Evaluasi Desain Meja dan Kursi Yang Terdapat di Ruang Baca
Lantai 2 Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret
(Berkaitan Dengan Pencahayaan) (Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ergonomi III)
Dosen Pengampu: Tarwaka, PGDip.Sc.,M.Erg
Oleh:
Ira Pracinasari R0012048
Kelas B
PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014
2 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Tujuan ............................................................................................................ 2 C. Manfaat .......................................................................................................... 3 BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................................... 6 A. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6 B. Perundang-undangan ..................................................................................... 22 BAB III. HASIL ......................................................................................................... 23 BAB IV. PEMBAHASAN ........................................................................................ 32 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 39 A. Kesimpulan ..................................................................................................... 39 B. Saran ............................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Konsep perkembangan informasi serta teknologi pendidikan menekankan kepada individu yang belajar melalui pemanfaatan dan penggunaan berbagai jenis sumber belajar terutama sarana perpustakaan umum. Dalam perjalanan perkembangannya layanan perpustakaan dan aspek pemanfaatannya oleh mahaiswa, nampak bahwa fasilitas-fasilitas yang terdapat di perpustakaan perlu adanya perbaikan untuk menunjang kelancaran proses pencarian informasi. Hal ini tercermin dari sarana perpustakaan yang bertindak sebagai wadah pelayanan ilmu dan sumber informasi yang di peruntukan bagi semua kalangan mahasiswa ternyata kurang di perhatikan baik dari segi funsi maupun kenyamanan pengguna dan pengelola perpustakaan. Perpustakaan pusat UNS adalah salah satu tempat yang memberikan pelayanan ilmu dan sumber informasi bagi semua kalangan mahasiswa yang berada di Universitas Sebelas Maret. Fasilitas-fasilitas pendukung yang ada di perpustakaan ini antara lain meja dan kursi, rak buku, dan internet. Meja kursi baca merupakan salah satu fasilitas pokok yang harus dipertimbangkan dalam pelayanan pengguna perpustakaan pusat UNS. Dampak dari ketidakserasian antara meja kursi baca yang ada di perpustakaan dengan kebutuhan penggunanya merupakan salah satu kendala dalam upaya meningkatkan mutu pelayannan yang ada di perpustakaan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran antropometri pada pengguna perpustakaan. Dalam melakukan pengukuran antropometri, maka pengetahuan tentang antropometri dijelaskan dengan menggunakan istilah dari berbagai tubuh atau pada lokasi bagian tubuh manusia. Subjek yang diukur diarahkan untuk mengansumsi posisi tertentu yang telah didefinisikan sebelumnya dengan menggunakan standar posisi secara anatomi, dimana orang yang diukur berdiri 4 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 dengan kedua tangan disamping badan dan telapak tangan menghadap ke depan. Dari postur tubuh seperti tersebut, maka anatomi manusia dapat didefinisikan dengan istilah axis dan plane (belahan tubuh) Manusia selalu dijadikan objek dalam mengembangkan setiap produk yang dihasilkan. Produk-produk tersebut diharapkan dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi banyak produk yang digunakan manusia dinilai tidak ergonomis, dan manusia juga tidak menyadari hal tersebut. Hal ini menimbulkan pernyataan bahwa produk yang digunakan hanya dapat memberikan sedikit manfaat dan akan membuat manusia sebagai pengguna produk merasa tidak nyaman karena produk yang selama ini dirancang tidak menggunakan konsep ergonomi, dan tidak dapat memberikan manfaat yang besar bagi penggunanya. Penerapan ergonomi dalam hal ini merupakan suatu aktivitas perancangan dalam membuat fasilitas atau produk yang lebih nyaman untuk digunakan Berdasarkan hasil wawancara kepada para pengguna perpustakaan, kursi baca yang digunakan oleh para pengguna perpustakaan sebenarnya sudah cukup nyaman di pakai karena material pelapis kursi maupun sandaran kursinya sudah dilapisi dengan busa sehingga pengguna nyaman saat duduk bersandar. Akan tetapi hanya dengan tinggi 32 cm dan lebar sandaran kursi berukuran 39 cm tersebut tidak dapat menyangga daan mengakomodasi bagian punggung seluruhnya sehingga menyebabkan posisi kurang nyaman. Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan melakukan evaluasi kursi dan meja yang berada di Perpustakaan Pusat UNS yang tepatnya ruang baca yang berada di lantai 2.
B. Tujuan 1. Mengevaluasi desain kerja yang sudah ada dengan membandingkannya dengan antropometri pengguna 2. Menganalisa data dari pengukuran antropometri mahasiswa dan ukuran sarana kerja (meja dan kursi) 5 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 3. Menganalisa pengukuran alat kerja (meja dan kursi) 4. Menganalisa kesesuaian anthropometri tenaga kerja dengan ukuran sarana kerja 5. Membandingkan antara data hasil praktikum dengan standar kriteria yang sudah ditetapkan. 6. Mengetahui penyakit atau efek apa saja yang ditimbulkan dari kesalahan metode antopometri. 7. Mengurangi penyakit akibat kerja karena metode antopometri yang salah. 8. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia. 9. Mendapatkan data dari pengukuran anthropometri mahasiswa. 10. Mengetahui kesesuaian anthropometri tenaga kerja dengan ukuran sarana kerja. 11. Menggunakan metode pengolahan data antropometri untuk mendapatkan informasi yang valid untuk keperluan perancangan stasiun kerja.
