Anda di halaman 1dari 17

Close Ad

PERANCANGAN KURIKULUM
Sebuah Pengantar

Oleh :
Munawar Kholil

(Disalin dari salah satu diktat materi pelatihan Megabit)


1. Tinjauan Umum Terhadap Proses Belajar Mengajar

Sebuah proses bisa kita pandang sebagai transformasi input menjadi output. Suatu
proses belajar mengajar adalah transformasi input-input menjadi output juga.
Secara visual transformasi itu bisa kita gambarkan sebagai berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

Apabila paradigma ini kita pergunakan pada sistem belajar mengajar (dengan
memandang subsistem yang terkait), maka kita gambarkan proses belajar mengajar
adalah :

INPUT INSTRUMENTAL
INPUT PURPOSIF PROSES OUTPUT
INPUT ENVIRONMENTAL

Gambar di depan memberikan pengertian bahwa input yang berpengaruh bagi
proses belajar belajar mengajar, baik berupa pengajaran di kelas maupun training
dan mentoring, ada tiga. Input purposif adalah peserta proses. Pada input ini tidak
bisa dilakukan manipulasi. Proses menerima sebagaimana adanya. Demikian juga,
dalam kerangka mikro, input environmental tak bisa dimanipulasi. Hal ini
menyangkut suasana di luar proses itu sendiri. Adapun yang sifatnya manipulatif
adalah input instrumental. Kita bertugas untuk memanipulasi sedemikian rupa,
sehingga kedua input yang lain itu dapat ditransformasikan menjadi output yang
diinginkan.

Adapun output dari proses ini adalah peserta yang telah mengalami perubahan.
Perubahan ini terjadi pada perilaku peserta, sesuai yang diinginkan. Apabila
sesudah proses tak terdapat perbedaan dengan kondisi sebelumnya, berarti telah
gagal. Tujuan dirumuskan oleh kita sesuai dengan dasar pikiran tentang perlunya
proses belajar mengajar tersebut.

2. Komponen Kurikulum

Sebenarnya, yang termasuk dalam kriteria input instrumental cukup banyak, tetapi
cukup disebut kurikulum saja. Dengan ini berarti kurikulum bukanlah kumpulan
materi yang harus dipahami, melainkan seluruh aspek yang diatur dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Termasuk di dalam hal ini adalah manusia
pelaksananya, peralatan, metode, biaya, dan sebagainya. Inilah pengertian
kurikulum secara umum.

Tetapi apabila kita sempitkan pengertiannya, kurikulum tak lain adalah program
pengajaran. Dalam arti seperti ini, kurikulum menyangkut empat pertanyaan
mendasar :

a. Apa yang kita inginkan sesudah proses ? Ini pertanyaan tentang tujuan.
b. Untuk mencapai hal tersebut, kemampuan apa saja yang harus diberikan
kepada peserta ? Ini adalah pertanyaan tentang materi.
c. Untuk tujuan dan materi tersebut, apa yang harus dilakukan agar peserta
dapat mencapainya ? Ini adalah pertanyaan tentang metode / strategi.
d. Bagaimanakah kita mengetahui bahwa tujuan telah berhasil dicapai ? Ini
adalah pertanyaan tentang evaluasi.

Keempat pertanyaan itulah yang merupakan komponen dasar kurikulum, yaitu :
tujuan, materi, metode dan evaluasi. Termasuk dalam kriteria metode adalah
segenap cara yang dipergunakan berikut peralatannya. Apabila kita merancang
sebuah kurikulum untuk suatu pendidikan tertentu, maka kita menyusun keempat
hal tersebut.

3. Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum adalah terjadinya perubahan pada perilaku peserta. Dalam hal
ini, sebuah komisi di Amerika Serikat telah mencoba membuat semacam
klasifikasi tujuan yang mungkin ada dalam pendidikan. Konsep ini terkenal dengan
nama Taksonomi Bloom

Daftar lengkap Taksonomi Bloom akan dirinci sekaligus keterangannya. Untuk
menggambarkan tiap jenis, digunakan kata kerja (infinitive) yang khas, serta objek
langsung (direct object) yang khas pula. Apabila kita membuat sebuah kurikulum,
kita hanya sampai kepada tujuan umum. Namun dalam pelaksanaan, kita
memerlukan semacam perencanaan lagi berupa suatu unit pengajaran / training.
Pada sat itulah kita harus menjabarkan tujuan umum ke dalam tujuan-tujuan
khusus berdasarkan infinitif dan objek langsungnya. Pembahasan tentang ini akan
diuraikan pada naskah lain.

Taksonomi Bloom adalah salah satu hasil komisi khusus yang membahas tentang
tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku (behavior)
manusia, maka hasilnya adalah taksonomi perilaku manusia. Taksonomi ini
merupakan klasifikasi plus urutannya. Blook dkk membaki perilaku manusia ke
dalam tiga ranah (domain), yaitu : kognitif (yang berkaitan dengan pikiran
manusia), afektif (yang berkaitan dengan hati dan perasaan manusia), dan
psikomotor (yang berkaitan dengan gerakan fisik manusia). Kamisi Bloom berhasil
merumuskan domain kognitif, lalu dilanjutkan komisi Krathwoll berhasil
merumuskan domain afektif. Pada domain psikomotor terdapat banyak pendapat,
namun yang akan dirinci adalah komisi Anita Harrow.

DOMAIN KOGNITIF

1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu kemampuan mengingat kembali apa yang
pernah didapat. Dalam hal ini menyangkut pengetahuan berupa :
a. Hal-hal khusus, simbolisasi dari suatu yang konkrit
b. Istilah, simbol yang telah diketahui umum
c. Fakta khusus, seperti nama, tanggal, dsb.
d. Cara atau alat
e. Konvensi-konvensi
f. Kecenderungan dan urutan
g. Klasifikasi dan katagori
h. Tolok ukur / standar
i. Metodologi
j. Hal-hal umum berupa abstrak di lapangan
k. Prinsip-prinsip dan generalisasi
l. Teori-teori dan struktur
2. Pemahaman (Comprehension), pengertian terhadap sesuatu beserta
konsekuensinya. Kemampuan ini menyangkut :
a. Penerjemahan, yaitu verbalisasi atau sebaliknya
b. Penafsiran, keterangan tentang sesuatu.
c. Ekstrapolasi, yaitu pengertian tentang kecenderungan, implikasi,
akibat, pengaruh dan sebagainya.
3. Aplikasi (Application), yaitu penggunaan abstraksi dalam situasi khusus dan
konkrit.
4. Analisa (Analysis), yaitu pemecahan suatu ide ke dalam unsur-unsur atau
bagian-bagian sedemikian rupa sehingga hirarki dan hubungan ide menjadi
jelas. Terdiri dari :
a. Analisa unsur-unsur.
b. Analisis hubungan-hubungan
c. Analisis terhadap prinsip yang terorganisasi
5. Sintesis (Synthesis), yaitu memadukan bagian-bagian / unsur menjadi
keseluruhan. Di sini termasuk :
a. Membuat kesimpulan yang unik
b. Membuat suatu rencana
c. Menurunkan seperangkat hubungan-hubungan abstrak
6. Evaluasi (Evaluation), yaitu pertimbangan yang diberikan kepada nilai
materi atau metode untuk maksud tertentu. Termasuk disini adalah :
a. Pertimbangan terhadap ketepatan logis dan konsistensi.
b. Pertimbangan dengan tolok ukur eksternal.

DOMAIN AFEKTIF
1. Penerimaan (Receiving), yaitu kepekaan terhadap rangsangan atau fenomena
tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah :
a. Keasaran (Awareness)
b. Keikhlasan menerima (Willingness to receive)
c. Perhatian yang terarah atau terpilih (controlling or selected attention)
2. Penanggapan (Responding), yaitu dorongan untuk memberikan tanggapan
kepada suatu fenomena atau rangsangan. Termasuk dalam hal ini adalah :
a. Izin untuk merespon (acquscence in responding)
b. Keikhlasan untuk merespon (willingness to response)
c. Kepuasan di dalam merespon (satisfaction in response)
3. Penghargaan (Valuing), rasa hormat kepada suatu fenomena atau nilai
tertentu. Termasuk di sini adalah :
a. Penerimaan terhadap nilai (acceptance of value)
b. Preferensi nilai (preference of value)
c. Keterlibatan (commitment)
4. Pengaturan (Organizing), yaitu penentuan hubungan antara nilai-nilai atau
sikap-sikap dalam suatu situasi. Termasuk dalam hal ini adalah :
a. Konseptualisasi nilai (conceptualization of value).
b. Organisasi nilai (organization of value system).
5. Karakterisasi nilai atau seperangkat nilai (characterization by Value or
Value Complex), yaitu proses apresiasi dan internalisasi nilai. Hal ini
meliputi :
a. Himpunan yang tergeneralisasi (generalized set)
b. Karakterisasi (characterization)

DOMAIN PSIKOMOTOR
1. Gerakan refleks (Reflex Movement), yaitu gerak yang tidak terkontrol.
Termasuk di sini :
a. Gerakan segmental
b. Gerakan intersegmental
c. Gerakan supersegmental
2. Gerakan fundamental (Gross body movement), meliputi gerak fisik dasar
manusia.
a. Gerakan locomotor
b. Gerkaan non locomotor
c. Gerakan manipulatif
3. Kemampuan perseptual (perceptual skill), yaitu kemampuan tubuh untuk
berinteraksi dengan sekitar. Termasuk di sini adalah kemampuan
mendengar, melihat dan sebagainya.
4. Kemampuan-kemampuan fisik (physical skill), seperti kekuatan,
fleksibilitas, ketangkasan, dsb.
5. Keterampilan motoris (motoric skill), yaitu kemampuan tubuh untuk
mengadaptasi gerakan-gerakan dalam pola yang kompleks.
6. Komunikasi non verbal (non verbal communication), yaitu kemampuan
tubuh untuk melakukan gerakan non verbal.

Dengan memahami ketiga domain ini, maka kita dapat pilahkan keinginan kita ke
dalam tujuan-tujuan yang jelas. Misalnya, pada saat latihan berpidato, barangkali
akan terkait kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi kalau pada saat
latihan perencana, di sana hanya terkait kognitif saja. Ini akan memberikan
gambaran tentang tingkat kompleksitas proses yang harus dilakukan.

4. Materi Kurikulum

Materi berarti menyangkut setiap yang akan didapat oleh peserta setelah selesai
proses. Materi sama saja dengan objek langsung yang telah dibahas pada waktu
pembahasan tentang tujuan di depan. Karena itu, untuk suatu tujuan tertentu, maka
materinya juga tertentu pula. Kesesuaian antara materi dengan tujuan harus dijaga.
Dengan begitu, terdapat materi yang sifatnya kognitif, afektif dan psikomotor
sesuai klasifikasi di depan.

Ada juga yang mengklasifikasikan materi kurikulum berdasarkan sifat akuisisinya.
Dengan cara seperti ini, terdapat empat jenis yaitu :

(a) Linear
Materi bersifat seperti ini jika penguasaannya membutuhkan urutan yang
pasti, tidak bisa dibalik-balik. Materi perencanaan adalah linear terhadap
pemecahan masalah. Perencanaan menjadi kacau jika tidak dilandasi oleh
pemecahan masalah. Analisis linearitas berguna untuk menemukan urutan
(sequens) dari materi.
(b) Akumulatif
Materi bersifat akumulatif jika akuisisinya tidak membutuhkan urutan.
Misalnya pada pelajaran geografi. Pengetahuan tentang Jawa adalah relatif
akumulatif terhadap pengetahuan tentang Sunda. Demikian juga materi
tentang Situasional Leadership sebenarnya akumulatif terhadap retorika.
Analisis terhadap kekumulatifan ini berguna sekali untuk menentukan
lingkup suatu materi yang sejenis (scope).
c. Praktikal
Materi bersifat praktikal jika untuk akuisisinya diperlukan kegiatan praktis.
Misalnya retorika. Seseorang harus melakukan proses itu jika ingin
mengerti. Demikian juga materi perencanaan tidak akan bisa dicapai tujuan
skillnya jika tanpa praktek.
d. Eksperiensial
Materi bersifat eksperiensial jika akuisisinya melalui proses pengalaman.
Kemampuan (bukan pengetahuan) tentang situasional leadership hanya bisa
dicapai melalui pengalaman. Untuk materi yang bersifat seperti ini tak bisa
disampaikan dalam jangka waktu terbatas sekali. Apabila kita telah
melakukan analisis terhadap sifat materi, maka kita akan dapatkan suatu
gambaran umum tentang struktur dari materi yang ingin dicapai dalam
tujuan. Untuk melakukan hal itu diperlukan penguasaan bahan yang baik
dari pembuat kurikulum. Tanpa itu, tak akan bisa dirumuskan struktur
materi kurikulum yang baik dan logis.

Keterkaitan antara materi dan tujuan adalah suatu yang natural. Dalam
kenyataannya, pada saat merumuskan tujuan, kita telah dipengaruhi oleh struktur
materi. Dan pada saat merumuskan struktur materi, kita berpedoman pada tujuan.
Hubungannya timbal balik dan tidak jelas mana yang mendahului atas yang lain.
Demikian juga keterkaitan itu akan nampak pada jenis materi kurikulum dengan
tingkat perilaku pada tujuan. Hubungan ini akan tampak jelas pada pembahasan
tentang metode.

5. Metode

Yang dimaksud dengan metode di sini adalah segenap aspek pelaksanaan
kurikulum itu. Hal ini berarti menyangkut pendekatan, metode, teknik, langkah-
langkah, peralatan, strategi dan sebagainya. Kita akan menggunakan istilah strategi
saja, karena lebih luas dan mencakup.

Banyak cara pandang terhadap strategi penyampaian atau pelaksanaan kurikulum
ini. Di sini, strategi / metode akan diklasifikasikan berdasarkan tujuan.
Berdasarkan hal ini, maka terdapat tiga jenis strategi : strategi untuk kognitif,
afektif dan psikomotor.

STRATEGI UNTUK TUJUAN KOGNITIF

Strategi kognitif ini dirumuskan berdasarkan hakekat proses berpikir itu sendiri. Di
sini dikenal dua pendekatan utama, yaitu deduktif dan induktif.

a. Pendekatan Deduktif
Pada pendekatan ini, peserta diajak berpikir mulai dari yang bersifat umum
menuju ke sifat khusus. Misalnya, pada masalah leadership, ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
Mulai dari pengertian kepemimpinan
Sudut pandang terhadap kepemimpinan
Berbagai tipe kepemimpinan
Contoh-contoh perilaku pemimpin tipe tertentu
Dengan pendekatan ini, memakai cara apapun, langkah logiknya adalah
seperti di depan
a. Pendekatan Induktif
Pada pendekatan ini, pikiran peserta digiring dari fakta ke arah generalisasi
ke dalam konsep-konsep tertentu. Misalnya pada masalah kepemimpinan,
ditempuh langkah logik sebagai berikut :
Pengumpulan fakta-fakta perilaku kepemimpinan
Pengelompokan berdasarkan kriteria kemiripan tertentu
Deskripsi ciri-ciri / atribut-atribut tiap kelompok
Generalisasi ke dalam teori kepemimpinan

Dalam kenyataannya, sulit ditemukan pendekatan murni. Seringkali digabungkan,
karena materi yang terkandung juga bervariasi. Hal ini berkatian langsung dengan
taksonomi tujuan di depan. Apabila untuk tujuan sintesis digunakan pendekatan
deduktif, tentu akan didapatkan kesalahan.. Demikian juga jika untuk tujuan
aplikasi dipergunakan pendekatan induktif, akan didapatkan pembuangan waktu
yang tak sembarang. Pada umumnya, makin tinggi tingkat kognitif, pendekatannya
makin ke arah induktif.

Dalam pelaksanaannya bisa saja digunakan ceramah, diskusi, atau tanya jawab. Itu
sangat bergantung kepada ketersediaan waktu dan prasarana. Pemilihan metode
selalu bersifat kondisional. Untuk tujuan-tujuan kognitif, sudah sangat banyak
dikembangkan teknik-teknik pengajaran. Tinggal bagaimana memanfaatkannya
pada situasi yang tepat.

