Anda di halaman 1dari 53

1

Kekaisaran Romawi Timur




Rhmana
Romania
IMPERIUM ROMANUM
Kekaisaran Romawi
Kekaisaran

3301453



Bendera Kekaisaran pada masa akhir (abad ke-
14)
Lambang kekaisaran dibawah
Palaiologos

Perkembangan wilayah Kekaisaran
Ibu kota Konstantinopel
Bahasa Yunani, Latin
Agama Paganisme Romawi hingga tahun 391, Ortodoks Timur
ditoleransi setelah Edictum Mediolanense tahun 313, dan
menjadi agama negara setelah tahun 380
Pemerintahan Otokrasi
2

Kaisar
- 306337 Konstantinus yang Agung
- 14491453 Konstantinus XI
Legislatif Senat
Era bersejarah Abad Kuno-Akhir Abad Pertengahan
- Diokletianus
memecah
pemerintahan
kekaisaran antara
barat dan timur
285
- Pendirian
Konstantinopel
11 Mei 330
- Penjatuhan
Romulus
Augustulus, Kaisar
Romawi Barat
476
- Skisma Timur-
Barat
1054
- Jatuhnya
Konstantinopel ke
tangan Tentara Salib
1204
- Penaklukan
kembali
Konstantinopel
1261
- Jatuhnya
Konstantinopel
29 Mei 1453
- Jatuhnya
Trebizond
1461
Populasi
- Perkiraan Abad 34,000,000
3

ke-4
- Perkiraan Abad
ke-8 (780 AD)
7,000,000
- Perkiraan Abad
ke-11 (1025 AD)
12,000,000
- Perkiraan Abad
ke-12 (1143 AD)
10,000,000
- Perkiraan Abad
ke-13 (1281 AD)
5,000,000
Mata uang Solidus, Hyperpyron
Kini bagian dari Albania
Aljazair
Armenia
Bosnia dan Herzegovina
Bulgaria
Georgia
Gibraltar
Israel
Italia
Kroasia
Lebanon
Libya
Malta
Mesir
Montenegro
Perancis
Republik Makedonia
Rumania
San Marino
Serbia
Siprus
Slovenia
Spanyol
Suriah
Tunisia
Turki
Ukraina
Vatikan
Yordania
Yunani

4

Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium (ejaan lain: Bizantin,
Byzantin, Byzantine) adalah wilayah timur Kekaisaran Romawi yang terutama berbahasa
Yunani
[1]
pada Abad Kuno dan Pertengahan. Penduduk dan tetangga-tetangga Kekaisaran
Bizantium menjuluki negeri ini Kekaisaran Romawi atau Romania (Yunani: ,
Rhmana). Kekaisaran ini berpusat di Konstantinopel, dan dikuasai oleh kaisar-kaisar yang
merupakan pengganti kaisar Romawi kuno setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.
Tidak ada konsensus mengenai tanggal pasti dimulainya periode Romawi Timur. Beberapa
orang menyebut masa kekuasaan Diokletianus (284-305) dikarenakan reformasi-reformasi
pemerintahan yang ia perkenalkan, yang membagi kerajaan tersebut menjadi pars Orientis
dan pars Occidentis. Pihak lainnya menyebut masa kekuasaan Theodosius I (379-395), atau
setelah kematiannya pada tahun 395, saat kekaisaran terpecah menjadi bagian Timur dan
Barat. Ada juga yang menyebut tahun 476, ketika Roma dijajah untuk ketiga kalinya dalam
seabad yang menandakan jatuhnya Barat (Latin), dan mengakibatkan kaisar di Timur
(Yunani) mendapatkan kekuasaan tunggal.
[2]
Bagaimanapun juga, titik penting dalam sejarah
Romawi Timur adalah ketika Konstantinus yang Agung memindahkan ibukota dari
Nikomedia (di Anatolia) ke Byzantium (yang akan menjadi Konstantinopel) pada tahun 330.
Negeri ini berdiri selama lebih dari ribuan tahun. Selama keberadaannya, Bizantium
merupakan kekuatan ekonomi, budaya, dan militer yang kuat di Eropa, meskipun terus
mengalami kemunduran, terutama pada masa Peperangan Romawi-Persia dan Bizantium-
Arab. Kekaisaran ini direstorasi pada masa Dinasti Makedonia, bangkit sebagai kekuatan
besar di Mediterania Timur pada akhir abad ke-10, dan mampu menyaingi Kekhalifahan
Fatimiyah. Setelah tahun 1071, sebagian besar Asia Kecil direbut oleh Turki Seljuk.
Restorasi Komnenos berhasil memperkuat dominasi pada abad ke-12, tetapi setelah kematian
Andronikos I Komnenos dan berakhirnya Dinasti Komnenos pada akhir abad ke-12,
kekaisaran kembali mengalami kemunduran. Bizantium semakin terguncang pada masa
Perang Salib Keempat tahun 1204, ketika kekaisaran ini dibubarkan secara paksa dan dipisah
menjadi kerajaan-kerajaan Yunani dan Latin yang saling berseteru. Kekaisaran berhasil
didirikan kembali pada tahun 1261, dibawah pimpinan kaisar-kaisar Palaiologos, tetapi
perang saudara pada abad ke-14 terus melemahkan kekuatan kekaisaran. Sisa wilayahnya
dicaplok oleh Kesultanan Utsmaniyah dalam Peperangan Bizantium-Utsmaniyah. Akhirnya,
Konstantinopel berhasil direbut oleh Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei 1453, menandai
berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur.
5

o
Tata nama
Kekaisaran ini mulai disebut "Bizantium" di Eropa Barat pada tahun 1557, ketika
sejarawan Jerman Hieronymus Wolf menerbitkan karyanya yang berjudul Corpus Histori
Byzantin. Istilah "Bizantium" berasal dari kata "Byzantium", yaitu nama kota
Konstantinopel sebelum menjadi ibukota Konstantinus yang Agung. Semenjak itu, nama
lama ini jarang digunakan, kecuali dalam konteks sejarah dan puisi. Selanjutnya, Byzantine
du Louvre (Corpus Scriptorum Histori Byzantin) tahun 1648 dan Historia Byzantina karya
Du Cange tahun 1680 semakin memopulerkan istilah Bizantium di antara pengarang-
pengarang Perancis, seperti Montesquieu.
[3]
Istilah ini kemudian menghilang hingga pada
abad ke-19 ketika orang-orang Barat kembali menggunakannya.
[4]
Sebelumnya, istilah
Yunani-lah yang digunakan untuk kekaisaran ini.
Negeri ini dijuluki oleh penduduknya dengan nama Kekaisaran Romawi,
Kekaisaran Orang-orang Romawi (Latin: Imperium Romanum, Imperium Romanorum,
Yunani: , Basilea tn Rhman, , Arche
tn Rhman), Romania
[n 1]
(Latin: Romania, Greek: , Rhmana), Republik
Romawi (Latin: Res Publica Romana, Yunani: , Politea tn
Rhman),
[6]
Graika (Greek: ),
[7]
dan juga Rhmas ().
[8]

Meskipun Kekaisaran Romawi Timur memiliki ciri multietnis dalam sejarahnya,
[9]

serta menjaga tradisi Romawi-Helenistik,
[10]
negeri ini dikenal oleh negeri-negeri barat dan
utara pada masanya dengan nama Kekaisaran Orang-orang Yunani
[n 2]
karena kuatnya
pengaruh Yunani.
[11]
Penggunaan istilah Kekaisaran Orang-orang Yunani (Latin: Imperium
Graecorum) di Barat merupakan lambang penolakan klaim Bizantium sebagai Kekaisaran
Romawi.
[12]
Klaim Romawi Timur terhadap pewarisan Romawi ditentang di Barat pada masa
Maharani Irene dari Athena, karena pengangkatan Karel yang Agung sebagai Kaisar Romawi
Suci tahun 800 oleh Paus Leo III, yang memandang takhta Romawi kosong (tidak ada
penguasa laki-laki). Paus dan penguasa dari Barat lebih menyukai istilah Imperator Romani
daripada Imperator Romanorum, gelar yang digunakan hanya untuk Karel yang Agung dan
penerus-penerusnya.
[13]

6

Sementara itu, pada peradaban Persia, Islam, dan Slavia, identitas Romawi negeri ini
diakui. Di dunia Islam, Kekaisaran Romawi Timur dikenal dengan nama (Rm
"Roma").
[14][15]

Dalam atlas-atlas sejarah modern, kekaisaran ini biasanya dijuluki Kekaisaran
Romawi Timur pada periode antara 395 hingga 610. Pada peta-peta yang menggambarkan
Kekaisaran setelah tahun 610, istilah Kekaisaran Bizantium biasanya dipakai, karena pada
tahun 620, kaisar Heraklius mengganti bahasa resmi kekaisaran dari Latin ke Yunani.
[16]

Jati diri
"Bizantium bisa didefinisikan sebagai kekaisaran multi-etnis yang muncul sebagai
kekaisaran Kristen, yang kemudian segera terdiri dari kekaisaran Timur yang sudah di-
Helenisasi dan mengakhiri sejarah ribuan tahunnya, pada 1453, sebagai Negara Ortodoks
Yunani: Sebuah kerajaan yang menjadi negara, hampir dengan arti modern kata tersebut.
1

Dalam abad-abad setelah penjajahan Arab dan Lombard pada abad ke-7, sifat multi-
etnisnya (meski bukan multi-bangsa) tetap ada meskipun bagian-bagiannya, Balkan dan Asia
Kecil, mempunyai populasi Yunani yang besar. Etnis minoritas dan komunitas besar
beragama lain (misalnya bangsa Armenia) tinggal dekat perbatasan. Rakyat Romawi Timur
menganggap diri mereka adalah seorang (Rhomaioi - Romawi) yang telah menjadi
sinonim bagi seorang (Hellene - Yunani), dan secara giat mengembangkan kesadaran
diri sebagai negara, sebagai penduduk (Romania, yang merupakan panggilan bagi
Negara Romawi Timur dan dunianya). Hal ini secara jelas tampil dalam karya sastra pada
periode tersebut, terutamanya dalam wiracarita seperti Digenes Akrites.
Peleburan resmi negara Romawi Timur pada abad ke-15 tidak secara langsung
menghancurkan masyarakat Romawi Timur. Pada masa pendudukan Turki, orang-orang
Yunani terus memanggil diri mereka sebagai (bangsa Romawi) dan
(bangsa Yunani), sebuah ciri-ciri yang tetap ada hingga awal abad ke-21 dan masih ada di
Yunani modern kini, meski Romawi telah menjadi nama rakyat daripada sinonim bangsa
seperti zaman dulu.

7


Sejarah awal Kekaisaran Romawi
Pasukan Romawi ketika itu telah berhasil menguasai daerah luas yang melingkupi
seluruh wilayah Mediterania dan sebagian besar Eropa Timur. Wilayah-wilayah ini terdiri
dari berbagai kelompok budaya, baik yang masih primitif maupun yang telah memiliki
peradaban maju. Secara umum, provinsi-provinsi di wilayah Mediterania timur lebih makmur
dan maju karena telah mengalami perkembangan pesat pada masa Kekaisaran Makedonia
serta telah mengalami proses hellenisasi. Sementara itu, provinsi di wilayah Barat
kebanyakan hanya berupa pedesaan yang tertinggal. Perbedaan antara kedua wilayah ini
bertahan lama dan menjadi penting di tahun-tahun berikutnya.
[17]

Pemisahan Kekaisaran Romawi
Pada tahun 293, Diokletianus menciptakan sistem administratif yang baru
(tetrarki),
[18]
sebagai institusi yang dimaksudkan untuk mengefisienkan kontrol Kekaisaran
Romawi yang luas. Ia membagi Kekaisaran menjadi dua bagian, dengan dua kaisar
memerintah dari Italia dan Yunani, masing-masing memiliki wakil-kaisar. Setelah masa
kekuasaan Diokletianus dan Maximianus berakhir, tetrarki runtuh, dan Konstantinus I
menggantinya dengan prinsip penggantian turun temurun.
[19]

Konstantinus memindahkan pusat kekaisaran, dan membawa perubahan-perubahan
penting pada konstitusi sipil dan religius.
[20]
Pada tahun 330, ia mendirikan Konstantinopel
sebagai Roma kedua di Byzantium. Posisi kota tersebut strategis dalam perdagangan antara
Timur dan Barat. Sang kaisar memperkenalkan koin (solidus emas) yang bernilai tinggi dan
stabil,
[21]
serta and mengubah struktur angkatan bersenjata. Dibawah Konstantinus, kekuatan
militer kekaisaran kembali pulih. Periode kestabilan dan kesejahteraan pun dapat dinikmati.


8

Pembaptisan Konstantinus yang dilukis oleh murid-murid Raphael (15201524). Eusebius
dari Caesaria mencatat bahwa Konstantinus menunda pembaptisan hingga saat sebelum
kematiannya, seperti yang menjadi tradisi pada masa itu.
[22]

Dibawah Konstantinus, Kekristenan tidak menjadi agama eksklusif negara, tetapi
didukung oleh kekaisaran, apalagi sang kaisar mendukungnya dengan hak-hak yang
berlimpah. Sang kaisar memperkenalkan prinsip bahwa kaisar tidak perlu menyelesaikan
pertanyaan doktrin, tetapi perlu memanggil dewan-dewan kegerejaan untuk tujuan itu. Synod
Arles dihimpunkan oleh Konstantinus, dan Konsili Nicea Pertama memamerkan klaimnya
untuk menjadi kepala gereja.
[23]

Keadaan kekaisaran tahun 395 dapat dikatakan sebagai hasil kerja Konstantinus.
Prinsip dinasti diterapkan dengan tegas sehingga kaisar yang meninggal pada masa itu,
Theodosius I, dapat mewariskan kekaisaran pada anak-anaknya: Arcadius di Barat dan
Honorius di Timur. Theodosius merupakan kaisar terakhir yang menguasai seluruh Romawi
Barat dan Timur.
[24]

Kekaisaran Timur terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Barat pada
abad ketiga dan keempat, karena Timur memiliki budaya urban yang lebih mapan dan sumber
daya finansial yang lebih kuat, sehingga mampu menghentikan penyerang dengan upeti dan
menyewa tentara-tentara bayaran. Theodosius II memperkuat tembok Konstantinopel,
sehingga kota tersebut aman dari serangan-serangan; tembok tersebut tidak dapat ditembus
hingga tahun 1204. Untuk mengusir orang-orang Hun yang berada dibawah pimpinan Attila,
Theodosius memberi mereka subsidi (konon 300 kg (700 lb) emas).
[25]
Moreover, he favored
merchants living in Constantinople who traded with the Huns and other foreign groups.
9



Kekaisaran Romawi Timur tahun 500 M.
Penerusnya, Marcianus, menolak melanjutkan membayar upeti ini. Beruntungnya,
Attila telah mengalihkan perhatiannya pada Kekaisaran Romawi Barat.
[26]
Setelah
kematiannya tahun 453, negeri Attila runtuh dan Konstantinopel membuka hubungan yang
menguntungkan dengan orang-orang Hun yang tersisa. Mereka akhirnya bertempur sebagai
tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Bizantium.
[27]

Setelah jatuhnya Attila, perdamaian dapat dinikmati di Romawi Timur, sementara
Romawi Barat runtuh (keruntuhannya tercatat pada tahun 476, ketika jenderal Romawi
Jermanik Odoacer menjatuhkan kaisar Romulus Augustulus).
Untuk merebut kembali Italia, kaisar Zeno hanya bisa bernegosiasi dengan Ostrogoth
yang telah menetap di Moesia. Ia mengirim raja Ostrogoth Theodoric ke Italia sebagai
magister militum per Italiam ("kepala komando untuk Italia"). Setelah berhasil menjatuhkan
Odoacer pada tahun 493, Theodoric menguasai Italia.
[24]