C. Manfaat 1. Bagi Praktikan a. Dapat menerapkan teori yang sudah diperoleh dalam pengukuran. b. Praktikan dapat menggunakan alat-alat anhtropometer dengan benar dan tepat. c. Praktikan mampu mengetahui proses pengukuran antopometri dengan cara yang benar sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. d. Praktikan dapat mengetahui metode-metode atau cara-cara pengukuran antropometri. e. Praktikan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran atropometri. f. Praktikan dapat meminimalisir resiko akibat kerja yang dipengaruhi oleh antropometri seseorang. g. Praktikan dapat menghindari kelelahan akibat kerja. 6 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 h. Praktikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang antropometri. k. Dapat mengetahui data antropometri dari masing-masing praktikan. l. Dapat mengetahui perbedaan antara alat yang ergonomis dan yang tidak ergonomis. m. Dapat menciptakan suatu desain sesuai dengan antropometri tubuh. n. Dapat mengetahui fungsi dari antropometri dan mampu menerapkan teori yang sudah diperoleh dalam pengukuran. o. Dapat menambah pengetahuan tentang antropometri sehingga dapat menerapkannya di tempat kerja nanti. p. Meminimalisir kelelahan dalam belajar dan bekerja.
2. Bagi Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja a. Memperoleh rasa aman dan nyaman pada saat perkuliahan. b. Dapat menambah kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan peningkatan program belajar mengajar. c. Meminimalisir kelelahan mahasiswa pada saat perkuliahan. d. Mampu membekali mahasiswa dengan ilmu ergonomi tentang antropometri sehingga dapat menerapkannya di berbagai bidang dan dapat memberikan keterangan kepada tenaga kerja tentang antropometri yang benar setelah bekerja. e. Mengetahui ukuran pembuatan sarana perkuliahan yang sesuai dengan antropometri tubuh manusia. f. Dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan sumber informasi bagi mahasiswa program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja. g. Dapat mengetahui data hasil percobaan anthropometri. h. Dapat mengetahui apakah peralatan kuliah ergonomis atau tidak ergonomis. i. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perbaikan sarana kuliah agar dapat meminimalisir kelelahan mahasiswa pada saat perkuliahan. 7 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 j. Dapat mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa tentang penggunaan alat anthropometri. k. Dapat menambah inventarisasi data hasil penelitian atau pengukuran dimensi tubuh. l. Dapat melakukan pembaharuan alat-alat praktikum yang kurang layak digunakan. m. Mengetahui kesesuaian antropometri mahasiswa dengan ukuran sarana mahasiawa. n. Mengetahui tingkat kelayakan suatu barang atau fasilitas yang digunakan oleh mahasiswa, karyawan dan dosen .
8 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Istilah ergonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu ergoyang berarti kerja dan nomosyang berarti hukum alam. Istilah tersebut mulai di cetuskan pada tahun 1949. Jadi ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, manajemen, dan desain atau perancangan termasuk didalamnya mengenai peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada saat manusia bekerja (Nurmianto,1996). Ergonomi sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat ,kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan kerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekarjaan itu dengan efektif,aman dan nyaman. Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi. Perlunya memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang bangun fasilitas pada dekade sekarang ini adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditunda lagi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai ukuran anthropometri tubuh operator maupun penerapan data-data operatornya. Antropometri Antropometri berasal dari bahasa Yunani. Yang mempunyai definisi Anthro: Manusia dan Metri : Mengukur. Antropometri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia. Pengertian antropometri menurut Stevenson (1989) dan Eko Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
9 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi-dimensi yang tepat berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasika menggunakan produk tersebut. Maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Sedangkan menurut Sanders & Mc Cormick, Phesant (1988) dan pulat (1992), antropometi adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Penerapan data antopometri dapat dilakukan jika ada nilai mean (rata-rata dan standar deviasi dari suatu populasi tenaga kerja) dan persentil (suatu yang menyatakan bahwa presentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut. Dalam suatu sistem kerja selalu terjadi interaksi antara manusia dengan lingkungan kerja pada umumnya. Interaksi ini dapat berlangsung baik jika lingkungan kerja dapat memberikan suasana yang efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien bagi manusia. Demikian pula pada proses perancangan stasiun kerja, Human Centered Design ditetapkan sehingga operator pada stasiun kerja tersebut akan memiliki daya tahan yang kuat terhadap berbagai macam gangguan dan kelelahan. Kata antropometri berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu anthropos yang berarti antron (man, human, manusia) dan metrein/to measure (mengukur/ukuran). Antropometri adalah ilmu yang mempelajari tentang ukuran tubuh manusia. Menurut Sanders dan Mc. Cormick (1987); Pheasant (1988) dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Sedangkan menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991), antropometri didefinisikan sebagai kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia baik ukuran, bentuk dan kekuatan serta 10 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Menurut Tarwaka (2010), bahwa antropometri adalah studi tentang pengukuran yang sistematis dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi bentuk dan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam klasifikasi dan perbandingan antropologis. Menurut Tarwaka (2010), posisi relatif dari struktur tubuh tertentu yang umum digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut; 1. Ventral/Dorsal atau Anterior/Posterior. Adalah struktur tubuh dari bagian depan atau sisi ventral adalah anterior (+X) ke lokasi bagian belakang atau permukaan dorsal adalah posterior. 2. Medial/Lateral. Struktur yang berlokasi ke pusat bagian tubuh atau mid- sagital ke bagian lainnya yaitu dari pusat tubuh ke sisi kiri (+Y) atau ke sisi kanan (-Y) atau disebut dengan istilah lateral. 3. Cranial/Caudal atau Superior/Inferior. Struktur yang berlokasi dekat kepala adalah lokasi cranial atau superior (+Z) ke bagian bawah yaitu lokasi inferior atau caudal (-Z). Sebagai contoh, lokasi Hati adalah superior ke lokasi ginjal. 4. Proximal/Distal. Pada anggota tubuh, bagian yang dekat dengan badan (trunk) adalah proximal, sementara itu bagian yang lebih jauh dengan pusat tubuh adalah distal. Sebagai contoh; lokasi jari tangan adalah distal ke siku. Menurut Sanders dan McCormick (1987); Pheasant (1988) dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Menurut Sutarman (1972), bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang menggunakan, dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Lebih lanjut MacLeod (1995) menjelaskan bahwa faktor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setiap desain produk dan stasiun kerja. 11 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Manusia adalah berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai bentuk dan ukuran tubuh yang berbeda-beda seperti tinggi- pendek, tua-muda, kurus-gemuk, normal-cacat dll. 2. Manusia mempunyai keterbatasan atau limitasi. Manusia sering mempunyai keterbatasan fisik maupun mental. 3. Manusia selalu mempunyai harapan tertentu dan prediksi terhadap apa yang ada di sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah terbiasa dengan kondisi seperti, warna hijau berarti aman atau jalan, sakelar lampu ke bawah berarti hidup, dll. Kondisi tersebut menyebabkan harapan dan prediksi kita bahwa kondisi tersebut juga berlaku di mana saja. Maka respon yang bersifat harapan dan prediksi tersebut harus selalu dipertimbangkan dalam setiap desain alat dan stasiun kerja untuk menghindarkan terjadinya kesalahan dan kebingungan pekerja atau pengguna produk.
