Anda di halaman 1dari 25

Status Neurologi

Rumah Sakit Umum Haji Medan






Identitas Pasien
Nama : Bagas
Jenis Kelamin : Laki Laki
Umur :
Alamat :
Agama : Islam
Suku :
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk Rumah Sakit :
Nomor Rekam Medik :

Identitas Orang Tua Pasien
Ayah
Nama : Iryan
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Ibu
Nama : Halimah
Alamat :
Pekerjaan : Pelayan di restoran Nelayan
Pendidikan : SLTA

a. ANAMNESA ( Allo anamnesa dari ibu pasien )
Keluhan utama
Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengalami penurunan kesadaran sejak awal bulan januari sekitar tanggal 10-
15 januari .
Demam (+) , Mual Muntah (-) , BAB (-) BAK (+)

Riwayat Penyakit Terdahulu
Os mengalami panas tinggi pada akhir bulan desember , kemudian Os dibawa
berobat ke tukang kusuk . Namun demannya Os tidak kunjung turun. Pada
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



tanggal 5 januari keluar darah dari telinga Os . Os juga mengalami kesulitan
berjalan , apabila berjalan seperti mau terjatuh , sehingga Os kemana mana
merangkak. Kemudian Os di bawa ke Rumah Sakit Adam Malik ( pada tanggal 16-
1-2014 ).
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengaku tidak ada yang mengalami hal yang serupa dengan pasien.

b. PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah :
Nadi : 130 x/i
Frekuensi Nafas : 40x/i
Temperatur : 40
Kulit Selaput Lendir :
Kelenjar Dan Getah Bening :
Persendian :

KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi :
Pergerakan :
Kelainan panca indera :
Rongga mulut dan gigi :
Kelenjar parotis :
Desah :
Dan lain- lain :

RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Inspeksi
- Rongga Dada :
- Rongga Abdomen :
Perkusi
- Rongga Dada :
- Rongga Abdomen :
Palpasi
- Rongga Dada :
- Rongga Abdomen :
Inspeksi
- Rongga Dada :
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Rongga Abdomen :
GENETALIA
Taucher :

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Sensorium : Somnolen GCS 5 = E : 1 V : 1 M : 3
Kranuim
o Bentuk :
o Fontanella :
o Palpasi :
o Perkusi :
o Auskultasi :
o Transiluminasi :

RANGSANG MENINGEAL
o Kaku Kuduk : ( + )
o Tanda Kernig : ( - )
o Tanda Leseque : Tidak Dapat Diperiksa
o Tanda Brudzinki I : Tidak Dapat Diperiksa
o Tanda Brudzinki II : Tidak Dapat Diperiksa

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
o Muntah : ( - )
o Sakit kepala : ( - )
o Kejang : ( + )


NERVUS KRANIALIS / SARAF OTAK
Nervus I : tidak dapat diperiksa
Nervus II : tidak dapat diperiksa
Nervus III, IV,VI :
Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi sinistra Keterangan
Ptosis ( - ) ( - )
Pupil :
- Ukuran
Anisokor ;
Miosis
3mm

Anisokor ;
Miosis
3mm

Gerak bola mata ( - ) ( - ) Doll eyes
Reflek pupil :
- Langsung



Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Tidak
langsung
Strabismus ( - ) ( - )
Nistagmus ( - ) ( - )




Nervus V
- Motorik
Membuka dan Menutup Mulut : Tidak Dapat Diperiksa
Palpasi Otot Masseter : Tidak Dapat Diperikasa
Kekuatan Gigitan : Tidak Dapat Diperikasa
- Sensorik
Kulit :
Selaput Lendir :
- Reflek Kornea
Langsung : (+/+)
Tidak Langsung : (+/+)

Nervus VII
- Motorik
Mimik :
Kerut Kening :
Menutup mata : (-/-)
Meniup sekuatnya : Tidak Dapat Diperiksa
Memperlihatkan Gigi : Tidak Dapat Diperiksa
Tertawa : Tidak Dapat Diperiksa
- Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah : Tidak Dapat Diperiksa
Produksi kelenjar ludah : Tidak Dapat Diperiksa
Hiperakusi : Tidak Dapat Diperiksa
Reflek Stapedial : Tidak Dapat Diperiksa

Nervus VIII
- Audiotorius
Pendengaran : Tidak Dapat Diperiksa
Test Rinne : Tidak Dapat Diperiksa
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



Test Weber : Tidak Dapat Diperiksa
Test Schwabach : Tidak Dapat Diperikasa
- Vestibularis
Nistagmus : Tidak Dapat Diperiksa
Reaksi Kalori : Tidak Dapat Diperiksa
Vertigo : Tidak Dapat Diperiksa
Tinitus : Tidak Dapat Diperiksa

Nervus IX X
- Pallatum Mole : Tidak Dapat Diperiksa
- Uvula : Medial
- Disfagia : Tidak Dapat Diperiksa
- Disatria : Tidak Dapat Diperiksa
- Disfonia : Tidak Dapat Diperiksa
- Refleks Muntah : Tidak Dapat Diperiksa
- Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus XI
- Mengankat Bahu : Tidak Dapat Diperiksa
- Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus Xii
- Lidah
Tremor : ( - )
Atrofi : (-/-)
Fasikulasi : ( - )
- Ujung lidah sewaktu istirahat : Tidak Dapat Diperiksa
- Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Tidak Dapat Diperiksa

SISTEM MOTORIK
Trofi :
Tonus Otot :
Kekuatan Otot
- ESD :
- ESS :
- EID :
- EIS :

TEST SENSIBILITAS
Eksteroreseptif :
Propioseptif :
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Stereognosis :
- Pengenalan dua titik :
- Grafestesia :

REFLEK
Reflek Fisiologis
- Biceps :
- Tricep :
- Radioperiost :
- APR :
- KPR :
- Strumple :

Reflek Patologis
- Babinski : (+/+)
- Oppenheim : (+/+)
- Chaddok : (+/+)
- Gordon :
- Schacker :
- Hoftmen :
- Hoftmen Tromer :
- Klonus Lutut :
- Klonus Kaki :

KOORDINASI
- Lenggang : Tidak Dapat Diperiksa
- Bicara : Tidak Dapat Diperiksa
- Menulis : Tidak Dapat Diperiksa
- Percobaan apraksia : Tidak Dapat Diperiksa
- Mimik : Tidak Dapat Diperiksa
- Test telunjuk- telunjuk : Tidak Dapat Diperiksa
- Test telunjuk hidung : Tidak Dapat Diperiksa
- Diadokhokinesia : Tidak Dapat Diperiksa
- Test tumit lutut : Tidak Dapat Diperiksa
- Test romberg : Tidak Dapat Diperiksa

VEGETATIF
- Vasomotorik :
- Sudmotorik :
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Pilo- elektor :
- Miksi : ( + )
- Defekasi : ( - )
- Potensi dan libido : ( - )

VERTEBRAE
Bentuk
- Normal
- Scoliosis
- Hiperlordosis
Pergerakan
- Leher
- Pinggang

TANDA RANGSANG RADIKULER
- Laseque :
- Cross Laseque :
- Test Lhermitte :
- Test Naftziger :

GEJALA GEJALA SEREBELAR
Ataksia :Tidak Dapat Diperiksa
Disatria :Tidak Dapat Diperiksa
Tremor :Tidak Dapat Diperiksa
Nistagmus :Tidak Dapat Diperiksa
Fenomena Rebound :Tidak Dapat Diperiksa
Vertigo :Tidak Dapat Diperiksa

GEJALA GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : Tidak Dapat Diperiksa
Rigiditas : Tidak Dapat Diperiksa
Bradikinesia : Tidak Dapat Diperiksa
Dan Lain- Lain : Tidak Dapat Diperiksa

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Somnolen
Ingatan Baru : Tidak Dapat Diperiksa
Ingatan Lama : Tidak Dapat Diperiksa
Orientasi
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Diri : Tidak Dapat Diperiksa
- Tempat : Tidak Dapat Diperiksa
- Waktu : Tidak Dapat Diperiksa
- Situasi : Tidak Dapat Diperiksa
Intelegensia : Tidak Dapat Diperiksa
Daya Pertimbangan : Tidak Dapat Diperiksa
Reaksi Emosi : Tidak Dapat Diperiksa
Afasia
- Ekspresif : Tidak Dapat Diperiksa
- Represif : Tidak Dapat Diperiksa
Apraksia : Tidak Dapat Diperiksa
Agnosia
- Agnosia Visual : Tidak Dapat Diperiksa
- Agnosia Jari- Jari : Tidak Dapat Diperiksa
- Akalkulia : Tidak Dapat Diperiksa
- Disorientasi Kanan Kiri : Tidak Dapat Diperiksa


c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
- HB : 12,2
- Eritrosit :
- Leukosit :18.600
- Trombosit :12.500
- SGOT :16
- SGPT :13
- Ureum :56
- Kreatinin :0,5
- Natrium :138
- Kalium :3,9
- Clorida :104

CT SCAN : SOL Intracranial + Hidrocephalus
Foto thorax : Suspec TB Paru

d. DIAGNOSA

- Diagnosa Fungsional
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Diagnosa Etiologi
- Diagnosa Anatomik
- Diagnosa Kerja : SOL Intrakranial





e. PENATALAKSANAAN

- Diet sande
- Head up 30 derajat
- Ngt + kateter
- 02 4L/I nasal kanul
- Guedel terpasang
- IVFD rsol 20 gtt/i
- Injeksi :
dexamethasone amp/ 6 jam
ranitidin 1 amp/ 12 jam
Cefriaxon 1 gr / 12 jam
Novolgin amp/ 8 jam
- Oral
PCT tab 500 mg 3x1
-
f. Follow up

Tanggal 14 2 2014
- Subjektif : penurunan kesadaran
- Objektif :
- Sense : somnolen
- Td : 120/70 mmHg
- Lateralisasi : ( - )
- Assement : head Ct Scan, hasil sol intrakranial + hidrosefalus
- Planning :
- IVFD RL 20 gtt/I
- Inj Transamin 250 gr/ 8 jam
- Inj ranitidin
- Inj cefriaxon
- Inj novalgin
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



- Inj dexamethason k/p
- Inj penitoin 100 mg / 12 jam

Tanggal 15 2 2014
- Subjektif : penurunan kesadaran
- Objektif:
- Sense : somnolen
- Td : 120/70 mmHg
- Lateralisasi : ( - )
- Assement :
- Sol intrakranial + hidrosefalus
- X ray fhoto thorak : kesan suspec Tb Paru
- Planning :
- IVFD RL 20 gtt/I
- Inj Transamin 250 gr/ 8 jam
- Inj ranitidin
- Inj cefriaxon
- Inj novalgin
- Inj dexamethason k/p
- Inj penitoin 100 mg / 12 jam



Tanggal 17 2 2014
- Subjektif : penurunan kesadaran
- Objektif :
- Sense : somnolen
- Td : 120/70 mmHg
- Lateralisasi : ( - )
- Assement :
- Sol intrakranial
- Planning :
- IVFD RL 20 gtt/I
- Inj Transamin 250 gr/ 8 jam
- Inj ranitidin
- Inj cefriaxon
- Inj novalgin
- Inj dexamethason k/p
- Inj penitoin 100 mg / 12 jam

Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan





Tanggal 18 2 2014
- Subjektif : penurunan kesadaran
- Objektif :
- Sense : somnolen
- Td : 120/70 mmHg
- Lateralisasi : ( - )
- Assement :
- Sol intrakranial
- Planning :
- IVFD RL 20 gtt/I + manitol 75 mg / 8 jam
- Inj Transamin 250 gr/ 8 jam
- Inj ranitidin 1 amp / 12 jam
- Oral
- penitoin
- Paracetamol 500 mg /8 jam
Tanggal 20 2 2014
- Subjektif : penurunan kesadaran
- Objektif :
- Sense : somnolen
- Td : 120/70 mmHg
- Lateralisasi : ( - )
- Assement :
- Sol intrakranial
- Planning :
- IVFD RL 20 gtt/I + manitol 75 mg / 8 jam
- Inj Transamin 250 gr/ 8 jam
- Inj ranitidin 1 amp / 12 jam
- Oral
- penitoin 100 mg / 8 jam
- fenobarbital 30 mg /12jam
- Paracetamol 500 mg /8 jam







Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan





PEMBAHASAN


Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan sebagai
neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam
rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di
dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt,
2005).
Mekanisme Patofisiologi Space Occupying Lesion
Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen yaitu otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan darah. Kranium mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen
magnum dan memiliki tentorium yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan isi
intrakranial normal akan menggeser sebagai konsekuensi dari space occupying lesion (SOL).Cairan
serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral, tiga, dan empat. Dua
pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel, terutama di kedua
ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati
sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke
dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan tersebut
mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari
ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka di lateral dan satu foramen
Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu rongga cairan yang terletak di
belakang medula dan di bawah serebelum (Guyton, 2007).
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh otak dan
medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan mengalir ke
dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar dan sinus venosus
lainnya di serebrum (Guyton, 2007).

Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan




Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga
kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap
bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal
sebesar 50 200 mm H
2
O atau 4 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan baku yang
terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari
ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan
tekanan intrakranial (Price, 2005).
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu
dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila
tekanan diatas 20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.
Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma
intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak
sehingga mencapai tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan intrakranial pasca
pecah aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini
mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan
menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).
Macam-Macam Space Occupying Lesion
Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supertentorial maupun infratentorial (Satyanegara, 2010)
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari oleh
morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis.
Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi morfologi makroskopis dan
histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-kategori (Satyanegara, 2010):
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan




Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif dan
hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan adanya pembentukan kapsul
serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total.
Secara histologis, menunjukkan struktur sel yang reguler, pertumbuhan la,a tanpa mitosis,
densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang
tersusun teratur tanpa adanya formasi baru.
Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa batas yang jelas,
tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan rekurensi pasca pengangkatan
total. Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal
akibat tumor dan kenaikan intrakranial (Price, 2005).
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi
atau invasi langsung pada aprenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan
suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi
secara akut dan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitar sehingga memperberat
gangguan neurologis fokal (Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya
massa karena tumor akan mendesak ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang
kaku. Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak dapat menimbulkan
peningkatan volume intrakranial dan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



serebrospinal dari ventrikel lateralis ke ruangan subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus
(Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial dapat membahayakan jiwa apabila terjadi cepat
akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme kompensasi antara lain bekerja menurunkan
volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel, dan
mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis
tergeser ke inferior melelui incisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga.
Pada herniasi serebelum, tonsil serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh
suatu massa posterior (Price, 2005).
Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow berdasarkan tampilan
sitologinya dan dalam perkembangan selanjutnya dikemukakakn berbagai variasi modifikasi
penelitipeneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi universal awal dipeloporo oleh Bailey
dan Cushing (1926) berdasarkan histogenesis sel tumor dan sel embrional yang dikaitkan
dengan diferensiasinya pada berbagai tingkatan dan diperankan oleh faktor-faktor, seperti
lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita, dan tindakan operasi yang dilakukan. Sedangkan
pada klasifikasi Kernohan (1949) didasari oleh sistem gradasi keganasan di atas dan
menghubungkannya dengan prognosis.
Gejala Umum Space Occupying Lesion
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status
mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus
temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat
besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejalagejala yang umum.

Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan




Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan (Saanin, 2004, Bradley, 2000):
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi.
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat berakhir hingga
koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat menyebabkan ruang tengkorak yang
tertutup terdesak dan dapat pula menyebabkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak
sendiri akan bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena penimbunan
katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula terjadi karena penekanan pada
vena dan disusuk dengan terjadi edema. Pada umumnya tumor di fosa kranium posterior lebih
cepat menimbulkan gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi.
Hal ini mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang berpusat di fosa kranium
posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan dapat meninggi dengan cepat.
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
a Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral

Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium medial dan
biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke
kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukan diansefalon yang pertama
kali mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus okulomotoris. Akibatnya, pada
awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral barulah disusul dengan gangguan
kesadaran. Biasanya, setelah ini akan terjadi herniasi tentorial, yaitu keadaan terjepitnya
diansefalon oleh tentorium. Pupil yang melebar merupakan cerminan dari terjepitnya
nervus okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap berkembangnya paralisis
okulomotoris, kesadaran akan menurun secara progresif.
b Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan secara berangsur-
angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral batang otak. Tanda bahwa suatu
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



tumor supratentorial mulai menggangu diansefalon biasanya berupa gangguan perangai.
Yang pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa berkonsentrasi dan tidak
bisa mengingat.

Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan menyebabkan :
a. Respirasi yang kurang teratur Pupil kedua sisi sempit sekali
b. Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan kanan
c. Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi :
Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi bereaksi
terhadap sinar cahaya

d. Herniasi serebelum di foramen magnum
Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula oblongata. Gejala-gejala gangguan
pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut nadi yang menandakan gangguan
pada medula oblongata, pons, ataupun mesensefalon akan terjadi.

2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status
mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas)
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus
temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat
besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala-
gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih
sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum (Saanin, 2004,
Bradley, 2000). a. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian
berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering
diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah
ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. Sakit kepala merupakan gejala umum yang
dirasakan pada tumor intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-denyut
atau rasa penuh di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya paling hebat di pagi hari, karena
selama tidur malam PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari
CBF dan dengan demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri yang
unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya.
Pada penderita yang tumor serebrinya belum meluas, mungkin saja sakit kepala
belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat mendekam di otak tanpa
menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya, astrositoma derajat 1 sekalipun dapat berefek buruk
jika menduduki daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca.
Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior (tumor infratentorial) dapat
dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu, sakit kepala akan terasa sejak awal dan untuk
waktu yang lama tidak menunjukkan gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang
berlokasi di samping (unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit neurologik akibat pergeseran
atau atau desakan terhadap batang otak. Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia
trigeminus, oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan) perifer fasialis
dapat ditemukan pada pemeriksaan.
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



Definisi sakit kepala dan pusing harus dapat dibedakan dengan jelas. Pusing
kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang menimbulkan diplopia). Kombinasi
pusing kepala ataupun sakit kepala dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadapa
adanya tumor serebri, terutama tumor serebri infratentorial.

1. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor
tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan
malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan
adanya massa intrakranial. Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal
ini disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur malam, di mana
PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan tekanan intrakranium
meninggi adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat yang tanpa didahului mual.
2. Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang melonjak secara
cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya timbul
pada tumor di fosa kranium posterior.
3. Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan
berkurangnya inisiatif adalah gejalagejala umum pada penderita dengan tumor lobus
frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat
menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar otak
dapat mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan watak dan
serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi juga akan terjadi terutama jika
tumor tersebut mendesak sistem limbik (khususnya amigdala dan girus cinguli) karena
sistem limbik merupakan pusat pengatur emosi.
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



4. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik
neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan
gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

5. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru
kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.

Penegakan Diagnostik SOL Intrakranial
Perubahan Tanda Vital (Lombardo,2006, Thamburaj, 2008, Eccher,2004 ):
a. Denyut Nadi
Denyaut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama pada
anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi untuk
mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme reflex
vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak dihilangkan, maka denut nadi
akan menjadi lambat dan irregular dan akhirnya berhenti.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang
otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya akan diikuti dengan
penurunan level dari kesadaran.Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil dari tekanan
langsung pada batang otak. Pada bayi, pernafasan irregular dan meningkatnya serangan
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari peningkatan ICP yang cepat dan dapat
berkembang dengan cepat ke respiratory arrest.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP,
terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan ICP, tekanan darah akan
meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan
meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan
perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan
darah akan mulai turun .
d. Suhu Tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu tubuh akan
etap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningktan suhu tubuh akan
muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.
e. Reaksi Pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih
lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada
nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak. Penekanan pada n.
Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah, menjepit n.Okkulomotorius di antara
tentorium dan herniasi dari lobus temporal yang mengakibatkan dilatasi pupil yang
permanen. N. okulomotorius (III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus
diperiksa ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara kiri dan
kanan, kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama. Normalnya, konstriksi pupil akan
terjadi dengan cepat.


Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan




Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya terhadap
cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan serta
pemeriksaan gerakan bola mata
b Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus
optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap
lanjut.
c Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi,
reflek patologis, dan klonus.
d Pemeriksaan sensibilitas.

Penatalaksanaan Keluhan dan Gejala Disebabkan Space Occupying Lesion
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan tekanan intrakranial adalah
pengangkatan dari lesi penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma.
Peningkatan tekanan intrakranial pasca operasi jarang terjadi hari-hari ini dengan
meningkatnya penggunaan mikroskop dan teknik khusus untuk menghindari
pengangkatan otak. Peningkatan tekanan intrakranial adalah sebuah fenomena
sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali ada cedera sekunder
segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan untuk
mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis dan pemantauan akan membantu. Berikut
merupakan tindakan yang dapat dilakukan (Widjoseno, 2004, Eccher,2004).

Trauma
1. Penanganan Primer
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



Tindakan utama untuk peningkatan tekanan intrakranial adalah untuk
mengamankan ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial memerlukan intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus
diintubasi untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan
intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian
dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan inhibisi aliran
balik vena sehingga akan meningkatkan tekanan intrakranial (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan usus.
Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus dilaksanakan
dengan segera. Pemberian analgesia yang memadai harus diberikan walaupun pasien
dalam kondisi di bawah sadar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat menurunkan
tekanan Intrakranial pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala melalui
mekanisme penurunan tekanan hidrostatis cairan serebrospinal yang akan menghasilkan
aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi pada
kepala adalah 30
o
. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus ke depan
karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan disertai dengan fleksi
pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena jugularis interna dan memperlambat
aliran balik vena (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada autoregulasi yang kemudian
disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang kemudian menggunakan terapi
profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera kepala, perdarahan subaraknoid,
perdarahan intrakranial, dan kondisi yang lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis
pada pasein dengan tumor otak dapat menghasilkan penurunan resiko untuk terjadinya
kejang, tapi dengan efek samping yang juga cukup besar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).

Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan



2. Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO
2
. PaCO
2

yang rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan
mengurangi komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan
PaCO
2
menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO
2

berada pada level 25 30 mm Hg sehingga cerebral blood flow akan turun dan
volume darah otak berkurang dan dengan demikian mengurangi tekanan
intrakranial. Hiperventilasi yang berkepanjangan harus dihindari dan menjadi
tidak efektif setelah sekitar 24 jam. Kecenderungannya adalah untuk menjaga
ventilasi normal dengan PaCO
2
di kisaran 30 35 mmHg dan PaO
2
dari 120140
mmHg. Ketikaa ada pemburukan klinis seperti dilatasi pupil atau tekanan nadi
melebar, hiperventilasi dapat dilakukan (sebaiknya dengan Ambu bag) sampai
tekanan intrakranial turun. Hyper barik O
2
, hipotermia masih dalam tahap
percobaan, terutama di Jepang. Mereka pada dasarnya menyebabkan
vasokonstriksi serebral dan mengurangi volume darah otak dan tekanan
intrakranial (Kaye, 2005, Eccher,2004).
Osmotherapi berguna dalam tahap edema sitotoksik, ketika permeabilitas kapiler
yang masih baik, dengan meningkatkan osmolalitas serum. Manitol masih
merupakan obat yang baik untuk mengurangi tekanan intrakranial, tetapi hanya
jika digunakan dengan benar: itu adalah diuretik osmotik yang paling umum
digunakan. Hal ini juga dapat bertindak sebagai scavenger radikal bebas. Manitol
tidak inert dan tidak berbahaya. Gliserol dan urea merupak golongan yang jarang
digunakan hari ini. Beberapa teori telah dikemukakan mengenai mekanisme yang
mengurangi tekanan intrakranial (Kaye, 2005, Eccher,2004).
Status Neurologi
Rumah Sakit Umum Haji Medan

Anda mungkin juga menyukai