Pada tahun 491, Anastasius I menjadi kaisar. Ia adalah seorang reformis energetik dan
administrator yang cakap. Anastasius menyempurnakan sistem koin Konstantinus I dengan
mengatur bobot follis perunggu, koin yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
[28]

Ia juga mengubah sistem perpajakan, serta menghapuskan pajak chrysargyron yang tidak
disukai. Ketika Anastasius meninggal dunia pada tahun 518, jumlah kas negara tercatat
sebesar 320.000 lbs (145.150 kg) emas.
[29]

10

Penaklukan kembali Romawi Barat


Mosaik Justinianus I di Basilika San Vitale, Ravenna.
Justinianus I, yang naik takhta pada tahun 527, melancarkan penaklukan kembali
Romawi Barat.
[30]
Pada tahun 532, putra petani Illyria itu menandatangani perjanjian damai
dengan Khosrau I dari Persia. Meskipun harus membayar upeti tahunan yang besar, front
timur Bizantium menjadi aman. Pada tahun yang sama, Justinianus selamat dari kerusuhan
Nika di Konstantinopel, yang berakhir dengan kematian tiga puluh ribu perusuh.
Kemenangan ini memperkuat posisi Justinianus.
[31]
Paus Agapetus I dikirim ke
Konstantinopel oleh raja Ostrogoth Theodahad, tetapi gagal mencapai kesepakatan
perdamaian dengan Justinianus. Akan tetapi, ia berhasil membuat monofisitisme dicela.
Penaklukan kembali Romawi Barat dimulai pada tahun 533. Justinianus mengirim
jenderalnya Belisarius dan 15.000 tentara untuk merebut kembali provinsi Afrika dari suku
Vandal. Kerajaan Vandal berhasil ditundukkan. Sementara itu, di Italia Ostrogoth, raja
Athalaric pada 2 Oktober 534. Ibunya, Amalasuntha, dipenjarakan dan dibunuh oleh
Theodahad di pulau Martana. Justinianus melihatnya sebagai kesempatan untuk melakukan
intervensi. Pada tahun 535, tentara Bizantium dikirim ke Sisilia. Kemenangan berhasil
digapai, tetapi Ostrogoth memperkuat perlawanan mereka. Kemenangan baru benar-benar
dicapai pada tahun 540, ketika Belisarius merebut Ravenna.
[32]

11



Wilayah Bizantium pada masa Justinianus.
Sayangnya, Ostrogoth berhasil disatukan kembali dibawah pimpinan Totila dan
merebut Roma pada 17 Desember 546. Belisarius ditarik oleh Justinianus pada awal tahun
549.
[33]
Kasim Narses menggantikannya pada akhir tahun 551 dengan membawa tentara
sejumlah 35.000. Totila berhasil dikalahkan dan tewas dalam Pertempuran Busta Gallorum.
Penerusnya, Teia, berhasil ditaklukan dalam Pertempuran Mons Lactarius (Oktober 552).
Selanjutnya, suku Goth masih terus melawan. Suku Franka dan Alamanni pun melancarkan
invasi mereka. Meskipun begitu, perang untuk menguasai semenanjung Italia telah berakhir
dengan kemenangan Romawi Timur.
[34]

Pada tahun 551, bangsawan Visigoth di Hispania, Athanagild, memohon bantuan
Justinianus dalam pemberontakan melawan raja. Sang kaisar mengirim tentara dibawah
pimpinan Liberius. Kekaisaran Bizantium berhasil menguasai sepotong wilayah di pantai
Spania hingga masa kekuasaan Heraklius.
[35]

Sementara itu, di timur, Peperangan Romawi-Persia berkecamuk hingga tahun 561,
ketika Justinianus dan Khosrau menyetujui perdamaian selama 50 tahun. Pada pertengahan
tahun 550, Justinianus telah mencapai kemenangan dalam semua peperangan, dengan
pengecualian di Balkan, ketika kekaisaran terus menerus diserang oleh bangsa Slavia. Pada
tahun 559, kekaisaran diancam oleh Kutrigur dan Sklavinoi. Justinianus memanggil
Belisarius, dan begitu bahaya telah sirna, sang kaisar mengambil alih kekuasaan sendiri.
Berita bahwa Justinianus memperkuat armada Donaunya membuat Kutrigur cemas, sehingga
mereka setuju dengan traktat yang memberi mereka subsidi dan jalur yang aman di sungai.
[31]

Justinianus juga terkenal karena pencapaiannya dalam bidang hukum.
[36]
Pada tahun
529, komisi berjumlah sepuluh orang yang dikepalai oleh Iohannis Orientalis merevisi
12

undang-undang Romawi kuno. Seluruh "undang-undang Justinianus" saat ini dikenal dengan
nama Corpus Juris Civilis.
Selama abad ke-6, budaya Yunani-Romawi masih berpengaruh kuat di Timur. Filsafat
dan budaya Kristen menjadi semakin penting dan mulai mendominasi budaya lama. Himne-
himne yang Romanus Melodus menandai pengembangan Liturgi Ketuhanan. Aristek-arsitek
dan pembangun bekerja keras untuk menyelesaikan gereja baru Hagia Sophia yang
menggantikan gereja lama yang hancur akibat kerusuhan Nika. Selama abad keenam dan
ketujuh, kekaisaran diguncang oleh wabah pes, yang membinasakan banyak jiwa, serta
mengakibatkan kemunduran ekonomi dan pelemahan kekaisaran.
[37]

Setelah Justinianus mangkat pada tahun 565, penggantinya, Justinus II, menolak
membayar upeti untuk Persia. Sementara itu, suku Lombard menyerbu Italia. Pengganti
Justinus, Tiberius II, memberi subsidi kepada suku Avar, sementara melancarkan serangan
terhadap Persia. Subsidi gagal menenangkan suku Avar. Mereka merebut benteng Sirmium
tahun 582, sementara bangsa Slavia mulai menyeberangi sungai Donau. Maurice, yang
menggantikan Tiberius, turut campur dalam perang saudara Persia, serta menempatkan
Khosrau II kembali ke takhta dan menikahkan putrinya dengannya. Traktat Maurice dengan
ipar barunya membawa status quo baru di timur, dan mengurangi biaya pertahanan selama
perdamaian ini (jutaan solidi berhasil diselamatkan berkat remisi upeti untuk Persia). Setelah
kemenangannya di front timur, Maurice dapat mengalihkan perhatiannya ke Balkan, dan pada
tahun 602, ia berhasil mengusir suku Avar dan Slavia.
[24]

Menyusutnya perbatasan
Dinasti Heraklius
Setelah Maurice dibunuh oleh Phocas, Khosrau mencoba menaklukan provinsi
Mesopotamia Romawi.
[38]
Phocas, seorang pemimpin tak populer yang dideskripsikan
sebagai "tiran" dalam sumber-sumber Bizantium, merupakan target konspirasi-konspirasi
senat. Ia dijatuhkan pada tahun 610 oleh Heraklius.
[39]
Setelah Heraklius berkuasa, tentara
Persia terus mendesak hingga memasuki Asia Kecil. Mereka menduduki Damaskus dan
Yerusalem, serta memindahkan Salib Sesungguhnya ke Ctesiphon.
[40]
Heraklius melancarkan
serangan balasan dengan ciri perang suci. Tentara Romawi Timur berperang dengan
membawa citra acheiropoietos Kristus sebagai panji militer.
[41]
Tentara Persia berhasil
13

dihancurkan dalam pertempuran di Ninewe tahun 627. Pada tahun 629, Heraklius
mengembalikan Salib Sesungguhnya ke Yerusalem dalam upacara yang penuh keagungan.
[42]

Perang ini melemahkan Bizantium dan Sassaniyah Persia, serta membuat keduanya rentan
terhadap serangan tentara-tentara Muslim Arab yang sedang bangkit pada masa itu.
[43]

Tentara Arab berhasil menghancurkan tentara Romawi Timur dalam Pertempuran Yarmuk
tahun 636, dan Ctesiphon jatuh pada tahun 634.
[44]



Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 650.
Tentara Arab, yang telah menaklukan Suriah dan Levant, terus menerus menyerang
Anatolia, dan antara tahun 674 hingga 678 mengepung Konstantinopel. Armada Arab
berhasil diusir dengan menggunakan api Yunani, dan gencatan senjata selama tiga puluh
tahun disetujui antara kekaisaran dengan Kekhalifahan Umayyah.
[45]
Serangan terhadap
Anatolia terus berlanjut, dan mempercepat matinya budaya urban klasik. Penduduk-penduduk
banyak yang membentengi kembali wilayah-wilayah yang lebih kecil dalam benteng kota
lama, atau pindah ke benteng-benteng terdekat.
[46]
Besar Konstantinopel sendiri juga
menyusut, dari 500.000 penduduk menjadi hanya 40.000-70.000 saja, yang disebabkan
karena Konstantinopel kehilangan sumber gandum pada tahun 618 ketika Mesir direbut oleh
Persia (provinsi ini dapat direbut kembali tahun 629, tetapi akhirnya dikuasai oleh Arab pada
tahun 642).
[47]



14

Api Yunani digunakan pertama kali oleh angkatan bersenjata Bizantium selama Peperangan
Bizantium-Arab.
Penarikan tentara di Balkan untuk bertempur melawan Persia dan Arab di timur telah
membuka pintu bagi perluasan wilayah bangsa Slavia. Akibatnya, seperti di Anatolia, banyak
kota menyusut menjadi permukiman terbenteng yang kecil.
[48]
Pada tahun 670-an, bangsa
Bulgaria didesak ke selatan sungai Donau oleh bangsa Khazar. Tentara Bizantium yang
dikirim untuk membubarkan permukiman-permukiman baru ini dikalahkan pada tahun 680.
Konstantinus IV lalu menandatangani perjanjian dengan khan Bulgaria Asparukh, dan negara
Bulgaria baru memperoleh kedaulatan atas beberapa suku-suku Slavia yang sebelumnya
mengakui kekuasaan Bizantium.
[49]
Pada tahun 687688, kaisar Justinianus II memimpin
ekspedisi melawan Slavia dan Bulgaria yang cukup berhasil.
[50]

Kaisar Heraklius terakhir, Justinianus II, mencoba menghancurkan kekuatan
aristokrasi perkotaan melalui perpajakan dan penunjukkan "orang luar" dalam jabatan-jabatan
administratif. Ia dijatuhkan pada tahun 695, dan berlindung ke bangsa Khazar, lalu Bulgaria.
Pada tahun 705, Justinianus II kembali ke Konstantinopel bersama tentara khan Bulgaria,
Tervel. Ia merebut kembali takhta, dan mendirikan rezim teror bagi musuh-musuhnya.
Justinianus II dijatuhkan kembali pada tahun 711, sehingga berakhirlah Dinasti Heraklius.
[51]

Dinasti Isauria hingga masa saat Basil I naik takhta


Kekaisaran Romawi Timur saat Leo III naik takhta tahun 717. Wilayah bergaris merupakan
daerah yang diserang oleh bangsa Arab.
Leo III berhasil mengusir serangan Muslim tahun 718, dan menggapai kemenangan
dengan bantuan dari khan Bulgaria, Tervel, yang berhasil membunuh 32.000 pasukan Arab
15

dengan tentaranya. Penerusnya, Konstantinus V, mencapai kemenangan di Suriah utara, dan
melemahkan kekuatan Bulgaria.
Pada tahun 826, Arab merebut Kreta, dan menyerang Sisilia, tetapi pada 3 September
863, jenderal Petronas berhasil menggapai kemenangan besar dalam pertempuran melawan
Umar al-Aqta, emir Melitene. Dibawah kepemimpinan kaisar Bulgaria Krum, ancaman
Bulgaria muncul kembali, tetapi pada tahun 814, putra Krum, Omortag, berdamai dengan
Kekaisaran Bizantium.
[52]



Ikonoklasme Bizantium pada abad ke-9.
Abad kedelapan dan kesembilan kental dengan kontroversi dan perpecahan religius
akibat ikonoklasme. Ikon-ikon dilarang oleh Leo III dan Konstantinus V, yang
mengakibatkan pemberontakan yang dilancarkan oleh ikonodul (pendukung ikon) di seluruh
kekaisaran. Atas upaya Maharani Irene, Konsili Nicea Kedua dihimpunkan tahun 787, dan
menegaskan bahwa ikon dapat dihormati tetapi tidak disembah. Pada tahun 813, Leo V
menetapkan kembali kebijakan ikonoklasme, namun Maharani Theodora memulihkan
pemujaan ikon dengan bantuan Patriark Methodios pada tahun 843.
[53]
Ikonoklasme
memperlebar jurang perpecahan antara Timur dan Barat, yang semakin memburuk pada masa
skisma Photios, ketika Paus Nikolas I menentang pengangkatan Photios sebagai patriark.
Dinasti Makedonia dan kebangkitan
Peperangan melawan Muslim
16



Kekaisaran Romawi Timur tahun 867.
Pada tahun 867, Romawi Timur telah menstabilkan kembali posisinya di timur dan
barat. Berkat efisiensi pada struktur militer, kaisar mampu merencanakan perang penaklukan
kembali di timur.
Proses penaklukan kembali dimulai dengan hasil yang tak tetap. Kreta berhasil
ditaklukan untuk sementara (843), tetapi selanjutnya tentara Bizantium mengalami kekalahan
di Bosporus, sementara kaisar tak mampu mencegah penaklukan Muslim di Sisilia (827
902). Dengan menggunakan Tunisia sebagai batu loncatan, tentara Muslim menaklukan
Palermo tahun 831, Messina tahun 842, Enna tahun 859, Siracusa tahun 878, Catania tahun
900, dan benteng Bizantium terakhir, Taormina, tahun 902.