Menurut Tarwaka (2010), antropometri dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1. Antropometri Dinamis (Fungsional) Adalah pengukuran yang dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan dan pengukuran dinamis lebih sulit daripada pengukuran statis. Dimensi pengukuran antropometri dinamis dilakukuan pada saat tubuh sedang melakukan aktivitas fisik. Pengukuran tersebut antara lain meliputi: jangkauan, lebar jalan lalu lalang untuk orang yang sedang berjalan, termasuk juga pengukuran kisaran gerak untuk variasi sendi dan persendian, tenaga injak kaki, kekuatan jari menggenggam, dan sebagainya. Pada sebagian besar aktivitas fisik mungkin beberapa bagian anggota tubuh melakukan aktivitas secara bersama-sama, seperti pengemudi mobil, dimana bagian kaki menginjak pedal rem dan posisi tangan tetap memegang kemudi.
12 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 2. Antropometri Statis (Struktural) Adalah pengukuran yang dilakukan saat tubuh dalam keadaan posisi statis atau diam. Antropometris statis ini meliputi dimensi otot rangka atau skeletal yaitu antara pusat sendi (seperti; antara siku dengan pergelangan tangan) atau dimensi kontur yaitu dimensi permukaan tubuh seperti kulit (seperti; ke dalam atau tinggi duduk). Data-data antropometris statis sudah barang tentu banyak didapatkan dari berbagai sumber dan telah sering diaplikasikan di berbagai sektor kehidupan dan industri secara sngat luas. Namun demikian dari berbagai pengukuran antropometris statis tentunya mempunyai banyak aplikasi yang spesifik pula, seperti digunakan untuk mendesain helm, alat pelindung diri, kacamata, dan banyak yang lainnya. Namun demikian, hal yang tidak boleh dilupakan adalah setiap pengukuran harus mempunyai dan sesuai dengan tujuan penggunaan dalam desain. Secara umum, beberapa contoh pengukuran antropometri statis adalah: a. Tinggi dan berat badan. b. Tinggi siku duduk yang diukur dari tempat duduk. c. Ukuran: panjang, tinggi, lebar, dan tebal anggota tubuh tertentu. d. Jarak antara sendi-sendi segmen tubuh. e. Berat, volume, massa tubuh. f. Lingkar dari berbagai anggota tubuh tertentu. g. Pusat gravitasi tubuh. h. Dimensi dengan pakaian tipis vs berpakaian biasa. i. Dimensi antropometri duduk vs berdiri, dll. Adapun halhal yang harus diperhatikan dalam penerapan anthropometri adalah : 1. Menentukan dimensi tubuh yang terpenting dalam suatu desain. 2. Mengetahui secara pasti populasi yang akan menggunakan desain tersebut. 3. Menentukan prinsip aplikasi yang akan digunakan dengan perencanaan distribusi ekstrim. 13 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 4. Desain harus digunakan 90% - 95% dari suatu populasi. 5. Harus bisa menentukan nilai kelonggaran.
Hal-hal yang memengaruhi dimensi antropometri manusia adalah sebagai berikut: 1. Umur Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang setelah 60 tahun. 2. Jenis kelamin Pria pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali bagian dada dan pinggul. 3. Rumpun dan Suku Bangsa. 4. Sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh. Kondisi ekonomi dan gizi juga berpengaruh terhadap ukuran antropometri meskipun juga bergantung pada kegiatan yang dilakukan. 5. Pekerjaan, aktivitas sehari-hari juga berpengaruh. 6. Kondisi waktu pengukuran Menurut Tarwaka (2010), permasalahan yang sering dihadapi dalam aplikasi antropometri adalah kurangnya pengukuran dari kebutuhan atau objek tertentu atau suatu kebutuhan untuk mengakomodasi rentangan yang sangat luas dari variabilitas ukuran dan bentuk ke dalam kebutuhan tunggal dan bahkan sering terjadi permasalahan desain yang tidak fleksibel. Setiap desain peralatan dan stasiun kerja harus memperhitungkan keterbatasan manusia di samping kemampuan dan kebolehannya. Aplikasi antropometri meliputi : desain untuk orang ekstrem, desain untuk orang per 14 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari populasi. Menurut Tarwaka (2010) terdapat tiga prinsip utama di dalam aplikasi data antropometri yang digunakan dalam desain yaitu: 1. Desain untuk individu ekstrim. Didalam mendesain hal hal tertentu secara fisik, memungkinkan satu desain dimaksudkan untuk dapat mengakomodasi semua populasi. Di beberapa lingkungan, suatu spesifik dimensi desain adalah suatu pembatasan faktor yang mungkin hanya terbatas pada penggunaan fasilitas beberapa orang saja. Pembatasan faktor tersebut dapat digunakan untuk baik suatu variabel populasi dengan ukuran maksimum atau minimum 2. Desain untuk ratarata populasi. Dari populasi penduduk dunia, secara individu tidaklah banyak orang yang mempunyai ukuran tubuh sama dengan nilai ratarata. Meski sampai sekarang masih banyak orang yang mendesain suatu benda, barang atau fasilitas kebutuhan hidup didasarkan pada ratarata populasi, tetapi kenyataanya hanya sedikit populasi pengguna yang benar-benar sesuai secara karakteristik fisik tepat dan nyaman menggunakannya. Sebagai gambaran sederhana, kita lihat suatu desain tentang tinggi meja konter di supermarket, apabila didasarkan pada data rata-rata antropometri pengunjung, maka dapat dipastikan sebagian besar pengunjung akan merasa ketinggian (populasi pengunjung yang berada pada distribusi dibawah 50%-ile), sebaliknya akan merasa kerendahan (populasi pengunjung yang berada pada distribusi diatas 50%-ile). 3. Desain untuk ukuran yang dapat distel. Berbagai fasilitas atau peralatan tertentu tentunya dapat didesain, yang memungkinkan dapat distel sesuai dengan kebutuhan orang yang akan menggunakannya. Beberapa contoh yang lazim kita temui di dalam kehidupan kita sehari-hari seperti; tempat duduk mobil, kursi kantor, ketinggian landasan kerja, injakan kaki, sarana komputer, dll. Di dalam desain peralatan kerja, hal 15 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 ini sering diterapkan untuk menyediakan penyetelan dengan kisaran dari 5%- ile sampai dengan 95%-ile dari karakteristik populasi pengguna yang relevan (tinggi tempat duduk, jangkauan tangan, tinggi landasan kerja, dll). Penggunaan kisaran tersebut, akan relevan jika terdapat kendala di dalam mengakomodasi suatu kasus yang sangat ekstrim untuk seluruh populasi (100%). Kendala teknis yang sering muncul adalah termasuk di dalam mengakomodasikan kasus ekstrim yang tidak proporsional dengan nilai keuntungan dari desain yang dibuat. Dengan mengetahui langkah-langkah penerapan data antropometri dalam pembuatan desain peralatan dan stasiun kerja yang ergonomis, kita akan dapat menciptakan suatu kondisi kerja yang nyaman, sehat dan produktif. Ketika telah tercipta suatu kondisi yang nyaman, sehat dan produktif, maka produktivitas pekerja juga akan meningkat. Tujuan dan manfaat dari penerapan antropometri: 1. Tercipta desain peralatan dan stasiun kerja yang ergonomis. 2. Dapat tercipta suatu kondisi kerja yang aman, nyaman, sehat dan produktif. 3. Mengurangi kelelahan. 4. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. 5. Meningkatkan produktivitas kerja. Jika produktivitas kerja meningkat, maka keuntungan perusahaan juga akan meningkat. Kerugian tanpa penerapan antropometri: 1. Desain peralatan dan stasiun kerja tidak ergonomis. 2. Pekerja akan mudah mengalami kelelahan. 3. Produktivitas kerja menurun. 4. Penurunan efektivitas dan efisiensi kerja. 5. Produktivitas menurun. Jika produktivitas menurun, maka keuntungan perusahaan juga dapat menurun.
16 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 B. Tinjauan Pustaka Penerangan 1. Definisi Cahaya Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh cahaya mata dan dapat memungkinkan untuk membeda-bedakan warna- warni (Haryanto, 2007) 2. Definisi Peneranagan Penerangan / pencahayaan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja (Budiono, 2003) Penggunaan energi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan. Ada langkah langkah dalam mencapai efisiensi yaitu pemasangan alat control pada lampu, pengelompokan titik-titik lampu terhadap sakelar, penggunaan luminer yang sesuai, pemanfaatan cahaya alam, pengoperasian dan perawatan sistem penerangan.
Skema Pengaturan energy sistem penerangan Kualitas dan Kuantitas Iluminasi Kualitas dan kuantitas iluminasi ditentukan dari tingkat refleksi cahaya dan tingkat rasio iluminasi ruangan.
Karakteristik & Ukuran Ruangan Penerangan Alam Penerangan Buatan Luminer Peralatan Control Pengoprasian & Perawatan Penerangan 17 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 a. Refleksi Refleksi cahaya terjadi karena adanya bidang yang memantulkan cahaya masuk ke bidang tersebut, faktor refleksi yang terjadi sangat berpengaruh terhadap pemberian warna bidang tersebut. Pada ruangan pendidikan, refleksi cahaya terjadi pada dinding, langit-langit, lantai dan papan tulis. Terdapat tingkatan refleksi yang dibutuhkan yaitu pada langitlangit lebih dari 80%, dinding 80%, papan tulis 40-60%, dan lantai 80%. b. Rasio iluminasi Penentuan tingkat rasio iluminasi dilakukan agar penyebaran cahaya lebih terarah dan tidak menyilaukan (gambar 2). Tingkatan rasio iluminasi yang dibutuhkan ruang pendidikan untuk dinding 40-60%, papan tulis diatas 20%, lantai 30-50%, dan meja belajar 35-50%. Untuk memberikan tingkat rasio yang diinginkan dengan menyesuaikan jenis lampu, luminer, penempatan luminer dan jendela. c. Lampu Penggunaan lampu yang sesuai untuk ruang pendidikan adalah lampu yang mempunyai efisiensi yang tinggi, cahayanya tidak menyilaukan dan masa pakai/umur yang lama d. Luminer Luminer sangat membantu dalam pengoptimalan penggunaan cahaya lampu dengan luminer pendistribusian cahaya lebih terarah. Pendistribusian cahaya luminer tergantung pada konstruksi luminer dan sumber cahaya yang digunakan. Penempatan luminer yang sesuai pada ruangan sangat berpengaruh terhadap efisiensi penerangan yang dihasilkan. 3. Pemanfaatan Cahaya Matahari Cahaya yang dipancarkan matahari ke permukaan bumi menghasilkan iluminasi yang sangat besar, yaitu lebih dari 100.000 lux pada kondisi langit 18 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 cerah dan 10.000 lux pada saat langit berawan. Apabila potensi cahaya alam ini dimaksimalkan pemanfaatannya untuk penerangan buatan maka penghematan energi listrik sangat besar. Pemanfaatan cahaya matahari tergantung pada letak ruangan atau gedung terhadap rotasi bumi pada matahari. Rotasi bumi yang bergerak dari arah barat menuju ke timur berpengaruh sangat baik terhadap ruangan yang mempunyai sistem penerangan matahari menghadap ke timur atau barat. 4. Intensitas Penerangan a. Pengertian penerangan di tempat kerja Intensitas penerangan adalah banyaknya cahaya yang tiba pada satu luas permukaan (Ahmadi, 2009). Penerangan berdasar sumbernya dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Penerangan alami yaitu penerangan yang berasal dari cahaya matahari, 2) Penerangan buatan yaitu penerangan yang berasal dari lampu 3) Penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan (Cok Gd Rai, 2006). Menurut Ching (1996), ada tiga metode penerangan, yaitu : 1) Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata dan umumnya terasa baur. 2) Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan khusus, menerangi sebagian ruang dengan sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan permukaan yang diterangi. 3) Penerangan aksen adalah bentuk dari penerangan lokal yang berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau obyek seni atau koleksi berharga lainnya. 19 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan menurut Dyer dan Morris (1990), adalah 1) Faktor usia Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur- angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh. 2) Faktor penerangan Luminansi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah. 3) Faktor silau (glare) Menurut Grandjean (1988), silau adalah suatu proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan. 4) Faktor ukuran pupil Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat. Kelima adalah faktor sudut dan ketajaman penglihatan. Sudut penglihatan (visual angle) didefinisikan sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata. 20 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya melihat (Sumamur, 2009). b. Sistem Penerangan Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem penerangan di ruangan, yaitu : 1) Sistem Penerangan Langsung (direct lighting) Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur penerangan, tetapi ada kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya. Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan. 2) Penerangan Semi Langsung (semi direct lighting) Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem penerangan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit- langit dan dinding yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan antara 5%-90%. 3) Sistem Penerangan Difus (general diffus lighting) Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit- langit dan dinding. Dalam penerangan sistem ini termasuk sistem 21 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. 4) Sistem Penerangan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting). Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. 5) Sistem Penerangan Tidak Langsung (indirect lighting) Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langitlangit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja. c. Efek Penerangan di tempat kerja Tenaga kerja dapat melihat obyek yang dikerjakannya karena adanya cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek kerja tersebut menuju dan di tangkap oleh mata tenaga kerja. Cahaya tersebut masuk ke mata tenaga kerja melalui kunjunctiva, kornea, pupil pada iris, lensa mata, badan vitreus dan kemudian jatuh ke retina. Untuk itu maka lensa mata dapat lebih atau kurang dicembungkan sehingga cahaya dapat jatuh tepat pada retina. Di dalam retina, karena adanya cahaya maka timbul impuls pada ujung-ujung serabut sel saraf retina yang diteruskan menuju saraf Optik dalam otak sehingga timbul pensepsi. 22 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 1) Tingkat Penerangan Kurang Apabila cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan obyek kerja dan masuk ke retina mata tenaga kerja tersebut sangat kurang maka impuls yang terjadi pada ujung-ujung serabut sel saraf retina akan sangat lemah. Hal ini akan menyebabkan obyek kerja tersebut terlihat kurang jelas, pada hal obyek kerja tersebut harus dilihat dengan jelas oleh tenaga kerja karena harus dikerjakannya, maka mata tenaga kerja akan mengadakan berbagai upaya yaitu dengan membelalakan mata atau dengan lebih mendekatkan matanya terhadap obyek kerja. Pada waktu mata membelalak, maka otot dilatator pada iris berkontraksi sehingga pupil melebar untuk memperbanyak jumlah cahaya yang jatuh ke retina, dan jika tenaga kerja lebih mendekatkan matanya terhadap obyek kerja untuk memperjelas bayangan obyek tersebut pada retina, ini berarti akomodasi lensa mata lebih dipaksakan. Jika hal ini terjadi agak lama dan terus menerus maka akan terjadi kelelahan mata yang ditandai dengan adanya penglihatan kabur dan rangkap, mata merah berair dan perasaan pegal-pegal di sekitar mata. Semua ini akan dapat menimbulkan kerusakan pada mata tenaga kerja, meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan akhirnya akan dapat menurunkan produktivitas kerjanya. 2) Tingkat Penerangan Berlebihan : Kemampuan retina mata menerima cahaya adalah terbatas, maka apabila cahaya baik yang langsung dari sumbernya maupun yang dipantulkan obyek kerja dan masuk ke retina tenaga kerja 23 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 sangat berlebihan sehingga melampaui batas kemampuannya maka akan timbul kesilauan. Ini akan menyebabkan mata tenaga kerja melakukan upaya yaitu dengan- berkontraksinya otot spincter pada iris sehingga celah pupil mengecil untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk dan jatuh pada retina. Selain itu cahaya yang sangat berlebihan yang jatuh pada retina mata akan menimbulkan impuls pada ujung-ujung serabut sel saraf pada retina yang akan merangsang saraf optik yang terlalu besar sehingga dapat merusak sel-sel saraf pada retina tersebut, yaitu terlepas dari sklera. Oleh sebab itu terjadinya kesilauan mata akan dapat menyebabkan kelelahan mata berupa mata memerah, pandangan gelap dan kabur serta kerusakan pada retina yang pada akhimya dapat menimbulkan kebutaan. d. Standart Penerangan di Ruangan Menurut Sumamur (2009), menyebutkan bahwa kebutuhan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian sulit dilakukan bila keadaan cahaya di tempat kerja tidak memadai. Untuk lebih jelas, lihat tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Tingkat Penerangan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Contoh Pekerjaan Tingkat Penerangan yang Dibutuhkan (Lux) Tidak Teliti Penimbunan barang 80-170 Agak Teliti Pemasangan (tak teliti) 170-350 Teliti Membaca, menggambar 350-700 Sangat Teliti Pemasangan 700-1000 Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Sumamur, 2009) 24 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 C. Perundang-undangan 1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 tentang keselamatan kerja yang isinya terdapat keserasian antara tenaga kerja, mesin, lingkungan kerja, dan proses kerja sehingga terbentuk suasana kerja yang ergonomis. 2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pasal 86. 3. Undang-undang No. .14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Kerja, 4. Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja 5. UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja BAB III pasal 3 Syarat-syarat Keselamatan Kerja No 1 point I Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai 6. Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja (Pasal 14 point 3 Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan dalam lingkungan perusahaan harus paling sedikit mempunyai kekuatan 20 lux (2 ft. candles). 7. SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja
25 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 BAB III HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran 1. Gambar Alat a. Busur Keterangan : Angka menunjukkan kemiringan Fungsi : Untuk mengukur kemiringan sandaran kursi
b. Meteran gulung
Fungsi : Untuk mengukur panjang, lebar, tinggi meja dan kursi.
c. Meja Keterangan: 1) Lebar kursi 2) Panjang kursi 3) Tebal kursi 4) Tinggi kursi 5) Sandaran tangan
26 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 6) Sandaran punggung 7) Sandaran kaki Fungsi : untuk membaca d. Kursi Keterangan: 8) Lebar kursi 9) Panjang kursi 10) Tebal kursi 11) Tinggi kursi 12) Sandaran tangan 13) Sandaran punggung 14) Sandaran kaki Fungsi : untuk duduk
2. Cara kerja alat a. Meteran jahit 1) Meletakkan meteran jahit pada kedua ujung benda yang akan yang akan diukur. 2) Mencatat hasil pengukuran. b. Busur Derajat 1) Menarik garis lurus ke arah vertikal sebagai garis normal dari kursi. 2) Kemudian melakukan pengukuran sudut kemiringan. 3) Mencatat hasil pengukuran yang telah di dapat.
3. Prosedur Pengukuran Untuk mengevaluasi alat kerja yang ergonomis atau tidak ergonomis, diperlukan data hasil pengukuran anggota tubuh baik dalam posisi duduk 27 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 maupun dalam posisi berdiri yang dapat digunakan sebagai dasar mengevaluasi adalah:.
a. Posisi Statis Berdiri JENIS UKURAN ANTHROPOMETRI BATASAN GAMBAR VISUAL 1. Tinggi badan (Gidan) Bagian kepala paling atas sampai dengan alas kaki dalam keadaan berdiri tegak
2. Tinggi bahu (Gihu) Bahu bagian atas sampai dengan alas kaki dalam keadaan berdiri tegak
3. Tinggi siku (Giku) Siku lengan yang berada dalam posisi vertikal sampai dengan alas kaki dalam keadaan berdiri
4. Tinggi pinggul (Gikul) Tulang pinggul paling atas sampai dengan alas kaki dalam keadaan berdiri tegak
28 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 5. Lebar bahu (Barhu) Diukur bagian lengan atas kiri sampai dengan bagian luar lengan atas kanan dan diambil yang paling lebar
6. Lebar pinggul (Bargul) Pinggul kiri sampai dengan pinggul kanan dan diambil yang paling lebar dalam posisi keadaan berdiri
7. Panjang lengan (Pangleng) Diukur dari ujung ketiak sampai dengan pergelangan tangan
8. Panjang lengan atas (Panglengtas) Diukur dari ketiak sampai siku
9. Panjang lengan bawah (Panglengwah) Diukur dari siku sampai dengan pergelangan tangan
10. Jangkauan atas ( Jangtas ) Diukur dari titik tengah pergelangan teratas sampai dengan alas kaki, dalam keadaan berdiri
29 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 11. Panjang depa ( Panpa ) Ujung jari tengah kiri sampai dengan ujung jari tengah kanan
12. Lingkar Kepala (Lingkep) Diukur dari satu titik di kening kepala melingkari kepala dan kembali ke titik tersebut
13. Diameter Kepala (Diakep)
Diukur dari satu titik di kening kepala ke kening di sebelahnya
b. Posisi statis duduk JENIS UKURAN ANTHROPOMETRI BATASAN GAMBAR VISUAL
1. Tinggi duduk (Giduk) Bagian kepala paling atas sampai dengan alas duduk, dengan posisi sikap duduk tegak
2. Tinggi siku duduk (Gikuduk) Diukur dari siku sampai dengan alas duduk dengan sikap posisi duduk tegak
30 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 3. Tinggi pinggul duduk (Gigulduk) Diukur dari tulang pinggul atas sampai dengan alas duduk
4. Tinggi lutut duduk (Gitutduk) Diukur dari lutut sampai dengan alas kaki dengan posisi sikap duduk tegak
5. Panjang tungkai atas (Pangkaitas) Diukur dari lutut sampai dengan garis vertikal punggung dan pinggang dengan posisi sikap duduk tegak
6. Panjang tungkai bawah (Pangkaiwah) Lipat lutut belakang sampai dengan alas kaki dalam sikap duduk dengan betis kedudukan vertikal
7. Tinggi bahu duduk (Gibaduk) Diukur dari alas kaki sampai dengan bahu pada posisi sikap duduk tegak
c. Prosedur pengukuran meja 1) Siapkan meja yang akan diukur 2) Ukur tinggi meja 3) Ukur lebar meja 4) Ukur panjang meja 5) Ukur tebal meja
31 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 d. Prosedur pengukuran kursi 1) Siapkan kursi yang akan diukur 2) Ukur tinggi kursi 3) Ukur lebar kursi 4) Ukur panjang kursi 5) Ukur tinggi sandaran 6) Ukur panjang alas kursi 7) Ukur lebar alas kursi 8) Ukur sudut sandaran
B. Hasil Pengukuran Kursi dan Meja a. Kursi Tinggi Kursi 78 cm Lebar Kursi 48 cm Panjang kursi 46 cm Tinggi tempat duduk / kursi 46 cm Ketebalan alas kursi 6 cm Panjang alas kursi 40 cm Lebar alas kursi 38 cm Tinggi sandaran kakai 28 cm Sudut sandaran punggung 100 0
Panjang sandaran kursi 39 cm Lebar sandaran kursi 26 cm b. Meja Tinggi meja 73 cm Lebar meja 90 cm Pajang meja 150 cm Tebal meja 5 cm Tinggi pijakan kaki 27 cm Jarak pijakan kakai dengan sisi meja 36 cm
32 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 C. Hasil Pengukuran dan Penghitungan Antropometri Pengguna a. Posisi Berdiri
b. Posisi Duduk
33 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 D. Hasil Gambar Meja Dan Kursi Dan Penerangan Yang Ada Di Perpustakaan
Gambar 2.1 meja yang terdapat di perpustakaan Gambar 2.1 meja yang terdapat di perpustakaan
Gambar 2.2 kursi yang terdapat di perpustakaan 34 Doc. Ira Pracinasari/R0012048
Gambar 2.3 posisi duduk pungguna meja kursi di perpustakaan
35 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Meja dan Kursi Baca di Perpustakaan Pusat UNS Ruang Baca Ruang baca di perpustakaan Pusat UNS ini memiliki luas ruangan kurang lebih sebesar 450 m 2 atau dengan panjang 30 m dan untuk lebar 15 m memiliki beberapa buah meja dan kusri baca yang di gunakan para pengguna untuk membaca maupun menulis dan barbagai macam koleksi buku, koran maupun majalah.
Gambar 3.1 suasana membaca di perpustakaan Untuk model baca yang di gunakan para pengguna tersebut hanya berupa sebuah meja dengan panjang meja 150 cm dan lebar meja 90 cm yang dapat di gunakan oleh 4 pengguna perpustakaan secara bersama-sama. Meja
36 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 tersebut di gunakan untuk 4 orang jadi mereka leluasa untuk bergerak dan harus tidak berdesak-desakan ketika akan membaca.
B. Kuesioner Data kuesioner di ambil dari pengguna Perpustakaan Pusat UNS dengan mengambil pengguna sebanyak 10 pengguna. Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui keluhan-keluhan pengguna terhadap meja kursi baca serta penerangan selama di gunakan. Melalui kuesioner ini dapat di ketahui bagian- bagian anggota tubuh pengguna yang mengalami keluhan sakit atau rasa tidak nyaman. Berdasarkan kuesioner tersebut pengguna mengatakan sering mengalami keluhan sakit pada anggota tubuhnya di antaranya pada leher 27,5%, punggung 17,5%, pinggang 15%, kaki 20%, bahu 7,5%, dan pada paha 12,5%.
Leher 28% Punggung 19% Pinggang 15% Kaki 20% Bahu 8% Paha 13% Keluhan Sakit Pada Anggota Tubuh Pengguna Kursi - Meja di Perpustakaan Pusat UNS 37 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Sebanyak 82,5% pengguna menyatakan bahwa meja kursi yang ada sekarang belum membrikan kenyamanan pada waktu proses baca di perpustakaan. Keluhan sakit yang di alami pengguna yang terbesar ada pada leher. Gambar 3.2 posisi membaca yang sering membuat keluhan sakit pada leher
Berdasarkan pengamatan hal tersebut di sebabkan karena pengguna terlalu lama membungkukkan kepala ketika sedang membaca. Ketidaksesuaian desain meja kursi dengan antropometri pengguna menyebabkan pengguna menjadi kurang nyaman. Selain itu, dari data kuesioner di ketahui bahwa sistem pencahayan yang terdapat di perpustakaan sudah cukup untuk membaca. Dapat di lihat dari pengukuran kursi dengan rata-rata data responden , untuk tinggi tempat duduk yang di gunakan dengan menggunakan persentil 95% telah sesuai dengan anthropometri praktikan karena tinggi kursi sesuai dengan tinggi kursi dan pangkaiwah praktikan, sehingga pangkaiwah praktikan tidak lebih 38 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 rendah dari tinggi kursi dan tidak menggantung. Selain itu lebar kursi juga sudah sesuai dengan antropometri pengguna. untuk desain kursi kurang lebih sudah sesuai dengan antropometri pengguna. Tetapi ada yang di keluhkan oleh pengguna kursi, yaitu sandaran kaki yang terlalu tinggi. Dari data yang ada dengan membandingkan ukuran tinggi sandaran kakai, pengguna merasa tidak nyaman dengan sandaran kursi karena terlalu tinggi. Sandaran kaki sebaiknya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah sehingga praktikan dapat menyandarkan kakinya dengan nyaman dan kaki dapat bebas untuk bergerak. Selain kursi, juga ada beberapa bagian meja yang mereka gunakan tidak sesuai antropometri pengguna. dari data yang di peroleh, jarak pijakan kaki pada meja dengan jarak duduk pengguna terlalu jauh, jadi pengguna merasa tidak nyaman dalam merilekskan kaki mereka. Selain itu, lebar meja yang digunakan tidak ergonomis karena lebar meja melebihi panjang lengan responden. Lebar meja harus tidak melebihi panjang lengan agar memberikan kelonggaran untuk menjangkau. Jadi dapat disimpulkan bahwa data antropometri dapat menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikanya atau menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. Selain itu yang perlu di perhatikan adalah beberapa faktor yang mempengaruhi suatu desain dapat di katakan ergonomis atau tidak. Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang bisa diberikan sesuai langkah-langkah sebagai berikut: a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rencana tersebut 39 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini perlu juga diperhatikan apakah harus menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi tubuh dinamis c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai segmentasi pasar seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran rata-rata. e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki. f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain- lain.
C. Penerangan Penerangan yang terdapat di ruang baca perpustakaan memakai penerangan alami dan buatan Penerangan alami dan buatan yaitu penggabungan antara penerangan alami dari sinar matahari dengan lampu/penerangan buatan (Cok Gd Rai, 2006). Selain itu penerangan yang di gunakan yaitu menggunakan penerangan umum atau baur, yaitu penerangan yang menerangi ruangan secara merata dan umumnya terasa baur. Dari hasil kuisioner, pengguna menyatakan bahwa penerangan yang terdapat di ruang baca perpustakaan UNS sudah baik dan tidak terlalu menyilaukan. Karena dalam membaca penerangan yang di gunakan di dalam 40 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 perpustakaan sudah sesuai. Selain itu penerangan yang terdapat di perpustakaan juga tidak menyilaukan atau membayang, sehingga kegiatan membaca yang di lakukan di perpustakaan tidak terganggu. Hal tersebut di karenakan tata bangun perpustakaan yang memperhatikan datangnya penerangan alami yaitu sinar matahari. Selain itu tata layout ruangan dan penempatan posisi meja, kursi dan rak buku juga di sangat di perhatikan. Sehingga, pengguna perpustakaan tidak terganggu akan sistem penerangan yang ada di perpustakaan. Menurut Sumamur (2009), menyebutkan bahwa kebutuhan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian sulit dilakukan bila keadaan cahaya di tempat kerja tidak memadai. Untuk lebih jelas, lihat tabel di bawah ini : Tabel Tingkat Penerangan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Sumamur, 2009)
Jenis Pekerjaan Contoh Pekerjaan Tingkat Penerangan yang Dibutuhkan (Lux) Tidak Teliti Penimbunan barang 80-170 Agak Teliti Pemasangan (tak teliti) 170-350 Teliti Membaca, menggambar 350-700 Sangat Teliti Pemasangan 700-1000 41 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Gambar 3.3 sistem penerangan di perpustakaan yang menggunakan penerangan alami dan buatan.
42 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Agar dapat mengetahui cara pengukuran sebuah produk dan antropometri pengguna. 2. Setiap manusia pasti memiliki keterbatasan (limitasi) maupun kelebihan. Dengan memahami kekurangan serta kelebihan tersebut, kita dapat mengoptimalkan sistem kerja. 3. Dengan melakukan pengukuran akan diperoleh data-data yang dapat digunakan untuk membuat desain stasiun kerja dan alat-alat kerja yang ergonomis. Desain stasiun kerja serta alat-alat kerja yang ergonomis akan dapat memberikan rasa nyaman, sehat dan selamat bagi para pekerja/karyawan. Ketika karyawan telah memperoleh rasa nyaman, sehat dan selamat, maka produktivitas pekerja akan meningkat. 4. Jadi dapat disimpulkan bahwa data antropometri dapat menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikanya atau menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut. 5. Yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang bisa diberikan sesuai langkah- langkah sebagai berikut: a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rencana tersebut
43 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini perlu juga diperhatikan apakah harus menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi tubuh dinamis c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai segmentasi pasar seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran rata-rata. e. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki. f. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain- lain.
B. Saran 1. Bagi Praktikan a. Sebaiknya ukuran alat-alat kerja dan desain stasiun kerja dibuat sesuai dengan antropometri penggunanya. b. Praktikan diharapkan dapat menggunakan jangka sorong dengan baik dan benar. c. Sebaiknya mahasiswa mengetahui ukuran-ukuran dan kriteria-kriteria meja dan kursi yang ergonomis. d. Sebaiknya praktikan melaksanakan praktikum sesuai dengan prosedur yang sudah ada. 44 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 e. Sebaiknya ukuran meja dan kursi kerja sedapat mungkin dibuat sesuai dengan antropometri penggunanya.
2. Bagi Program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan kerja a. Untuk program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, sebaiknya membuat peralatan (meja dan kursi) sesuai dengan antropometri mahasiswa. b. Bagi program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, sebaiknya menyediakan alat-alat praktikum yang masih berfungsi dengan baik agar hasil yang didapat memperoleh data yang valid. c. Bagi Diploma 3 Hiperkes & Keselamatan Kerja hendaknya mempunyai sarana dan prasarana yang ergonomis.
45 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 DAFTAR PUSTAKA Tarwaka.2010. Ergonomi Industri. Solo : Harapan Press Solo, pp :23-28. Wikipedia. Antropometri. http//id.wikipedia.org/wiki/Antropometri. (25 Februari 2011) Sumamur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung, pp:136-126. Sumamur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji Masagung, pp:39-29. Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktifitas. Surakarta: Uniba Press, pp:62-53. Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat kerja. Surakarta: Harapan Press, pp:43-30. Tim penyusun, 2011. Buku Pedoman Praktikum Semester II. Program Diploma 3 Hiperkes & KK Fakultas Kedokteran UNS Surakarta, pp:7-1.
46 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 Kuesioner Data Evaluasi Desain Meja dan Kursi Serta Sistem Pencahayaan Yang Terdapat di Perpustakaan Pusat UNS Nama : Umur : Jenis Kelamin : Suku Bangsa : PERTANYAAN 1. Apakah anda merasa nyaman ketika sedang membaca di perpustakaan pusat UNS? Nyaman Kurang Nyaman Tidak Nyaman 2. Selama duduk membaca tersebut apakah anda merasakan keluhan-keluhan nyeri atau pegal-pegal di tubuh anda? Iya*: Leher Punggung Pinggang Kaki Bahu Paha Tidak 3. Apakah perlu dilakukan redesain meja & kursi untuk membaca agar terciptanya kenyamanan dalam membaca? Iya Tidak 4. Apakah kursi yang anda gunakan selama membaca memberikan kenyamanan? Iya Tidak
47 Doc. Ira Pracinasari/R0012048 5. Apakah meja yang anda gunakan selama membaca memberikan kenyamanan? Iya Tidak 6. Apa yang membuat anda tidak nyaman saat membaca di perpustakaan?
7. Mengapa anda merasa tidak nyaman saat sedang membaca di perpustakaan ini?
8. Apakah anda merasa nyaman dengan sistem pencahayaan di perpustakaan ini? Iya Tidak
9. Adakah keluhan terhadap sistem pencahayaan di perpustakaan ini? Iya* Kesilauan Bayangan Kurangnya pencahayaan Tidak 10. Apakah perlu adanya fasilitas tambahan pada meja baca ini untuk membuat anda merasa nyaman ketika membaca? Iya Tidak