dana perimbangan dari 16.645.698.022,32,-
propinsi
1.4 Bagian Pinjaman
Pemerintah Daerah
1.4.1 Pinjaman Dalam Negeri

1.4.2 Pinjaman Luar Negeri

1.5 Bagian Lain-lain


Penerimaan yang sah 28.922.587.156,-
1.5.1 Dana penyeimbang 23.716.650,-
1.5.2 Dana luncuran 479.025.700,-
1.5.3 Penerimaan penggantian
pembayaran gaji SLB 4.093.191.974,-
1.5.4 Bantuan gaji CPNS 213.982.606,-
1.5.5 Bantuan luar negeri 419.736.876,-

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAER AH
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2003

NO URAIAN JUMLAH NO URAIAN JUMLAH


(Rp)
1 2 3 4 5 6

I. PENDAPATAN: II. BELANJA


2.1 Aparatur Daerah 146.454.915.201,-
I.1 Bagian Pendapatan Asli
Daerah sendiri 43.494.246.800,- 2.1.1 Belanja Administrasi Umum 71.983.342.196,-
1.1.1 Pajak Daerah 19.300.000.000,- 2.1.1.1 Belanja pegawai 62.690.792.307,-
1.1.2 Retribusi Daerah 13.136.561.000,- 2.1.1.2 Belanja barang dan jasa 6.130.757.389,-
1.1.3 Bagian Laba Badan Usaha 2.1.1.3 Belanja pemeliharaan 1.705.441.300,-
Daerah 2.502.558.000,- 2.1.1.4 Belanja perjalanan dinas 1.456.351.200,-
1.1.4 Lain-lain Pendapatan 8.555.127.800,-
2.1.2 Belanja Operasi dan pemeliharaan 33.730.665.738,-
I.2 Dana Perimbangan 360.322.608.000,- 2.1.2.1 Belanja pegawai 13.058.841.448,-
Pos bagi hasil bukan pajak 24.876.641.000,- 2.1.2.2 Belanja barang 17.221.042.890,-
Dana alokasi umum 304.780.000.000,- 2.1.2.3 Belanja pemeliharaan 2.913.372.000,-
Dana alokasi khusus 10.600.000.000,- 2.1.2.4 Belanja perjalanan dinas 537.409.400,-
Dana perimbangan dari
propinsi 20.065.967.000,- 2.1.3 Belanja Modal 40.740.907.267,-

I.3 Lain-lain pendapatan 20.355.000.000,- 2.2 Pelayanan Publik 329.501.581.401,96,-


yang sah
2.2.1 Belanja administrasi umum 231.027.751.881,-
2.1.1.1 Belanja pegawai 217.000.071.217,-
2.1.1.2 Belanja barang dan jasa 12.773.618.214,-
2.1.1.3 Belanja pemeliharaan 1.235.572.450,-
2.1.1.4 Belanja perjalanan dinas 18.490.000,-
2.1.2 Belanja Operasi dan pemeliharaan 29.919.423.756,-
2.1.2.1 Belanja pegawai 4.806.200.806,-
2.1.2.2 Belanja barang 20.102.318.960,-
2.1.2.3 Belanja pemeliharaan 4.495.793.990,-
2.1.2.4 Belanja perjalanan dinas 515.110.000,-

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAER AH
KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2004

