Anda di halaman 1dari 10

MDRO di Unit Perawatan Intensif

(Fokus pada Bakteri Penghasil Carbapenemase)




Pendahuluan

Unit Perawatan Intensif (ICU) seringkali disebut sebagai episentrum infeksi, karena
pasien yang dirawat di sana sangat rentan mengalami infeksi akibat terjadinya kondisi
immunocompromised dan juga meningkatnya resiko terinfeksi akibat mendapatkan berbagai
tindakan medis yang invasif seperti pemasangan infus, intubasi ataupun ventilasi mekanik.
Selain itu pemberian obat-obatan seperti sedatif dan pelemas otot, juga dapat menjadi
predisposisi terjadinya infeksi, yaitu pneumonia, dengan mengurangi refleks batuk dan
refleks menelan (Brusselaers et al, 2011).
Bersamaan dengan masalah infeksi nosokomial yang terjadi, timbul pula
permasalahan resistensi terhadap banyak antibiotika atau multidrug antimicrobial
resistance (MDR). Resistensi yang berlangsung terus menerus di komunitas dan di rumah
sakit ini dipandang sebagai suatu ancaman besar bagi kesehatan masyarakat. Selain itu,
karena merawat pasien-pasien yang mempunyai profil resiko khusus, ICU juga dianggap
sebagai episentrum timbulnya resistensi, bahkan digambarkan sebagai pabrik yang
membuat, menyebarkan dan memperbanyak resistensi antibiotik. (Brusselaers et al, 2011)
Masalah yang ditimbulkan akibat resistensi ini, lebih mungkin disebabkan tingginya
penggunaan antibiotik empiris untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh patogen MDR
daripada virulensi sttain MDR tertentu. (Brusselaers et al, 2011)

Patogen MDR yang penting

Selama dekade terakhir telah diamati adanya pergeseran MDR dari bakteri gram
positif ke bakteri gam negatif, hal ini terutama dikarenakan sangat sedikitnya penemuan
antibiotik baru yang aktif terhadap bakteri gram negatif yang resisten. (Boucher et al, 2009)
Untuk bakteri gram positif, organisme resisten yang paling penting di ICU saat ini
adalah methicillin-(oxacillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan vancomycin-
resistant enterococci (VRE) (Boucher dkk, 2009, Jones RN, 2001). Sedangkan pada bakteri
gram negatif, resistensi terutama terjadi karena meningkatnya extended-spectrum Beta-
lactamase (ESBL) dengan cepat di Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, dan Proteus
mirabilis; resistensi -laktamase sefalosporin tingkat tinggi pada Enterobacter spp. dan
Citrobacter spp., dan MDR di Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp., dan
Stenotrophomonas maltophilia (Jones RN, 2001)

Tabel 1. MDRO Penyebab Masalah Klinis Utama (Arias and Murray, 2009)





Timbulnya -laktamase yang baru dengan kemampuan menghidrolisis carbapenem
telah berperan dalam peningkatan prevalensi Enterobacteriaceae yang resisten terhadap
carbapenem atau carbapenem resistant Enterobacteriaceae (CRE). CRE terutama sekali
menjadi masalah karena banyaknya infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae, yang
mana tingginya mortalitas dikaitkan dengan infeksi yang disebabkan oleh CRE dan potensi
meluasnya penyebaran resistensi carbapenem melalui mobile genetic element. (Gupta et al
2011).
Timbulnya dan penyebaran bakteri gram negatif batang yang resisten terhadap
carbapenem menjadi suatu perhatian utama terutama di negara-negara dengan sumber daya
terbatas, dimana pilihan terapinya tidak ada, mahal ataupun bersifat toksik dengan outcome
yang buruk. (Irfan et al, 2008)
Dalam penelitian yang dilakukan Sarwari dkk (2004) serta Noor dan Husein ( 2005)
telah dilaporkan timbulnya dan terjadinya penyebaran bakteri yang resisten terhadap
carbapenem diantara MDRO gram negatif non enterobacteriaceae, yaitu Acinetobacter spp
dan Pseudomonas aeruginosa. Tren yang berhubungan dengan resistensi P. aeruginosa juga
telah diamati oleh National Nosocomial Infection Surveilance (NNIS)-AS, dimana isolat P.
Aeruginosa yang ditemukan di ICU pada tahun 2003, laju resistensi keseluruhan terhadap
carbapenem adalah 20% sedangkan terhadap sefalosporin generasi ketiga dan quinolone
sekitar 30 % ( McDonald, 2006)
MDRO sebagai penyebab masalah klinis utama terangkum dalam tabel 1.

Mekanisme resistensi terhadap antibiotik

Bakteria dapat menunjukkan resistensi terhadap antibiotik melalui beberapa
mekanisme. Beberapa spesies bakteri mungkin saja memang bersifat resisten terhadap satu
kelas antibiotik. Pada kasus seperti ini, seluruh strain spesies bakteri tersebut kemungkinan
resisten terhadap semua anggota kelas antibiotik itu. Perhatian yang lebih ditujukan pada
kasus-kasus resistensi yang didapat, dimana populasi bakteri yang pada awalnya peka
kemudian menjadi resisten terhadap suatu antibiotik dan kemudian berprofiliferasi dan
menyebar dalam pengaruh tekanan selektif dari penggunaan antibiotik tersebut. Beberapa
mekanisme resistensi antibiotik dengan mudah dapat menyebar ke berbagai genus bakteri.
Pertama, bakteri mendapatkan gen yang mengkode enzim-enzim, seperti -laktamase, yang
menghancurkann antibiotik sebelum menghasilkan efek. Kedua, bakteri mempunyai pompa
efflux yang mengeluarkan antibiotik dari sel sebelum antibiotik tersebut mencapai target dan
memberikan efeknya. Ketiga, bakteri mendapatkan beberapa gen yang bekerja pada jalur
metabolik yang merubah dinding sel bakteri sehingga tidak lagi mengandung tempat ikatan
dengan antibiotik, atau terjadi mutasi pada gen porin bakteri yang membatasi akses antibiotik
menuju target intraselular. Dengan demikian, populasi bakteri yang secara normal peka
terhadap antibiotik dapat menjadi resisten melalui mekanisme seleksi dan mutasi, atau
dengan cara memperoleh informasi genetik dari bakteri lain yang mengkode gen resistensi.
Hal yang terakhir ini, terjadi melalui beberapa mekanisme genetik yaitu transformasi,
konjugasi atau transduksi. Melalui mekanisme pertukaran materi genetik ini, menjadikan
bakteri yang menjadi resisten terhadap banyak kelas antibiotik. Bakteri dengan multidrugs
resistance ini (didefinisikan sebagai bakteri yang resisten terhadap lebih dari atau sama
dengan tiga kelas antibiotik) telah menjadi masalah yang sangat memerlukan perhatian serius
terutama di rumah sakit dan institusi kesehatan lainnya dimana hal tersebut paling sering
terjadi. Mutasi spontan dapat menyebabkan timbulnya resistensi dengan beberapa cara yaitu :
(1) merubah protein target dimana antibiotik berikatan, dengan merubah atau menghilang
tempat ikatan, (2) meningkatkan produksi enzim-enzim yang membuat antibiotik menjadi
tidak aktif, (3) menurunkan aktivitas atau merubah saluran protein membran luar sel bakteri
sehingga antibiotik tidfak dapat masuk atau (4) meningkatkan aktivitas pompa yang
mengeluarkan antibiotik dari sel bakteri.
Strain bateri yang membawa mutasi genetik yang menyebabkan resistensi ini
terseleksi akibat penggunaan antibiotika, yang mana antibiotik tersebut membunuh strain
yang peka dan membiarkan strain resisten baru untuk berthan hidup dan berkembang.
Resistensi didapat yang berkembang karena mutasi kromosomal dan seleksi ini disebut
dengan evolusi vertikal (vertical evolution).
Bakteri juga dapat menjadi resisten dengan memperoleh material genetik yang baru
dari bakteri resisten lainnya. Kejadian ini disebut dengan evolusi horisontal (horizontal
evolution) dan dapat terjadi antara strain dalam spesies yang sama atau antara genus atau
spesies yang berbeda. Mekanisme pertukaran materi genetik ini adalah dengan konjugasi,
transduksi dan transformasi. Untuk setiap proses tersebut, transposon berperan dalam
memfasilitasi pemindahan dan penggabungan gen resistensi ke dalam genome pejamu atau ke
dalam plasmid.
Selama konjugasi, bakterin gram negatif memindahkan plasmid yang mengandung
gen resistensi ke bakteri yang berdekatan, melalui suatu stuktur yang disebut pilus yang
menggabungkan kedua bakteri tersebut. Sedangkan konjugasi pada bakteri gram positif
biasanya dimulai dengan produksi sex pheromones yang memfasilitasi penyatuan bakteri
donor dan resipien, yang membuat terjadinya pertukaran DNA. Pada proses transduksi, gen
resistensi dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainnya dengan perantara bakteriofag.
Sekarang proses tersebut merupakan suatu yang relatif jarang terjadi. Sedangkan transformasi
merupakan suatu proses dimana bakteri mendapat dan menggabungkan segmen DNAnya
dengan segmen DNA dari bakteri lain yang melepaskan sebagian DNAnya ke lingkungan
setelah mereka lisis. Hal ini dapat memindahkan gen resistensi ke strain yang pada awalnya
peka.Mutasi dan seleksi ini, bersama dengan pertukaran materi genetik membuat banyak
spesies bakteri yang dapat cepat beradaptasi dengan antibiotik. (Tennover, 2006)

Carbapenem

Carbapenems merupakan suatu antibiotik golongan -lactam yang mengandung suatu
cincin -lactam dan rangkaian lima cincin lainnya yang berbeda dari penisilin karena tidak
tersaturasi dan mengandung satu atom karbon yang menggantikan atom sulfur. Kelas
antibiotik ini mempunyai spektrum yang lebih luas dibanding kebanyakan antibiotik -lactam
lainnya. (Petri, 2006)
Imipenem yang dipasarkan dalam bentuk kombinasi dengan cilastatin (obat yang
menghambat degradasi imipenem oleh enzim dipeptidase di tubulus ginjal) mempunyai
aktivitas in vitro yang sangat baik dengan spectrum yang mencakup bakteri aerob dan
anaerob. Streptococcus (termasuk penicillin-resistant S. pneumoniae), enterococcus (tidak
termasuk E. faecium dan strain non--lactamase-producing penicillin-resistant strains),
staphylococcus (termasuk strain penicillinase-producing), dan Listeria , semuanya peka.
Aktivitas imipenem sangat baik terhadap Enterobacteriaceae, termasuk organisme yang
resisten terhadap sefalosporin yang memperlihatkan ekspresi kromosomal atau plasmid
ESBL. Banyak strain Pseudomonas dan Acinetobacter yang dapat dihambat oleh imipenem,
sedangkan X. maltophilia resisten. Bakteri anaerob, termasuk B. fragilis, menunjukkan
kepekaan yang cukup tinggi terhadap imipenem (Petri, 2006).
Aktivitas meropenem mirip dengan imipenem tetapi sedikit lebih baik terhadap gram
negative aerob dan sedikit kurang baik terhadap gram positif. Meropenem tidak terlalu
signifikan terdegradasi oleh enzim dehidropeptidase ginjal sehingga tidak memerlukan
inhibitor. Sedangkan ertapenem kurang aktif dibandingkan meropenem atau imipenem
terhadap P aeruginosa dann Acinetobacter spps.
Doripenem menunjukkan efek inhibisi yang poten terhadap isolate P. aeruginosa
(termasuk strain yang sulit diterapi), dengan MIC hingga 2 -4 kali lebih rendah daripada yang
dditunjukkan imipenem dan meropenem. Doripenem juga memperllihatkan efikasi yang
bermakna pasda pasien-pasien dengan skor APACHE II yang tinggi serta
menunjukkanoutcome klinis yang baik pada infeksi bakteri gram negative yang sukar
diterapi. (Mandel, 2009)
Suatu carbapenem pada dasarnya diindikasikan untuk infeksi yang disebakan
organisme yang peka seperti P aeruginosa, yang resisten terhadap antibiotic lain yang ada,
dan untuk pengobatan infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob. Carbapenem merupakan
antibiotik golongan -lactam pilihan dalam terapi infeksi enterobacter karena tahan terhadap
destruksi oleh enzim -lactamase yang dihasilkan organisme ini. Antibiotik ini juga
merupakan terapi pilihan pada infeksi yang disebabkan bakteri gram negative penghasil
ESBL. (Katzung BG, 2006)

Carbapenemase: klasifikasi dan epidemiologi

Carbapenemase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis secara efisien -lactam,
termasuk carbapenem(Paterson, 2005 and Queenan, 2007). Walaupun disebut sebagai
carbapenemase, enzim-enzim ini mengenal hampir semua -lactamase yang dapat
terhidrolisa dan kebanyakan tahan terhadap penghambat -lactamase yang ada (Queenan,
2007)
Klasifikasi carbapenemase yang paling banyak digunakan adalah yang didefinisikan
oleh Ambler, walaupun klasifikasi yang dikemukakan oleh Bush-Jacoby juga digunakan.
Klasifikasi Ambler membagi enzim -lactamase ke dalam empat kelas A hingga D
berdasarkan struktur molekulernya. Kelas A, C, dan D merupakan enzim -lactamase yang
mengandung asam amino serine pada tempat aktifnya, sedangkan kelas B, semuanya
merupakan emzim metallo (metalloenzyme) dengan zinc pada tempat aktifnya. Dari keempat
kelas -lactamase menurut klasifikasi Ambler tersebut, yang termasuk dalam klasifikasi
carbapenemase adalah kelas A, B dan D (ECDC, 2011). Efisiensi pada sifat katalitik
terhadap hidrolisis carbapenem ini menghasilkan peningkatan MIC carbapenem. (Queenan,
2007)



Class A Carbapenemases
Carbapenemase kelas A merupakan -lactamase serine dan mengandung serin pada
tempat aktifnya (Bush, 2010). Sejumlah carbapnemase kelas A telah berhasil diketahui;
beberapa merupakan enzim yang terkode dalam kromosom (NmcA, Sme, IMI-1, SFC-1), dan
yang lain terkode dalam plasmmid (Klebsiella pneumoniae carbapenemases [KPC], IMI-2,
GES, serta turunannya), tetapi semuanya secara efektif dihidrolisa oleh carbapenem dan
sebagian dihambat oleh asam clavulanat (Nordmann,2010).
KPC merupakan carbapenemase kelas A yang paling sering ditemukan dan bersama
dengan varian-variannya yaitu KPC-2 hingga KPC-13 menyebar ke seluruh dunia. Gen
bla
KPC
adalah gen yang diperantarai oleh plasmid dan dipindahkan melalui transposon
Tn4401 yang membuatnya dapat dengan mudah dipindahkan antar spesies bakteri.
Setelah adanya laporan pertama mengeenai isolat K. pneumoniae yang mengandung
bla
KPC
di AS, bla
KPC
tersebut menyebar melewati batas internasional karena adanya
mobilitas pasien. KPC terutama sekali ditemukan di Enterobacteriaceae, paling sering pada
isolat K. Pneumoniae, tetapi saat ini telah dilaporkan juga ditemukan pada bakteri-bakteri
non-fermentatif seperti Pseudomonas spp. dan Acinetobacter spp. (ECDC, 2011). Gambar 1.
memperlihatkan penyebaran KPC di seluruh dunia.









Figure 1. A) Worldwide geographic distribution of Klebsiella pneumoniae carbapenemase
(KPC) producers. Gray shading indicates regions shown separately: B) distribution in the
United States; C) distribution in Europe; D) distribution in China. (Nordmann,2010)

Tingkat resistensi terhadap carbapenem dari bakteri-bakteri penghasil KPC sangatlah
bervariasi, seperti sebagaimana yang ditunjukkan pada table 2. Pada table tersebut terlihat
bahwa ertapenem mempunyai aktivitas yang paling rendah. Bakteri penghasil KPC biasanya
merupakan organisme yang multidrug resistant (terutama terhadap semua -lactams), dimana
pilihan terapi pada infeksi yang disebabkan bakteri-bakteri tersebut masih terbatas. Angka
kematian yang berhubungan dengan infeksi akibat bakteri penghasil KPC sangatlah tinggi
(>50%) (Nordmann,2010)

Table 2. Rentang MIC dari carbapenem untuk Enterobacteriaceae yang memproduksi
beberapa tipe carbapenemase


Carbapenemase Kelas B
Carbapenemase kelas B, juga dikenal sebagai metallo--lactamase (MBL). Pada
awalnya, MBL ditemukan pada bakteri-bakteri non-fermentatif yaitu Pseudomonas spp. and
Acinetobacter spp., tetapi saat ini juga telah ditemukan pada Enterobacteriaceae. (ECDC,
2011).
Enzim metallo--lactamase ini kebanyakan merupakan are mostly of the Verona
integronencoded metallo--lactamase (VIM) and IMP types The first acquired MBL, IMP-
1, was reported in Serratia marcescens in Japan in 1991 (13). Since then, MBLs have been
described worldwide (2,12) (Figure 3). Endemicity of VIM- and IMP-type enzymes has been
reported in Greece, Taiwan, and Japan (2,12), although outbreaks and single reports of VIM
and IMP producers have been reported in many other countries (Figure 3). These enzymes
hydrolyze all -lactams except aztreonam (12).Their activity is inhibited by EDTA but not by
clavulanic acid (12). Most MBL producers are hospital acquired and multidrug-resistant
K.pneumoniae (2,12). Resistance levels to carbapenems of MBL producers may vary (Table
1). Death rates associated with MBL producers range from 18% to 67% (14).
(Nordmann,2010).
In 2009, a novel MBL, the New Delhi MBL (NDM), was described [23, 24]. NDM was first
recognized in a K. Pneumoniae isolate from a Swedish patient who had received medical care
in India [24] and was soon recognized as an emerging mechanism of resistance in multiple
species of Enterobacteriaceae in the United Kingdom [23]. Many of the early cases in the
United Kingdom were associated with receipt of medical care in India or Pakistan [23, 25].
(Gupta et al 2011)
Kumarasamy et al (2010) found that among a convenience sample of Enterobacteriaceae
obtained from patients in India, between 31% and 55% of CRE isolates were NDM-producers
[25]. Many of the NDM-producing isolates from India were from patients with community-
onset infections.










Figure 2. Worldwide geographic distribution of Verona integronencoded metallo--
lactamase (VIM) and IMP enterobacterial producers. (Nordmann,2010).

Anda mungkin juga menyukai