Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA

Konsep Dasar Medis


A. Definisi Skizofrenia
1. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asoisasi
terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi perilaku bizar.
2. Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor
penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut gangguan ini
sebagai demensia precox (demensia artinya kemunduran intelegensi dan precox artinya
muda/sebelum waktunya).
3. Pembagian Skizofrenia
a) Schizophrenia paranoid
Schizophrenia paranoid merupakan schizophrenia yang dikarakteristikkan dengan
kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain dengan halusinasi dan waham kejar atau
waham kebesaran (Towsend, 1998).
b) Schizophrenia catatonic
Schizophrenia catatonic merupakan salah satu jeniss schizophrenia yang ditandai dengan
rigiditas otot, negativism, kegembiraan berlebih atau posturing (mematung), kadang-
kadang pasien juga menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor.
Cirri penyerta yang lain adalah gerakan stereotypic, manerisme dan fleksibilitas lilin
(waxy flexibility) dan yang sering dijumpai adalah mutisme (Kusuma, 1997).
c) Schizophrenia hebephrenic
Schizophrenia hebephrenic (Disorganized schizophrenia) merupakan jenis schizophrenia
yang ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar
atau tidak tepat, gangguan asosiasi, pasien mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan
perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan
diri, biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun (Isaac, 2005)
d) Schizophrenia tak tergolongkan
Schizophrenia tak tergolongkan dikarakteristikkan dengan perilaku yang disorganisasi dan
gejala-gejala psikosis (mis: waham, halusinasi, inkoherensia atau perilaku kacau yang
sangat jelas) yang mungkin memenuhi lebh dari satu tipe/kelompok criteria schizophrenia
(Towsend, 1998).
e) Schizoaffective
Kelainan schizoaffective merujuk kepada perilaku yang berkarakteristik schizophrenia,
ada tambahan indikasi kelainan alam perasaan seperti depresi atau mania (Towsend,
1998).
f) Schizophrenia residual
Schizophrenia residual adalah eksentrik, tetapi gejala-gejala psikosis saat
diperiksa/dirawat tidak menonjol. Menarik diri atau afek yang serasi merupakan
karakteristik dari kelainan, pasien memiliki riwayat paling sedikit satu episode
schizophrenia dengan gejala-gejala yang menonjol


B. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan terjadinya
skizofrenia. Teori teori tersebut antara lain:
1. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
2. Metabolisme
Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan metabolisme
karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat
asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik
seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat tersebut dapat
menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf tetapi
Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi
yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan
orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud
Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut freud, skizofrenia terdapat:
1) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
2) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
3) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
5. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1. Genetik
Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan factor genetik turut
menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %,
kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini
tidak sederhana seperti hokum Mendel, tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia
(bukan penyakit itu sendiri).
2. Neurokimia
Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas pada jaras
dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin yang kerjanya
meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan
obat anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor dopamine, terutama reseptor D
2.

3. Hipotesis Perkembangan Saraf
Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan
morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat orak rata-rata lebih kecil 6% dari
normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih pendek, pembesaran ventrikel otak yang
nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah frontal dan temporal serta kelainan susunan
seluler pada struktur saraf di beberapa korteks dan subkortek. Studi neuropsikologis
mengungkapkan deficit di bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif dan memori
pada penderita skizofrenia.

C. Manifestasi Klinik
1. Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
Gangguan afek emosi
1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
2) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
4) Emosi berlebihan
5) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
Gangguan kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2) Perilaku negativisme atas permintaan
3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
Gejala psikomotor
1) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
2) Stereotipi
3) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
4) Echolalia dan echopraxia
Autisme.
2. Gejala Sekunder
Waham
Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu
dari kelima pancaindra. halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum terjadi,
halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi

D. Rentang Respon Skizofrenia

E. Penatalaksanaan

Menurut Tomb (2004), pengobatan untuk penderita skizofrenia dapat menggunakan
beberapa metode antara lain:
a. Metode biologic
Obat psikosis akut dengan obat anti psikotik, lebih disukai dengan anti psikotik atypical
baru (kisaran dosis ekuivalen = chlorpromaxine 300-600 mg/hari). Ketidak patuhan minum
obat sering terjadi, oleh karena itu perlu diberikan depo flufenazine atau haloperidol kerja
kurang lama merupakan obat terpilih. Penambahan litium, benzodiazepine, atau diazepam 15-
30 mg/ hari atau klonazepam 5-15 mg/hari sangat membantu menangani skizofrenia yang
disertai dengan kecemasan atau depresi. Terapi kejang listrik dapat bermanfaat untuk
mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut. Sangat sedikit pasien skizofrenia yang tidak
berespon dengan obat-obatan dapat membaik dengan ECT.
b. Metode psikosis
Menurut Hawari (2006, p.105-108) jenis psikoterapi yang dilakukan untuk menangani
penyakit skizofrenia antara lain;
1. Psikoterapi suportif
Bentuk terapi yang bertujuan memberikan dorongan semangat dan motivasi agar penderita
tidak merasa putus asadan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi hidup.
2. Psikoterapi re edukatif
Bentuk terapi yang dimaksudkan member pendidikan ulang untuk merubah pola pendidikan
lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
3. Psikoterapi rekonstruksi
Terapi yang dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang mengalami
keresahan.
4. Terapi tingkah laku
Adalah terapi yang bersumber dari teori psikologi tingkah laku (behavior psichology) yang
mempergunakan stimulasi dan respon modus operandi dengan pemberian stimulasi yang
positif akan timbul proses positif.
5. Terapi keluarga
Bentuk terapi yang menggunakan media sebagai titik tolak terapi karena keluarga selain
sebagai sumber terjadinya gangguan tingkah laku juga sekaligus sarana terapi yang dapat
mengembalikan fungsi psikis dan sosial melalui komunikasi timbal balik.
6. Psikoterapi kognitif
Memulihkan kembali fungsi kognitif sehingga mampu membedakan nilai nilai sosial dan
etika

F. Pohon Masalah Skizofrenia

ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA
G. Asuhan Keperawatan Skizofrenia
1. Pengkajian
Pada saat pengkajian focus pada penderita skizofrenia sering didapatkan adanya data
data sebagai berikut (Carpenito, L.J, 1998; 328 329);
a. Perubahan persepsi sensori ; halusinasi
1) Data subyektif: tidak mampu mengenal waktu, orang, tempat, tidak mampu memecahkan
masalah, mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara suara atau
bayangan bayangan), mengeluh cemas dan khawatir.
2) Data obyektif ; mudah tersinggung, apatis, dan cenderung menarik diri, tampak gelisah,
perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah olah
mendengar sesuatu, menggerakkkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara, menyeringai dan
tertawa yang tidak sesuai, gerakan mata yang cepat, pikiran yang berubah ubah dan
konsentrasi rendah, kadang tampak ketakutan, respon respon yang tidak sesuai (tidak
mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks).
b. Perilaku kekerasan/ resiko perilaku kekerasan
1) Data subyektif: klien mengeluh perasaan terancam, marah, dendam, klien
mengungkapkan perasaan tidak berguna, klien mengungkapkan perasaan jengkel, klien
mengungkapkan keluhan adanya fisik seprti dada berdebar debar, rasa tercekik, dada
terasa sesak, bingung, klien mengatakan mendengar suara suara yang menyuruh
melukai diri sendiri. Orang lain dan lingkungan, klien mengatakan semua orang ingin
menyerangnya
2) Data obyektif ; muka merah, mata melotot, rahang dan bibir mengatup tangan dan kaki
tegang, tangan mengepal, tampak mondar mandir, tampak berbicara sendiri dan
ketakutan, tampak bicara dengan suara tinggi, tekanan darah meningkat, frekuensi denyut
jantung meningkat, banyak keluar keringat, napas pendek.
c. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah
1) Data subyektif; mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan dirinya sangat penting
yang berlebih lebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah. Sikap negative pada diri
sendiri, sikap pesimis pada kehidupan.
2) Data obyektif; produktivitas menurun, perilaku destruktif pada diri sendiri, perilaku
destruktif pada orang lain, penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan sosial,
ekspresi wajah malu dan rasa bersalah, menunjukkkan tanda depresi (sukar makan dan
sukar tidur), tampak mudah tersinggung, mudah marah.
d. Isolasi sosial : menarik diri
1) Data subyektif; mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan,
mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki.
2) Data obyektif; tampak menyendiri dalam ruangan, tidak berkomunikasi dan tidak bisa
memulai pembicaraan, menarik diri, tidak melakukan kontak mata, tampak sedih, afek
datar, posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu.
Kegagalan berinteraksi dengan orang lain didekatnya, kurang aktifitas fisik dan verbal,
tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi, mengekspresikan perasaan
kesepian dan penolakan di wajahnya.
e. Waham
1) Data subyektif : merasa curiga, merasa cemburu, merasa diancam/ diguna guna,
merasa sebagai orang hebat, merasa memiliki kekuatan luar biasa, merasa sakit/ rusak
organ tubuh, merasa sudah mati, merasa perilakunya dikontrol orang lain, merasa pikiran
orang lain masuk ke dalam alam pikirnya, merasa orang lain mengetahui isi pikirannya,
merasa orang lain menjauh, merasa tidak ada orang yang mau mengerti.
2) Data obyekstif : marah marah tanpa sebab, banyak berbicara (logorrhoe), menyendiri,
sirkumtansial, inkoheren, flight of idea, hipermotorik, euphoria (gembira berlebihan),
disforia (sedih berlebihan), marah marah karena alasan sepele, menyendiri.


f. Defisit perawatan diri
1) Data subyektif; menyatakan malas mandi, tidak tahu cara makan yang baik, tidak tahu
cara dandan yang baik, tidak tahueliminasi yang baik, tidak tahu cara berpakaian yang
baik, merasa tak berguna, merasa tak perlu mengubah penampilan, merasa tidak ada
yang peduli.
2) Data obyeksif ; badan kotor, dandanan tidak rapi, makan berantakan, BAB/ BAK
sembarang tempat, rambut dan kuku panjang, badan bau, gigi kotor, pakaian kotor, dan
tidak terkancing dengan benar, menolak ketika disarankan untuk makan, mandi dan
berpakaian. Menolak buang air kecil dan buang air besar di tempat yang disediakan.

H. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial b.d harga diri rendah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b/d menarik diri
Kurang perawatan diri b.d menarik diri

I. Intervensi
a. Diagnosa keperawatan: I solasi sosial b.d harga diri rendah
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
Isolasi sosial
b.d harga diri
rendah
Tujuan umum
Klien dapat
melakukan
hubungan sosial
secara bertahap
- - -
Tujuan khusus
1
Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
a. - Klien dapat
mengungkapkan
perawaannya
b. - Ekspresi wajah
bersahabat
c. Ada kontak
mata
d. - Menunjukkan
rasa senang
e. - Mau berjabat
tangan
f. - Mau menjawab
salam
g. Klien mau
duduk
berdampingan
h. - Klien mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi
a. - Bina hubungan
saling percaya
- Sapa klien secara
ramah baik
secara verbal
maupun
nonverbal
- Perkenalkan diri
dengan sopan
- Tanya nama
lengkap klien dan
nama
panggilanyang
disukai
- Jelaskan tujuan
pertemuan, jujur
dan menepati
janji
- Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
Hubungan saling
percaya akan
menimbulkan
kepercayaan klien
kepada perawat
sehingga akan
memudahkan
dalam
pelaksanaan
tindakan
selanjutnya
- Beri perhatian
kepada klien
b. - Beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perawaannya
tentang penyakit
yang diderita
c. - Sediakan waktu
untuk
mendengarkan
klien
d. - Katakana pada
klien bahwa dia
adalah seorang
yang berharga
dan bertanggung
jawab serta
mampu menolong
dirinya sendiri
Tujuan khusus
2
Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan
aspek positif
yang dimiliki
Klien mampu
mempertahankan
aspek yang
positif
a. - Diskusikan
kemampuan dan
aspek positif
yang
dimilikiklien dan
beri
reinforcement
atas kemampuan
mengungkapkan
perasaannya
b. - Saat bertemu
klien hindarkan
memberi
penilaian negatif
c. - Utamakan
memberi pujian
yang realistis
Reinforcement
positif akan
meningkatkan
harga diri klien
Tujuan khusus
3
a. Klien mampu
beraktivitas
a. Rencanakan
bersama klien
Pelaksanaan
kegiatan secara
Klien dapat
menetapkan dan
merencanakan
kegiatan sesuai
kemampuan
sesuai
kemampuan
b. Klien mengikuti
TAK
aktivitas yang
dapat dilakukan
setiap hari sesuai
kemampuan,
kegiatan mandiri,
kegiatan dengan
bantuan minimal,
kegiatan dengan
bantuan total
b. Tingkatkan
kegiatan klien
sesuai toleransi
kondisi klien
c. Berikan contoh
cara pelaksanaan
kegiatan yang
boleh klien
lakukan (sering
klien takut
melaksanakannya
)
mandiri menjadi
modal awal untuk
meningkatkan
harga diri
Tujuan khusus
4
Klien dapat
melakukan
kegiatan sesuai
dengan kondisi
sakit dan
kemampuannya
Klien mampu
beraktivitas
sesuai
kemampuan
a. Berikan
kesempatan
kepada klien
mencoba kegiatan
yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas
usaha dan
keberhasilan
klien
c. Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan di
rumah
Melalui aktivitas,
klien akan
mengetahui
kemampuannya