Keberhasilan militer pada abad kesepuluh diikuti dengan kebangkitan budaya, yang disebut
Renaisans Makedonia.
17

Kekurangan tersebut segera diseimbangkan melalui keberhasilan ekspedisi terhadap
Damietta di Mesir (856), dikalahkannya Emir Melitene (863), pemastian kekuasaan
kekaisaran di Dalmatia (867), dan serangan Basil I terhadap Efrat (870s). Basil I mampu
menangani situasi di Italia selatan dengan baik, sehingga provinsi tersebut akan tetap berada
di tangan Bizantium selama 200 tahun berikutnya.
Pada tahun 904, bencana melanda kekaisaran ketika kota keduanya, Thessaloniki,
dijarah oleh armada Arab yang dipimpin oleh pengkhianat Bizantium Leo dari Tripoli.
Tentara Romawi Timur membalas dengan menghancurkan armada Arab tahun 908, serta
menjarah kota Laodicea di Suriah dua tahun kemudian. Meskipun pembalasan telah
dilakukan, Bizantium tak mampu mengguncang Muslim, yang telah menghancurkan tentara
kekaisaran di Kreta tahun 911.
Situasi di perbatasan dengan Arab tetap cair. Varangia, yang menyerang
Konstantinopel untuk pertama kalinya pada tahun 860, menjadi tantangan baru. Pada tahun
941, mereka muncul di pantai Bosporus bagian Asia. Kali ini mereka berhasil dihancurkan,
menunjukkan menguatnya kekuatan militer Bizantium setelah tahun 907, ketika hanya
diplomasi yang mampu mengusir penyerang-penyerang tersebut.
Kaisar Nikephoros II Phokas (berkuasa 963969) dan Yohanes I Tzimiskes (969976)
memperluas wilayah kekaisaran hingga Suriah, menundukkan emir-emir di Irak barat laut,
serta menaklukan kembali Kreta dan Siprus. Pada pemerintahan Yohanes, tentara kekaisaran
sempat mengancam Yerusalem. Emirat Aleppo dan tetangga-tetangganya menjadi vassal
kekaisaran. Setelah banyak melancarkan kampanye militer, ancaman Arab terakhir bagi
Bizantium berhasil ditaklukan ketika Basil II dengan cepat menarik 40.000 tentara berkuda
untuk membebaskan Suriah Romawi. Dengan surplus sumber daya alam, Basil II
merencanakan ekspedisi ke Sisilia untuk merebutnya dari bangsa Arab. Setelah kematiannya
tahun 1025, ekspedisi berangkat pada tahun 1040-an, dan berhasil menggapai keberhasilan
awal, tetapi keberhasilan itu selanjutnya terhambat.
Peperangan melawan Kekaisaran Bulgaria
18



Kaisar Basil II sang Pembantai Bulgar (9761025).
Pergumulan lama dengan Takhta Suci berlanjut, dipacu oleh pertanyaan keunggulan
religius terhadap Bulgaria yang baru dikristenkan. Akibatnya, Tsar Simeon I melancarkan
invasi pada tahun 894, tetapi berhasil dihentikan melalui diplomasi Bizantium, yang
memohon bantuan dari bangsa Hongaria. Romawi Timur akhirnya dikalahkan dalam
Pertempuran Bulgarophygon (896) dan diharuskan membayar upeti kepada bangsa Bulgaria.
Selanjutnya (912), Simeon berhasil memaksa Bizantium menganugerahinya takhta basileus
(kaisar) Bulgaria dan membuat Kaisar Konstantinus VII menikahi salah satu putri Simeon.
Ketika pemberontakan di Konstantinopel menghambat upaya ini, Simeon menyerang Trakia
dan menaklukan Adrianopel.
[54]

Ekspedisi kekaisaran dibawah pimpinan Leo Phocas dan Romanos Lekapenos
mengalami kekalahan besar dalam Pertempuran Acheloos (917), dan pada tahun berikutnya
Bulgaria memasuki dan merampok Yunani utara hingga sejauh Korintus. Adrianopel berhasil
direbut kembali pada tahun 923, tetapi pada tahun 924 tentara Bulgaria mengepung
Konstantinopel. Situasi di Balkan membaik setelah kematian Simeon tahun 927. Pada tahun
968, Bulgaria diserbu oleh Rus' dibawah pimpinan Sviatoslav I dari Kiev. Tiga tahun
kemudian, Kaisar Yohanes I Tzimiskes berhasil mengalahkan bangsa Rus' dan memasukkan
wilayah Bulgaria timur ke dalam kekaisaran.
19



Wilayah kekaisaran dibawah pimpinan Basil II.
Perlawanan Bulgaria berkecamuk pada masa dinasti Cometopuli. Kaisar baru Basil II
(berkuasa 9761025) berupaya menundukkan bangsa Bulgaria. Ekspedisi pertama Basil
mengalami kegagalan di Gerbang Trajanus. Pada tahun-tahun berikutnya, kaisar sibuk
dengan pemberontakan internal di Anatolia, sementara Bulgaria memperluas kekuasaan
mereka di Balkan. Perang berlarut selama hampir dua puluh tahun. Kemenangan Romawi
Timur di Spercheios dan Skopje berhasil melemahkan tentara Bulgaria. Dalam kampanye
militer tahunannya, Basil terus mengurangi jumlah benteng Bulgaria. Akhirnya, dalam
Pertempuran Kleidion tahun 1014, Bulgaria berhasil dikalahkan.
[55]
Tentara Bulgaria
ditangkap, dan konon 99 dari 100 tentara dibutakan, sementara sisanya diberi satu mata untuk
memimpin teman sebangsanya pulang. Ketika Tsar Samuil menyaksikan nasib tentaranya, ia
meninggal akibat syok. Pada tahun 1018, benteng Bulgaria terakhir telah menyerah, dan
negara mereka menjadi bagian dari Bizantium. Kemenangan ini merestorasi perbatasan
Donau, yang tidak dikuasai semenjak masa kaisar Heraklius.
[54]




Hubungan dengan Rus' Kiev

20


Rus' Kiev di bawah tembok Konstantinopel (860).
Antara tahun 850 hingga 1100, kekaisaran membina hubungan dengan Rus' Kiev.
Bizantium merupakan mitra budaya dan perdagangan bagi Kiev, tetapi hubungan antara
mereka tidak selalu hangat. Konflik paling serius antara kedua negara adalah perang 968971
di Bulgaria. Serangan-serangan Rus' terhadap kota-kota Bizantium di pantai Laut Hitam dan
Konstantinopel juga tercatat dalam sejarah. Meskipun serangan-serangan tersebut dapat
dihalau, serangan itu berakhir dengan traktat perdagangan yang menguntungkan Rus'.
Hubungan Rus'-Bizantium membaik setelah pernikahan porphyrogenita Anna dengan
Vladimir yang Agung. Berkat Kristenisasi pula, hubungan kedua negara semakin manis.
Pendeta, arsitek, dan artis Bizantium diundang untuk membantu pengerjaan katedral dan
gereja di Rus', sehingga pengaruh budaya Bizantium semakin luas. Beberapa tentara Rus'
menjadi tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Bizantium, dengan yang paling terkenal
adalah Penjaga Varangia.
Puncak
Kekaisaran Bizantium membentang dari Armenia di timur hingga Calabria di barat.
[54]

Banyak keberhasilan telah digapai, dari penaklukan Bulgaria, aneksasi wilayah Georgia dan
Armenia, hingga pemusnahan penyerang Mesir di luar Antiokhia. Kemenangan-kemenangan
tersebut masih belum cukup; Basil mempertimbangkan untuk mengusir pendudukan Arab di
Sisilia. Ia berencana menaklukan kembali pulau tersebut, tetapi kematian terlebih dahulu
menuntut nyawanya tahun 1025.
[54]

Krisis dan perpecahan
Bizantium segera terperosok dalam periode kesulitan, terutama diakibatkan oleh
kerusakan sistem dan pengabaian militer. Nikephoros II (963969), Yohanes Tzimiskes dan
Basil II mengubah divisi militer (, tagmata) dari angkatan bersenjata penduduk
yang defensif menjadi tentara profesional yang banyak diisi oleh tentara bayaran. Akan
tetapi, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa tentara bayaran tidaklah sedikit.
Sementara itu, ancaman invasi terus sirna pada abad kesepuluh, dan begitu pula kebutuhan
garnisun dan perbentengan yang mahal.
[56]
Basil II mewarisi kas yang berkembang pada
21

penerus-penerusnya, tapi lupa untuk merencanakan penerusnya. Tidak ada satupun
penerusnya yang memiliki bakat politik atau militer, sehingga pemerintahan kekaisaran jatuh
ke tangan pegawai negeri. Usaha untuk memulihkan ekonomi Bizantium hanya
mengakibatkan inflasi dan menurunnya nilai koin emas. Angkatan bersenjata lalu dipandang
sebagai kebutuhan yang tak penting dan ancaman politik. Maka dari itu, tentara asli dipecat
dan digantikan oleh tentara bayaran asing.
[57]

Pada masa yang sama, kekaisaran menghadapi musuh baru yang ambisius. Provinsi-
provinsi Bizantium di Italia selatan diancam oleh suku Norman, yang datang ke Italia pada
awal abad kesebelas. Selama periode perselisihan antara Konstantinopel dengan Roma yang
berakhir dengan Skisma Timur-Barat tahun 1054, suku Norman mulai menyerbu Italia
Bizantium.
[58]
Romawi Timur juga kehilangan pengaruh mereka atas kota-kota pantai di
Dalmatia karena direbut Peter Kreimir IV dari Kroasia tahun 1069.
[59]

Di Asia Kecil-lah bencana terbesar akan terjadi. Turki Seljuq melancarkan eksplorasi
pertama mereka melintasi perbatasan Bizantium ke Armenia pada tahun 1065 dan 1067.
Kedaruratan dibebankan pada aristokrasi militer di Anatolia yang pada tahun 1068
mengamankan pemilihan salah satu dari mereka sendiri, Romanos Diogenes, sebagai kaisar.
Pada musim panas tahun 1071, Romanos melancarkan kampanye militer besar terhadap
Seljuk. Pada Pertempuran Manzikert, Romanos tidak hanya menderita kekalahan di tangan
Sultan Alp Arslan, tetapi juga ditangkap. Alp Arslan memperlakukannya dengan hormat, dan
tidak mengenakan syarat-syarat keras pada Bizantium.
[57]
Sementara itu, di Konstantinopel,
kudeta yang mendukung Michael Doukas berlangsung. Pada tahun 1081, Seljuk memperluas
kekuasaan mereka di Anatolia. Wilayah mereka membentang dari Armenia di timur hingga
Bithynia di barat. Ibukota Seljuk didirikan di Nicea, yang hanya terletak sejauh 55 mil
(88 km) dari Konstantinopel.
[60]

Dinasti Komnenos dan Tentara Salib
Alexios I dan Perang Salib Pertama
22



Kekaisaran Romawi Timur dan Kesultanan Rm sebelum Perang Salib.
Setelah pertempuran Manzikert, berkat usaha dinasti Komnenos, pemulihan berhasil
dilakukan.
[61]
Kaisar pertama dinasti ini adalah Isaac I (10571059), dan yang kedua adalah
Alexios I. Pada masa kekuasaannya, Alexios menghadai serangan Norman yang dipimpin
oleh Robert Guiscard dan putranya Bohemund dari Taranto. Mereka merebut Dyrrhachium
dan Corfu, serta mengepung Larissa di Thessaly. Kematian Robert Guiscard pada tahun 1085
meringankan masalah Norman untuk sementara. Sementara itu, Alexios berhasil
mengalahkan Pecheneg dalam Pertempuran Levounion pada tanggal 28 April 1091.
[24]



Potret Kaisar Alexios I.
23

Selepas mencapai kestabilan di Barat, Alexios dapat mengalihkan perhatiannya
terhadap kesulitan ekonomi dan disintegrasi pertahanan lama kekaisaran.
[62]
Ia ingin merebut
kembali wilayah yang lepas di Asia Kecil dan menghancurkan Seljuk, tetapi tidak
mempunyai cukup tentara. Pada Konsili Piacenza tahun 1095, utusan Alexios berbicara
kepada Paus Urbanus II mengenai penderitaan orang Kristen di Timur, dan menekankan
bahwa tanpa bantuan dari Barat, mereka akan terus menderita akibat kekuasaan Muslim.
Urban memandang permohonan Alexios sebagai kesempatan untuk memperkokoh Eropa
Barat dan memperkuat kekuasaan kepausan.
[63]
Pada 27 November 1095, Paus Urbanus II
menyerukan perang suci untuk merebut kembali Yerusalem dan Timur dari tangan
Muslim.
[24]

Alexios telah menantikan bantuan dalam bentuk tentara bayaran dari Barat, tetapi
sama sekali tidak siap untuk menghadapi kekuatan besar yang akan melewati wilayah
Bizantium. Alexios merasa tidak nyaman karena empat dari delapan pemimpin tentara salib
utama adalah orang Norman, salah satunya Bohemund. Tentara Salib harus melewati
Konstantinopel. Untungnya, kaisar berhasil menanganinya. Ia mengharuskan pemimpin-
pemimpin perang salib bersumpah agar dalam perjalanan mereka menuju Tanah Suci, mereka
harus menyerahkan wilayah atau kota yang mereka taklukan dari Turki kepada Romawi
Timur. Sebagai gantinya, Alexios akan memberi mereka panduan, persediaan makanan, dan
pengawalan militer.
[64]
Berkat sumpah itu, Alexios berhasil menguasai kembali kota-kota dan
pulau-pulau penting, dan bahkan sebagian besar Asia Kecil barat. Sayangnya, tentara salib
meyakini sumpah mereka sudah tidak berlaku ketika Alexios tidak membantu mereka dalam
pengepungan Antiokhia (ia sebenarnya telah mempersiapkan jalan menuju Antiokhia, tetapi
Stephen dari Blois meyakinkannya untuk mundur. Stephen meyakinkannya bahwa ekspedisi
telah gagal).
[65]
Bohemund, yang menetapkan dirinya sebagai Pangeran Antiokhia, sempat
berperang melawan Bizantium, tetapi akhirnya setuju untuk menjadi vassal Bizantium dalam
Traktat Devol tahun 1108. Berkat traktat tersebut, ancaman Norman berhasil dipadamkan.
[66]

Yohanes II, Manuel I, dan Perang Salib Kedua
24



Manuskrip yang menggambarkan direbutnya Yerusalem selama Perang Salib Pertama.
Putra Alexios, Yohanes II Komnenos, menggantikannya tahun 1118, dan berkuasa
hingga tahun 1143. Yohanes adalah seorang kaisar yang soleh dan berdedikasi, yang ingin
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh Pertempuran Manzikert.
[67]
Ia terkenal akan
kesalehannya dan masa kekuasaannya yang lembut dan adil. Yohanes adalah contoh
pemimpin bermoral, pada masa ketika kekejaman merupakan norma.
[68]
Maka, ia dijuluki
sebagai Marcus Aurelius Bizantium. Pada masa kekuasaannya, Yohanes bersekutu dengan
Kekaisaran Romawi Suci di Barat, mengalahkan Pecheneg dalam Pertempuran Beroia,
[69]

serta memimpin kampanye militer terhadap orang-orang Turki di Asia Kecil. Kampanye
militer Yohanes mengubah keseimbangan kekuatan di timur, memaksa Turki mengambil
posisi defensif, serta merebut kembali kota-kota Bizantium di Anatolia.
[70]
Ia juga berhasil
mengusir serangan Hongaria dan Serbia pada tahun 1120-an. Pada tahun 1130, Yohanes
bersekutu dengan kaisar Jerman Lothair III. Mereka bersama-sama berperang melawan raja
Norman, Roger II dari Sisilia.
[71]
Pada masa akhir kekuasaannya, Yohanes memusatkan
kegiatannya di Timur. Ia mengalahkan emirat Danishmend, menaklukan kembali seluruh
Cilicia, dan memaksa Raymond dari Poitiers, Pangeran Antiokhia, untuk mengakui
kekuasaan Bizantium. Dalam upaya untuk menunjukkan peran Romawi Timur sebagai
pemimpin dalam dunia Kristen, Yohanes maju ke Tanah Suci. Harapannya pupus karena
pengkhianatan sekutu tentara salibnya.
[72]
Pada tahun 1142, Yohanes kembali menekankan
klaimnya terhadap Antiokhia, tetapi ia wafat pada tahun 1143 akibat insiden berburu.
Raymond memberanikan diri menyerang Cilicia, tetapi gagal dan terpaksa pergi ke
Konstantinopel untuk memohon belas kasihan kaisar yang baru.
[73]

25



Kekaisaran Romawi Timur (warna ungu) tahun 1180, pada akhir periode Komnenos.
Manuel I Komnenos, putra keempat Yohanes, terpilih sebagai penerus takhta
kekaisaran. Ia melancarkan kampanye militer terhadap tetangga-tetangganya di barat dan
timur. Di Palestina, ia bersekutu dengan Kerajaan Yerusalem, dan mengirim armada besar
untuk ikut serta dalam invasi ke Mesir Fatimiyyah. Manuel memperkuat posisinya sebagai
maharaja negara-negara Tentara Salib. Hegemoninya terhadap Antiokhia dan Yerusalem
dipastikan melalui persetujuan dengan Raynald, Pangeran Antiokhia, dan Amalric, Raja
Yerusalem.
[74]
Dalam upaya untuk merestorasi kekuasaan Bizantium di pelabuhan-pelabuhan
Italia Selatan, Manuel mengirim ekspedisi ke Italia tahun 1155, tetapi sengketa dengan
koalisi mengakibatkan kegagalan kampanye militer ini. Meskipun begitu, angkatan bersenjata
Manuel berhasil menyerbu Kerajaan Hongaria tahun 1167. Tentara Hongaria dapat
dikalahkan dalam Pertempuran Sirmium. Pada tahun 1168, hampir seluruh pantai Adriatik
timur berada di tangan Manuel.
[75]
Manuel lalu bersekutu dengan Paus dan kerajaan-kerajaan
Kristen Barat. Pada masa Perang Salib Kedua, tentara salib harus melewati wilayah Romawi
Timur untuk mencapai tanah suci. Manuel membiarkan mereka lewat, dan memastikan
tentara salib tidak menyebabkan kekacauan.
[76]

