Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario di atas, pasien laki-laki usia 40 tahun dengan keluhan nyeri dada sejak
setengah jam lalu dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada adalah ketidaknyamanan pada
dada yang terjadi ketika suplai oksigen yang berkurang pada miocardium. Nyeri dada atau
angina yang dialami pasien dapat disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Penyebab non
truma antara lain, penyakit arteri koroner (artery coronary disease), coronary artery spasm,
pleuritis, pericarditis, emboli paru, mitral valve prolapse (MPV), aortic dissection,
costocondritis, saraf terjepit, infeksi herpes zoster virus dari saraf-saraf, spasme oesophagus, dan
reflux oesophagus. Untuk menentukan penyebab nyeri dada pada pasien dapat dilakukan
pemeriksaan EKG, kateterisasi jantung, rontgen dada, scan jantung maupun CT coronary
angiogram. Nyeri dada dirasakan sejak setengah jam yang lalu tidak hilang dengan istirahat dan
menjalar, merupakan gejala dari angina yang unstable. Pada angina unstable didapatkan nyeri
dada dengan onset mendadak, nyeri biasanya baru muncul pertama kali (belum pernah dirasakan
sebelumnya), didapatkan nyeri yang menjalar ke lengan dan punggung, serta nyeri dirasakan
lebih dari 30 menit. Pengobatan dengan nitroglycerin sublingual juga perlu ditambahkan
dosisnya pada angina unstable ini.
Pasien memiliki riwayat merokok dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Berdasarkan
Indeks Brinkmen, pasien digolongkan sebagai perokok berat. Nikotin yang terdapat di dalam
rokok dapat meningkatkan trombosit di sistem vaskuler dan reaksi oksidasi di dalam tubuh
akibat rokok menyebabkan timbulnya plak-plak di pembuluh darah tubuh dan akhirnya
menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ini dapat menyumbat pembuluh-pembuluh darah di
dalam tubuh. Ketika terjadi penyumbatan di dalam pembuluh darah jantung,khususnya arteri
coronaria dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan juga ketika di pembuluh darah
terjadi aterosklerosis, jantung akan mengkompensasinya dengan memompa darah lebih kuat dari
biasanya. Otot jantung dalam melakukan kompensasi terhadap tubuh tidak dapat dilakukan
secara terus-menerus. Maka dari itu, jika kegiatan kompensasi ini dilakukan secara terus-
menerus akan menyebabkan infark miokard akut.
Pada hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil tekanan darah pasien 80/60 mmHg
dimana pasien mengalami syok, nadi 130x/menit dimana nadi pasien mengalami takikardia, dan
respiratory rate 20x/menit masih tergolong normal, dan untuk suhu 36
o
C pasien digolongkan
sedikit hipotermia, serta didapatkan keringat dingin pada pasien yang menjadi gejala angina
unstable. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya suara jantung I dan II, suara gallop (-),
bising jantung (-), dimana masih tergolong normal. Pada pemeriksaan paru pasien, didapatkan
adanya suara dasar vesikuler (+/+) dan suara tambahan (-/-) yang berarti masih tergolong normal.
Pada saat dilakukan pemasangan infus dan pemberian oksigen 4 liter/menit tiba-tiba
pasien mendadak kejang dan tidak sadar. Indikasi dilakukannya pemasangan infus antara
lain,pemberian nutrisi secara parenteral, pemberian cairan intravena, pemberian obat secara
terus-menerus, dan sebagai profilaksis. Sedangkan indikasi dilakukannya terapi oksigen antara
lain, karena keadaan hipoksemia, hiperventilasi, hipoventilasi, hipoksia, pasien asma, penyakit
jantung, bronkhitis, dan pneumonia. Kejang dapat diartikan suatu perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan
listrik serebral yang berlebihan. Kejang yang dialami pasien dalam skenario tersebut mungkin
merupakan hal yang fisiologis. Kejang pada pasien dapat menjadi tanda adanya kembalinya
sirkulasi spontan yang sebelumnya sirkulasi tubuh pasien berhenti akibat cardiac arrest.
Pada pasien juga terjadi syok kardiogenik. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan
fungsi ventriculus cordis sinister yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh infark miocardium akut. Selain itu,
tekanan darah pasien menggambarkan selisih antara sistol dan diastol 20 mmHg yang
menggambarkan keadaan syok. Kerusakan jantung megakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri
koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, dan
akhirnya terjadi penurunan kontraktilitas miocardium. Pada AVPU check, pasien tergolong status
unresponsive akibat terjadinya syok kardiogenik sehingga nadi pasien juga tidak teraba. Hal ini
berhubungan dengan keadaan henti jantung pada pasien.
Henti nafas merupakan ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO
2
), eliminasi karbon dioksida (PaCO
2
) dan pH yang adekuat.
Penyebab kegagalan nafas, antara lain terjadinya sumbatan jalan napas, depresi susunan saraf
pusat, kegagalan neuromuskuler, penyakit paru, trauma dada, regurgitasi dan aspirasi masif.
Henti jantung atau cardiac arrest merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung atau
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadinya sangat cepat ketika gejala dan
tanda-tanda tampak. Penyebab terjadinya cardiac arrest antara lain penyakit jantung, hipoksia,
tersengat aliran listrik, perdarahan, keracunan, alergi/ syok anafilaksis. Orang dengan faktor
risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, dan merokok memiliki
peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest. Pada pasien dalam skenario, terjadinya henti
jantung mendahului henti napas dengan penjelasan sebagai berikut. Henti jantung yang terjadi
mengakibatkan suplai darah ke organ-organ seluruh tubuh termasuk otak berkurang. Pusat
respirasi di calamus criptorius dalam medulla oblongata ikut terhambat sehingga terjadi apneu
dan dapat menyebabkan henti napas.
Pada skenario, dilakukan resusitasi jantung paru otak (RJPO) dan dilakukan
penetalaksanaan ACLS pada pasien. Indikasi dilakukannya resusitasi jantung paru otak (RJPO)
antara lain terjadinya henti nafas/ kegagalan nafas, henti jantung (cardiac arrest), serta gangguan
kesadaran pada pasien. Penatalaksanaan ACLS dilakukan pada pasien dengan kedaruratan
gangguan jantung yang di dalamnya meliputi alur dilakukannya RJPO, defibrilasi, dan
pemberian epinefrin. Setelah hemodinamik stabil, pasien dipindah ke ICVCU. Keadaan
hemodinamik yang dinilai antara lain curah jantung, tensi, dan tahanan sistemik vaskuler
(systemic vascular resistance). Oleh karena pasien mengalami henti jantung, pasien dimasukkan
ruang perawatan intensif khusus gangguan kardiovaskuler yaitu ICVCU.

Anda mungkin juga menyukai