NO URAIAN JUMLAH NO URAIAN JUMLAH


(Rp)
1 2 3 4 5 6

I. PENDAPATAN: II. BELANJA


2.1 Aparatur Daerah 143.594.709.400,51,-
I.1 Bagian Pendapatan Asli
Daerah sendiri 53.919.261.011,- 2.1.1 Belanja Administrasi Umum 86.241.185.720,51,-
1.1.1 Pajak Daerah 28.327.600.000,- 2.1.1.1 Belanja pegawai 75.073.203.947,52,-
1.1.2 Retribusi Daerah 19.300.864.000,- 2.1.1.2 Belanja barang dan jasa 8.032.957.272,99,-
1.1.3 Bagian Laba Badan Usaha 2.1.1.3 Belanja pemeliharaan 1.747.686.500,-
Daerah 3.313.387.011,- 2.1.1.4 Belanja perjalanan dinas 1.387.338.000,-
1.1.4 Lain-lain Pendapatan 2.977.410.000,-
2.1.2 Belanja Operasi dan pemeliharaan 31.993.401.130,-
I.2 Dana Perimbangan 373.811.600.000,- 2.1.2.1 Belanja pegawai 13.598.365.500,-
Pos bagi hasil bukan pajak 32.350.000.000,- 2.1.2.2 Belanja barang 16.276.464.630,-
Dana alokasi umum 307.330.000.000,- 2.1.2.3 Belanja pemeliharaan 1.352.642.300,-
Dana alokasi khusus 9.480.000.000,- 2.1.2.4 Belanja perjalanan dinas 765.928.700,-
Dana perimbangan dari
propinsi 24.651.600.000,- 2.1.3 Belanja Modal 25.360.122.550,-

I.3 Lain-lain pendapatan 21.240.000.000,- 2.2 Pelayanan Publik 378.147.477.016,28,-


yang sah
2.2.1 Belanja administrasi umum 274.305.392.486,-
2.1.1.1 Belanja pegawai 242.750.129.921,60,-
2.1.1.2 Belanja barang dan jasa 16.814.259.680,-
2.1.1.3 Belanja pemeliharaan 1.199.093.825,-
2.1.1.4 Belanja perjalanan dinas 10.820.000,-
2.1.2 Belanja Operasi dan pemeliharaan 29.377.080.485,-
2.1.2.1 Belanja pegawai 6.327.045.075,-
2.1.2.2 Belanja barang 19.576.190.340,-
2.1.2.3 Belanja pemeliharaan 2.552.895.070,-
2.1.2.4 Belanja perjalanan dinas 920.950.000,-

Sumber : Badan Pengelola Kekayaan dan Keuangan Daerah Kabupaten Sleman tahun 2004
Lampiran 2

Tabel
Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
Tahun anggaran 2000
Di Kabupaten Sleman
(Rp)

Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi

Pajak Daerah 7.746.023.908,- 9.602.014.787,-


Pajak Reklame 308.725.000,- 315.077.374,-
Pajak Penerangan Jalan 2.700.000.000,- 3.290.297.779,-
Pajak Pengambilan dan Pengolahan 62.000.000,- 62.984.658,-
BGGC
Pajak Pemanfaatan ABT dan AP 675.298.908,- 689.067.638,-
Pajak Hotel dan Restoran 3.800.000.000,- 4.910.425.068,-
Pajak Hiburan 200.000.000,- 334.162.268,-

Retribusi Daerah 5.631.105.300,- 5.676.781.484,-


Retribusi Kendaraan Bermotor 74.013.500,- 89.075.550,-
Retribusi Pasar 888.104.700,- 795.206.600,-
Retribusi Pelayanan Kesehatan 2.903.700.000,- 3.945.419.614,-
Retribusi Pelayanan Persampahan 150.200.000,- 133.446.100,-
Retribusi Parkir ddi tepi jalan umum 90.000.000,- 92.645.050,-
Retribusi Peng. Kekayaan daerah 40.113.900,- 40.543.000,-
Retribusi Terminal 76.525.000,- 73.520.600,-
Retribusi Rumah Potong Hewan 11.718.000,- 11.719.500,-
Retribusi tempat rekreasi dan olah 459.500.000,- 436.535.394,-
raga
Retribusi Penjualan Produksi usaha 197.200.200,- 188.858.500,-
daerah
Retribusi Ijin Peruntukan peng. 50.000.000,- 51.703.850,-
tanah
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 315.000.000,- 394.452.976,-
Retribusi Ijin gangguan 150.000.000,- 194.570.000,-
Retribusi Trayek 2.280.000,- 1.935.000,-
Retribusi Biaya cetak Akte dan KTP 222.750.000,- 227.149.750,-

Bag. Laba BUD 1.262.000.000,- 1.242.452.958,-


Bank Pembangunan Daerah 699.000.000,- 678.583.338,-
Bank Pasar 563.000.000,- 563.869.620,-
Lain-lain PAD 1.190.757.743,- 1.368.634.205,-
Penerimaan jasa giro 268.500.000,- 341.860.876,-
Sumbangan pihak ketiga 0,00 19.990.000,-
Hasil Penjualan barang milik daerah 41.674.743,- 18.583.100,-
Setoran Kelebihan pembayaran hasil 0,00 27.954.024,-
pemeriksaan
Penerimaan pengutan modal 232.500.000,- 225.700.00,-
Lain-lain pendapatan 648.083.000,- 734.546.205,-

Sumber data: Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Tahun 2004

Tabel
Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
Tahun anggaran 2001
Di Kabupaten Sleman
(Rp)

Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi

Pajak Daerah 14.739.228.092,- 16.069.014.396,-


Pajak Reklame 536.866.478,- 577.864.878,-
Pajak Penerangan Jalan 4.927.859.613,- 5.281.316.800,-
Pajak Pengambilan dan Pengolahan 180.000.000,- 206.007.630,-
BGGC
Pajak Pemanfaatan ABT dan AP 1.075.000.000,- 1.169.079.653,-
Pajak Hotel dan Restoran 7.500.000.000,- 8.276.825.807,-
Pajak Hiburan 519.502.000,- 557.919.626,-

Retribusi Daerah 7.910.446.500,- 8.268.612.581,-


Retribusi Kendaraan Bermotor 157.786.000,- 173.679.900,-
Retribusi Pasar 1.080.000.000,- 1.115.417.900,-
Retribusi Pelayanan Kesehatan 4.137.000.000,- 4.253.981.732,-
Retribusi Pelayanan Persampahan 172.850.000,- 186.498.200,-
Retribusi Parkir ddi tepi jalan umum 210.781.000,- 204.196.330,-
Retribusi Peng. Kekayaan daerah 32.857.000,- 42.110.300,-
Retribusi Terminal 104.544.000,- 105.101.400,-
Retribusi Rumah Potong Hewan 18.000.000,- 17.113.250,-
Retribusi tempat rekreasi dan olah 653.338.000,- 592.373.273,-
raga
Retribusi Penjualan Produksi usaha 223.290.5000,- 227.095.000,-
daerah
Retribusi Ijin Peruntukkan peng. 75.000.000,- 90.900.872,-
tanah
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 600.000.000,- 752.999.210,-
Retribusi Ijin gangguan 180.000.000,- 247.168.000,-
Retribusi Trayek 2.500.000,- 2.835.000,-
Retribusi Biaya cetak Akte dan KTP 262.500.000,- 257.142.250,-

Bag. Laba BUD 1.262.000.000,- 1.979.360.635,-


Bank Pembangunan Daerah 699.000.000,- 1.018.116.635,-
Bank Pasar 563.000.000,- 725.448.450,-

Lain-lain PAD 2.704.463.125,- 3.489.961.151,-


Penerimaan jasa giro 64.500.000,- 483.941.001,-
Sumbangan pihak ketiga 2.500.000,- 12.500.000,-
Hasil penjualan barang milik daerah 20.250.000,- 154.600.963,-
Penerimaan pengutan modal 0,00 109.571.334,-
Penerimaan bunga deposito 729.000.000,- 696.120.000,-
Lain-lain pendapatan 1.888.213.125,- 2.033.227.825,-

Sumber data: Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Tahun 2004

Tabel
Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
Tahun anggaran 2002
Di Kabupaten Sleman
(Rp)

Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi

Pajak Daerah 18.399.254.338,- 22.094.977.769,-


Pajak Reklame 622.554.338,- 832.927.225,-
Pajak Penerangan Jalan 7.400.000.000,- 9.810.399.740,-
Pajak Pengambilan dan Pengolahan 180.000.000,- 82.320.840,-
BGGC
Pajak Pemanfaatan ABT dan AP 670.000.000,- 687.011.677,-
Pajak Hotel dan Restoran 9.000.000.000,- 10.023.329.793,-
Pajak Hiburan 526.700.000,- 658.988.493,-