Di timur, Manuel menderita kekalahan dalam Pertempuran Myriokephalon tahun
1176. Akan tetapi, kekalahan itu segera diperbaiki. Pada tahun berikutnya, Manuel berhasil
mengalahkan tentara Turki.
[77]
Komandan Romawi Timur Yohanes Vatatzes, yang
menghancurkan penyerang Turki dalam Pertempuran Hyelion dan Leimocheir, tidak hanya
membawa pasukan dari ibukota, tetapi juga berhasil mengumpulkan tentara dalam perjalanan.
Hal ini merupakan lambang bahwa tentara Bizantium tetap kuat dan program pertahanan di
Asia Kecil barat masih berhasil.
[78]

26



Manuel I Komnenos.
Renaisans abad keduabelas
Yohanes dan Manuel menerapkan kebijakan militer aktif, dan memanfaatkan sumber
daya yang ada untuk pertahanan kota atau pengepungan. Kebijakan perbentengan agresif
merupakan jatung kebijakan militer mereka.
[79]
Meskipun mengalami kekalahan di
Myriokephalon, kebijakan Alexios, Yohanes, dan Manuel, berhasil memperluas wilayah
kekaisaran, mencapai kestabilan perbatasan di Asia Kecil, serta mengamankan perbatasan
Eropa kekaisaran. Dari tahun 1081 hingga 1180, angkatan bersenjata Komnenos menjamin
keamanan Romawi Timur, sehingga peradaban Bizantium memiliki kesempatan untuk
berkembang.
[80]

Provinsi-provinsi Barat mampu menggapai kebangkitan ekonomi. Selama abad
keduabelas, jumlah penduduk dan tanah pertanian meningkat. Bukti arkeologi dari Eropa dan
Asia Kecil menunjukkan perbesaran permukiman kota. Pada masa ini, perdagangan juga
berkembang.
[81]

Dalam bidang artistik, muncul kebangkitan dalam bidang mosaik. Sekolah-sekolah
arsitektur regional mulai memproduksi banyak gaya baru yang berasal dari berbagai
pengaruh budaya.
[82]
Selama abad keduabelas, model humanisme awal muncul sebagai
renaisans ketertarikan terhadap penulis-penulis klasik.
[83]

Kemunduran dan disintegrasi
Dinasti Angeloi
27

Manuel wafat pada tanggal 24 September 1180. Ia digantikan oleh putranya yang
masih berusia sebelas tahun, Alexios II Komnenos. Alexios II sangat tidak kompeten.
Pemerintahannya kurang disukai karena latar belakang Franka ibunya, Maria dari
Antiokhia.
[84]
Akhirnya, Andronikos I Komnenos, cucu Alexios I, mengobarkan
pemberontakan melawan saudaranya dan berhasil menjatuhkannya dalam kudeta. Ia
melangsungkan pawai di Konstantinopel pada Agustus 1182 dengan memanfaatkan
kepopulerannya di angkatan bersenjata. Selanjutnya Andronikos menggalakkan pembantaian
orang-orang Latin.
[85]
Setelah menghabisi musuh-musuhnya, ia menyatakan dirinya sebagai
kaisar pada September 1183. Andronikos mencabut nyawa Alexios II dan merampas istri
Alexios yang berusia 12 tahun, Agnes dari Perancis.
[85]

Andronikos memulai pemerintahannya dengan baik. Reformasi pemerintahan yang
dilancarkannya dipuji oleh sejarawan-sejarawan. Menurut George Ostrogorsky, Andronikos
berdedikasi untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Dibawah kekuasaannya,
penjualan jabatan dihentikan. Pemilihan pejabat didasarkan pada jasa, bukan karena pilih
kasih. Pejabat-pejabat diberi upah yang layak sehingga praktik suap dapat dikurangi.
[86]

Aristokrat-aristokrat merasa geram dengannya. Sementara itu, perilaku Andronikos juga
dipandang kurang baik. Penghukuman mati dan kekerasan kerap terjadi, sehingga masa
kekuasaannya menjadi rezim teror.
[87]
Andronikos berupaya menghabisi aristokrasi.
Perjuangan melawan aristokrasi berubah menjadi pembantaian, sementara kaisar
melancarkan tindakan yang lebih kejam untuk menopang rezimnya.
[86]



Ilustrasi kematian Andronikos.
28

Meskipun mempunyai latar belakang militer, Andronikos tak mampu melawan Isaac
Komnenos dari Siprus, Bla III dari Hongaria yang mencaplok wilayah-wilayah Kroasia, dan
Stephen Nemanja dari Serbia yang menyatakan kemerdekaan dari Romawi Timur. Keadaan
semakin memburuk ketika William II dari Sisilia menyerang Romawi Timur dengan
angkatan perang sejumlah 300 kapal dan 80.000 tentara pada tahun 1185.
[88]
Andronikos
memobilisasi armada kecil yang berjumlah 100 kapal untuk melindungi ibukota. Penyerang-
penyerang ini baru dapat diusir pada masa kekuasaan kaisar berikutnya, Isaac Angelos.
Atas dukungan rakyat, Andronikos akhirnya dijatuhkan oleh Isaac Angelos.
[89]
Kaisar
yang telah dijatuhkan berusaha melarikan diri bersama istrinya, tetapi ditangkap. Isaac
menyerahkannya kepada massa selama tiga hari. Setelah beragam macam penyiksaan,
Andronikos akhirnya tewas pada 12 September 1185. Ia adalah anggota Dinasti Komnenos
terakhir yang menguasai Konstantinopel. Isaac Angelos dari Dinasti Angeloi
menggantikannya sebagai kaisar.
Pada masa kekuasaan Isaac II, dan juga penerusnya Alexios III Angelos,
pemerintahan dan pertahanan Bizantium mulai runtuh. Meskipun Norman berhasil diusir dari
Yunani, pada tahun 1186 Vlach dan Bulgar melancarkan pemberontakan yang berujung pada
berdirinya Kekaisaran Bulgaria Kedua. Kebijakan dalam negeri Angeloi berciri pemborosan
harta publik dan maladministrasi fiskal. Pemerintahan Bizantium terus melemah, dan
kekosongan kekuasaan yang tumbuh di kekaisaran memicu perpecahan. Salah satu buktinya
adalah saat beberapa penerus Komnenos mendirikan negara semi-independen di Trebizond
sebelum tahun 1204.
[90]
Menurut Alexander Vasiliev, "dinasti Angeloi mempercepat
keruntuhan kekaisaran."
[91]

Perang Salib Keempat
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Perang Salib Keempat.

29


Tentara Salib Memasuki Konstantinopel, karya Eugne Delacroix (1840).
Pada tahun 1198, Paus Innosensius III memulai pembicaraan mengenai perang salib
baru melalui legatus dan surat-surat ensiklik.
[92]
Tujuan perang salib tersebut adalah untuk
menaklukkan Mesir, yang merupakan pusat kekuatan Muslim di Levant. Tentara Salib yang
tiba di Venesia pada musim panas 1202 jumlahnya lebih kecil daripada yang dinanti. Mereka
juga tidak mempunyai dana yang cukup untuk menyewa armada Venesia. Sebagai ganti
pembayaran, Tentara Salib setuju untuk membantu merebut pelabuhan (Kristen) Zara di
Dalmatia (kota vassal Venesia, tetapi memberontak dan dilindungi oleh Hongaria tahun
1186).
[93]
Zara berhasil direbut pada November 1202 setelah pengepungan singkat.
[94]

Innosensius, yang telah diberitahu mengenai rencana tersebut tetapi penentangannya
diabaikan, tidak ingin membahayakan rencana Perang Salib, sehingga ia memberikan
pengampunyan bersyarat kepada Tentara Salib, tetapi Venesia tidak mendapatkannya.
[95]



Peta yang menunjukkan pembagian Kekaisaran Bizantium setelah Perang Salib Keempat.
Setelah Theobald III wafat, kepemimpinan Tentara Salib berganti tangan ke Boniface
dari Montferrat, teman Philip dari Swabia. Baik Boniface maupun Philip telah menikah
dengan anggota keluarga kekaisaran Bizantium. Ipar Philip, Alexios Angelos (putra dari
Kaisar Isaac II Angelos, yang telah dijatuhkan dan dibutakan), memohon bantuan ke Eropa
dan telah berhubungan dengan Tentara Salib. Alexios menawarkan penyatuan kembali gereja
Bizantium dengan Roma, pembayaran 200.000 mark perak, dan bantuan-bantuan lainnya.
[96]

Innosensius mengetahui rencana untuk mengalihkan Perang Salib ke Konstantinopel dan
melarang serangan terhadap kota tersebut, tetapi surat paus baru tiba setelah armada telah
meninggalkan Zara.
30

Tentara Salib tiba di Konstantinopel pada musim panas tahun 1203. Alexios III
melarikan diri dari ibukota. Alexios Angelos naik takhta sebagai Alexios IV bersama dengan
ayahnya yang buta, Isaac. Sayangnya, Alexios IV dan Isaac II tak mampu menepati janji
mereka dan dijatuhkan oleh Alexios V. Tentara Salib lalu merebut Konstantinopel pada 13
April 1204. Konstantinopel lalu dijarah selama tiga hari. Banyak ikon, relik, dan objek-objek
lainnya di Konstantinopel, diangkut ke Eropa Barat. Menurut Choniates, prostitusi didirikan
di takhta patriark.
[97]
Saat Innosensius III mendengar perilaku Tentara Salib, ia hendak
menghukum mereka, tetapi situasi sudah diluar kendali, terutama setelah legatusnya, yang
atas inisiatifnya sendiri, membebaskan Tentara Salib dari tugas mereka untuk menaklukkan
Tanah Suci.
[54][95]
Ketika pemerintahan telah direstorasi, Tentara Salib dan Venesia
menetapkan persetujuan mereka: Baldwin dari Flandria dipilih sebagai kaisar dan Thomas
Morosini dari Venesia ditunjuk sebagai patriark. Maka berdirilah Kekaisaran Latin di
Konstantinopel. Sementara itu, pengungsi-pengungsi Bizantium mendirikan negara mereka
sendiri, dengan yang paling penting adalah Kekaisaran Nicea, Kekaisaran Trebizond, dan
Kedespotan Epirus.
[95]

Jatuhnya Bizantium
Kekaisaran dalam pembuangan
Setelah Tentara Salib menjarah Konstantinopel tahun 1204, dua negara Bizantium
berdiri: Kekaisaran Nicea dan Kedespotan Epirus. Negara ketiga, Kekaisaran Trebizond,
didirikan oleh Alexios I dari Trebizond beberapa minggu sebelum penjarahan
Konstantinopel. Di antara tiga negara ini, Epirus dan Nicea merupakan negara yang paling
mungkin merebut kembali Konstantinopel. Kekaisaran Nicea terus berjuang untuk tetap
bertahan, dan pada pertengahan abad ke-13 telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di
Anatolia selatan.
[98]
Melemahnya Kesultanan Rm akibat serangan bangsa Mongol tahun
124243 memungkinkan para beylik dan ghazi untuk mendirikan kepangeranan mereka
sendiri di Anatolia, sehingga melemahkan kekuasaan Bizantium di Asia Kecil.
[99]
Akan
tetapi, invasi Mongol juga memberi waktu bagi Nicea untuk mengalihkan perhatian pada
Kekaisaran Latin.
Penaklukan kembali Konstantinopel
31



Kekaisaran Romawi Timur tahun 1263.
Kekaisaran Nicea berhasil merebut kembali Konstantinopel dari Latin tahun 1261.
Selanjutnya, mereka juga berhasil mengalahkan Epirus. Maka Bizantium berhasil direstorasi
dibawah pimpinan Michael VIII Palaiologos. Akan tetapi, kekaisaran yang terkoyak akibat
perang kini rentan terhadap musuh-musuh disekitarnya. Untuk memperkuat tentaranya dalam
peperangan melawan Kekaisaran Latin, Michael menarik pasukan dari Asia Kecil, dan
memungut pajak yang tinggi dari petani, mengakibatkan kebencian.
[100]
Proyek pembangunan
besar-besaran dilancarkan di Konstantinopel untuk memperbaiki kerusakan akibat Perang
Salib Keempat, tetapi tidak satupun dari usaha ini menguntungkan petani di Asia Kecil, yang
menderita akibat serangan ghazi-ghazi.
Michael memilih untuk memperluas wilayah kekaisaran daripada menjaga jajahannya
di Asia Kecil. Untuk mencegah penjarahan lain, ia memaksa gereja tunduk kepada Roma,
yang menjadi solusi sementara.
[101]
Selanjutnya, Kaisar Andronikos II, lalu cucunya Kaisar
Andronikos III, berupaya membangkitkan kembali kekaisaran, namun tentara bayaran yang
disewa Andronikos II seringkali menjadi bumerang.
[102]

Bangkitnya Utsmaniyah dan jatuhnya Konstantinopel
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Bizantium-Utsmaniyah
32



Pengepungan Konstantinopel tahun 1453.
Situasi semakin memburuk setelah Andronikos III wafat. Perang saudara selama enam tahun
berkecamuk di kekaisaran, dan gempa bumi di Gallipoli tahun 1354 menghancurkan
perbentengan, sehingga Utsmaniyah (yang disewa sebagai tentara bayaran selama perang
saudara oleh Yohanes VI Kantakouzenos) dapat memperkuat posisinya di Eropa.
[103]
Saat
perang saudara telah berakhir, Utsmaniyah telah mengalahkan Serbia dan menundukkan
mereka sebagai vassal. Setelah Pertempuran Kosovo, sebagian besar Balkan telah didominasi
oleh Utsmaniyah.
[104]



Mediterania Timur sebelum jatuhnya Konstantinopel.
Kaisar memohon bantuan dari barat, tetapi paus hanya akan mengirim bantuan jika
Gereja Ortodoks Timur mau bersatu kembali dengan Takhta Suci. Penyatuan gereja telah
dipertimbangkan, dan kadang-kadang dilakukan melalui dekret kekaisaran, tetapi penduduk
33

dan klerus Ortodoks membenci otoritas Roma dan Ritus Latin.
[105]
Beberapa tentara Barat
datang dan memperkuat pertahanan Konstantinopel, namun kebanyakan penguasa Barat,
yang sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak melakukan apapun saat Utsmaniyah
mencaplok satu per satu sisa wilayah Bizantium.
[106]

Pada tanggal 2 April 1453, Sultan Mehmed II dengan tentara berjumlah 80.000
mengepung Konstantinopel.
[107]
Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan Utsmaniyah pada
tanggal 29 Mei 1453. Kaisar Bizantium terakhir, Konstantinus XI Palaiologos, terlihat
melepas tanda kebesarannya dan melibatkan dirinya dalam pertempuran setelah tembok kota
direbut.
[108]

