Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008


Hipertensi Pulmonal pada Anak
I Nyoman Budi Hartawan, I.B. Agung Winaya
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/
Rumah Sakit Sanglah Denpasar
Abstrak: Hipertensi pulmonal (HP) adalah tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat
beristirahat dan lebih dari 30 mmHg saat beraktivitas. HP dibedakan menjadi primer dan
sekunder. HP primer tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder jelas diketahui penyebabnya
seperti penyakit jantung bawaan sianotik maupun nonsianotik. HP sekunder juga dapat
disebabkan oleh penyakit paru maupun tromboemboli. Patofisiologi HP disebabkan peningkatan
aliran darah lewat arteri pulmonalis maupun peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Gejala
yang timbul tidak spesifik dan sering sulit dibedakan dengan penyakit paru ataupun penyakit
kardiovaskuler. Gejala klinis yang timbul adalah sesak napas, sinkop, nyeri dada. Pemeriksaan
fisik yang paling penting dan konsisten ditemukan adalah peningkatan komponen pulmonal
pada suara jantung dua. Foto torak mengindikasikan adanya HP, elektrokardiografi
menunjukkan pembesaran ventrikel kanan dan ekokardiografi adalah pencitraan yang paling
berguna untuk mendeteksi HP. Terapi HP yang berkembang dalam dua dekade terakhir
memberikan kemajuan signifikan.
Kata kunci: hipertensi pulmonal, penyakit jantung bawaan
86
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Pulmonary Hypertension in Pediatrics
I Nyoman Budi Hartawan, I.B. Agung Winaya
Department of Child Health Medical School, Udayana University
Sanglah Hospital, Denpasar-Bali Indonesia
Abstract: Pulmonary hypertension (PH) is defined as mean pulmonary artery pressure of more
than 25 mmHg at rest or more than 30 mmHg during exercise. PH is classified as primary and
secondary. Primary PH is idiopathic and secondary PH is caused by cyanotic and noncyanotic
congenital heart diseases. Secondary PH also can also be caused by pulmonary diseases and
thromboembolism. Pathophysiology of PH is caused by increased flow or resistance of pulmo-
nary artery. The symptoms of PH are nonspecific and are often difficult to differentiate from those
of other pulmonary or cardiovascular diseases. The presenting symptoms are dyspnoea, exertional
dyspnoea, syncope, chest pain. The most consistent finding in patients with PH is increased
pulmonic component of the second heart sound. Chest radiography may indicate the presence of
PH, electrocardiography can frequently reveal evidence of right atrial or ventricular enlargement
in patients with PH and echocardiography is the most useful imaging modality for detecting PH.
Therapeutic advances over the past two decades have resulted in significant improvements.
Keywords: pulmonary hypertension, congenital heart diseases
Pendahuluan
Hipertensi pulmonal (HP) adalah tekanan arteri
pulmonalis lebih dari 25 mm Hg saat beristirahat dan lebih
dari 30 mm Hg saat beraktivitas. HP dibagi menjadi 2 yaitu
idiopatik atau primer yang tidak diketahui penyebabnya dan
HP sekunder yang penyebabnya dapat diidentifikasi.
1,2
Angka kejadian HP belum jelas. Beberapa laporan
menyebutkan angka kejadian mendekati 0,2% dari seluruh
anak yang menderita kelainan jantung, sementara laporan
lain memperkirakan 1,6%. Penelitian di Amerika mem-
perkirakan 1-2 kasus baru tiap 1 juta populasi dengan rasio
jenis kelamin laki-laki : perempuan 1,8:1.
3
Saat ini patofisiologi HP sedikit terkuak, sehingga
pengobatan lebih menjanjikan. Modalitas terapi seperti obat-
obatan yang berkembang pesat dan tindakan pembedahan
dapat meningkatkan kualitas hidup dan prognosis
penderita.
1,3
Etiologi
Beberapa penyakit yang tergolong HP primer seperti
pulmonary arteriopathy, pulmonary veno-occlusive dis-
ease, pulmonary capillary hemangiomatosis dan alveoler
capillary dysplasia.
4
Penyebab HP sekunder adalah penyakit
jantung bawaan (PJB), kor pulmonale ataupun kelainan
rongga dada seperti kifoskoliosis.
5
PJB menyebabkan
peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis.
6
Lesi pada Jantung yang Menyebabkan HP
1. Pirau dari kiri ke kanan: Defek Septum Ventrikel (DSV),
Duktus Anteriosus Persisten (DAP), Defek Septum
Atrioventrikularis (DSAV), defek septum atrium (DSA),
aorta pulmonary window
2. Peningkatan tekanan pada vena pulmonalis: Kar-
diomiopati, koartasio aorta, hypoplastic left heart syn-
drome, shone complex, stenosis mitral, supravalvular
mitral ring, cor triatrium, stenosis vena pulmonalis,
anomali total drainase vena pulmonalis
3. Penyakit jantung sianotik: Transposisi arteri besar,
trunkus arte riosus
4. Anomali dari arteri atau vena pulmonalis
5. Operasi shunting paliatif: Potts anastomosis, Waterston
anasto mosis, Blalock-Taussig anastomosis
HP juga terjadi pada penyakit paru yang menyebabkan
hipoksia seperti penyakit parenkim paru, obstruksi saluran
napas bagian atas, berkurangnya ventilasi dan hipoksia
(misalnya karena ketinggian).