b. Diagnosa keperawatan: resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendenganran b.d
menarik diri
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
Resiko
perubahan
persepsi
sensori:
halusinasi
Tujuan umum
Klien dapat
berinteraksi
dengan orang
lain sehingga
- - -
pendengaran
b.d isolasi
sosial
tidak terjadi
halusinasi
Tujuan khusus
1
Klien dapat
membina
hubungan saling
percaya
Klien dapat
mengungkapkan
perasaan dan
keberadaannya
secara verbal
a. Klien mau
menjawab salam
b. Klien mau
berjabat tangan
c. Mau menjawab
pertanyaan
d. Ada kontak
mata
e. Klien mau
duduk
berdampingan
dengan perawat
a. Bina hubungan
saling percaya
Sapa klien
secara ramah baik
secara verbal
maupun
nonverbal
Perkenalkan
diri dengan sopan
Tanya nama
lengkap klien dan
nama
panggilanyang
disukai
Jelaskan tujuan
pertemuan, jujur
dan menepati
janji
Tunjukkan
sikap empati dan
menerima klien
apa adanya
Beri perhatian
kepada klien
b. Beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perawaannya
tentang penyakit
yang diderita
c. Sediakan waktu
untuk
mendengarkan
klien
d. Katakana pada
klien bahwa dia
adalah seorang
yang berharga
dan bertanggung
jawab serta
mampu menolong
diri sendiri
Hubungan saling
percaya akan
menimbulkan
kepercayaan klien
kepada perawat
sehingga akan
memudahkan
dalam
pelaksanaan
tindakan
selanjutnya
Tujuan khusus
2
Klien dapat
menyebutkan
a. Kaji pengetahuan
klien tentang
Dengan
mengetahui tanda
Klien dapat
menyebutkan
penyabab
menarik diri
penyebab
menarik diri
yang berasal
dari :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Lingkungan
perilaku menarik
diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatak
kepada klien
untuk
mengungkapkan
perasaan
penyebab menarik
diri atau tidak
mau bergaul
c. Diskusikan
dengan klien
tentang perilaku
menarik diri,
tanda dan gejala
d. Berikan pujian
tentang
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
dan gejala
menarik diri akan
menentukan
langkah intervensi
selanjutnya
Tujuan khusus
3
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
bersosialisasi
dengan orang
lain dan
kerugian todak
bersosialisasi
dengan orang
lain
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
dengan orang
lain, misalnya
banyak teman,
tidak sendiri,
bias berdiskusi,
terasa ramai,
dapat bercanda
a. Kaji pengetahuan
klien tentang
keuntungan dan
manfaat bergaul
dengan orang lain
b. Beri kesempatan
kepada klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
tentang
keuntungan
berhubungan
dengan orang lain
c. Diskusikan
dengan klien
tentang manfaat
berhubungan
dengan orang lain
d. Kaji pengetahuan
klien tentang
kerugian bila
todak bergaul
dengan orang lain
e. Beri kesempatan
Reinforcement
positif dapat
meningkatkan
harga diri
kepada klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
tentang kerugian
bila
tidak berhubunga
n dengan orang
lain
f. Diskusikan
dengan klien
tentang kerugian
bila tidak
berhubungan
dengan orang lain
g. Beri
reinforcement
positif terhadap
kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan
dengan orang lain

c. Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri b.d menarik diri
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
Kurang
perawatan diri
b.d menarik
diri
Tujuan umum
Pasien
mengungkapkan
keinginan untuk
melakukan
kegiatan hidup
sehari-hari
- - -
Tujuan khusus 1
Klien mampu
melakukan
kegiatan hidup
sehari-hari secara
mandiri dan
mendemontrasikan
suatu keinginan
untuk
melakukannya
Klien mampu
melakukan
aktivitas
sehari-hari
a. Pasien makan
sendiri tanpa
bantuan.
b. Pasien
memilih
pakaian yang
sesuai,
a. Dukung pasien
untuk melakukan
kegiatan hidup
sehari-hari sesuai
tingkat
kemampuan
pasien
b. Dukung
kemandirian
pasien, tapi
berikan bantuan
Kegiatan mandiri
dapar
meningkatkan
kemampuan
aktivitas yang
dapat dilakukan
klien
berpakaian
merawat
dirinya tanpa
bantuan.
c. Pasien
mempertahank
an kebersihan
diri secara
optimal
dengan mandi
setiap hari dan
melakukan
prosedur
defekasi dan
berkemih
tanpa bantuan.
saat pasien tidak
dapat melakukan
beberapa kegiatan
c. Perlihatkan
secara konkret,
bagaimana
melakukakn
kegiatan yang
menurut pasien
sulit
melakukannya
d. Bantu dalam
menyiapkan
perlengkapan
ADLs
e. Berikan
pengakuan dan
penghargaan
positif untuk
kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai