Anda di halaman 1dari 2

KEMITRAAN USAHA PADA MASYARAKAT PESISIR

By :
Dr. Harnita Agusnty, S.Pi, M.Si1

Konteks kemitraan (partnership) berasal dari kata “mitra” (partner) yang berarti teman
atau rekan. Jadi kemitraan dapat diartikan sebagai pertemanan. Kemitraan dalam dunia
dagang yang berarti kawan sekerja pada masyarakat sudah dikenal sejak dulu kala dan sangat
penting artinya, misalnya pada masyarakat tani/nelayan dalam sistem distribusi hasil produksi
sangat membutuhkan adanya pedagang sebagai mitra demikian pula sebaliknya. Selanjutnya
Mitra usaha adalah rekan dalam bisnis atau usaha (Kamus besar Bahasa Indonesia).
Sementara itu dalam Longman Dictionary of Contemporary English, kemitraan diartikan sebagai
(1) kerjasama dalam berusaha, (2) suatu usaha yang dimiliki oleh dua atau lebih pihak yang
bersama mencari keuntungan dan memikul kerugian, dan (3) suatu hubungan antara dua
orang, organisasi, atau negara yang bekerjasama secara reguler.
Menurut Hafsah (2000) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Kemitraan dalam bentuk usaha perikanan adalah kerjasama antara dua pihak,
utamanya antara pihak usaha besar di satu sisi dan pihak UKM (Usaha Kecil Menengah) di sisi
lain dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mencapai tujuan yang telah disepakati
dan ditetapkan bersama. Dengan demikian, melalui kemitraan, kekurangan UKM dapat
disubstitusi dengan kelebihan usaha skala besar. Demikian juga kekurangan dan masalah
usaha skala besar dapat dengan lebih efisien diatasi oleh UKM.
Konteks ini memang menjadi penting mengingat profil masyarakat pesisir pada
umumnya masih berada pada tingkat dan posisi yang memprihatinkan, maka dipandang perlu
adanya program-program kemitraan yang dapat secara langsung menyentuh pada kebutuhan
yang diperlukan oleh pembudidaya. Oleh karena koperasi sampai saat ini belum banyak
memainkan peran, termasuk rendahnya kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan dana-
dana program pemberdayaan, maka sistem kemitraan sangat diperlukan dari berbagai pihak
dengan pola saling menguntungkan. Salah satu pola kemitraan dikembangkan adalah dengan
sistim pola inti rakyat dimana pengusaha sebagai mitra pembina dan nelayan/pembudidaya
sebagai mitra binaan. Program ini, dikembangkan terutama dalam penyediaan sarana dan
prasarana, modal kerja, pembinaan manajemen usaha, pemasaran, adopsi teknnologi tepat
guna dengan perjanjian kerjasama kemitraan yang memihak pada nelayan/pembudidaya tanpa
merugikan mitra pembina. Dalam mengembangkan program kemitraan seperti ini, pemerintah
harus dapat menjadi fasilitator dengan memberikan perlindungan dan jaminan keberpihakan
kepada kelompok pembudidaya melalui program kerjasama tersebut sehingga dapat
berlangsung langgeng dan berkembang dengan baik.
Pengembangan kemitraan usaha perikanan memiliki akar yang kuat dalam Undang-
undang Perikanan No. 31 tahun 2004. Pada pasal (2) UU 31/04 ini dikatakan bahwa
pengelolaan perikanan diantaranya dilakukan berdasarkan asas keadilan, kemitraan,
pemerataan, dan keterpaduan. Pengolahan perikanan diantaranya dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, mendorong perluasan dan
kesempatan kerja, serta meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing.
Menurut Asian Development Bank (ADB), pembangunan yang komprehensif, harus
memiliki ciri-ciri (1) berbasis lokal; (2) berorientasi pada peningkatan kesejahteraan; (3)
berbasis kemitraan; (4) secara holistik; dan (5) berkelanjutan. Pengertian kemitraan
ditekankan kepada adanya bentuk usaha yang dikembangkan baik oleh masyarakat (civil
society), swasta, terlebih-lebih oleh pemerintah dalam pola kemitraan yang mutualistis antara
1 Staf BBAP Takalar Dept. Kelautan dan Perikanan.
orang lokal (orang miskin) dengan orang yang lebih mampu. Hal ini dimaksudkan agar bentuk
kemitraan yang terjalin akan membuka akses bagi orang miskin terhadap teknologi, pasar,