1,2
Tromboemboli juga dilaporkan sebagai penyebab HP,
seperti tromboemboli pulmoner, hemoglobinopati (penyakit
sickle cell), fibrosis dan tumor mediastinum, emboli ova,
emboli tumor, benda asing, ventriculovenous shunt untuk
hidrocephalus, sepsis dan dehidrasi. HP juga disebabkan
penyakit collagen vascular dan penyakit granulomatosa
seperti skleroderma, lupus eritematosus sistemik, artritis
rematoid dan sarkoidosis.
1,6
Hipertensi Pulmonal pada Anak
87
Hipertensi Pulmonal pada Anak
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Penyebab lain seperti agen anoreksia, obat psikotropik
seperti kokain, hipertensi portal, penyakit hati dan infeksi
HIV.
1
Pada tahun 1998 WHO membuat klasifikasi baru HP
dan direvisi kembali pada tahun 2003.
1,6-8
Klasifikasi HP oleh WHO
1. Hipertensi arteri pulmonalis
HP idiopatik
Familial
Berhubungan dengan penyakit kolagen vaskuler,
hipertensi portal, infeksi HIV, obat-obatan atau toksin,
gangguan pada tiroid seperti penyakit gaucher dan
hemoglobinopati.
HP persisten pada neonatus
Oklusi vena pulmonalis
2. HP dengan penyakit pada jantung kanan
Penyakit pada atrium dan ventrikel kanan
Penyakit katup pada ventrikel kiri
3. HP yang berhubungan dengan gangguan pada sistem
pernapasan dan atau hipoksemia
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
Penyakit paru interstitiel Gangguan bernapas s aat
tidur
Alveolar hipoventilation disorder
Paparan kronis dari tempat ketinggian
Penyakit paru pada neonatus
Alveolar capillary displasia
4. HP yang disebabkan trombosis kronis dan atau penyakit
emboli
Obstruksi tromboemboli proksimal arteri pulmonalis
Obstruksi distal dari arteri pulmonalis
5. Lain-lain seperti sarkoidosis
Perkembangan Arteri Pulmonalis
Dengan bertambahnya umur, arteri pulmonalis akan
berkembang baik jumlah maupun ukurannya. Walaupun al-
veoli juga mengalami proliferasi namun rasio diameter al-
veoli dengan arteri pulmonalis menurun. Pada masa neonatus
rasio diameter alveoli berbanding arteri pulmonalis adalah
20:1. Saat memasuki usia 2 tahun rasionya menurun menjadi
12:1, dan saat dewasa rasionya menurun menjadi 6:1. Rasio
diameter tersebut pada penderita pirau dari kiri ke kanan
seperti DSV pada anak usia 2 tahun adalah 20:1. Pada analisis
posmortem tampak arteri pulmonalis bagian aksial mengalami
dilatasi di hilus kemudian menyempit di perifer.
9
Patofisiologi
HP disebabkan oleh peningkatan aliran darah atau
peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Tabel 1 menun-
jukkan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis
disebabkan oleh peningkatan aliran darah pulmonal (F) yang
disebut dengan hiperkinetik, atau peningkatan resistensi
arteri pulmonalis (R). Meskipun terjadi peningkatan aliran
darah, namun secara fisiologis resistensi arteri pulmonalis
juga meningkat yang merupakan usaha untuk mencegah gagal
jantung kanan.
1,2
Penyebab terjadinya tipe hiperkinetik dan
peningkatan resistensi pulmonal dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Pulmonal
Tipe Klasifikasi
Hiperkinetik P = r x F
Obstruksi vaskuler paru atau hipertensi vena P = R x f
pulmonalis
P: peningkatan tekanan arteri pulmonalis; F: tingginya aliran darah
pulmoner; r: nilai resistensi total pulmoner; f: aliran darah pulmoner
yang normal; R: total resistensi pulmoner.
Tabel 2. Penyebab Hipertensi Pulmonal
Tipe Penyebab
Reversibel
Hiperkinetik DSV atau DAP
Hipertensi vena pulmonalis Stenosis mitral, obstruksi vena
pulmonalis, atau kegagalan ven-
trikel kiri
Ireversibel
Obstruksi vena pulmonalis Hipertensi pulmonal primer,
sindrom Eisenmenger
Patofisiologi yang paling dipahami adalah HP hiper-
kinetik yang terjadi karena PJB yang menyebabkan pirau dari
kiri ke kanan, seperti DSV, DSAV atau DAP. HP juga dapat
terjadi pada penderita DSA, namun dalam waktu lebih lama.
Peningkatan volume darah yang menuju ke arteri pulmonalis
menyebabkan perubahan pada dinding arteri pulmonalis. Di
samping akibat peningkatan aliran darah, juga terjadinya
kompensasi vasokonstriksi arteri pulmonalis. HP hiperkinetik
merupakan respon kompensasi akibat peningkatan aliran
darah dari kiri ke kanan dan biasanya reversibel jika
penyebabnya dikoreksi sebelum terjadi perubahan permanen
pada arteri pulmonalis. Sindrom Eisenmenger terjadi jika HP
berat dan akan timbul sianosis akibat aliran darah berbalik
dari kanan ke kiri yang menandakan perubahan ireversibel
pada arteri pulmonalis, atau telah terjadi pulmonary vascu-
lar obstructive disease (PVOD).