Pasca runtuhnya Bizantium
Mehmed II menaklukkan negara-negara kecil di Mistra, Yunani, pada tahun 1460, dan
Trebizond pada tahun 1461. Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah telah menguasai
Asia Kecil dan sebagian Balkan. Sementara itu, Kepangeranan-kepangeranan Donau
menerima pengungsi-pengsungsi Ortodoks dan bangsawan-bangsawan Bizantium.
Keponakan kaisar terakhir, Andreas Palaeologos, mewarisi gelar Kaisar Bizantium
dan menggunakannya dari tahun 1465 hingga kematiannya tahun 1503.
[13]
Selanjutnya, peran
kaisar sebagai pelindung Ortodoks Timur diklaim oleh Ivan III, Adipati Agung Mokswa. Ia
telah menikahi saudara Andreas, Sophia Paleologue. Cucunya, Ivan IV, akan menjadi Tsar
Rusia yang pertama (tsar, atau czar, berarti caesar, adalah istilah yang dahulu digunakan
bangsa Slavia untuk Kaisar Bizantium). Penerus-penerus mereka mendukung gagasan bahwa
Moskwa adalah penerus Roma dan Konstantinopel. Gagasan bahwa Kekaisaran Rusia adalah
Roma Ketiga tetap hidup hingga meletusnya Revolusi Rusia tahun 1917.
[109]

Ekonomi
Ekonomi Bizantium merupakan salah satu yang paling maju di Eropa dan Mediterania
selama berabad-abad. Eropa tak mampu menandingi kekuatan ekonomi Romawi Timur
hingga akhir abad pertengahan. Konstantinopel merupakan pusat utama dalam jaringan
perdagangan yang meliputi hampir seluruh Eurasia dan Afrika Utara. Kota tersebut juga
menjadi salah satu kota utama dalam jalur sutra. Beberapa ahli menyatakan bahwa, hingga
datangnya bangsa Arab pada abad ketujuh, ekonomi Romawi Timur merupakan yang terkuat
34

di dunia. Penaklukan Arab menyebabkan terjadinya kemunduran dan stagnansi. Reformasi
Konstantinus V (765) menandai mulainya pemulihan ekonomi yang berlangsung hingga
tahun 1204. Dari abad kesepuluh hingga akhir abad keduabelas, Kekaisaran Bizantium
memproyeksikan citra mewah, dan pengelana kagum dengan kekayaan di Konstantinopel.
Semuanya berubah pada masa Perang Salib Keempat, yang membawa bencana ekonomi.
[110]

Palaiologos mencoba memulihkan ekonomi, tetapi negara Bizantium akhir tidak akan
memperoleh kuasa penuh atas kekuatan ekonomi domestik dan asing. Pelan-pelan, Bizantium
juga kehilangan pengaruhnya dalam modalitas perdagangan dan mekanisme harga, dan juga
kuasa atas aliran logam-logam berharga, dan bahkan, menurut beberapa ahli, terhadap
pencetakan koin-koin.
[111]

Salah satu fondasi ekonomi kekaisaran adalah perdagangan. Tekstil merupakan
komoditas ekspor yang paling penting.
[112]
Negara dengan ketat menguasai perdagangan
internal dan internasional, serta memiliki hak monopoli dalam mengeluarkan koin.
Pemerintah mengatur tingkat bunga, dan menetapkan parameter aktivitas serikat dan
perusahaan dagang, yang dikenakan bunga khusus. Kaisar dan pejabat-pejabatnya melakukan
campur tangan pada masa krisis untuk menjamin penyediaan modal dan menjaga harga
serealia. Pemerintah mengumpulkan hasil surplus melalui pemungutan pajak, dan
mengembalikannya dalam sirkulasi melalui redistribusi dalam bentuk gaji kepada pejabat-
pejabat negara, atau dalam bentuk investasi fasilitas-fasilitas umum.
[113]

Pemerintahan
Di Romawi Timur, kaisar adalah penguasa tunggal dan absolut. Kekuasaannya
dianggap memiliki asal usul ilahi.
[13]
Senat tidak mempunyai kewenangan politik dan
legislatif yang nyata, tetapi tetap sebagai dewan kehormatan. Pada akhir abad ke-8,
pemerintahan sipil yang terpusat di istana dibentuk sebagai bagian dari konsolidasi kekuatan
di ibukota (bangkitnya posisi sakellarios berhubungan dengan perubahan ini).
[114]
Reformasi
paling penting pada periode ini adalah pendirian themes. Pada themes, pemerintahan sipil dan
militer diatur oleh satu orang, yaitu strategos.
[13]

Sistem tituler dan hak pendahuluan di kekaisaran mengakibatkan pemerintahan
tampak seperti birokrasi bagi pengamat-pengamat modern. Pejabat-pejabat diatur dalam
susunan yang ketat di antara kaisar, dan jabatan mereka bergantung pada kehendak kaisar. Di
35

Bizantium terdapat pekerjaan administratif yang sebenarnya, tetapi pemerintahan dapat
digantungkan pada orang-orang tertentu daripada suatu jawatan.
[115]
Pada abad ke-8 dan ke-9,
kepegawaian negeri merupakan jalan tercepat menuju status aristokrat, tetapi sejak abad ke-9,
aristokrasi sipil disaingi oleh aristokrasi kebangsawanan. Menurut beberapa penelitian,
politik abad ke-11 didominasi oleh persaingan antara aristokrasi antara sipil dan militer. Pada
masa tersebut, Alexios I melancarkan reformasi administratif penting yang meliputi
pengadaan pangkat dan jabatan istana.
[116]



Diplomasi
Setelah jatuhnya Roma, tantangan utama Romawi Timur adalah membina hubungan
dengan tetangga-tetangganya. Diplomasi Bizantium segera menarik perhatian tetangga-
tetangganya. Maka terbukalah jaringan hubungan internasional dan antarnegara.
[117]
Jaringan
ini berkisar pada pembuatan traktat, dan meliputi penyambutan penguasa baru, serta asimilasi
tindakan, nilai, dan institusi sosial Romawi Timur.
[118]
Sementara penulis klasik menuliskan
pemisahan etis dan legal antara perdamaian dan perang, Romawi Timur menganggap
diplomasi sebagai salah satu bentuk perang.
[119]
Contohnya, ancaman Bulgaria dapat diatasi
dengan memberikan dana kepada Rus Kiev.
[119]
Gereja Ortodoks juga memainkan fungsi
diplomatik, dan penyebaran Kekristenan Ortodoks merupakan tujuan diplomatik utama
kekaisaran.
Scrinium Barbarorum di Konstantinopel bertugas menangani protokol dan
penyimpanan catatan mengenai apapun yang berhubungan dengan "barbar".
[120]
Sementara
sedang melaksanakan tugas protokol, mereka memastikan duta-duta asing diperlakukan
dengan baik, dan juga berperan dalam penerjemahan misi diplomatik dari negara-negara
Barbar. J.B. Bury meyakini bahwa departemen tersebut mengawasi semua orang asing yang
mengunjungi Konstantinopel.
[121]
Beberapa orang, seperti Michael Antonucci, meyakini
bahwa Scrinium Barbarorum bertindak sebagai semacam jawatan mata-mata untuk
kekaisaran, tetapi tak ada bukti yang kuat mengenai hal ini. On Strategy dari abad ke-6
menawarkan saran mengenai kedutaan asing: "[Duta-duta] yang dikirim harus diterima
36

dengan hormat dan murah hati, karena siapapun menghormati para duta, namun kehadiran
mereka perlu diawasi agar mereka tidak memperoleh informasi dengan menanyai orang-
orang kita."
[122]

Bizantium mengambil kesempatan baik dan memanfaatkan beberapa pendekatan
diplomatik. Sebagai contoh, kedutaan ke ibukota seringkali tinggal selama bertahun-tahun.
Salah satu anggota keluarga kerajaan dari negara lain seringkali diminta tinggal di
Konstantinopel. Mereka tidak hanya berguna sebagai sandera, tetapi juga pion yang dapat
dimanfaatkan jika kondisi politik negara tempat ia berasal berubah. Praktik penting lain pada
diplomasi Romawi Timur adalah dengan banyak menunjukkan barang-barang mewah kepada
pengunjung.
[117]
Menurut Dimitri Obolensky, keberlangsungan peradaban di Eropa Timur
adalah karena keterampilan dan akal diplomasi Bizantium, yang tetap menjadi salah satu
sumbangan Bizantium bagi sejarah Eropa.
[123]


Ilmu pengetahuan dan hukum


Galeri burung pada manuskrip Bizantium.
Penulisan ala era klasik tidak pernah berhenti diberdayakan di Bizantium. Maka, ilmu
pengetahuan Romawi Timur berhubungan dekat dengan filsafat kuno dan metafisika.
[124]

Meskipun Bizantium berhasil menerapkan ilmu pengetahuan (seperti dalam pembangunan
Hagia Sophia), setelah abad ke-6, ahli-ahli Bizantium tidak banyak memberi sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan. Teori-teori baru tidak banyak digagas, dan gagasan penulis-
penulis klasik tak banyak dikembangkan.
[125]
Keahlian terhambat pada tahun-tahun kegelapan
37

akibat wabah pes dan penaklukkan Arab, tetapi pada masa renaisans Bizantium di akhir
milenium pertama, ahli-ahli Bizantium muncul kembali dan menjadi ahli dalam
pengembangan ilmiah Arab dan Persia, terutama dalam bidang astronomi dan
matematika.
[126]

Pada abad akhir kekaisaran, ahli tata bahasa Bizantium bertanggung jawab dalam
membawa dan menulis tata bahasa dan studi sastra Yunani Kuno ke Italia Renaisans awal.
[127]

Pada periode ini, astronomi dan matematika diajarkan di Trebizond.
[128]

Di bidang hukum, reformasi Justinianus I telah memberikan pengaruh yang jelas
terhadap perkembangan jurisprudens. Sementara itu, Ecloga Kaisar Leo III memengaruhi
pembentukan institusi hukum di dunia Slavia.
[129]



Bahasa


Mazmur Mudil dalam bahasa Koptik.
Awalnya, bahasa kekaisaran adalah bahasa Latin. Bahasa tersebut menjadi bahasa
resmi hingga abad ke-7, ketika Heraklius menggantinya dengan bahasa Yunani. Bahasa Latin
Ilmiah tidak lagi digunakan oleh penduduk berpendidikan, meskipun masih menjadi bagian
dari budaya seremonial kekaisaran selama beberapa waktu.
[130]
Bahasa Latin Rakyat tetap
menjadi bahasa minoritas kekaisaran, dan di antara penduduk Trako-Romawi, bahasa tersebut
melahirkan bahasa (Proto-)Rumania.
[131]
Sementara itu, di pantai laut Adriatik, dialek neo-
Latin berkembang, yang akan membuahkan bahasa Dalmatia. Di provinsi-provinsi
Mediterania Barat yang sempat dikuasai dibawah pemerintahan Justinianus I, Latin (akhirnya
38

berevolusi menjadi bahasa Italia) terus digunakan sebagai bahasa rakyat maupun bahasa
ilmiah.
Bahasa utama yang digunakan di Romawi Timur (bahkan semenjak sebelum jatuhnya
Romawi Barat) adalah bahasa Yunani. Bahasa tersebut telah dituturkan selama berabad-abad
sebelum Latin.
[132]
Pada awal berdirinya Romawi, bahasa Yunani banyak digunakan di gereja
Kristen, dan juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan seni. Selain itu, bahasa Yunani juga
menjadi perantara perdagangan.
[133]

Banyak bahasa lain juga dituturkan di kekaisaran multietnis ini. Beberapa bahasa
memperoleh satatus resmi yang terbatas di provinsi-provinsi. Pada awal abad pertengahan,
bahasa Suryani dan Aram dituturkan oleh penduduk berpendidikan di provinsi-provinsi ujung
timur.
[134]
Bahasa Koptik, Armenia, dan Georgia juga banyak digunakan di tempatnya
masing-masing.
[135]
Sementara itu, bahasa Slavonia, Vlach, dan Arab menjadi penting karena
terjalinnya hubungan dengan kekuatan asing.
[136]

Konstantinopel merupakan pusat perdagangan, sehingga setiap bahasa yang diketahui
di abad pertengahan kadang-kadang dituturkan di kekaisaran, bahkan termasuk bahasa
Tionghoa.
[137]
Saat kekaisaran memasuki masa kemunduran terakhirnya, penduduk Romawi
Timur menjadi homogen, dan bahasa Yunani menjadi penting bagi identitas dan agama
mereka.
[138]

Budaya
Seni dan sastra


39

Miniatur Injil Rabbula.
Seni Romawi Timur sebagian besar berhubungan dengan ekspresi religius. Gaya-gaya
Bizantium disebar melalui perdagangan dan penaklukan ke Italia dan Sisilia; gaya-gaya
tersebut akan memengaruhi seni renaisans Italia. Dengan maksud untuk memperluas Gereja
Ortodoks Timur, gaya Bizantium disebar ke kota-kota Eropa timur, terutama Rusia.
[139]

Pengaruh dari arsitektur Bizantium, terutama dalam bentuk bangunan religius, dapat ditemui
di berbagai wilayah, dari Mesir dan Arabia, hingga Rusia dan Rumania.
Dalam bidang sastra, terdapat empat elemen budaya, yaitu Yunani, Kristen, Romawi,
dan Oriental. Sastra Romawi Timur seringkali diklasifikasikan dalam lima kelompok:
sejarawan dan analis, ensiklopedis (Patriark Photios, Michael Psellos, dan Michael Choniates
dianggap sebagai ensiklopedis terbesar Bizantium) dan penulis esai, serta penulis puisi
sekular. Dua kelompok lainnya meliputi jenis sastra baru: sastra gerejawi dan teologis, dan
sastra populer. Dari dua hingga tiga ribu volume sastra Bizantium yang selamat, hanya tiga
ratus tiga puluh yang meliputi puisi sekular, sejarah, ilmu pengetahuan, dan ilmu semu.
[140]

Sastra sekuler berkembang dari abad kesembilan hingga keduabelas, sementara sastra religius
(sermon, buku liturgi, puisi, devosi, dll) berkembang lebih dahulu, dengan Romanus Melodus
sebagai contoh yang paling menonjol.
[141]

Agama


Mosaik Kristus di Hagia Sophia.
40

Kelangsungan hidup kekaisaran memastikan peran aktif kaisar dalam urusan gereja.
Negara Bizantium mewarisi kebiasaan administratif dan finansial dalam mengatur urusan
agama dari masa pagan, dan kebiasaan ini diterapkan di gereja. Orang-orang Bizantium
memandang kaisar sebagai wakil atau pengabar Kristus. Maka kaisar bertanggung jawab
dalam penyebaran Kekristenan di antara orang-orang pagan, dan untuk "luar" agama, seperti
pemerintahan dan keuangan. Meskipun begitu, peran kaisar dalam gereja tidak pernah
berkembang menjadi sistem tetap yang legal.
[142]

Kekristenan tidak pernah bersatu secara penuh di Kekaisaran Romawi Timur. Gereja
Ortodoks Timur tidak mewakili semua orang Kristen di kekaisaran. Nestorianisme,
pandangan yang diajarkan oleh Nestorius, berpisah dari gereja kekaisaran, dan kini menjadi
Gereja Timur Asiria. Gereja Ortodoks Oriental melepaskan diri dari gereja kekaisaran setelah
deklarasi Konsili Khalsedon. Arianisme dan sekte-sekte Kristen lain juga ada di kekaisaran,
meskipun pada masa jatuhnya Roma pada abad ke-5, Arianisme lebih terbatas pada suku-
suku Jermanik di Eropa Barat. Pada masa akhir kekaisaran, Ortodoks Timur mewakili
sebagian besar orang Kristen di sisa kekaisaran. Sementara itu, Yahudi merupakan minoritas
yang penting di kekaisaran. Meskipun beberapa kali mengalami penganiayaan, mereka secara
umum ditoleransi.
Dengan jatuhnya Roma dan pertikaian internal pada tubuh kepatriarkan lainnya,
gereja Konstantinopel menjadi pusat Kekristenan terkaya dan paling berpengaruh antara abad
ke-6 hingga abad ke-11.
[143]

