Anda di halaman 1dari 20

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. APN (Asuhan Persalinan Normal)
1. Pengertian APN
Asuhan Persalinan Normal adalah : asuhan persalinan yang bersih dan aman
dari setiap tahap persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan
pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir (JNPK, 2007).

2. Pergeseran Paradigma
Fokus utama persalinan normal adalah : persalinan bersih dan aman serta
mencegah terjadinya komplikasi, hal ini merupakan pergeseran paradigma dari
menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi, menjadi pencegahan
komplikasi. Hal ini terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan
bayi baru lahir.

3. Tujuan APN adalah ;
Menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan
intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan
dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal).




Universitas Sumatera Utara

14

4. Langkah Asuhan Persalinan Normal KEGIATAN
a. Melihat tanda dan gejala kala dua
1) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
2) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau
vaginanya.
3) Perineum menonjol
4) Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
b. Menyiapkan pertolongan persalinan
1) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan.
2) Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik
steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan
kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik).


Universitas Sumatera Utara

15

c. Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik
1) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah
dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. J ika mulut vagina, perineum atau
anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama
dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau
kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung
tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut
dengan benar di dalam larutan dekontaminasi).
2) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap, (bila
selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi).
3) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan
kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
4) Mencuci kedua tangan (seperti di atas)
5) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJ J) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 180 kali / menit ).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJ J tidak normal.
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semu
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

Universitas Sumatera Utara

16

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan meneran
1) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
2) Membantu ibuberada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b) Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin
sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan
temuan-temuan.
c) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran.
3) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran.
(Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan
ia merasa nyaman).
4) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran :
a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan
untuk meneran
b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(tidak meminta ibu berbaring terlentang)
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat
pada ibu.
f) Menganjurkan asupan cairan per oral.
Universitas Sumatera Utara

17

g) Menilai DJJ setiap lima menit.
h) J ika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau
60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.
5) J ika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
a) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang aman. J ika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-
kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
b) J ika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
1) J ika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
2) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
3) Membuka partus set.
4) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.KEGIATA
f. f. Menolong kelahiran bayi
g. 1) Lahirnya kepala
a) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
Universitas Sumatera Utara

18

lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau
bernapas cepat saat kepala lahir.
(a) J ika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan
hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir
DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet
penghisap yang baru dan bersih.
b) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain
atau kasa yang bersih.
c) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran
bayi:
(a) J ika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
(b) J ika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat dan memotongnya.
d) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
2) Lahirnya bahu
a) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan
di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran
saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah
dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar
untuk melahirkan bahu posterior.
Universitas Sumatera Utara

19


3) Lahir badan dan tungkai
4) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi
yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu
dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran
siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian
bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan
tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan
anterior bayi saat keduanya lahir.
5) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat
panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-
hati membantu kelahiran kaki.
g. Penanganan bayi baru lahir
1) Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu
dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali
pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
2) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali
bagian pusat.
3) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah
ibu).KEGIATAN
Universitas Sumatera Utara

20

4) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting
dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
5) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali
pusat terbuka. J ika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil
tindakan yang sesuai.
6) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
h. Penanganan bayi baru lahir
1) Oksitosin
a) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen
untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
b) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
c) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
2) Penegangan tali pusat terkendali
a) Memindahkan klem pada tali pusat
b) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas
tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi
kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem
dengan tangan yang lain.
c) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke
arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
Universitas Sumatera Utara

21

berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk
membantu mencegah terjadinya inversio uteri. J ika plasenta tidak lahir
setelah 30 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
(a) J ika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota
keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
3) Mengeluarkan plasenta
a) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali
pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan
lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
(a) J ika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5 10 cm dari vulva.
b) J ika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama
15 menit :
(a) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
(b) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan
menggunakan teknik aseptik jika perlu.
(c) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
(d) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
(e) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.
c) J ika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua
Universitas Sumatera Utara

22

tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
d) J ika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat
tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
4). Pemijatan Uterus
a) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus menjadi keras).
i. Menilai perdarahan
1) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
a) J ika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 detik
mengambil tindakan yang sesuai.
2) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

j. Melakukan prosedur pasca persalinan
1) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
Universitas Sumatera Utara