Retribusi Daerah 10.180.264.300,- 10.225.900.071,-


Retribusi Kendaraan Bermotor 432.000.000,- 448.121.500,-
Retribusi Pasar 1.150.000.000,- 1.159.727.225,-
Retribusi Pelayanan Kesehatan 4.860.960.000,- 4.938.291.562,-
Retribusi Pelayanan Persampahan 231.900.000,- 199.080.050,-
Retribusi Parkir ddi tepi jalan umum 210.000.000,- 207.745.210,-
Retribusi Peng. Kekayaan daerah 79.125.000,- 94.679.700,-
Retribusi Terminal 164.466.000,- 162.675.250,-
Retribusi Rumah Potong Hewan 54.835.300,- 33.520.075,-
Retribusi tempat rekreasi dan olah 660.600.000,- 634.104.103,-
raga
Retribusi Penjualan Produksi usaha 233.315.500,- 202.767.900,-
daerah
Retribusi Ijin Peruntukkan peng. 700.000.000,- 648.062.838,-
tanah
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 650.000.000,- 771.955.958,-
Retribusi Ijin gangguan 320.000.000,- 324.367.000,-
Retribusi Trayek 6.000.000,- 6.350.000,-
Retribusi Biaya cetak Akte dan KTP 427.062.500,- 394.271.700,-

Bag. Laba BUD 1.979.360.635,- 1.971.054.416,-


Bank Pembangunan Daerah 1.158.116.635,- 1.149.942.653,-
PDAM 244.000,- 0,00
Bank Pasar 821.000.000,- 821.111.763,-

Lain-lain PAD 4.288.100.708,- 4.616.260.510,-


Penerimaan jasa giro 591.128.858,- 475.817.398,-
Sumbangan pihak ketiga 2.500.000,- 1.250.000,-
Hasil penjualan barang milik daerah 30.000.000,- 31.881.000,-
Penerimaan penguatan modal 1.092.750.000,- 1.087.703.000,-
Lain-lain pendapatan 2.571.721.850,- 3.019.609.121,-

Sumber data: Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Tahun 2004

Tabel
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Tahun anggaran 2003
Di Kabupaten Sleman
(Rp)

Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi

Pajak Daerah 19.300.000.000,- 24.907.210.489,-


Pajak Reklame 1.200.000.000,- 1.614.415.778,-
Pajak Penerangan Jalan 8.000.000.000,- 11.831.921.870,-
Pajak Pengambilan dan Pengolahan 200.000.000,- 251.510.378,-
BGGC
Pajak Pemanfaatan ABT dan AP 48.378.784,-
Pajak Hotel dan Restoran 9.250.000.000,- 10.483.933.380,-
Pajak Hiburan 550.000.000,- 587.364.697,-

Retribusi Daerah 7.833.226.000,- 9.385.021.368,-


Retribusi Kendaraan Bermotor 455.119.000,- 483.744.500,-
Retribusi Pasar 1.200.000.000,- 1.218.908.425,-
Retribusi Pelayanan Kesehatan 1.628.396.000,- 1.815.210.830,-
Retribusi Pelayanan Persampahan 375.000.000,- 390.995.700,-
Retribusi Parkir di tepi jalan umum 214.623.000,- 232.435.400,-
Retribusi Peng. Kekayaan daerah 96.620.000,- 53.208.200,-
Retribusi Terminal 200.000.000,- 201.796.750,-
Retribusi Rumah Potong Hewan 50.000.000,- 50.002.400,-
Retribusi tempat rekreasi dan olah 862.800.000,- 723.491.470,-
raga
Retribusi Penjualan Produksi usaha 84.103.000,- 166.124.350,-
daerah
Retribusi Ijin Peruntukkan peng. 1.500.000.000,- 1.662.203.535,-
tanah
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 758.515.000,- 1.414.761.808,-
Retribusi Ijin gangguan 400.000.000,- 403.355.000,-
Retribusi Trayek 8.050.000,- 8.330.000,-
Retribusi Biaya cetak Akte dan KTP 414.585.000,- 517.257.350,-
Retribusi Ijin Usaha jasa kontruksi 20.750.000,- 32.637.500,-
Laba BUKP 10.558.150,- 10.558.150,-