pengetahuan, modal, manajemen yang lebih baik, serta pergaulan bisnis yang lebih luas agar
tidak terus-menerus menjadi sasaran ekploitasi bagi kaum kapitalistik tradisional maupun
modern (Nikijuluw, 1994). Sehingga kemitraan pada prinsipnya diletakkan pada tataran
kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar
disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memperhatikan, prinsip saling memerlukan, saling memperkuat
dan saling menguntungkan.
Peranan pemerintah yang diamanatkan untuk melakukan pembinaan dan
pemberdayaan UKM perikanan, tercermin dalam pasal 62 UU 31/04 yang disebutkan bahwa
pemerintah mengusahakan dana untuk memberdayakan nelayan dan pembudidaya ikan, baik
dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Juga ditambahkan bahwa pengusaha perikanan
mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan UKM perikanan dalam
kegiatan usaha perikanan yang mencakup penangkapan, budidaya, pengangkutan,
pengolahan, dan pemasaran ikan (pasal 63, dan 26). Oleh karena itu, kemitraan usaha
perikanan yang didalamnya terdapat pembinaan dan pemberdayaan UKM, merupakan amanat
pemerintah dan memiliki alasan yuridis yang kuat dan sebab itu patut dilaksanakan.
Mendorong pengembangan usaha melalui pola kemitraan antara perusahaan (sebagai
inti) dan pembudidaya (sebagai plasma) merupakan format pembangunan kelautan dan
perikanan untuk mengurangi kemiskinan serta keluar dari krisis ekonomi yang dapat berperan
dalam mengharmoniskan usaha besar dan usaha kecil (Dahuri, 2005).
Menurut Sabrani (1996) melalui kemitraan usaha dapat ditransfer teknologi dan
insentif. Di sini teknologi yang statis diubah menjadi lebih dinamis serta terjalin arus transfer
teknologi tepat guna. Meskipun kemitraan usaha dibangun dengan tujuan saling memperkuat
dan menguntungkan, namun dalam banyak kasus hasilnya masih kurang menggembirakan.
Menurut Prawirokusumo (1996), ada beberapa kendala dalam pelaksanaan kemitraan usaha di
Indonesia; a) Perbedaan yang masih besar dalam banyak aspek antara usaha skala besar
dengan usaha skala kecil. Usaha skala kecil masih banyak yang tradisional dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana, b) usaha yang bersifat spesialisasi dan
standarisasi belum berkembang, sehingga kualitas produksi belum terjalin, c) unsur-unsur
bisnis seperti menjaga kualitas, menempati pesanan, delivery time yang tepat belum menjadi
way of life sehingga kerjasama kurang berkembang, di samping itu kebiasaan penelitian dan
pengembangan dilakukan sendiri oleh usaha besar, f) faktor-faktor penunjang belum
berkembang, antara lain jaringan informasi, infrastruktur pengembangan bisnis seperti
inkubator, program inisiasi, transportasi, komunikasi, hasil penelitian dan perpajakan, g) belum
memadainya perundang-undangan yang menjadi dasar pembinaan, pengembangan dan
eksistensi usaha kecil.
Kemitraan dapat juga dipandang dalam lingkungan yang lebih kecil yaitu
rumahtangga. Peranan atau keterlibatan perempuan dalam membantu ekonomi keluarga dapat
pula berada pada tataran kemitraan yang terjalin dalam kehidupan rumahtangga terhadap
peningkatan kesejahteraan. Studi yang dilakukan oleh Nurland (1987) pada masyarakat pantai
Lappa, menyebutkan bahwa proporsi istri nelayan yang terlibat dalam kegiatan mencari nafkah
hingga 79,3%. Namun demikian bahwa keterlibatan perempuan dalam melakukan aktifitas di
luar rumah dalam membantu ekonomi keluarga terkadang masih dibatasi oleh faktor budaya
lokal.
Demikian halnya berbagai bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
hal pemberdayaan wanita nelayan seperti apa yang diteliti oleh Fachry (2004) bahwa efektifitas
program pemberdayaan wanita nelayan dapat tercapai dalam bentuk kelompok yang
menempatkan mereka dalam konteks kemitraan antara pemberi program dan kelompok
sasaran program....!!!!

Anda mungkin juga menyukai