Onset timbulnya HP hiperkinetik bervariasi dari masa
bayi sampai dewasa, namun paling sering terjadi pada awal
masa adolesen. Secara umum anak dengan DSV atau DAP
belum berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama
kehidupannya, namun jika sejak awal lesi jantung disertai
penyakit paru kronis akan mempercepat perkembangan
menuju ke PVOD. Anak DSAV akan menderita PVOD lebih
awal dari lesi jantung dengan pirau dari kiri ke kanan yang
lain. Sindrom Down dengan pirau dari kiri ke kanan yang
88
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak
besar akan menderita PVOD lebih awal dari anak yang tidak
menderita sindrom Down dengan kelainan yang sama.
1-3,6
Hipoksemia yang terjadi pada PJB sianotik seperti
transposisi arteri besar dan trunkus arteriosus dengan
peningkatan pirau adalah stimulus yang sangat poten untuk
terjadinya HP. Kebanyakan pasien dengan transposisi arteri
besar berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama
kehidupan.
6
Lesi pada arteri pulmonalis dimulai dari hipertrofi tunika
media, kemudian diikuti tunika intima dan fibrosis. Proses
selanjutnya menyebabkan dilatasi arteri, pembentukan
nekrosis fibrinoid dan lesi fleksiform yang menyebabkan
perkembangan penyakit menuju sindrom Eisenmenger.
Peningkatan aliran darah menyebabkan peningkatan tekanan
pada arteri pulmonalis. Sebagai respon terhadap peningkatan
afterload, ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Pada awalnya
ventrikel kanan dapat menjaga aliran darah yang cukup
selama keadaan istirahat, namun ventrikel kanan tidak mampu
meningkatkan cardiac output (CO) saat beraktivitas. Dengan
berkembangnya HP maka ventrikel kanan gagal untuk
mempertahankan CO dan pada akhirnya CO akan menurun
dan terjadi kegagalan jantung kanan. Perubahan gambaran
histopatologi pembuluh darah yang terjadi pada HP sekunder
akibat penyakit jantung kongenital, juga terjadi pada HP
primer.
1,2,6
Pada hipertensi vena pulmonalis terjadi peningkatan
tekanan pada vena pulmonalis mengakibatkan refleks
vasokonstriksi pada arteri pulmonalis dan selanjutnya
menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Hipoksia alveolar
yang terjadi akibat udem pulmonal juga berkontribusi
terhadap terjadinya HP. Walaupun arteri pulmonalis
menunjukkan hipertrofi tunika media berat yang disertai fi-
brosis, proses primer sebenarnya terjadi pada vena pul-
monalis berupa penebalan tunika media.
1,2
HP dapat terjadi akibat penurunan tekanan parsial
oksigen (PO2) pada daerah kapiler alveolus (alveolar hy-
poxia), bukan penurunan PO2 pada darah sistemik atau PO2
pada arteri pulmonalis. Alveolar hipoxia terjadi pada
penyakit parenkim paru, PPOK, penyakit paru interstitiel,
tidak adekuatnya pengaturan ventilasi (penyakit pada sistem
saraf pusat), penyakit pada otot dinding dada, gangguan
bernapas saat tidur, alveolar hipoventilation disorder,
paparan kronis dari tempat ketinggian, penyakit paru pada
neonatus serta hipoplasia paru.
Gangguan bernapas saat tidur sering terjadi pada pasien
dengan obstruksi saluran napas bagian atas seperti hipertrofi
tonsil, adenoid, laringotrakeomalasia dan tumor laring.
Penurunan PO
2
memacu vasokonstriksi arteri pulmonalis
yang sangat kuat yang diperkuat oleh asidosis. Vaso-
konstriksi menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh
darah.
Mekanisme pasti penyebab HP pada alveolar hypoxia
belum sepenuhnya dipahami. Vasokonstriksi mungkin
disebabkan efek langsung penurunan PO2 pada arteriol
pulmoner yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran terhadap kalsium, tapi mungkin juga disebabkan
pelepasan agen humoral lokal yang terdapat atau diaktifasi
di paru. Paru-paru dapat mengaktifkan hormon vasoaktif
seperti angiostensin I dan menginaktivasi hormon lainnya
seperti bradikinin, serotonin serta beberapa prostaglandin.
Agen vasoaktif yang dilepaskan karena alveolar hypoxia
adalah prostaglandin F, tromboksan, endoproksida,
angiostensin, ketekolamin, dan slow reacting substances of
anaphylaxis (SRSA). Akhir-akhir ini ditemukan penurunan
sintesis dari nitric oxide (NO) suatu endothelium derived
relaxing factor yang diakibatkan oleh efek metabolik yang
timbul karena hipoksia lama atau transien.
2,8,9
HP primer/idiopatik terjadi akibat hipereaktifitas
pembuluh darah paru yang mendapat rangsangan beraneka
ragam, menyebabkan vasokonstriksi dan berkembang menjadi
lesi vaskuler yang sama dengan HP sekunder.
2
Kromosom
2q32-33 adalah lokasi gena yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan suseptibilitas terhadap HP dan sering ditemukan
pada anak dengan HLA DR3, HLA DR52, dan HLA DQ2.
