Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan orang lain dan
membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal
ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk
dari hasil interaksi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Untuk dapat berinteraksi seseorang harus melakukan komunikasi dengan
orang lain. Komunikasi adalah suatu proses pengiriman berita kepada orang
lain. Dengan terjalinnya komunikasi, seseorang dapat membina suatu
hubungan dengan seseorang yang lain. Namun, untuk dapat membina suatu
hubungan dengan baik, proses komunikasi harus memiliki umpan balik dari
orang yang menerima informasi (Sarwono, !!"#.
$roses komunikasi yang melibatkan adanya umpan balik dari orang
lain se%ara langsung, baik se%ara &erbal dan non&erbal disebut dengan
komunikasi interpersonal ('ulyana, !!(#. Komunikasi interpersonal akan
berjalan dengan baik jika seseorang yang menerima informasi dapat mengerti
benar apa yang dimaksudkan oleh pengirim informasi. )ika tidak, maka akan
terjadi miscomunication serta kegagalan dalam membina suatu hubungan
dengan orang lain. Komunikasi sangat menjadi penentu saat membina suatu
hubungan karena komunikasi menjadi a%uan seseorang untuk berinteraksi
dengan orang lain (Sarwono, !!"#.
Dalam berkomunikasi, terdapat peranan penting yang memberikan
pengaruh terhadap anak sebelum mengenal dunia sosial, yaitu keluarga.
Keluarga memiliki peranan penting dalam komunikasi karena keluarga yang
men%iptakan prosedur komunikasi anak. Dalam keluarga juga, anak untuk
pertama kalinya mengenal tentang bagaimana %ara berkomunikasi, yang
nantinya prosedur*prosedur tersebut kemudian diterapkan dalam membina
suatu hubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
keluarga merupakan penghubung seseorang dengan dunia sosial yang lebih
besar nantinya. +erdasarkan asumsi*asumsi diatas kemudian ,rnold (!!-#
menyimpulkan bahwa keluarga merupakan penghasil komunikasi dan
komunikasi dihasilkan dari keluarga.
$rosedur komunikasi yang diajarkan oleh keluarga bukan hanya
berpengaruh ketika seseorang masih anak*anak, tetapi juga hingga remaja.
,sumsi ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Samter, !!.
(dalam ,rnold, !!-# yang menyatakan bahwa komunikasi interpersonal yang
dilakukan oleh keluarga (khususnya orangtua# dapat memengaruhi
perkembangan remaja dalam membina suatu hubungan nantinya.
Komunikasi interpesonal yang tidak efektif dalam keluarga
mengakibatkan konflik dalam suatu keluarga. Hal ini dikarenakan adanya
persepsi yang berbeda pada saat berinteraksi dengan lawan bi%ara, yang
mengakibatkan masing*masing pihak memiliki pandangan yang berbeda
sehingga menghasilkan respon yang berbeda pula (Sin%lair / 'onk, !!0
dalam ,rnold, !!-#. 'enurut Sillars, 1anary / 2afoya, !!0 (dalam ,rnold,
!!-# mengatakan bahwa konflik dapat terjadi pada hubungan manapun
dengan intensitas dan jangka waktu yang ber&ariasi pula. Konflik juga
memiliki dampak yang ber&ariasi pada partisipannya serta anggota*anggota
lain yang terlibat dalam hubungan tersebut. Dalam hal ini, tidak ada
penge%ualian khusus bagi hubungan dalam keluarga.
Sikap orangtua dalam mengasuh anak*anaknya sering kali
memun%ulkan pemberontakan pada remaja yang disebabkan karena sosio*
emosional pada masa remaja tidaklah stabil. $ada penelitian yang dilakukan
oleh Sartaj, +., / ,slam, N. (!3!# menunjukkan bahwa orangtua di ,sia
pada umumnya menerapkan pola asuh otoriter yang dimana pola asuh otoriter
mengakibatkan mun%ulnya persepsi yang negatif. Dalam penelitiannya, Sartaj,
+., / ,slam, N. (!3!# menambahkan bahwa remaja yang orangtuanya
menerapkan pola otoriter memiliki hubungan negatif dengan rumah, kesehatan
dan penyesuaian emosional.
+erdasarkan hasil penelitian 4utger (!!5# menunjukkan bahwa
pada tahap remaja awal mereka %enderung berbohong kepada orangtuanya
yang disebabkan karena adanya kontrol dari orangtua. ,kibatnya remaja awal
%enderung berbohong memiliki permasalahan dalam perilaku terutama emosi
remaja awal.
'enurut Santro%k (!!-#, remaja awal %enderung dengan mudah
merasa dirinya sangatlah malang dan disisi lain merasa dirinya yang paling
bahagia. Ke%enderungan inilah yang membuat para remaja sering mengalami
konflik dalam kehidupannya termasuk dalam keluarga. 'enurut ,rnold
(!!-#, terdapat beberapa faktor yang dapat memun%ulkan konflik khususnya
dalam keluarga, salah satunya adalah pola asuh orangtua. Dalam penelitian
6ilson / 'organ (!!0#, mengungkapkan hal yang sama, bahwa &ariasi
dalam pola asuh orangtua dapat menyebabkan dampak yang berbeda pada
anak dan pada hubungan orangtua*anak (dalam ,rnold, !!-#. $ada penelitian
lain yang dilakukan oleh Sorkhabi (!3!# juga menunjukan bahwa pola asuh
orangtua dapat memi%u mun%ulnya konflik khususnya dalam keluarga.
$ola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan
anak*anaknya. Sikap orangtua ini meliputi %ara orangtua memberikan aturan*
aturan, hadiah maupun hukuman, %ara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan
%ara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. $ola
asuh dibagi menjadi 0 bagian yakni, otoriter, demokratis, permesif dan
neglectful. 7ang masing*masing menggambarkan bagaimana orangtua dalam
mengasuh putra*putri mereka (dalam Santro%k, !!8#.
$ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola asuh otoriter
akan menyebabkan perilaku agresif meningkat. Dalam penelitian 9ortuna
(!!-#, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh otoriter
dengan perilaku agresif pada remaja. Hal ini disebabkan karena pemaksaan
dan kontrol yang mengekang menyebabkan anak gagal untuk berinsiatif dan
memiliki komunikasi yang rendah. Dalam penelitiannya, 'arini / ,ndriani
(!!(# juga mengemukakan hal sama seperti yang dikemukakan dalam
penelitian 9ortuna (!!-#.
Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana ia
mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. 6alaupun seorang anak
telah men%apai masa remaja dimana keluarga tidak lagi merupakan pengaruh
tunggal bagi perkembangan mereka, keluarga tetap merupakan dukungan yang
sangat diperlukan bagi perkembangan kepribadian remaja tersebut. Dengan
demikian peran orangtua sangat dibutuhkan, terutama karena bertanggung
jawab men%iptakan sistem sosialisasi yang baik dan sehat bagi perkembangan
moral remaja. 4emaja sedang tumbuh dan berkembang, karena itu mereka
memerlukan kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan
memperlakukannya se%ara bijaksana (Santro%k, !!-#.
+erdasarkan fenomena*fenomena yang terjadi diatas dapat
disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang tidak efektif dapat
memun%ulkan konflik dalam keluarga. Konflik dalam keluarga juga
disebabkan karena pola asuh orangtua. Hal tersebut diperkuat dalam penelitian
6ilson / 'organ (!!0# yang menunjukkan akibat dari pola asuh orangtua
disebabkan karena konflik. Dari pemikiran ini, kemudian penulis tertarik ingin
melihat hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola asuh otoriter
orangtua dengan komunikasi dalam keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
,pakah ada hubungan antara persepsi remaja awal tentang pola
asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga:
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada hubungan persepsi remaja awal
tentang pola asuh otoriter orangtua dengan komunikasi interpersonal dalam
keluarga.
1. Man!aat Penelitian
'anfaat praktis ;
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi tentang hubungan pola asuh orangtua dengan
komunikasi interpersonal antar keluarga, sehingga dapat
membangun komunikasi interpersonal yang efektif dalam keluarga.
<rangtua dapat menimalisir penerapan pola asuh otoriter demi
membangun komunikasi interpersonal dalam keluarga.
'anfaat teoritis ;
Dapat memperkarya ilmu pengetahuan khususnya dalam ranah
bidang ilmu psikologi pendidikan dan perkembangan.

Anda mungkin juga menyukai