Bag. Laba BUD 0.00 2.300.059.065,-


Bank Pembangunan Daerah
Bag. Laba lembaga keuangan bank 2.492.000.000,- 2.268.059.065,-
Bag. Laba lembaga keu. non bank 10.558.000,- 32.000.000,-

Lain-lain PAD 5.163.958.350,- 11.514.498.711,-


Penerimaan jasa giro 400.000.000,- 401.896.502,-
Sumbangan pihak ketiga 1.250.000,- 21.250.000,-
Hasil penjualan barang milik daerah 86.000.000,- 52.797.000,-
Penerimaan penguatan modal 4.676.708.350,- 4.150.409.050,-
Penerimaan bunga deposito 3.000.000.000,- 6.409.093.459,-
Penerimaan ganti rugi 9.000.000,- 18.331.879,-
Kontribusi masy. dari penguatan 345.369.450,- 301.834.700,-
modal
Pengembalian pinjaman pupuk 500.000,-
Ijin usaha perdagangan 36.800.000,- 51.025.000,-
Lain-lain pendapatan 40.611.243,-

Sumber data: Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Tahun 2004
Tabel
Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah
Tahun anggaran 2004
Di Kabupaten Sleman
(Rp)

Pendapatan Asli Daerah Target Realisasi

Pajak Daerah 28.327.600.000,- 35.217.823.267,-


Pajak Reklame 2.817.000.000,- 3.511.364.429,19,-
Pajak Penerangan Jalan 14.300.000.000,- 17.290.353.560,-
Pajak Pengambilan dan Pengolahan 250.000.000,- 282.168.825,-
BGGC
Pajak Pemanfaatan ABT dan AP
Pajak Hotel dan Restoran 10.200.000.000,- 13.050.830.947.42,-
Pajak Hiburan 600.000.000,- 887.618.389,86,-

Retribusi Daerah 19.300.684.000,- 27.795.561.290,90,-


Retribusi Kendaraan Bermotor 700.000.000,- 828.277.250,-
Retribusi Pasar 2.256.000.000,- 2.095.561.610,-
Retribusi Pelayanan Kesehatan 8.497.000.000,- 14.507.452.295,44,-
Retribusi Pelayanan Persampahan 533.300.000,- 535.920.150,-
Retribusi Parkir ddi tepi jalan umum 149.911.000,- 177.141.500,-
Retribusi Peng. Kekayaan daerah 196.500.000.- 310.633.588,-
Retribusi Terminal 201.120.000,- 210.258.900,-
Retribusi Rumah Potong Hewan 50.000.000,- 50.005.000,-
Retribusi tempat rekreasi dan olah 817.250.000,- 743.048.849,75,-
raga
Retribusi Penjualan Produksi usaha 186.403.000,- 99.580.810,-
daerah
Retribusi Ijin Peruntukkan peng. 2.350.000.000,- 3.826.810.488,96,-
tanah
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan 2.003.750.000,- 2.999.295.548,75,-
Retribusi Ijin gangguan 500.000.000,- 501.595.000,-
Retribusi Trayek 8.050.000,- 8.300.000,-
Retribusi Biaya cetak Akte dan KTP 778.290.000,- 820.377.800,-
Retribusi Ijin Usaha jasa kontruksi 27.000.000,- 15.212.500,-
Laba BUKP

Bag. Laba BUD 3.293.387.011,- 3.848.890.120,96,-


Bank Pembangunan Daerah 2.556.374.000,- 3.110.245.309,96,-
Bag. Laba lembaga keuangan bank
Bag. Laba lembaga keu. non bank 774.050,- 2.405.850,-

Lain-lain PAD 2.997.410.000,- 3.636.776.317,84,-


Penerimaan jasa giro 350.000.000,- 379.967.902,33,-
Sumbangan pihak ketiga 10.000.000,-
Hasil penjualan barang milik daerah 36.000.000,- 46.224.000,-
Penerimaan penguatan modal
Penerimaan bunga deposito 2.000.000.000,- 2.261.304.507,01,-
Penerimaan ganti rugi
Kontribusi masy. dari penguatan 601.410.000,- 745.293.646,-
modal
Pengembalian pinjaman pupuk
Ijin usaha perdagang
Lain-lain pendapatan

Sumber data: Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Tahun 2004
Perhitungan
Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Tingkat X
anggaran kemandirian (tahun) XY X2 Y’
(Y)
2000 13,97% -2 -27,94 4 11,43
2001 9,58% -1 -9,58 1 11,71
2002 10,41% 0 0 0 11,99
2003 11,69% 1 11,69 1 12,27
2004 14.34% 2 28,66 4 12,55
Total 59,99% 0 2,83 10
Nilai a dan b di cari dengan rumus:

Nilai a dan b di cari dengan rumus:


∑Y 55,99
a = --------- = --------- = 11,99
n 5

∑XY 2,83
b = -------- = --------- = 0,28
2
∑X 10

nilai trend tahun 2005:


Y’ = Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(3)
=11.99+0.84
= 12.83

nilai trend tahun 2006


Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(4)
=11.99+1.12
= 13.11

niali trend tahun 2007


Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(5)
=11.99+1.4
= 13.39

nilai trend tahun 2008


Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(6)
=11.99+1.68
= 13.67

nilai trend tahun 2009


Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(7)
=11.99+1.96
= 13.95

nilai trend tahun 2010


Y’ = a+bX
= 11,99+0,28(8)
=11.99+2.24
= 14.23

Perhitungan
Trend Rasio Efektivitas Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Rasio X
anggaran Efektivitas (tahun) XY X2 Y’(%)
(Y)
2000 113,01% -2 -226,02 4 109,42
2001 111,10% -1 -111,1 1 113,53
2002 111,65% 0 0 0 117,65
2003 121,79% 1 121,79 1 121,76
2004 130,74% 2 261,48 4 125,88
Total 588,29% 0 41,15 10
Nilai a dan b di cari dengan rumus :
∑Y 588,29
a = --------- = --------- = 117,65
∑n 5

∑XY 41,15
b = -------- = --------- = 4,16
2
∑X 10

nilai trend tahun 2005


Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(3)
= 117,65+12.46
= 130.11

nilai trend tahun 2006


Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(4)
= 117,65+16.64
= 134.29

niali trend tahun 2007


Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(5)
= 117,65+20.18
= 138.45

nilai trend tahun 2008


Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(6)
= 117,65+24.96
= 142.61

nilai trend tahun 2009


Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(7)
= 117,65+29.12
= 146.77
nilai trend tahun 2010
Y’ = a+bX
= 117,65+4,16(8)
= 117,65+33.28
= 150.93

Perhitungan
Trend Rasio Efisiensi Kabupaten Sleman
Tahun Anggaran 2000-2004

Tahun Rasio X
anggaran Efisiensi (tahun) XY X2 Y’(%)
(Y)
2000 10,75% -2 -21,5 4 9,47
2001 6,75% -1 -6,75 1 8,08
2002 6,19% 0 0 0 6,7
2003 5,21% 1 5,21 1 5,31
2004 4,60% 2 9,2 4 3.93
Total 33,5 % 0 -13,84 10

Nilai a dan b di cari dengan rumus:


∑Y 33,5
a = --------- = --------- = 6,7
n 5
∑XY -13,84
b = -------- = --------- = -1,384
2
∑X 10

nilai trend tahun 2005


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(3)
= 6,7+-4.152
= 2.548

nilai trend tahun 2006


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(4)
= 6,7+-5.536
= 1.164

niali trend tahun 2007


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(5)
= 6,7+-6.92
= -0.22

nilai trend tahun 2008


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(6)
= 6,7+-8.304
= -1.604

nilai trend tahun 2009


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(7)
= 6,7+-9.688
= -2.988

nilai trend tahun 2010


Y’ = a+bX
= 6,7+-1,384(8)
= 6,7+-11,072
= -4.392
BAB III

TELAAH PUSTAKA

1. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo disusun dalam sebuah paper yang

berjudul “Analisis Rasio Keuangan pada APBD Kabupaten Boyolali”. Paper

tersebut disunting oleh Abdul Halim yang tergabung dalam buku “Bunga Rampai

Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi” tahun 2002. Tujuan Penelitian yang

dilakukan Widodo tersebut adalah untuk mengetahui kinerja pemerintah daerah

dalam mengelola keuangan daerahnya, apakah pemerintah sebagai pihak ynag

diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

masyarakat telah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Untuk

menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya

peneliti menggunakan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah

ditetapkan dan dilaksanakan pemerintah daerah tersebut.