23

2) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut
dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang
bersih dan kering.
3) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1 cm dari pusat.
4) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan
simpul mati yang pertama.
5) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
6) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan
handuk atau kainnya bersih atau kering.
7) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
k. Evaluasi
1) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d) J ika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang
sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.J ika ditemukan laserasi yang
memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan
menggunakan teknik yang sesuai.
2) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
Universitas Sumatera Utara

24

3) Mengevaluasi kehilangan darah.
4) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
5) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pasca persalinan.
6) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
l. Kebersihan dan keamanan
1) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
2) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
3) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
4) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
5) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
6) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
Universitas Sumatera Utara

25

7) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
m. Dokumentasi
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

B. Faktor yang berhubungan dengan APN
1. Pengetahuan
Pengetahuan didefenisikan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan
dengan semua yang ada, pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sebuah fakta dan
teori yang akan memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala yang
dihadapinya. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau orang lain
yang sampai pada seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu hal
yang didapat secara formal ataupun informal.Pengetahuan merupakan hasil tahu ini
terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu melalui panca
indera, yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa.
Menurut Notoatmodjo, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan:
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebgai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
adalah dengan menggunakan kata kerja antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan menyatukan objek yang dipelajari.


Universitas Sumatera Utara

26

b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan mengiterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang
dipelajari.
c) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil/sebenarnya.Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dalam konteks
atau situasi lain.
d) Analisis (analisys)
Analisis adalah suatu komponen yang menjabarkan materi atau suatu objek ke
komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (sintesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
Universitas Sumatera Utara

27

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada (Notoadmojo, 2003, hlm. 128-129).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan angket
yang menanyakan tenang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

2. Pendidikan
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi dengan menggunakan media
dalam rangka pemberian bantuan terhadap pengembangan individu seutuhnya. Dalam
arti supaya dapt mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Potensi disini adalah
potensi fisik, emosi, sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ini dapat berupa
pendidikan formal dan informal. Pendidikan tidak terlepas dari proses pelajaran dan ahli
psikologi kognitif berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat
internal dimana setiap proses belajar dipengaruhi oleh faktor faktor eksternal.
Makin tinggi tingkat pendidikannya makin tinggi tingkat intelektualnya. Sedangkan
faktor faktor eksternalnya antara lain, social, ekonomi, lingkungan, media massa, dan
lain lain (Notoatmodjo, 2002).
Dalam mengantisipasi perkembangan saat ini (kebutuhan masyarakat yang
menuntut mutu pelayanan kebidanan yang semakin meningkat), diperlukan tenaga
kesehatan khususnya tenaga bidan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan
profesional. Pengembangan pendidikan kebidanan seyogianya berlangsung secara
berkesinambungan, berjenjang, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip belajar seumur
hidup bagi bidan yang mengabdi di tengah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara

28

Pendidikan formal yang sudah diselenggarakan pemerintah dan pihak swasta
dengan dukungan IBI adalah program Diploma III dan Diploma IV/Kebidanan, dimana
upaya ini bertujuan meningkatkan kinerja bidan dalam memberikan pelayanan
kebidanan yang berkualitas (Simatupang, 2008) Pola pengembangan pendidikan
berkelanjutan telah dirumuskan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.

3. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah semua hal verbal, fisik, atau psikologis yang membuat
seseorang melakukan sesuatu sebagai respon, Nancy Stevenson (2001, dalam
Sunaryo,2004, hlm 143). Motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan
daya penggerak kemauan bekerja seseorang,Hasibuan( 1995, dalam
Notoatmodjo,2007, hlm 219).
Dari pengertian di atas motivasi dapat diartikan sebagai suatu sikap pandang
dimana seseorang memandang suatu tujuan atau tugas tertentu, inisiatif dan
pengarahan tingkah laku, mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan
kebutuhan atau suatu tujuan

b. Motivasi dan Perilaku Kerja
Keberhasilan suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh dua faktor, yaitu
sumber daya manusia, karyawan atau tenaga kerja, sarana dan prasarana pendukung
atau fasilitas kerja. Dari kedua faktor tersebut sumber daya manusia atau karyawan
lebih penting daripada sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan selengkap
apa pun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa sumber daya
Universitas Sumatera Utara

29

yang memadai, baik kuantitas (jumlah) maupun kualitas (kemampuannya), maka
niscaya organisasi tersebut dapat berhasil mewujudkan tujuan organisasinya.
Kualitas sumber daya manusia atau karyawan tersebut diukur dari kinerjanya, yaitu
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dibebankannya
Menurut Gibson (1977, dalam Notoatmodjo,2007, hlm 229) faktor yang
menentukan kinerja seseorang, dikelompokkan menjadi 3 faktor utama, yaitu ;
1. Variabel individu, yang terdiri dari : kemampuan dan keterampilan, pengalaman
kerja, latar belakang keluarga, tingkat sosial ekonomi, dan faktor demografi
(umur, jenis kelamin, etnis, dan sebagainya).
2. Variabel organisasi, yang antara lain terdiri dari : kepemimpinan, desain
pekerjaan, sumber daya yang lain, struktur organisasi, dan sebagainya.
3. Variabel psikologis, yang terdiri dari : persepsi terhadap pekerjaan, motivasi,
kepribadian dan sebagainya.
Sedangkan menurut Stoner (1981 dalam Notoatmodjo,2007, hlm 229 )
kinerja seseorang karyawan atau tenaga kerja dipengaruhi oleh : motivasi,
kemampuan, faktor persepsi.

c. Motivasi Kerja dengan Unjuk Kerja
Hubungan motivasi kerja dengan unjuk kerja dapat diungkapkan sebagai
berikut: Unjuk Kerja (performance) adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja,
kemampuan (abilities) dan peluang (opportunities), dengan perkataan lain unjuk
kerja adalah fungsi dari motivasi kerja dikali kemampuan kali peluang Robin (2000,
dalam Munandar,2004, hlm 324 ).
Universitas Sumatera Utara

30

Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk kerja akan rendah pula meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta peluangnyapun tersedia terakhir jika motivasi
kerja tinggi, peluang ada, namun karena keahliannya tidak pernah ditingkatkan lagi,
unjuk kerjanya juga tidak akan tinggi (Munandar, 2004).

d. Meningkatkan Motivasi Kerja
1) Peran Pemimpin/Atasan
Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu bersikap keras
dan memberi tujuan yang bermakna.
a) Bersikap Keras
Dengan memaksanakan tenaga kerja untuk bekerja keras atau dengan
memberikan ancaman, maka tenaga kerja tidak dapat menghindarkan diri
dari situasi yang mengancam tersebut, akan bekerja keras.
b) Memberi Tujuan yang Bermakna
Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan
yang bermakna sesuai dengan kemampuannya, yang dapat dicapai
melalui prestasi kerjanya yang tinggi. Dengan begitu, atasan perlu
mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar
dapat membantu bawahan untuk mencapainya dan dengan arahan atasan
memotivasi bawahannya.




Universitas Sumatera Utara

31

2) Peran Diri Sendiri
Motivasi seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya
sana dengan yang dituntut oleh pekerjaannya dan/atau akan berusaha
mencari, menemukan dan/atau menciptakan peluang dimana ia dapat
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berunjuk kerja
tinggi. Orang dengan type ini adalah orang yang suka bekerja dan senang
mendapat tanggung jawab. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih
reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Ia baru
mau bekerja didorong, dipaksa untuk bekerja. Orang dengan type ini adalah
orang yang memiliki motivasi kerja proaktif (malas dan tidak mau dibebani
tanggung jawab).
3) Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan organisasi dapat menarik atau
mendorong motivasi kerja seorang tenaga kerja. Kegiatan seperti GKM
(Gugus Kendali Mutu) merupakan kebijakan yang dituangkan ke dalam
berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan mengatur pertemuan
pemecahan masalah dalam kelompok kerja. Kebijakan lain yang berkaitan
dengan motivasinya adalah kebijakan dibidang imbalan keuangan.
Disamping kebijakan dan peraturan tersebut di atas, kebijakan dan peraturan
lain dapat disusun dan ditetapkan yang dapat mendorong atau menarik diluar
motivasi kerja tenaga kerja.

Universitas Sumatera Utara

32

Pertanyaan yang banyak diajukan kepada penulis, adalah bagaimana
cara mengukur motivasi seseorang, dan apakah ada suatu alat baku untuk
mengukur motivasi. Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun
harus diukur. Salah satu cara untuk mengukur motivasi adalh melalui
kuesioner, dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi
pertanyaan pertanyaan yang lebih mencerminkan dirinya (Notoatmodjo,
2005).

















Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai