DISUSUN OLEH A.A. ISTRI SRI HARTANI DEWANDARI 1308505034
JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2014
TINJAUAN PUSTAKA Secara kimia karbohidrat didefiniskan sebagai sebagai derivat aldehid atau keton dari alkohol polihidrik tingkat tinggi, atau senyawa yang menghasilkan derivatnya dengan hidrolisis. Karbohidrat dibedakan menjadi empat kelompok besar, yaitu: monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida (Chatterjea, 2012). Ada beberapa uji sederhana dan cepat yang membantu untuk mendeteksi secara kualitatif sifat dasar dari karbohidrat, seperti pereduksian, pembentukan fulfural dan turunannya. Gula yang mengandung gugus aldehida atau gugus keton dapat mengurangi ion logam tertentu dan pada gilirannya bisa teroksidasi menjadi asam gula (Nigam, 2007).
PENGUJIAN IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT
1. Reduksi dengan Larutan Fehling Uji Fehling didasarkan pada proses pereduksian monosakarida dengan adanya gugus aldehida atau keton. Pengujian ini dilakukan dengan menambahkan beberapa tetes larutan gula ke dalam campuran larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Ketika larutan alkali dari kupri hidroksida dipanaskan dengan adanya karbohidrat pereduksi, sehingga menyebabkan larutan berubah menjadi berwarna kuning atau berwarna merah tembaga oksida. Uji Fehling dapat digunakan untuk membedakan reduksi disakarida, seperti maltosa dan laktosa, dari non-reduksi disakarida, seperti sukrosa (Nigam, 2007).
Gambar 1. Sifat kimia reaksi yang terlibat dalam uji Fehling (Nigam,2007) Prosedur Uji Fehling : a. Membuat larutan uji Fehling A dengan cara melarutkan 7 gram CuSO 4 .7H 2 O dalam air suling hingga mencapai volume 100 ml. b. Membuat larutan Fehling B dengan cara melarutkan 24 gram KOH dan 34,6 gram natrium-kalium dalam air suling hingga mencapai volume 100 ml. c. Campurkan larutan Fehling A dengan larutan Fehling B dalam rasio 1:1 d. Tambahkan 5-8 tetes sampel gula 5ml dari larutan Fehling A dan B. e. Didihkan selama dua sampai tiga menit hingga terbentuk endapan bewarna merah kecoklatan, endapan menunjukkan adanya karbohidrat pereduksi dalam sampel (Nigam, 2007). 2. Uji Molisch Uji molisch adalah pengujian umum untuk semua karbohidrat, termasuk monosakarida, disakarida, polisakarida dan glikoprotein. H 2 SO 4 pekat akan menghidrolisis ikatan glikosidik dalam disakarida atau polisakarida untuk menghasilkan monosakarida. Asam sulfat pekat pada gula ini bersifat sangat reaktif dan mudah mengembun dengan -naftol sehingga menghasilkan produk bewarna ungu atau violet (Nigam, 2007). Reagen yang digunakan pada uji molisch yaitu lautan -naftol. Tujuan dari uji molisch adalah untuk mengidentifikasi senyawa yang dapat dihidrolisis menjadi senyawa furfural atau hidroksimetilfurfural dalam asam sulfat. Furfural dihasilkan dari hidrolisis pentosa dan pentosan. Sementara hidroksimetilfurfural dihasilkan dari heksosa dan heksosans (Harisha, 2006).
Gambar 2. Sifat kimia reaksi yang terlibat dalam uji Molisch (Nigam,2007)
Prosedur Uji Molisch : a. Larutkan 5% -naftol dalam etanol b. Tambahkan dua sampai tiga tetes larutan -naftol ke dalam 2 ml larutan gula pada tabung reaksi c. Posisikan tabung dalam keadaan miring dan secara perlahan tambahkan 1ml asam sulfat pekat melalui sisi tabung d. Amati pembentukan cincin bewarna violet di dalam tabung yang menunjukkan adanya karbohidrat dalam larutan sampel (Nigam, 2007).
3. Uji Pembentukan Osazone Ketika phenylhydrazine bereaksi dengan karbohidrat pereduksi pada suhu tinggi, akan terbentuk osazone. Ketika hydrazones bereaksi lebih lanjut dengan molekul phenylhydrazine produk kondensasi yang terbentuk adalah osazones larut yang mengendap sebagai ristal. Phenylhydrazone ini bersifat sangat larut. Pada saat bereaksi dengan phenyllhyrazine masing-masing menghasilkan gula Kristal osazone. Reaksi pembentukan Kristal tersebut melibatkan C-1 dan C-2 dalam sebuah molekul gula heksosa, seperti yang digambarkan diatas. Perbedaan dari struktur glukosa, fruktosa dan manosa dapat dilihat dari perbedaan melekatnya C-1 dan C-2 molekul guna heksosa tersebut. Osazone dalam gula ini identiknya berbentuk jarum, hal ini menunjukkan bahwa posisi C-1 dan C-2 tidak tergantung dari jenis Kristal osazon yang dihasilkan (Nigam, 2007).
Gambar 3. Sifat kimia reaksi yang terlibat dalam uji Osazone (Nigam, 2007)
Prosedur Uji Osazone : a. Campurkan 2 gram phenyllhydrazine dan 3 gram natrium asetat, kemudian pindahkan 3 gram campuran ini secara terpisah pada 6 tabung reaksi yang bersih. b. Tambahkan 5 ml glukosa 1%, fruktosa, maltose, laktosa, sukrosa, dan air suling secara terpisah kedalam masing-masing tabung. c. Rendam tabung dalam bak air mendidih selama 30-45 menit. d. Dinginkan dan amati pada tabung bentuk Kristal osazone yang terbentuk dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x. untuk fructose dan glukosa Kristal yang berbentuk jarum tersebut dapat diamani dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop. Maltose dan laktosa berbentuk bunga Kristal, sedangkan tidak ada osazone yang terbentuk pada sukrosa. Disakarida yaitu maltose dan laktosa, menghasil menghasilkan Kristal osazone yang larut dalam air panas, sehingga disakarida tersebut hanya dapat membentuk Kristal dalam keadaan dingin (Nigam, 2007).
4. Uji Resorsinol untuk Keton (Uji Seliwanoff) Tes seliwanoff adalah tes khusus untuk mendeteksi gula ketosa yaitu fruktosa. Dalam pengujian ini ketosa akan mengalami hidrolisis sehingga akan terbentuk turunan furfural yang kemudian mengembun dengan resorsinol dan menghasilkan senyawa kompleks bewarna merah. Pemanasan yang berkepanjangan dapat menghidrolisis disakarida yang akan membentuk ketosa monosakarida yang pada akhirnya akan memberikan warna. Uji seliwanoff direspon positif oleh sukrosa karena dapat dihidrolisis, sehingga dapat membentuk sukrosa dan fruktosa hal ini disebabkan karena adanya HCL pekat dalam reaksi. Fruktosa yang ada dalam gula ketosa akan bereaksi dengan HCL pekat sehingga membentuk senyawa kompleks bewarna merah (Nigam, 2007).
Gambar 4. Sifat kimia reaksi yang terlibat dalam uji Seliwanoff (Nigam,2007) Prosedur Uji Resorsinol : a. Larutkan 50mg resorsinol dalam 100ml HCL 3N b. Tambahkan 8 tetes sampel gula ke dalam 5ml larutan HCL, dan didihkan selama 30 detik c. Amati tabung untuk melihat adanya pembentukan senyawa kompleks bewarna merah. Senyawa kompleks bewarna merah tersebut menunjukkan adanya gula ketosa dalam larutan sampel (Nigam, 2007).
5. Uji Pentosa Dasar dari pengujian ini adalah adanya perubahan dari gula pentosa dengan asam panas dari furfural, yang kemudian bereaksi dengan orsinol sehingga membentuk warna hijau. Reagen yang digunakan dalam pengujian ini yaitu 0,3% larutan orsinol yang di dapat dari HCL pekat yang dapat menghidrolisis gula menjadi furfural. Jika ditambahkan gula pentose akan membentuk warna hijau dalam waktu 10 menit (Nigam, 2007).
Gambar 5. Intensitas penyerapan (Nigam,2007) Prosedur Uji Pentosa : a. Buat reagen orsinol dengan cara menambahkan 150mg orsinol dalam 50ml HCL pekat. Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10% b. Tambahkan 1ml larutan gula yang akan diuji untuk 2 ml pereaksi orsinol. Panaskan campuran dan amati pembentukkan warna biru-hijau dari perbandingan air suling yang ditambahkan ke reagen orsinol bukan larutan gula c. Perhatikan waktu yang dibutuhkan untuk perubahan warna. Jika perubahan berlangsung dalam 10 menit maka sampel adalah gula pentose (Nigam, 2007).
6. Uji Keller- Kiliani untuk Gula Deoksil Gula dioksil dapat ditemukan di glikosida jantung seperti Digitalis dan Stophanthus spp. Gula dioksil larut dalam asam asetat yang mengandung besi klorida dan dipindahkan ke permukaan asam sulfat pekat. Dalam proses pengujian cairan warna coklat kemerahan yang dihasilkan secara bertahap menjadi berwarna biru (Evans, 2009). Tujuan dari uji Keller-Kiliani untuk mengetahui kandungan 2-deoksi-D-erythro- pentosa dalam asam nukleat (Wolfrom, 1962).
Gambar 6. Reaksi pelarutan gula deoksil
7. Uji Reduksi Enzimatik Reduksi enantioselektivitas keton untuk alkohol sekunder optik aktif adalah salah satu daerah yang paling menarik dari penelitian untuk sejumlah daripada kelompok penelitian lainnya. Enzim telah banyak digunakan untuk mengkonversi keton pada alkohol sekunder sesuai optik aktif. Sebuah alkohol dihidrogenase dari hyperthermophilic archaeon pyrococcus furiosus telah digunakan untuk mengkatalisis reduksi berbagai keton alifatik, keton aril, ketoester yang mengandung substituen fenil dapat mengurangi alkohol enansiomer murni sedangkan reduksi keton alifatik memberikan tingkat moderat enantioselectivity. Hal ini menunjukan bahwa adanya gugus fenil berdekatan dengan gugus karbonil yang bisa menjadi faktor penting dalam memperoleh tingkat enantioselectivity. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gugus fenil berdekatan dengan gugus karbonil yang bisa menjadi faktor penting untuk memperoleh tingkat enantioselectivity (Bawa, 2008). Prosedur uji reduksi enzimatik : a. Sukrosa 116,96 mmol dan disodium hydrogen fosfat 1,76 mmol ditempatkan dalam 500 cm 3 labu Erlenmeyer dan dilarutkan dalam air hangat (40 0 C) kurang lebih sebanyak 75 cm 3 . b. Ragi roti kering yang aktif sebanyak 8 gram ditambahkan dalam campuran reaksi tersebut. Setelah itu alat fermentasi anaerob dipasang. c. Campuran reaksi diaduk dengan kuat selama 1 jam dengan suhu 40 0 C kemudian dibiarkan dingin sampai dengan suhu kamar. d. Tambahkan keton prokiral (21,55 mmol) dan campuran reaksi diaduk selama 24 -48 jam pada suhu kamar. e. Campuran reaksi disaring dengan bantuan bantalan kapas dan filtrate jenuh dengan padatan sodium klorida. f. Diekstraksi dengan kloroform (3 X 30 cm 3 ) kemudian lapisan organic digabungkan, dikeringkan dengan natrium sulfat, disaring dan pelarut diuapkan untuk memberikan produk yang diinginkan (Bawa, 2008).
8. Kromatrogafi Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam system yang terdiri dari 2 fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion (DepKes RI, 1995). Teknik kromatofrafi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umunya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerat, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut kromatografi cair- cair (DepKes RI, 1995). Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran. Penggunaan baku pembanding dalam uji identifikasi dalam kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, perbandingan jarak rambat (diukur sampai titik yang memberikan intensitas maksimum pada bercak) suatu senyawa tertentu terhadap jarak rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan, dinyatakan sebagai harga R f . Harga R f , berubah sesuai kondisi percobaan karena itu identifikasi sebaiknya dilakukan dengan menggunakan baku pembanding yang sama dengan uji pada kromatogram yang sama. Untuk maksud ini kromatogram dibuat dengan menotolkan larutan uji, larutan baku pembanding, dan suatu campuran uji dan baku pembanding dalam jumlah yang kurang lebih sama pada penjerap lapis tipis atau kertas, dalam satu garis lurus sejajar dengan tepi lempeng kromatografi atau kertas. Tiap penotolan contoh mengandung zat uji yang bobotnya kurang lebih sama. Jika zat uji yang diidentifikasi dan baku pembanding itu sama, terdapat kesesuaian dalam warna dan harga R f pada semua kromatogram, dan kromatogram dari campuran menghasilkan bercak tunggal, yaitu harga R r adalah 1,0 (DepKes RI, 1995). Penetapan letak bercak Bercak yang dihasilkan kromatografi kertas atau lapis tipis letaknya dapat ditetapkan dengan: a. Pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya biasa, cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm). b. Pengamatan dengan cahaya biasa atau cahaya ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak ( pereaksi sebaiknya disemprotkan melalui alat pengabut). c. Menggunakan pencacah Geiger-Muller atau teknik autoradiografi, jika terdapat zat radioaktif. d. Menempatkan potongan penjerap dan zat pada media pembiakan yang telah ditanami untuk melihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan bakteri (DepKes RI, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, R.A., F. Ajjabou, E. Shalfooh. 2008. Enzymatic Reduction of Ketones to Optically Active Secondary Alcohols. Vol 2. Chatterjea, MN. and R. Shinde. 2012. Textbook of Medical Biochemistry. Eight Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Evans, W. C. 2009. Trease and Evans Pharmacnosy. 16 th
Edition. W.B. Saunders. p 266. Harisha, S. 2006. An Introduction to Practical Biotechnology. New Delhi: Laxmi Publications. Nigam, Arti and Archana Ayyagari. 2007. Lab Manual in Biochemistry: Immunology and Biotechnology. New Dehli: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. Wolfrom, M.L. 1962. Advances In Carbohydrate Chemisrty. London: Academic Press Inc.