Warisan

41


Raja Daud mengenakan gaun Kaisar Romawi Timur. Miniatur berasal dari buku mazmur
Paris.
Kekaisaran Romawi Timur telah mengamankan Eropa Barat dari kekuatan-kekuatan
baru di Timur. Bizantium terus menerus diserang oleh Persia, Arab, Turki Seljuk, dan
Utsmaniyah. Contohnya, Perang Bizantium-Arab, diakui oleh sejarawan sebagai faktor utama
dibalik bangkitnya Karel yang Agung,
[144]
dan rangsangan bagi feudalisme dan kemandirian
ekonomi.
Selama berabad-abad, sejarawan Barat menggunakan istilah Byzantine dan
Byzantinisme sebagai pameo untuk kemerosotan, politik tipu muslihat, dan birokrasi yang
kompleks. Selain itu, terdapat penilaian negatif yang kuat terhadap peradaban Bizantium dan
warisannya di Eropa Tenggara.
[145]
Byzantinisme secara umum didefinisikan sebagai badan
religius, politik, dan filosofis yang bertentangan dengan Barat.
[146]
Pada abad ke-20 dan ke-
21, sejarawan-sejarawan di Barat mencoba memahami Romawi Timur dengan lebih akurat
dan seimbang. Hasilnya, karakter budaya Bizantium yang kompleks lebih diperhatikan dan
diperlakukan secara objektif daripada sebelumnya.
[146]

Jika keberadaan Kekaisaran Romawi Kuno (meliputi Romawi Barat) dengan Romawi
Timur/Bizantium digabung, seluruh Kekaisaran Romawi telah berwujud selama 1.480 tahun.
Pengganti Kekaisaran Romawi, Republik Romawi, ada selama 482 tahun, sehingga negara
Romawi telah ada selama 1.962 tahun.
Penjelasan
1. ^ Romania (atau Rhmana) adalah nama populer kekaisaran
[5]
yang digunakan secara tidak
resmi, berarti "negeri orang-orang Romawi". Istilah ini tidak merujuk pada Rumania modern.
2. ^ "Imperium Graecorum", "Graecia", "Yunastan", dll, nama barat lain yang digunakan adalah
"kekaisaran Konstantinopel" (imperium Constantinopolitanum) dan "kekaisaran Romania"
(imperium Romaniae).
Catatan kaki
1. ^ Millar 2006; James 2010, hal. 5: "But from the start, there were two major differences
between the Roman and Byzantine empires: Byzantium was for much of its life a Greek
speaking empire oriented towards Greek, not Latin culture; and it was a Christian empire."
2. ^ Benz 1963, hal. 176.
3. ^ Fox, What, If Anything, Is a Byzantine?
4. ^ University of Chile: Center of Byzantine and Neohellenic Studies 1971, hal. 69.
42

5. ^ Fossier & Sondheimer 1997, hal. 104.
6. ^ "Nation and Liberty: the Byzantine Example". Dio.sagepub.com.
doi:10.1177/039219218303112403. http://dio.sagepub.com/cgi/reprint/31/124/47. Diakses
pada 7 Agustus 2010.
7. ^ Theodore the Studite. Epistulae, 145, Line 19 (" ") and 458, Line 28 ("
").
8. ^ Cinnamus 1976, hal. 240.
9. ^ Ahrweiler & Laiou 1998, hal. 3; Mango 2002, hal. 13.
10. ^ Gabriel 2002, hal. 277.
11. ^ Millar 2006; Ahrweiler & Laiou 1998, hal. vii; Davies 1996, hal. 245; Moravcsik 1970, hal.
1112; Ostrogorsky 1969, hal. 28, 146; Lapidge, Blair & Keynes 1998, hal. 79; Winnifrith &
Murray 1983, hal. 113; Gross 1999, hal. 45; Hidryma Meletn Chersonsou tou Haimou
1973, hal. 331.
12. ^ Fouracre & Gerberding 1996, hal. 345: "The Frankish court no longer regarded the
Byzantine Empire as holding valid claims to universality; instead it was now termed the
'Empire of the Greeks'."
13. ^
a

b

c

d
"Hellas, Byzantium". Encyclopaedia The Helios.
14. ^ Tarasov 2004, hal. 121.
15. ^ El-Cheikh 2004, hal. 22.
16. ^ Davis 1990, hal. 260.
17. ^ Wells 1922, Chapter 33.
18. ^ Bury 1923, hal. 1
19. ^ Gibbon (1906), Part II Chapter 14: 200.
20. ^ Gibbon 1906, III, 168 PDF (2.35 MB).
21. ^ Esler 2004, hal. 1081.
22. ^ Eusebius, IV, lxii.
23. ^ Bury 1923, hal. 63.
24. ^
a

b

c

d

e
"Byzantine Empire". Encyclopdia Britannica.
25. ^ Nathan, Theodosius II (408450 AD).
26. ^ Treadgold 1995, hal. 193.
27. ^ Alemany 2000, hal. 207; Treadgold 1997, hal. 184.
28. ^ Grierson 1999, hal. 17.
29. ^ Postan, Miller & Postan 1987, hal. 140.
30. ^ "Byzantine Empire". Encyclopdia Britannica. ; Evans, Justinian (AD 527565).
31. ^
a

b
Evans, Justinian (AD 527565).
32. ^ Bury 1923, 180216.
33. ^ Bury 1923, 236258.
34. ^ Bury 1923, 259281.
35. ^ Bury 1923, 286288.
36. ^ Vasiliev, The Legislative Work of Justinian and Tribonian.
37. ^ Bray 2004, hal. 1947; Haldon 1990, hal. 110111; Treadgold 1997, hal. 196197.
38. ^ Foss 1975, hal. 722.
39. ^ Haldon 1990, hal. 41; Speck 1984, hal. 178.
40. ^ Haldon 1990, hal. 4243.
41. ^ Grabar 1984, hal. 37; Cameron 1979, hal. 23.
42. ^ Haldon 1990, hal. 46; Baynes 1912, passim; Speck 1984, hal. 178.
43. ^ Foss 1975, hal. 746747.
44. ^ Haldon 1990, hal. 50.
45. ^ Haldon 1990, hal. 6162.
46. ^ Haldon 1990, hal. 102114.
47. ^ Wickham 2009, hal. 260.
48. ^ Haldon 1990, hal. 4345, 66, 114115.
49. ^ Haldon 1990, hal. 6667.
50. ^ Haldon 1990, hal. 71.
43

51. ^ Haldon 1990, hal. 7078, 169171; Haldon 2004, hal. 216217; Kountoura-Galake 1996,
hal. 6275.
52. ^ "Byzantine Empire". Encyclopdia Britannica. ; "Hellas, Byzantium". Encyclopaedia The
Helios.
53. ^ Parry 1996, hal. 1115.
54. ^
a

b

c

d

e
Norwich 1998.
55. ^ Angold 1997.
56. ^ Treadgold 1997, hal. 548549.
57. ^
a

b
Markham, The Battle of Manzikert.
58. ^ Vasiliev, Relations with Italy and Western Europe.
59. ^ Ferdo ii. Povijest Hrvata u vrijeme narodnih vladara. Zagreb, 1925, ISBN 86-401-
0080-2
60. ^ "Byzantine Empire". Encyclopdia Britannica. (2002). ; Markham, The Battle of
Manzikert.
61. ^ Magdalino 2002, hal. 124.
62. ^ Birkenmeier 2002.
63. ^ Harris 2003; Read 2000, hal. 124; Watson 1993, hal. 12.
64. ^ Komnene 1928, X, 261.
65. ^ Anna Komnene. Alexiad, XI, 291.
66. ^ Anna Komnene. Alexiad, XIII, 348358; Birkenmeier 2002, hal. 46.
67. ^ Norwich 1998, hal. 267.
68. ^ Ostrogorsky 1969, hal. 377.
69. ^ Birkenmeier 2002, hal. 90.
70. ^ Stone, Yohanes II Komnenos.
71. ^ "John II Komnenos". Encyclopdia Britannica. .
72. ^ Harris 2003, hal. 84.
73. ^ Brooke 2008, hal. 326.
74. ^ Magdalino 2002, hal. 74; Stone, Manuel I Comnenus.
75. ^ Sedlar 1994, hal. 372.
76. ^ Magdalino 2002, hal. 67.
77. ^ Birkenmeier 2002, hal. 128.
78. ^ Birkenmeier 2002, hal. 196.
79. ^ Birkenmeier 2002, hal. 185186.
80. ^ Birkenmeier 2002, hal. 1.
81. ^ Day 1977, hal. 289290; Harvey 2003.
82. ^ Diehl, Byzantine Art
83. ^ Tatakes & Moutafakis 2003, hal. 110.
84. ^ Norwich 1998, hal. 291.
85. ^
a

b
Norwich 1998, hal. 292.
86. ^
a

b
Ostrogorsky 1969, hal. 397.
87. ^ Harris 2003, hal. 118.
88. ^ Norwich 1998, hal. 293.
89. ^ Norwich 1998, hal. 294295.
90. ^ Angold 1997; Paparrigopoulos & Karolidis 1925, hal. 216
91. ^ Vasiliev, Foreign Policy of the Angeloi.
92. ^ Norwich 1998, hal. 299.
93. ^ Britannica Concise, 9383275/Siege-of-Zara Siege of Zara.
94. ^ Geoffrey of Villehardouin 1963, hal. 46.
95. ^
a

b

c
"The Fourth Crusade and the Latin Empire of Constantinople". Encyclopdia
Britannica. .
96. ^ Norwich 1998, hal. 301.
97. ^ Choniates, The Sack of Constantinople.
98. ^ Kean 2006; Madden 2005, hal. 162; Lowe-Baker, The Seljuks of Rum.
99. ^ Lowe-Baker, The Seljuks of Rum.
100. ^ Madden 2005, hal. 179; Reinert 2002, hal. 260.
44

101. ^ Reinert 2002, hal. 257.
102. ^ Reinert 2002, hal. 261.
103. ^ Reinert 2002, hal. 268.
104. ^ Reinert 2002, hal. 270.
105. ^ Runciman 1990, hal. 7172.
106. ^ Runciman 1990, hal. 8485.
107. ^ Runciman 1990, hal. 8486.
108. ^ Hindley 2004, hal. 300.
109. ^ Seton-Watson 1967, hal. 31.
110. ^ Magdalino 2002, hal. 532, [1].
111. ^ Matschke 2002, hal. 805806, [2].
112. ^ Laiou 2002, hal. 723, [3].
113. ^ Laiou 2002, hal. 34, [4].
114. ^ Louth 2005, hal. 291; Neville 2004, hal. 7.
115. ^ Neville 2004, hal. 34.
116. ^ Neville 2004, hal. 13.
117. ^
a

b
Neumann 2006, hal. 869871.
118. ^ Chrysos 1992, hal. 35.
119. ^
a

b
Antonucci 1993, hal. 1113.
120. ^ Seeck 1876, hal. 3133.
121. ^ Bury & Philotheus 1911, hal. 93.
122. ^ Dennis 1985, Anonymous, Byzantine Military Treatise on Strategy, para. 43, hal.
125.
123. ^ Obolensky 1994, hal. 3.
124. ^ Anastos 1962, hal. 409.
125. ^ Cohen 1994, hal. 395; Dickson, Mathematics Through the Middle Ages.
126. ^ King 1991, hal. 116118.
127. ^ Robins 1993, hal. 8.
128. ^ Tatakes & Moutafakis 2003, hal. 189.
129. ^ Troianos & Velissaropoulou-Karakosta 1997, hal. 340.
130. ^ Apostolides 1992, hal. 2526; Wroth 1908, Introduction, Section 6.
131. ^ Sedlar 1994, hal. 403440.
132. ^ Millar 2006, hal. 279.
133. ^ Bryce 1901, hal. 59; McDonnell 2006, hal. 77; Millar 2006, hal. 9798.
134. ^ Beaton 1996, hal. 10; Jones 1986, hal. 991; Versteegh 1977, Chapter 1.
135. ^ Campbell 2000, hal. 40; Hacikyan et al. 2002, Part 1.
136. ^ Baynes 1907, hal. 289; Gutas 1998, Chapter 7, Section 4; Shopen 1987, hal. 129.
137. ^ Beckwith 1986, hal. 171; Halsall 2006.
138. ^ Kaldellis 2008, Chapter 6; Nicol 1993, Chapter 5.
139. ^ "Byzantine Art". Encyclopdia Britannica. .
140. ^ Mango 2005, hal. 233234.
141. ^ "Byzantine Literature". Catholic Encyclopedia.
142. ^ Meyendorff 1982, hal. 13.
143. ^ Meyendorff 1982, hal. 19.
144. ^ Pirenne, Henri:
Medieval Cities: Their Origins and the Revival of Trade. Princeton, New Jersey:
1925, ISBN 0-691-00760-8.
Mohammed and Charlemagne. (London: George Allen & Unwin Ltd., 1954) Courier
Dover Publications, 2001, ISBN 0-486-42011-6.
145. ^ Angelov 2001, hal. 1.
146. ^
a

b
Angelov 2001, hal. 78.
Referensi
45

Sumber primer
Choniates, Nicetas (1912). "The Sack of Constantinople (1204)". Translations and
Reprints from the Original Sources of European History by D.C. Munro (Series 1, Vol
3:1). Philadelphia: University of Pennsylvania Press. hlm. 1516.
Cinnamus, Ioannes (1976). Deeds of John and Manuel Comnenus. Columbia University
Press. ISBN 0231040806. http://books.google.com/?id=iJFFvsgNO-QC.
Eusebius. Life of Constantine (Book IV). Christian Classics Ethereal Library.
http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf201.iv.vi.i.i.html.
Geoffrey of Villehardouin (1963). "The Conquest of Constantinople". Chronicles of the
Crusades (translated by Margaret R. Shaw). Penguin Classics. ISBN 0140441247.
http://books.google.com/?id=c2kUYwCVYTAC.
Innocent III (1993). Othmar Hageneder, Christoph Egger, Karl Rudolf, and Andrea
Sommerlechner. ed. Die Register Innocenz' III. 5: 5. Pontifikatsjahr, 1202/1203, Texte.
Wien: Verlag der sterreichischen Akademie der Wissenschaften: Publikationen des
Historischen Instituts beim sterreichischen Kulturinstitut in Rom.
Innocent III (1995). Othmar Hageneder, John C. Moore Andrea Sommerlechner,
Christoph Egger and Herwig Weigl. ed. Die Register Innocenz' III. 6: 6. Pontifikatsjahr,
1202/1203, Texte. Wien: Verlag der sterreichischen Akademie der Wissenschaften:
Publikationen des Historischen Instituts beim sterreichischen Kulturinstitut in Rom.
Komnene, Anna (1928). "Books X-XIII". The Alexiad (translated by Elizabeth A. S.
Dawes). Internet Medieval Sourcebook.
http://www.fordham.edu/halsall/basis/annacomnena-alexiad00.html#INTRODUCTION.
Procopius (1935). Secret History (translated by H. B. Dewing). Loeb Classical Library.
http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Procopius/Anecdota/home.html.
Sumber sekunder
Adena, Louise (2008). "The Enduring Legacy of Byzantium". Clio History Journal.
http://cliojournal.wikispaces.com/The+Enduring+Legacy+of+Byzantium.
Alemany, Agust (2000). "Byzantine Sources". Sources on the Alans: A Critical
Compilation. BRILL. ISBN 9004114424. http://books.google.com/?id=8bZ4c5oZpNAC.
Ahrweiler, Hlne; Laiou, Angeliki E. (1998). "Preface". Studies on the Internal
Diaspora of the Byzantine Empire. Dumbarton Oaks. ISBN 0884022471.
http://books.google.com/?id=ohFJD_QT3E8C.
Anastos, Milton V. (1962). "The History of Byzantine Science. Report on the Dumbarton
Oaks Symposium of 1961". Dumbarton Oaks Papers (Dumbarton Oaks, Trustees for
Harvard University) 16: 409411. doi:10.2307/1291170. ISSN 0070-7546.
http://links.jstor.org/sici?sici=0070-
7546(1962)16%3C409%3ATHOBSR%3E2.0.CO%3B2-0. Diakses pada 27 Mei 2007.
Angelov, Dimiter G. (February 2001). The Making of Byzantinism. pp. 110.
http://www.ksg.harvard.edu/kokkalis/GSW1/GSW1/01%20Angelov.pdf#cooliris.
Diakses pada 7 Juni 2007.
Angold, Michael (1997). The Byzantine Empire, 10251204: A Political History.
Longman. ISBN 9780582294684. http://books.google.com/?id=wWEbAAAAYAAJ.
Antonucci, Michael (February 1993). "War by Other Means: The Legacy of Byzantium".
History Today 43 (2): 1113. ISSN 0018-2753. Diarsipkan dari yang asli pada 25
Desember 2007.
http://web.archive.org/web/20071225061518/http://findarticles.com/p/articles/mi_hb4706
/is_199302/ai_n17277331. Diakses pada 21 Mei 2007.
Sophocles, Evangelinus Apostolides (1992). Greek Lexicon of the Roman and Byzantine
Periods. Georg Olms Verlag. ISBN 3487057654.
http://books.google.com/?id=0_DfQgAACAAJ.
46