Beberapa Rasio Keuangan yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain yaitu Rasio Kemandirian, Rasio Efektifitas dan Efisiensi dan Debt Service

Coverage Ratio. Dari penelitian yang dilakukan oleh Widodo ini diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk

menilai kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah sebagai

mana dituangkan dalam APBD.

2. Kemandirian Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam memenuhi

kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat masih relatif rendah dan bahkan
cenderung turun yaitu dari 16,65% pada tahun anggaran 1997/1998 menjadi

9,69% pada tahun anggaran 2000.

3. Sebagian besar pendapatan daerah Kabupaten Boyolali, masih diprioritaskan

untuk mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata mencapai 80% dari total

pendapatan yang diterima.

4. Aktivitas penyerapan dana untuk belanja pembangunan masih terkonsentrasi

pada triwulan IV yaitu sebesar 72,96% dari total anggaran pembangunan.

5. Secara potensial apabila terjadi kekurangan dana, maka untuk mencukupi

kebutuhan belanjanya, Kabupaten Boyolali memiliki kesempatan untuk

melakukan pinjamaman. Hal ini karena pada tahun anggaran 2000 mempunyai

DSCR sebesar 11,89, dan pada tahun 2001, menurut penelitian Tim dari LPEM

UI, Kabupaten Boyolali dapat melakukan pinjaman dengan maksimum pokok

angsuran pinjaman sebesar Rp. 15,055 miliar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ruslina Nadaek (2003) disusun dalam sebuah

skripsi yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan APBD untuk Menilai Kinerja

Pemerintah Daerah” studi kasus Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat perkembangan rasio kemandirian, rasio efektivitas dan

rasio efisiensi pada Keuangan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Ruslina

mengemukakan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Maluku Tenggara

yang diukur melalui PAD, hanya mencapai rata-rata sebesar 2,93% untuk setiap

tahun anggaran dengan peningkatan tiap tahun sebesar 0,46%. Kondisi ini

menunjukan bahwa kemandirian daerah masih sengat jauh dari yang diharapkan.

Pendapatan daerah masyarakat Maluku Tenggara sebagian besar masih


diprioritaskan untuk mencukupi belanja rutin yaitu rata-rata 56% dari total

pendapatan yang diterima. Kondisi ini menunjukan bahwa jika menggunakan

indikator PAD, maka Kabupaten Maluku Tenggara dalam rangka melaksanakan

otonomi daerah masih belum mampu ditinjau dari aspek kemampuan keuangan

daerahnya sebab masih sangat tergantung dengan pemerintah pusat. Rasio

efektivitas pemungutan PAD Kabupaten Maluku Tenggara dari tahun anggaran

1998/1999 sampai dengan tahun anggaran 2002 rata-rata 89,59 dengan peningkatan

setiap tahunnya sebesar 7,22%. Dengan demikian pemungutan PAD di Kabupaten

Maluku Tenggara cenderung tidak efektif karena kontribusi yang diberikan

terhadap target yang ingin dicapai kurang dari 100%. Akan tetapi dari hasil analisis

trend dengan metode Least Square terlihat adanya peningkatan rasio efektivitas dari

tahun ke tahun yang menunjukkan kinerja pemerintah daereh yang semakin baik.

Rasio efisiensi pemungutan PAD Kab. Maluku Tenggara selama lima tahun

anggaran yaitu dari tahun anggaran 1998/1999 sampai dengan 2002 rata-rata

sebesar 3,27% dan setiap tahun anggaran mengalami penurunan sebesar 0,1%. Hal

ini menunjukkan bahwa pemungutan PAD Kabupaten .Maluku Tenggara dari tahun

ke tahun semakin efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD

semakin proposional dengan realisasi PAD yang didapatkan. Hal ini menunujukkan

kinerja pemerintah daerah yang semakin baik.

Anda mungkin juga menyukai