10,11
HP primer menunjukkan ketidakseimbangan produksi
mediator vasoaktif berupa peningkatan rasio metabolit dari
tromboksan dengan prostasiklin. Pada urin penderita HP
ditemukan penurunan kadar metabolit prostasiklin (6-keto-
prostasiklin F2) dan peningkatan metabolit tromboksan
(tromboksan B2). Tromboksan adalah vasokonstriktor poten
yang menyebabkan agregasi platelet dan bersifat mitogen.
Prostasiklin adalah vasodilator poten, menghambat aktivasi
platelet dan efek anti proliveratif. Faktor lain yang terlibat
adalah serotonin, NO, endothelin-1 dan adrenomedulin. Se-
rotonin adalah vasokonstriktor dan menyebabkan hipertrofi
dan hiperplasia otot polos arteri pulmonalis. Peningkatan
kadar serotonin dalam plasma dan penurunan kadarnya dalam
platelet ditemukan pada penderita HP.
6-8
NO (diproduksi oleh enzim nitric oxide synthase yang
terdapat di endotel vaskuler) adalah vasodilator poten yang
menghambat aktivitas platelet dan proliferasi sel otot polos.
Penurunan kadar NO ditemukan terutama HP primer.
Endothelin-1 adalah vasokonstriktor poten yang dapat
menstimulasi proliperasi otot polos arteri pulmonalis. Kadar
endothelin-1 dalam plasma meningkat pada HP dan kadarnya
berbanding lurus dengan peningkatan aliran darah pulmonal
dan CO. Hal tersebut menandakan adanya pengaruh
hemodinamik terhadap efektor pembuluh darah.
7,8
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan vaso-
konstriksi pulmonal maupun trombosis lokal. Kerusakan
endotel terjadi karena pelepasan agen kemotaksis yang
menyebabkan migrasi dari sel otot polos ke dinding pembuluh
darah. Sebagai tambahan, kerusakan endotel bersama dengan
pelepasan mediator inflamasi lokal menyebabkan kondisi
prokoagulan yang selanjutnya menimbulkan obstruksi
pembuluh darah dan remodelling pembuluh darah.
1
Persistent pulmonary hipertension of the newborn
(PPHN) memiliki 3 patofisiologi yaitu perkembangan paru dan
89
Hipertensi Pulmonal pada Anak
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
pembuluh darah paru yang terlambat, maladaptasi arteri
pulmonalis terhadap kehidupan ekstra uterin serta per-
kembangan menyimpang dari arteri pulmonalis sejak dalam
kandungan.
9
PPHN bisanya terjadi pada neonatus aterm
dengan penyakit dasar seperti aspirasi mekoneum, respira-
tory distress syndrome, sepsis dan hipoplasia paru.
12,13
Perkembangan paru dan pembuluh darah paru yang
telambat dihubungkan dengan hernia diafragmatika
kongenital dan paru hipoplastik. Peningkatan resistensi
pulmoner menyebabkan berkurangnya pertukaran gas
sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia. Maladaptasi arteri
pulmonalis terjadi karena stres perinatal seperti hipoglikemia,
perdarahan, aspirasi mekoneum, respiratory distress syn-
drome atau asfiksia yang selanjutnya menyebabkan
kegagalan dilatasi arteri pulmonalis yang menyebabkan
resistensi pulmonal meningkat.
9
Tromboemboli sering terjadi pada hydrocephalus
dengan ventriculoatrial shunts, karena terjadi bekuan atau
endapan pada ujung kateter serta reaksi fibrinolisis yang
abnormal cairan serebrospinal dalam paru. Emboli lemak
sering dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskuler atau
akibat trauma, sedangkan emboli ova terjadi pada schisto-
somiasis. Emboli tumor dapat membawa metastase dari tu-
mor di ginjal atau organ abdomen yang selanjutnya me-
nyebabkan infiltrasi tumor ganas dalam paru. Endokarditis
pada sisi kanan jantung dan atrial myxoma juga merupakan
sumber emboli paru.
9
Infeksi HIV sering dihubungkan dengan timbulnya HP.
Penderita HIV/AIDS yang menderita HP diperkirakan
sebesar 0,5% dengan risiko 6-12 kali lebih tinggi dari populasi
umum. Terjadinya HP tidak tergantung pada kadar CD4 dalam
darah, namun berhubungan dengan lama menderita infeksi
HIV. Karena virus ini tidak menginfeksi sel endotel arteri
pulmonalis maka mekanisme pasti timbulnya HP tidak
diketahui. Hipertensi portal juga mempunyai risiko menderita
HP. Perjalanan dari hipertensi porta sampai timbulnya HP
diperkirakan sekitar 4-7 tahun. Mekanisme terjadinya HP pada
hipertensi porta belum jelas. Risiko thalasemia beta menderita
HP berkisar 8-30%. NO yang dirusak oleh hemoglobin bebas
merupakan mekanisme yang diyakini sebagai penyebab.
8
Menurut Heath
6
dan Edwards gambaran histopatologis
HP dibedakan menjadi 6 tingkat. Tingkat I terjadi hipertrofi
muskuler tunika media arteri pulmonalis, tingkat II proliferasi
sel tunika intima arteri pulmonalis, tingkat III terjadi fibrosis
tunika intima arteri pulmonalis, tingkat IV dilatasi dan
menipisnya dinding arteri pulmonalis, tingkat V terjadi lesi
fleksiform arteri pulmonalis dan tingkat VI nekrosis fibrinoid
arteri pulmonalis. Tingkat I-III dianggap masih reversibel,
tapi tingkat IV-VI merupakan kelainan yang ireversibel.
9,14
Manifestasi Klinik
Gejala klinik pada bayi dan anak mungkin berbeda
dengan dewasa. Bayi menunjukkan gejala akibat penurunan
CO, seperti nafsu makan menurun, gagal tumbuh, letargi,
diaporesis, takipneu, takikardi, mual muntah dan iritabel. Bayi
atau anak mungkin sianosis saat beraktivitas atau saat
beristirahat akibat aliran darah dari kanan ke kiri. Pada anak,
sesak napas adalah gejala yang paling sering, terutama saat
latihan fisik akibat kegagalan meningkatkan CO saat
kebutuhan oksigen jaringan meningkat. Episode sinkop lebih
sering dijumpai pada anak-anak daripada dewasa karena
terbatasnya CO yang timbul baik saat latihan maupun saat di
luar latihan akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Dilatasi
pembuluh darah perifer saat latihan juga memperberat sinkop.
Saat menginjak awal masa kanak-kanak gejala HP akhirnya
mirip dengan dewasa, berupa sesak napas saat beraktivitas
dan nyeri dada akibat iskemia otot jantung kanan. Gejala
gagal jantung kanan seperti udem perifer dan hepatomegali
jarang ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun.
3,5
Hemoptisis sangat jarang terjadi, menandakan pecahnya
pembuluh darah yang distensi atau akibat infark paru dengan
trombosis arteri yang terjadi sekunder.
3,15
Pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya distorsi
dinding dada akibat hipertrofi ventrikel kanan yang berat.
Temuan dari pemeriksaan fisik yang paling penting dan
konsisten adalah peningkatan komponen pulmonal pada
auskultasi.
16
Bunyi jantung 2 terdengar keras dengan split-
ting yang tidak lebar pada pirau interventrikuler dan aorta
pulmonal, namun splitting terdengar lebar apabila pirau
terdapat pada tingkat interatrial. Klik ejeksi dan murmur ejeksi
sistolik dapat didengar di sela iga 2-3 parasternal kiri, kadang-
kadang disertai murmur awal diastolik dari insufisiensi
pulmonal dan murmur pansistolik dari regurtisasi trikuspid.
Tanda-tanda adanya kegagalan jantung kanan seperti
hepatomegali, udem perifer, akrosianosis jarang ditemukan
pada anak kecil. Jari tabuh bukan gejala tipikal dari HP, namun
pada beberapa pasien yang menderita penyakit dalam waktu
lama jari tabuh dapat ditemukan. Keberadaan jari tabuh
menandakan adanya hipoksemia kronis sekunder akibat
adanya pirau dari kanan ke kiri.
3,15,16
Rekaman elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi
ventrikel kanan dan hipertrofi atrium kanan karena beban
tekanan berlebih sedangkan ventrikel kiri dan atrium kiri
berada dalam batas-batas normal, kecuali apabila terdapat
kelainan jantung lainnya. Makin tinggi tekanan dalam arteri
pulmonalis makin sensitif pemeriksaan EKG dalam mendiag-
nosis HP.
14,15
Gambaran foto torak yang khas berupa konus pul-
monalis yang sangat membonjol, hilus yang lebar, vasku-
larisasi paru yang meningkat sekitar hilus namun berkurang
di perifer. Gambaran ini disebut pruning. Keadaan pembuluh
darah di daerah hilus harus diperhatikan dengan baik. Hilus
kiri biasanya sulit dinilai karena tertutup oleh bagian arteri
pulmonalis. Cabang-cabang arteri pulmonalis tampak seperti
gambaran pohon. Sulit untuk menentukan perubahan mini-
mal vaskularisasi paru. Yang dapat ditentukan hanyalah
adanya penambahan atau pengurangan pembuluh darah. Hal
ini banyak manfaatnya bila digabung dengan pemeriksaan
90
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Hipertensi Pulmonal pada Anak
klinis dan penunjang lainnya.
17
Gambaran ekokardiografi berupa hipertrofi ventrikel
kanan dan atrium kanan, sementara ventrikel kiri dan atrium
kiri tampak normal. Gerakan septum biasanya normal, kecuali
bila terdapat pirau interatrial dari kiri ke kanan atau regurtisasi
trikuspid dan regurtisasi pulmonal, maka gerakan septum
tampak paradok karena beban volume berlebih yang dihadapi
ventrikel kanan. Katup pulmonal tampak hipertensif, dengan
gelombang a yang hilang pada saat diastol dan timbulnya
midsystolic notch pada saat sistol. Dengan ekokardiagrafi
Doppler, pada posisi aksis lintang parasternal kiri, dapat
direkam dan diketahui besarnya tekanan rerata arteri
pulmonalis. Rekaman aliran darah pulmonal tampak terjal ke
bawah menjauhi tranduser. Rekaman aliran darah pulmonal
yang normal menyerupai bentuk peluru, dengan waktu
akselerasi lebih dari 120 msec dan tekanan rata-rata arteri
pulmonalis kurang dari 20 mmHg. Hendaknya dicari pula
kelainan yang mendasari timbulnya HP.
9,14
Kateterisasi jantung harus dikerjakan terutama pada HP
yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan baku emas
penegakan diagnosis HP. Kateterisasi juga berguna untuk
menentukan adanya pirau yang tidak terdeteksi, penyakit
jantung kongenital dan stenosis arteri pulmonalis bagian
distal.
15
Diagnosis
Anamnesis adanya sesak napas, fatique dan sinkop
yang timbul saat melakukan aktivitas. Riwayat PJB, sakit
kepala, nyeri dada (seperti angina) dan muntah darah. Riwayat
keluarga sangat penting, seperti riwayat HP, penyakit jaringan
ikat, penyakit jantung kongenital, keganasan dan adanya
riwayat kematian dini. Riwayat kelahiran dan neonatal,
pemakaian obat-obatan seperti psikotropika, terpapar di
daerah tinggi, atau bahan-bahan toksik dan riwayat penyakit
saluran napas berulang. Penyakit yang berhubungan dengan
pembekuan darah sebaiknya juga ditelusuri. Penelusuran ini
mengarah pada kemungkinan pencetus HP.
2,3
Pemeriksaan non invasif seperti EKG dan ekokardiagrafi
sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya HP dan akurat
untuk menentukan beratnya HP. Kateterisasi jantung
menggambarkan adanya HP dan derajat beratnya HP. Untuk
menentukan peningkatan tekanan arteri pulmonalis akibat
vasokonstriksi atau perubahan permanen dari arteri dapat
digunakan tolazolin selama kateterisasi, vasodilator lain, atau
oksigenasi selama tindakan.
3
Terapi
Kebanyakan kasus HP sulit untuk diterapi dan sulit
kembali seperti normal, walaupun penyebabnya dapat
dieliminasi. Satu-satunya jalan adalah melakukan pencegahan
dan eliminasi penyebab sedini mungkin. Sekali PVOD terjadi
tidak dapat diharapkan terjadi perbaikan. Beberapa tindakan
yang dapat dilakukan adalah mengeliminasi penyebab, seperti
tindakan pembedahan yang tepat waktu terhadap PJB dengan
pirau kiri ke kanan yang besar (DSV, DAP, DSAV), tonsilektomi
dan adenoektomi jika penyebab HP adalah sumbatan jalan
napas bagian atas serta pengobatan penyakit yang mendasari
seperti asma.
6,15
Tindakan yang dapat dilakukan seperti menghindari
latihan fisik yang terlalu berat dan bepergian ke daerah tinggi.
Berpergian dengan pesawat udara diperbolehkan. Suple-
mentasi oksigen diberikan jika diperlukan, diuretika untuk
mengurangi udem paru. Gagal jantung kronis diterapi dengan
pemberian digoksin dan diuretika. Digoksin dapat me-
ningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan melawan pe-
ningkatan afterload serta berguna untuk memperbaiki
disfungsi ventrikel kiri, namun penggunaan digoksin untuk
gagal jantung kanan masih kontroversi. Digoksin memberikan
hasil yang baik jika terjadi gagal jantung kiri yang menyertai
HP. Digoksin juga bermanfaat jika HP disertai atrial fibrilasi.
7,15
Pengobatan untuk menurunkan resistensi pulmonal
secara aktif berupa perbaikan oksigenasi dengan dukungan
intubasi dan ventilasi. Hiperventilasi akan menginduksi al-
kalosis respiratorik dan menimbulkan vasodilatasi pulmoner.
Oksigen aliran rendah (low flow) dapat mengurangi tekanan
dalam arteri pulmonalis pada penderita HP akibat penyakit
paru namun tidak banyak bermanfaat pada HP primer. Anak
dengan gagal jantung kanan berat sebaiknya diberikan
oksigen secara kontinyu. Pemberian oksigen pada sindrom
Eisenmenger saat tidur dapat mengurangi polisitemia. Obat
inotropik seperti digoksin dan dopamin dapat membantu
menurunkan tekanan dalam arteri pulmonalis, namun bukti
tentang manfaat digitalis masih diragukan mengingat sedikit
bukti ilmiah yang mendukung penggunaannya serta bahaya
peningkatan efek toksik digitalis pada penderita hipoksemia.
Penggunaan diuretika harus hati-hati terhadap bahaya
hipokalemia dan dapat mengurangi CO serta mengurangi efek
obat lain seperti vasodilator. Pemantauan serum elektrolit
sangat penting pada penggunaan diuretika.
Penggunaan vasodilator didasari adanya vasokonstriksi
pulmonal dalam berbagai tingkatan. Tujuan utama peng-
gunaan vasodilator adalah mengurangi resistensi arteri
pulmonalis dan meningkatkan CO tanpa menyebabkan
hipotensi sistemik yang simtomatik. Konsep ini didasari
gambaran patologis berupa hipertrofi otot polos arteri pul-
monalis serta berdasarkan teori yang menyatakan vaso-
konstriksi mengakibatkan obstruksi aliran darah. Vasodila-
tor juga mengurangi overload pada ventrikel kanan sehingga
dapat meningkatkan CO ventrikel kanan.
Calcium-channel-blocker (nifedipine/diltiazem) sebaik-
nya diberikan pada penderita yang berespon dengan test
vasodilator (NO/prostasiklin). Jika memungkinkan respon
terhadap vasodilator ditentukan dengan melakukan kate-
terisasi. Penelitian RCT membuktikan obat ini memperpanjang
harapan hidup penderita. Penggunaan calcium-channel-
blocker harus berhati-hati karena menyebabkan penurunan
CO.
6,7
91
Hipertensi Pulmonal pada Anak
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Prostasiklin merupakan salah satu pilihan jika calcium
channel blocker tidak memberikan perbaikan klinis.
Prostasiklin digunakan pada HP primer maupun HP sekunder
akibat PJB. Prostasiklin intravena jangka panjang dapat
memperpanjang harapan hidup, anak dapat kembali
bersekolah, meningkatkan kapasitas latihan serta kualitas
hidup. Beberapa kasus menunjukkan perubahan yang
dramatis berupa berkurangnya HP. Penelitian penggunaan
protasiklin jangka panjang memberikan harapan perubahan
pada HP telah ireversibel dengan adanya bukti remodeling
dari pembuluh darah pulmonal. Untuk mengurangi efek
samping saat pemberian prostasiklin seperti gangguan
pembekuan, mual muntah, selulitis, sepsis, saat ini telah
dikembangkan analog sintetis prostasiklin yaitu epoprostenol
dan trepostinil.
Epoprostenol dapat diberikan intravena menggunakan
infusion pump dan untuk penggunaan jangka panjang dapat
digunakan portable infusion pump. Mengingat cara
pemberian yang sulit (intravena) dikembangkan obat yang
dapat diberikan subkutan yaitu trepostinil. Trepostinil terbukti
efektif dan aman serta dapat menggantikan epoprostenol
yang telah digunakan sebelumnya.
6,7
Beraprost adalah ana-
log protasiklin yang diberikan per oral. Beraprost digunakan
untuk HP ringan.
18
Kegunaan lain prostasiklin adalah
jembatan bagi anak yang menunggu dilakukannya
transplantasi paru.
11
Bosentan adalah antagonis reseptor
endotelin. Dalam penelitian RCT bosentan dapat mengurangi
tekanan dalam arteri pulmonalis dan perbaikan kondisi klinis
secara bermakna.
6,7
Jika tidak berespon terhadap vasodilator, ada perubahan
ireversibel dalam arteri pulmonalis dan telah terjadi gagal
jantung kanan. Pada keadaan ini sebaiknya dipilih modalitas
terapi lain. Jika tidak dapat dibuktikan adanya gagal jantung
kanan dapat dipilih vasodilator seperti bosentan, trepostinil,
prostasiklin, sildenafil.
6
Penggunaan obat vasodilator seperti
tolazolin, captopril, nitroprusid, hidralazin memberikan efek
yang menguntungkan bagi penderita.
2
NO, sildenafil, selective serotonin reuptake inhibitors
dan terapi kombinasi sedang diteliti. Inhalasi NO efektif untuk
menurunkan tekanan pada arteri pulmonalis pada HP primer
dan HP pada neonatus. NO hanya dapat diberikan secara
inhalasi karena dapat diinaktivasi oleh hemoglobin.
7
Saat ini
Sildenafil sedang diteliti penggunaannya untuk HP. Sildenafil
merupakan penghambat fosfodiesterase tipe 5 yang tebukti
menurunkan resistensi pulmonal pada percobaan binatang
dan dewasa. Sildenafil bekerja dengan meningkatkan cyclic
guanosine monophosphate dengan menghambat
degradasinya. Penelitian RCT dengan jumlah pasien kecil
dan beberapa laporan kasus menunjukkan efektifitas
sildenafil.
13,19
Terapi kombinasi beberapa vasodilator saat ini
dikembangkan untuk penderita dengan penyakit berat, namun
diperlukan penelitian dengan power statisitik yang adekuat.
7
Penggunaan antikoagulan jangka panjang pada anak
belum diteliti secara luas, namun sering direkomendasikan.
Antikoagulan berguna untuk mencegah terbentuknya trombi
akibat melambatnya aliran darah karena penurunan CO.
6
Septostomi atrial diindikasikan pada pada HP primer
yang tidak berrespon dengan vasodilator jangka panjang.
Septostomi atrial memberikan harapan hidup yang lebih lama
dibandingkan dengan HP primer yang tidak dilakukan
septostomi atrial. Dilaporkan adanya perbaikan kualitas hidup
pada anak dengan penyakit pembuluh darah paru yang lanjut.
Risiko septostomi berupa perburukan hipoksemia dengan
akibat iskemik ventrikel kanan, peningkatan tekanan pada
ventrikel kiri dan udem paru harus selalu dipantau.
1,6
Transplantasi jantung paru atau transplantasi paru telah
berhasil dikerjakan pada pusat pelayanan yang telah maju
dan mampu untuk merawat penderita setelah operasi.
Masalah yang dihadapi adalah keterbatasan donor,
kecocokan donor dengan resopien, bronkiolitis obliteran dan
infeksi oportunistik.
1
Prognosis
Pada kasus serial dengan 35 pasien yang terdiagnosis
HP tahun 1965 di Amerika Serikat, tidak ada yang melewati
usia 7 tahun dan 22 meninggal sebelum menginjak usia 1
tahun. Tahun-tahun berikutnya prognosis HP masih buruk.
Berdasarkan data Primary Pulmonary Hypertension Na-
tional Institutes of Health Registry tahun 1991, median sur-
vival anak yang menderita HP kurang dari satu tahun.
3
PPHN
memiliki prognosis yang lebih buruk dengan angka kematian
mencapai 11-48%.
20
Dua penyebab kematian utama adalah kegagalan
ventrikel kanan yang progresif dan kematian mendadak.
Adanya kegagalan ventrikel kanan menyebabkan hipok-
semia, sesak napas dan penurunan progresif CO. Pneumo-
nia biasanya fatal karena hipoksia alveoler menyebabkan
vasokonstrisi pulmoner dan ketidakmampuan menjaga CO
yang adekuat berakibat syok kardiogenik dan kematian. Jika
hipoksemia dan asidosis timbul, aritmia yang mengancam
jiwa akan terjadi. Diperkirakan akan terjadi kematian mendadak
karena emboli paru akut, perdarahan pulmoner yang masif
dan iskemik ventrikel kanan yang terjadi mendadak.
3
Dengan berkembangnya diagnosis dini dan terapi, prog-
nosis HP makin membaik. Pemakaian prostasiklin jangka
panjang memberikan harapan untuk kesembuhan dan
meningkatan kualitas hidup penderita.
1
Kesimpulan
HP adalah peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis
dengan etiologi yang sangat beragam dan prognosis yang
buruk. Penanganan dan pengenalan dini HP pada anak akan
memperbaiki prognosis penyakit, harapan dan kualitas hidup
penderita. Terapi yang ada saat ini telah memberikan harapan
untuk kesembuhan penderita. Transplantasi jantung paru
dan penelitian beberapa obat adalah terapi masa depan yang
menjanjikan kesembuhan jangka panjang bagi penderita HP.
92
Hipertensi Pulmonal pada Anak
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 3, Maret 2008
Daftar Pustaka
1. Barst RJ. Recent advances in the treatment of pediatric pulmo-
nary artery hypertension. Dalam: Berger S, Davis C, penyunting.
The pediatrics clinics. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders
Company, 1999. h. 331-46.
2. Park MK, Troxler RG. Pediatric cardiology for practitioners.
Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby, 2002. h. 417-26.
3. Walditz A, Barst RJ. Pulmonary arterial hypertension in chil-
dren. Eur Respir J 2003;21:155-76.
4. Oudiz RJ. Pulmonary hypertension, primary. [diakses 12 Maret
2007]. Diunduh dari: URL: www.emedicine.com/med/
topic1962.htm.
5. Sharma S. Pulmonary hypertension, secondary. [diakses 12 Maret
2007]. Diunduh dari: URL: www.emedicine.com/med/
topic2946.htm.
6. Rhasid A, Ivy D. Severe pediatrics pulmonary hypertension: a
new management strategies. Arch Dis Child 2005;90:92-8.
7. Humbert M, Sitbon O, Simonneau G. Treatment of pulmonary
arterial hypertension. N Engl J Med 2004;351:1425-34.
8. Farber HW, Loscaizo J. Pulmonary arterial hypertension. N Engl
J Med 2004;351:1655-63.
9. Rabinovitch M. Pathophysiology of pulmonary hypertension.
Dalam: Allen HD, Clarck EB, Gutgesell HP, Driscoll DJ,
penyunting. Heart disease in infant, children, and adolescents
including the fetus and young adult. Edisi ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins, 2001.h.1311-46.
10. Tuder RM, Yeager ME, Geraci M, Golpon HA, Voelkel NF. Se-
vere pulmonary hypertension after the discovery of the familial
primary pulmonary hypertension gene. Eur Respr J 2001;
17:1065-9.
11. Haworth SG. Pulmonary hypertension in childhood. Arch Dis
Child 1998;79:452-5.
12. Davidson D, Barefield ES, Kattwinkel J. Inhaled nitric oxide for
early treatment of persistent pulmonary hypertension of the
newborn: a randomized, double-masked, placebo-controlled, dose
response, multicentre study. Pediatrics 1998;101:325-34.
13. Buquero H, Soliz A, Neira F, Venegas M, Sola A. Oral sildenafil in
infant with persistent pulmonary hypertension of the newborn:
a pilot randomized blinded study. Pediatrtics 2006;117:1077-83.
14. Nauser TD, Stites SW. Diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension. [diakses 12 Maret 2007]. Diunduh dari: URL:
www.aafp.org/afp/20010501/1789.html.
15. Budev M, Arroliga AC, Jennings C. Diagnosis and evaluation of
pulmonary hypertension. Cleveland Clin J of Med 2003;70:9-
17.
16. Baraas F. Penyakit jantung pada anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995.h.230-
5.
17. Sumarna N, Djalil T. Radiologi. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono
B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Edisi ke-1. Jakarta:
Binarupa Aksara, 1994.h.87-102.
18. Walsh-Sukys MC, Tyson JE, Wright LL. Persistent pulmonary
hypertension of the newborn in the era before nitric oxide: prac-
tice variation and outcomes. Pediatrtics 2000;105:14-20.
19. Peacock AJ. Treatment of pulmonary hypertension. BMJ 2003;
326:835-36.
20. Caroll WD, Dhillon R. Sildenafil as a treatment for pulmonary
hypertension. Arch Dis Child 2003;88:827-8.
HQ
93

Anda mungkin juga menyukai