Baynes, Norman H. (1912). "The Restoration of the Cross at Jerusalem". The English
Historical Review 27 (106): 287299. doi:10.1093/ehr/XXVII.CVI.287. ISSN 0013-8266.
Baynes, Spencer (1907). "Vlachs". Encyclopdia Britannica: A Standard Work of
Reference in Art, Literature, Science, History, Geography, Commerce, Biography,
Discovery, and Invention. The Werner Company.
Beaton, Roderick (1996). The Medieval Greek Romance. Routledge. hlm. 10. ISBN
0415120322. http://books.google.com/?id=-90ewuAkZUsC.
Beckwith, John (1986). Early Christian and Byzantine Art. Yale University Press. ISBN
0300052960. http://books.google.com/?id=1kSpN3Kfgc0C.
Benz, Ernst (1963). The Eastern Orthodox Church: Its Thought and Life. Aldine
Transaction. ISBN 9780202362984. http://books.google.com/?id=Q5Z_evECb1UC.
(Excerpts)
Birkenmeier, John W. (2002). "The Campaigns of Manuel I Komnenos". The
Development of the Komnenian Army: 10811180. Brill Academic Publishers. ISBN
9004117105. http://books.google.com/?id=p8OOoGWRC2EC.
Bray, R. S. (2004). "Justinian's Plague". Armies of Pestilence: The Impact of Disease on
History. James Clarke & Co. ISBN 022717240X.
http://books.google.com/?id=djPWGnvBm08C.
Browning, Robert (1992). The Byzantine Empire. The Catholic University of America
Press. ISBN 0813207541. http://books.google.com/?id=qp8ocRg7r2sC.
Bryce, James (1901). "Roman and British Empires". Studies in History and
Jurisprudence. H. Frowde. ISBN 1402190468.
http://books.google.com/?id=ZGouAAAAIAAJ.
Brooke, Zachary Nugent (2008). "East and West:11551198". A History of Europe, from
911 to 1198. Read Books. ISBN 1443740705.
http://books.google.com/?id=XcbFtlCfc4kC.
Bury, John Bagnall (1923). History of the Later Roman Empire. Macmillan & Co. ISBN
0790545446.
http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/secondary/BURLAT/home.html.
Bury, John Bagnall; Philotheus (1911). The Imperial Administrative System in the Ninth
Century: With a Revised Text of Kletorologion of Philotheos. Pub. for the British
academy by H. Frowde. http://books.google.com/books?id=ZoBDAAAAIAAJ.
"Byzantine Art". Encyclopdia Britannica. (2002).
"Byzantine Empire". Encyclopdia Britannica. (2002).
"Byzantine Literature". Catholic Encyclopedia. (1908).
Campbell, George L. (2000). Compendium of the World's Languages: Abaza to Kurdish.
Taylor & Francis. ISBN 0415202965. http://books.google.com/?id=w6ena61S_tAC.
Cameron, Averil (1979). "Images of Authority: Elites and Icons in Late Sixth-century
Byzantium". Past and Present 84: 3. doi:10.1093/past/84.1.3.
Cameron, Averil (1992). "New Themes and Styles in Greek Literature, 7th and 8th
Centuries". di dalam Averil Cameron and Lawrence I. Conrad. The Byzantine and Islamic
Early Near East I: Problems in the Literary Source Material. Darwin Press. ISBN
0878500804. http://books.google.com/?id=A1ltAAAAMAAJ.
Cameron, Averil (2000). "The Vandal Conquest and Vandal Rule (A.D. 429534)". di
dalam Averil Cameron, Bryan Ward-Perkins and Michael Whitby. Late Antiquity: Empire
and Successors, A.D. 425600. Cambridge University Press. ISBN 0521325919.
http://books.google.com/?id=Qf8mrHjfZRoC.
Chrysos, Evangelos (1992). "Byzantine Diplomacy, AD 300800: Means and End". di
dalam Jonathan Shepard, Simon Franklin. Byzantine Diplomacy: Papers from the Twenty-
Fourth Spring Symposium of Byzantine Studies, Cambridge, March 1990 (Society for the
Promotion of Byzant). Variorum. ISBN 0860783383.
http://books.google.com/?id=XUhoAAAAMAAJ.
Ciesniewski, Christine (2006). "The Byzantine Achievement". Clio History Journal.
http://cliojournal.wikispaces.com/The+Byzantine+Achievement.
47

Cohen, H. Floris (1994). "The Emergence of Early Modern Science". The Scientific
Revolution: A Historiographical Inquiry. University of Chicago Press. ISBN
0226112802. http://books.google.com/?id=wu8b2NAqnb0C.
Davies, Norman (1996). "The Birth of Europe". Europe. Oxford University Press. ISBN
0198201710. http://books.google.com/?id=jrVW9W9eiYMC.
Day, Gerald W. (June 1977). "Manuel and the Genoese: A Reappraisal of Byzantine
Commercial Policy in the Late Twelfth Century". The Journal of Economic History 37
(2): 289301. doi:10.1017/S0022050700096947. http://links.jstor.org/sici?sici=0022-
0507(197706)37:2%3C289:MATGAR%3E2.0.CO;2-W. Diakses pada 22 September
2007.
Dennis, George T. (1985). Three Byzantine Military Treatises (Volume 9). Washington
D.C.: Dumbarton Oaks, Research Library and Collection.
http://books.google.com/books?id=v0loAAAAMAAJ.
Dickson, Paul. "Mathematics Through the Middle Ages (3201660 AD)". Medieval
Mathematics. University of South Australia.
http://www.roma.unisa.edu.au/07305/medmm.htm. Diakses pada 1 April 2008.
[pranala
nonaktif]

Diehl, Charles. "Manuel I Comnenus (AD 11431180)". Byzantium, An Introduction to
East Roman Civilization. Myriobiblos Library.
http://www.myriobiblos.gr/texts/english/diel.html. Diakses pada 18 Mei 2007.
El-Cheikh, Nadia Maria (2004). Byzantium Viewed by the Arabs. Harvard CMES. ISBN
0932885306. http://books.google.com/?id=QC03pKNpfaoC.
Esler, Philip Francis (2004). "Constantine and the Empire". The Early Christian World.
Routledge. ISBN 0415333121. http://books.google.com/?id=ypGHPwAACAAJ.
Evans, James Allan. "Justinian (AD 527565)". Online Encyclopedia of Roman
Emperors. http://www.roman-emperors.org/justinia.htm. Diakses pada 19 Mei 2007.
Fenner, Julian. "To What Extent Were Economic Factors to Blame for the Deterioration
of the Roman Empire in the Third Century A.D?". The Romans. http://www.roman-
empire.net/articles/article-018.html. Diakses pada 25 Mei 2007.
Fomenko, Anatoly T. (2005). History: Fiction or Science?: Chronology, Issue 1. Mithec.
ISBN 9782913621053. http://books.google.com/?id=ewC7PwAACAAJ.
Foss, Clive (1975). "The Persians in Asia Minor and the End of Antiquity". The English
Historical Review 90: 721747. doi:10.1093/ehr/XC.CCCLVII.721.
Fossier, Robert; Sondheimer, Janet (1997). The Cambridge Illustrated History of the
Middle Ages. Cambridge University Press. ISBN 0521266440.
http://books.google.com/?id=DvZbOBavZNgC.
Fouracre, Paul; Gerberding, Richard A. (1996). Late Merovingian France: History and
Hagiography, 640-720. Manchester University Press ND. ISBN 0719047919.
http://books.google.com/books?id=uifpAAAAIAAJ.
Gabriel, Richard A. (2002). The Great Armies of Antiquity. Greenwood Publishing
Group. ISBN 0275978095. http://books.google.com/?id=y1ngxn_xTOIC.
Garland, Lynda (1999). Byzantine Empresses: Women and Power in Byzantium, AD 527
1204. Routledge. ISBN 0415146887. http://books.google.com/?id=AEy280AH9KQC.
Garland, Linda (2006). "Middle Byzantine Family Values and Anna Komnene's Alexiad".
Byzantine Women: Varieties of Experience 8001200. Ashgate Publishing. ISBN
075465737X.
Gibbon, Edward (1906). J. B. Bury (with an Introduction by W. E. H. Lecky). ed. The
Decline and Fall of the Roman Empire (Volumes II, III, and IX). New York: Fred de Fau
and Co.. http://oll.libertyfund.org/Home3/Set.php?recordID=0214#vol01.
Grabar, Andr (1984). L'iconoclasme Byzantin: le dossier archologique. Flammarion.
ISBN 2080816349. http://books.google.com/?id=E85vPQAACAAJ.
Grierson, Philip (1999) (PDF). Byzantine Coinage. Dumbarton Oaks. ISBN 0884022749.
Diarsipkan dari yang asli pada 27 September 2007.
http://web.archive.org/web/20070927000204/http://www.doaks.org/byzcoins.pdf.
48

Gross, Feliks (1999). Citizenship and Ethnicity: The Growth and Development of a
Democratic Multiethnic Institution. Greenwood Publishing Group. ISBN 0313309329.
http://books.google.com/?id=I6wM4X9UQ8QC.
Gutas, Dimitri (1998). Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation
Movement. London: Routledge. ISBN 0415061326.
http://books.google.com/?id=jKPhL5HVVQ8C.
Hacikyan, Agop Jack; Basmajian, Gabriel; Franchuk, Edward S.; Ouzounian, Nourhan
(2002). The Heritage of Armenian Literature: From the Sixth to the Eighteenth Century.
Wayne State University Press. ISBN 0814330231.
http://books.google.com/?id=2gZzD0N9Id8C.
Haldon, John (2002). Byzantium: A History. Tempus. ISBN 140513240X.
http://books.google.com/?id=eycjAQAAIAAJ.
Haldon, John (1990). Byzantium in the Seventh Century: The Transformation of a
Culture. Cambridge University Press. ISBN 052131917X.
http://books.google.com/?id=pSHmT1G_5T0C.
Haldon, John (2003). Byzantium at War 6001453. Taylor & Francis. ISBN 0415968615.
http://books.google.com/?id=TvJSjCsqn54C.
Haldon, John (2004). "The Fate of the Late Roman Senatorial Elite: Extinction or
Transformation?". di dalam John Haldon and Lawrence I. Conrad. The Byzantine and
Early Islamic Near East VI: Elites Old and New in the Byzantine and Early Islamic Near
East. Darwin Press. ISBN 0878501444. http://books.google.com/?id=ylptAAAAMAAJ.
Halsall, Paul (2006). "East Asian History Sourcebook: Chinese Accounts of Rome,
Byzantium and the Middle East, c. 91 B.C.E. 1643 C.E.". Fordham University.
http://www.fordham.edu/halsall/eastasia/romchin1.html. Diakses pada 15 April 2007.
Harris, Jonathan (2003). Byzantium and the Crusades. Hambledon and London. ISBN
1852852984. http://books.google.com/?id=oK9mAAAAMAAJ.
Harvey, Alan (2003). Economic Expansion in the Byzantine Empire, 9001200.
Cambridge University Press. ISBN 0521521904.
http://books.google.com/?id=wjnea3qdPx8C.
"Hellas, Byzantium". Encyclopaedia The Helios. (1952).
Herrin, Judith (2008). Byzantium: The Surprising Life of a Medieval Empire. Princeton
University Press. ISBN 0691131511. http://books.google.com/?id=9fRpAAAAMAAJ.
"Greece during the Byzantine period (c. AD 300c. 1453), Population and languages,
Emerging Greek identity". Encyclopdia Britannica. (2008).
Hidryma Meletn Chersonsou tou Haimou (1973). Balkan Studies: Biannual Publication
of the Institute for Balkan Studies, Volume 14. Thessalonik, Greece: The Institute.
http://books.google.com/?id=5G08AAAAIAAJ.
Hindley, Geoffrey (2004). A Brief History of the Crusades. London: Robinson. ISBN
9781841197661. http://books.google.com/?id=_Z8fNAAACAAJ.
Hooker, Richard. "The Byzantine Empire". http://www.wsu.edu/~dee/MA/BYZ.HTM.
Diakses pada 7 Juni 2007.
James, Liz (2010). A Companion to Byzantium. John Wiley and Sons. ISBN
140512654X. http://books.google.com/books?id=d1Mt-t-bgzoC.
Jenkins, Romilly (1987). Byzantium: The Imperial Centuries, AD 6101071 (edisi ke-
Heraclius). University of Toronto Press. ISBN 0802066674.
http://books.google.com/?id=O5JqH_NXQBsC.
Jones, Arnold Hugh Martin (1986). The Later Roman Empire, 284602: A Social
Economic and Administrative Survey (edisi ke-Native Languages). Johns Hopkins
University Press. ISBN 0801833531. http://books.google.com/?id=IiLtO4ZvTdEC.
"John II Komnenos". Encyclopdia Britannica. (2002).
Kaegi, Walter Emil (2003). Heraclius, Emperor of Byzantium. Cambridge. ISBN
0521814596.
Kaldellis, Anthony (2008). Hellenism in Byzantium: The Transformations of Greek
Identity and the Reception of the Classical Tradition. Cambridge University Press. ISBN
0521876885. http://books.google.com/?id=iWs0Lh57NvwC.
49

Kazhdan, Alexander, ed (1991). Oxford Dictionary of Byzantium. Oxford University
Press. ISBN 9780195046526.
Kean, Roger Michael (2006). Forgotten Power: Byzantium: Bulwark of Christianity.
Thalamus. ISBN 1902886070. http://books.google.com/?id=gq_VNwAACAAJ.
King, David A. (March 1991). "Reviews: The Astronomical Works of Gregory
Chioniades, Volume I: The Zij al- Ala'i by Gregory Chioniades, David Pingree; An
Eleventh-Century Manual of Arabo-Byzantine Astronomy by Alexander Jones". Isis 82
(1): 116118. doi:10.1086/355661.
Kitzinger, Ernst (1976). "Byzantine Art in the Period between Justinian and Iconoclasm".
di dalam W. E. Kleinbauer. The Art of Byzantium and the Medieval West: Selected
Studies. Indiana University. ISBN 0253310555.
http://books.google.com/?id=r6GfAAAAMAAJ.
Kountoura-Galake, Eleonora (1996) (dalam bahasa Greek). The Byzantine Clergy and the
Society of "Dark Ages". Institute of Byzantine Research. ISBN 9789607094469.
http://books.google.com/?id=RSFoQgAACAAJ.
Laiou, Angeliki E. (2002). "Exchange and Trade, Seventh-Twelfth Centuries". di dalam
Angeliki E. Laiou. The Economic History of Byzantium (Volume 2). Dumbarton Oaks.
http://www.doaks.org/publications/doaks_online_publications/EconHist/EHB36.pdf.
Laiou, Angeliki E. (2002). "Writing the Economic History of Byzantium". di dalam
Angeliki E. Laiou. The Economic History of Byzantium (Volume 1). Dumbarton Oaks.
http://www.doaks.org/publications/doaks_online_publications/EHB.html.
Lapidge, Michael; Blair, John; Keynes, Simon (1998). The Blackwell Encyclopaedia of
Anglo-Saxon England. Blackwell Publishing. ISBN 0631224920.
http://books.google.com/?id=f65VUNvxQjkC.
Louth, Andrew (2005). "The Byzantine Empire in the Seventh Century". di dalam Paul
Fouracre and Rosamond McKitterick. The New Cambridge Medieval History (Volume I).
Cambridge University Press. ISBN 0521362911.
Lowe, Steven. "The Seljuqs of Rum". Diarsipkan dari yang asli pada 22 Juli 2007.
http://www.webcitation.org/query?url=http://www.geocities.com/egfroth1/Seljuqs.htm&d
ate=2007-07-22+04:56:02. Diakses pada 9 Juli 2007.
Madden, Thomas F. (2005). Crusades: The Illustrated History. University of Michigan
Press. ISBN 0472031279. http://books.google.com/?id=5eudAAAACAAJ.
Magdalino, Paul (2002). "Medieval Constantinople: Built Environment and Urban
Development". di dalam Angeliki E. Laiou. The Economic History of Byzantium (Volume
2). Dumbarton Oaks.
http://www.doaks.org/publications/doaks_online_publications/EconHist/EHB20.pdf.
Magdalino, Paul (2002). The Empire of Manuel I Komnenos, 11431180. Cambridge
University Press. ISBN 0521526531. http://books.google.com/?id=0cWZvqp7q18C.
Mango, Cyril A. (2005). Byzantium: The Empire of the New Rome. Phoenix Press. ISBN
1898800448. http://books.google.com/?id=oz1KPgAACAAJ.
Mango, Cyril A. (2002). The Oxford History of Byzantium. Oxford University Press.
ISBN 0198140983. http://books.google.com/?id=Z6-kHUyyUIsC.
Markham, Paul. "The Battle of Manzikert: Military Disaster or Political Failure?".
http://www.deremilitari.org/resources/articles/markham.htm. Diakses pada 19 Mei 2007.
Matschke, Klaus-Peter (2002). "Commerce, Trade, Markets, and Money: Thirteenth-
Fifteenth Centuries". di dalam Angeliki E. Laiou. The Economic History of Byzantium
(Volume 2). Dumbarton Oaks.
http://www.doaks.org/publications/doaks_online_publications/EconHist/EHB37.pdf.
McDonnell, Myles Anthony (2006). "Hellenization and Arete: Semantic Borrowing".
Roman Manliness: Virtus and the Roman Republic. Cambridge University Press. ISBN
9780521827881. http://books.google.com/?id=v2vefi2_ojYC.
Meyendorff, John (1982). The Byzantine Legacy in the Orthodox Church. St Vladimir's
Seminary Press. ISBN 0913836907. http://books.google.com/?id=9HQ3YU9SAG8C.
50

Millar, Fergus (2006). A Greek Roman Empire: Power and Belief under Theodosius II
(408450). University of California Press. ISBN 0520247035.
http://books.google.com/?id=Q9ViwFWgyBYC.
Moravcsik, Gyula (1970). Byzantium and the Magyars. Hakkert.
http://books.google.com/?id=URm4AAAAIAAJ.
Mousourakis, George (2003). "The Dominate". The Historical and Institutional Context
of Roman Law. Ashgate Publishing. ISBN 0754621146.
http://books.google.com/?id=2MqfUsMiDbYC.
Nathan, Geoffrey S.. "Roman Emperors: Theodosius II". http://www.roman-
emperors.org/theo2.htm. Diakses pada 10 Januari 2007.
Neumann, Iver B. (August 2006). "Sublime Diplomacy: Byzantine, Early Modern,
Contemporary" (PDF). Millennium: Journal of International Studies 34 (3): 865888.
ISSN 1569-2981.
http://www.clingendael.nl/publications/2005/20051200_cli_paper_dip_issue102.pdf.
Diakses pada 21 Mei 2007.
Neubecker, Ottfried (1997). Heraldry: Sources, Symbols and Meaning. Time Warner
Books UK. ISBN 0316641413. http://books.google.com/?id=OMewHAAACAAJ.
Neville, Leonora Alice (2004). "Imperial Administration and Byzantine Political
Culture". Authority in Byzantine Provincial Society, 9501100. Cambridge University
Press. ISBN 0521838657. http://books.google.com/?id=58NZP7t7mzMC.
Nicol, Donald MacGillivray (1993). The Last Centuries of Byzantium, 12611453.
Cambridge University Press. ISBN 0521439914.
http://books.google.com/?id=y2d6OHLqwEsC.
Norwich, John Julius (1998). A Short History of Byzantium. Penguin. ISBN
9780140259605. http://books.google.com/?id=5rOePwAACAAJ.
Obolensky, Dimitri (1994). "The Principles and Methods of Byzantine Diplomacy".
Byzantium and the Slavs. St Vladimir's Seminary Press. ISBN 088141008X.
http://books.google.com/?id=jv6jcwjW9WUC.
Ostrogorsky, Georg (1969). History of the Byzantine State. New Brunswick (NJ). ISBN
0813511984. http://books.google.com/?id=PjMts15kLz0C.
Paparrigopoulos, Constantine; Karolidis, Pavlos (1925) (dalam bahasa Greek). History of
the Hellenic Nation (Volume Db). Eleftheroudakis.
Parry, Kenneth (1996). "Historical Introduction". Depicting the Word: Byzantine
Iconophile Thought of the Eighth and Ninth Centuries. Brill Academic Publishers. ISBN
9004105026. http://books.google.com/?id=BFrjJ7nMQmwC.
Postan, Michael Mossey; Miller, Edward; Postan, Cynthia (1987). The Cambridge
Economic History of Europe (Volume 2). Cambridge University Press. ISBN
0521087090. http://books.google.com/books?id=nDwp8n62nTwC.
Read, Piers Paul (2000). The Templars: The Dramatic History of the Knights Templar,
The Most Powerful Military Order of the Crusades. Macmillan. ISBN 0312266588.
http://books.google.com/?id=M2CBuWV_8g4C.
Reinert, Stephen W. (2002). "Fragmentation (12041453)". di dalam Cyril Mango. The
Oxford History of Byzantium. Oxford University Press. ISBN 0198140983.
http://books.google.com/?id=Z6-kHUyyUIsC.
Robins, Robert Henry (1993). The Byzantine Grammarians: Their Place in History.
Walter de Gruyter. ISBN 3110135744. http://books.google.com/?id=hTZHbNmFfpsC.
Runciman, Steven (1982). "The Bogomils". The Medieval Manichee: A Study of the
Christian Dualist Heresy. Cambridge University Press. ISBN 0521289262.
http://books.google.com/?id=d1LGB7u5iD0C.
Runciman, Steven (1990). The Fall of Constantinople, 1453. Cambridge University Press.
ISBN 0521398320. http://books.google.com/?id=BAzntP0lg58C.
Runciman, Steven (1970). The Last Byzantine Renaissance. Cambridge, England:
University Press. ISBN 0521077877. http://books.google.com/?id=I52YPQAACAAJ.
51

Ryan, Herbert J. (1993). "The Church in History". di dalam Christopher Key Chapple and
Thomas P. Rausch. The College Student's Introduction to Theology. Liturgical Press.
ISBN 0814658415. http://books.google.com/?id=o6lCBkY2zs4C.
Saramandru, Nicolae. "Torna, Torna Fratre" (dalam bahasa Romanian) (PDF). Editura
Academiei Romne. http://www.ear.ro/3brevist/rv8/art14.pdf. Diakses pada 25 April
2007.
Sedlar, Jean W. (1994). "Foreign Affairs". East Central Europe in the Middle Ages,
10001500. University of Washington Press. ISBN 0295972904.
http://books.google.com/?id=ANdbpi1WAIQC.
Seeck, Otto (1876). Notitia Dignitatum accedunt Notitia Urbis Constantinopolitanae
Laterculi Prouinciarum. Berlin, Germany: Apud Weidmannos.
Seton-Watson, Hugh (1967). "The Church". The Russian Empire, 18011917. Oxford
University Press. ISBN 0198221525. http://books.google.com/?id=40KbWNve4XkC.
Shahid, Irfan (1972). "The Iranian factor in Byzantium during the reign of Heraclius".
Dumbarton Oaks Papers (Dumbarton Oaks, Trustees for Harvard University) 26: 293
320. doi:10.2307/1291324. http://jstor.org/stable/1291324.
Shopen, Timothy (1987). Languages and Their Status. University of Pennsylvania Press.
ISBN 0812212495. http://books.google.com/?id=zIJu4xAFcIwC.
Speck, Paul (1984). "Ikonoklasmus und die Anfnge der Makedonischen Renaissance".
Varia 1 (Poikila Byzantina 4). Rudolf Halbelt. hlm. 175210.
Stone, Andrew. "John II Komnenos (AD 11181143)". Online Encyclopedia of Roman
Emperors. http://www.roman-emperors.org/johncomn.htm. Diakses pada 18 Mei 2007.
Stone, Andrew. "Manuel I Komnenos (AD 11431180)". Online Encyclopedia of Roman
Emperors. http://www.roman-emperors.org/mannycom.htm. Diakses pada 5 Februari
2007.
"Siege of Zara". Encyclopdia Britannica Concise. Diakses pada 2007-05-18.
Tarasov, Oleg; Milner-Gulland, R. R. (2004). Icon and Devotion: Sacred Spaces in
Imperial Russia. Reaktion Books. ISBN 1861891180.
http://books.google.com/?id=Oy_TVfi47gcC.
Tatakes, Vasileios N.; Moutafakis, Nicholas J. (2003). Byzantine Philosophy. Hackett
Publishing. ISBN 0872205630. http://books.google.com/?id=lPzcOwnCgVIC.
"The Fourth Crusade and the Latin Empire of Constantinople". Encyclopdia Britannica.
(2002).
Treadgold, Warren (1995). "The Army and the State". Byzantium and Its Army, 284
1081. Stanford University Press. ISBN 0804724202. http://books.google.com/?id=u-
BrQgAACAAJ.
Treadgold, Warren (1997). A History of the Byzantine State and Society. Stanford
University Press. ISBN 0804726302. http://books.google.com/?id=nYbnr5XVbzUC.
Treadgold, Warren (1991). The Byzantine Revival, 780842. Stanford University Press.
ISBN 0804718962. http://books.google.com/?id=KZ6gPwAACAAJ.
Troianos, Spyros; Velissaropoulou-Karakosta, Julia (1997). "Byzantine Law". History of
Law. Ant. N. Sakkoulas Publishers. ISBN 9602325941.
http://books.google.com/?id=8Fo2AAAACAAJ.
University of Chile: Center of Byzantine and Neohellenic Studies (1971). Bizantion Nea
Hellas (Issue 2). University Press. http://books.google.com/books?id=73ViAAAAMAAJ.
Vasiliev, Alexander Alexandrovich (19281935). "Byzantium and the Crusades". History
of the Byzantine Empire. ISBN 0299809250.
http://www.intratext.com/X/ENG0832.HTM.
Versteegh, Cornelis H. M. (1977). "The First Contact with Greek Grammar". Greek
Elements in Arabic Linguistic Thinking. Leiden: Brill. ISBN 9004048553.
http://books.google.com/?id=-4MeAAAAIAAJ.
Watson, Bruce (1993). "Jerusalem 1099". Sieges: A Comparative Study.
Praeger/Greenwood. ISBN 0275940349. http://books.google.com/?id=cVet6ieBFv8C.
Wells, H. G. (1922). A Short History of the World. New York, New York: Macmillan.
ISBN 0064926745.
52

Wickham, Chris (2009). The Inheritance of Rome: A History of Europe from 400 to 1000.
Viking. ISBN 0670020982. http://books.google.com/books?id=LKq_PQAACAAJ.
Williams, Stephen; Friell, Gerard; Friell, John Gerard Paul (1999). "Jerusalem 1099". The
Rome that Did Not Fall: The Survival of the East in the Fifth Century. Routledge. ISBN
0415154030. http://books.google.com/?id=tGLN47tfT4UC.
Winnifrith, Tom; Murray, Penelope (1983). Greece Old and New. Macmillan. ISBN
0333278364. http://books.google.com/?id=1JgcAAAAMAAJ.
Wroth, Warwick (1908). Catalogue of the Imperial Byzantine Coins in the British
Museum. British Museum Dept. of Coins and Medals. ISBN 1402189540.
http://books.google.com/?id=AmoCAAAAYAAJ.
Bacaan lanjut
Ahrweiler, Helene (2000). Les Europeens. Paris: Herman.
Haldon, John (2001). The Byzantine Wars: Battles and Campaigns of the Byzantine Era.
Stroud: Tempus Publishing. ISBN 0752417959.
Hussey, J. M. (1966). The Cambridge Medieval History, Volume IV The Byzantine Empire
Part I, Byzantium and its Neighbors. Cambridge University Press.
Runciman, Steven (1966). Byzantine Civilisation. Edward Arnold (Publishers). ISBN
1566195748.
Runciman, Steven (1990). The Emperor Romanus Lecapenus and his Reign. University Press
(Cambridge). ISBN 0521061644.
Toynbee, Arnold J. (1972). Constantine Porphyrogenitus and His World. Oxford University
Press. ISBN 0-19-215253-X. ISBN 019215253X.
Pranala luar

Wikimedia Commons memiliki galeri mengenai:
Kekaisaran Romawi Timur
Studi, sumber, dan bibliografi Bizantium
Adena, L. "The Enduring Legacy of Byzantium", Clio History Journal, 2008.
Ciesniewski, C. "The Byzantine Achievement", Clio History Journal, 2006.
Fox, Clinton R. What, If Anything, Is a Byzantine? (Ensiklopedia Kaisar-kaisar
Romawi Daring)
The Cambridge Medieval History (IV) The Eastern Roman Empire (7171453).
Halaman studi Bizantium di Dumbarton Oaks. Meliputi pranala ke beberapa teks
elektronik.
Byzantium: Byzantine Studies on the Internet. Pranala ke berbagai sumber daring.
Translated Excerpts from Byzantine Sources: The Imperial Centuries, c. 700-1204.
Sumber daring.
De Re Militari. Sumber-sumber untuk sejarah abad pertengahan, meliputi beberapa
sumber terjemahan mengenai peperangan Bizantium.
Medieval Sourcebook: Byzantium. Beberapa sumber primer mengenai sejarah
Romawi Timur.
Bibliography on Byzantine Material Culture and Daily Life. Dihost oleh Universitas
Wina; dalam bahasa Inggris.
Constantinople Home Page. Pranala ke teks, gambar, dan video tentang Bizantium.
53

Bizantium di Krimea: Sejarah Politik, Seni, dan Budaya.
Institute for Byzantine Studies of the Austrian Academy of Sciences
Lainnya
De Imperatoribus Romanis. Biografi ilmiah kaisar-kaisar Bizantium.
Jatuhnya Kekaisaran. Pelajaran Bizantium (2007). (Russian: .
) Film yang menjelaskan mengapa Romawi Timur jatuh dari
sudut pandang politik dan ekonomi, difilmkan oleh Gereja Ortodoks Rusia.
12 Penguasa Bizantium oleh Lars Brownworth dari The Stony Brook School;
ceramah audio. ulasan NYTimes.
18 abad Kekaisaran Romawi oleh Howard Wiseman (Peta-peta Romawi/Bizantium
selama keberadaannya)

Anda mungkin juga menyukai