STRATEGI UNTUK TUJUAN AFEKTIF

Ranah ini masih jarang dijelajahi. Tetapi terdapat beberapa pendekatan dalam
penanaman nilai / afeksi ini yang cukup terkenal. Di sini disajikan tiga pendekatan
:

a. Insculcation, atau directed suggestion
Pada pendekatan ini, peserta disugesti / didorong terus menerus menuju ke
suatu nilai atau sikap tertentu. Seluruh situasi diatur sehingga arah sikap
adalah kepada yang diajarkan. Sebenarnya ini mirip dengan indoktrinasi.
Retorika yang diterapkan pada latihan-latihan seringkali menggunakan
pendekatan ini, dimana pemandu mengarahkan kepada suatu topik tertentu.
b. Evakuasi (Evacuation)
Pada pendekatan ini, peserta dibiarkan saja mengemukakan pendapat
tentang suatu hal, sesuai denan pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki
sebelumnya. Pengungkapan-pengungkapan itu digunakan oleh guru /
pemandu untuk menemukan nilai yang terkandung. Pendekatan ini
berdasarkan anggapan bahwa apabila dibiarkan bebas, manusia akan menuju
kepada sikap atau nilai yang baik. Istilah yang cukup terkenal untuk ini
adalah citra diri. Terdapat kemiripan dengan evakuasi, dimana peserta
mengungkapkan idealisasinya masing-masing.
c. Value Clarification Technique (VCT)
Teknik ini mengenalkan nilai dengan cara bermacam-macam, baik
dibandingkan maupun dipertentangkan dengan nilai-nilai lain, atau
dikaitkan dengan kenyataan. Pendekatan ini menekankan kepada :
Contoh-contoh konkrit dari nilai (examplorator)
Perbandingan nilai dengan yang lain
Identifikasi nilai menjadi lebih jelas / rinci melalui proses pengenalan
individu

Contoh paling nyata dari pendekatan ini adalah simulasi P4. Pada simulasi, nilai
yang terkandung diklarifikasikan sehingga nilai itu menjadi kebiasaan, dan
menyatu dalam diri individu.

Ketiga pendekatan di atas dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik pula, baik
diskusi, ceramah, simulasi, role playing dan sebagainya. Semuanya tergantung
pada keadaan kelas itu sendiri.

STRATEGI UNTUK TUJUAN PSIKOMOTOR

Nasib domain ini memang sial. Di samping pembahasannya yang tak sempurna,
terlalu sedikit pula kajian yang telah dilakukan terhadap domain ini, termasuk
metodologi pengajarannya. Tetapi, sebenarnya untuk melatih fisik kepada suatu
keterampilan, kuncinya terletak kepada dua hal : praktek dan pengalaman.

a. Praktek, berarti menjalankan gerakan-gerakan pada waktu melatihnya.
Keterampilan-keterampilan tingkat tinggi memerlukan praktek untuk
menguasainya, misalnya cara tubuh melempar cakram di dalam pelajaran
olah raga, atau gerak bibir pada saat berpidato. Untuk penguasaaannya
diperlukan praktek.

b. Pengalaman, artinya beberapa hanya dapat menguasainya dengan
pengalaman langsung dalam kenyataan. Misalnya untuk tujuan gerak
komunikasi non verbal, maka hanya dengan pengalaman, hal itu dapat
dilakukan.

Sebenarnya, seringkali yang dilatihkan bukanlah ranah psikomotor ini. Yang
paling banyak adalah ranah kognitif yang memerlukan kemampuan fisik. Sebut
misalnya masalah cara berdiskusi. Cara berdiskusi termasuk dalam knowledge,
tetapi hanya bisa dijalankan apabila mempunyai mulut yang bisa berbicara. Di sini
perlu dibedakan antara psikomotor dengan kognitif yang memerlukan gerakan
khusus. Karena itulah pendekatan yang sering muncul adalah berdasarkan kognisi
apa yang akan diperkenalkan, dan bukan berdasarkan gerakan apa yang akan
dilakukan.

Termasuk dalam kerangka pengertian strategi adalah bagaimana memanfaatkan
sepenuhnya sumber-sumber yang terdapat di sekitar pendidikan. Sumber belajar itu
bisa berupa media maupun peralatan yang dipergunakan dalam pelaksanaan
kurikulum. Lebih detilnya tentang pendekatan, metode, dan media / peralatan,
terdapat pada naskah tentang perencanaan instruksional.

6. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi adalah langkah untuk menentukan keberhasilan suatu proses belajar
mengajar, sekaligus menemukan kelemahan yang ada pada proses tersebut untuk
diperbaiki. Terdapat banyak model untuk evaluasi ini. Tetapi di sini akan
dipergunakan model CIPP dari David Stufflebeam.

Menurut model ini, yang harus dievaluasi itu ada empat macam :

a. Evaluasi terhadap Konteks (Context)
Yaitu penilaian terhadap keadaan yang melingkupi proses belajar mengajar.
Keadaan yang termasuk konteks adalah yang berasal dari lingkungan.

b. Evaluasi terhadap Masukan (Input)
Yaitu proses pengenalan terhadap keadaan peserta sebelum proses
dilakukan. Tanpa mengukur hal ini, tak akan diketahui keberhasilan suatu
proses.

c. Evaluasi terhadap Proses (Process)
Yaitu penilaian terhadap jalannya proses belajar mengajar, apakah berjalan
dengan baik.

d. Evaluasi terhadap Hasil (Product)
Yaitu penilaian terhadap berhasil tidaknya peserta mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Inilah yang paling terkenal.

Evaluasi jenis a dan b biasanya dilakukan dengan melihat kepada formulir
pendaftaran. Disinilah letak pentingnya formulir itu. Dengannya diketahui posisi
awal pra-proses. Sedangkan evaluasi proses dilakukan dengan meng-observasi
proses menurut kriteria-kriteria tertentu. Misalnya, perlu ditetapkan kriteria
jalannya retorika yang baik. Misalnya berdasarkan banyaknya bicara, kualitas
pembicaraan, dan sebagainya. Disini diperlukan form-form observasi untuk tiap
jenis proses belajar, atau untuk tiap bahan pelajaran / latihan.

Adapun yang terkenal dan paling penting adalah evaluasi terhadap produk / hasil.
Karena hasil belajar adalah tujuan yang telah ditetapkan, maka instrumennya juga
ditetapkan berdasarkan domain apa yang menjadi tujuan proses tersebut.

EVALUASI DOMAIN KOGNITIF

Evaluasi untuk domain ini dilakukan dengan mengukur tingkat kognisi /
pengetahuan dari peserta seusai kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua tipe
evaluasi kognitif :

a. Test :
Essay : - Terbatas / tertutup
- Umum / terbuka
Objektif : - Pilihan ganda
- Pencocokan
- Isian singkat
- Benar salah
b. Non Test :
Melalui observasi terhadap tindakan atau perilaku dari peserta itu

Masing-masing instrumen di atas mempunyai kelebihan dan kelemahan, karena itu
perlu dipilih sesuai dengan karakteristik materi atau sesuai dengan tingkat
kognisinya. Untuk tingkat kognisi makin meningkat, maka instrumen yang
diperlukan makin menuju essai terbuka.

EVALUASI TERHADAP DOMAIN AFEKTIF

Sangat sukar untuk mengukur atau menilai sikap dan kejiwaan seseorang. Karena
itu yang paling tradisional, evaluasi terhadap sikap dilakukan dengan pengamatan
kepada tindak-tanduk peserta seusai proses. Tetapi ini memerlukan waktu yang
lama. Karena itulah dikembangkan instrumen-instrumen untuk mengukur sikap.

Beberapa instrumen yang banyak digunakan untuk keperluan ini adalah :

a. Kuesioner,
Berupa isian / pilihan terhadap alternatif, alternatif sikap tertentu. Dengan
kuesioner bisa diketahui tingkat apresiasi seseorang terhadap suatu nilai atau
fenomena tertentu
b. Skala Sikap
Skala sikap berupa suatu skala untuk menilai sikap seseorang terhadap suatu
nilai. Biasanya terdapat lima pilihan, yaitu setuju, sangat setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju, dan ragu-ragu. Contoh skala sikap adalah yang biasa
didapat pada pelajaran PSPB di sekolah.
c. Skala Penilaian (Rating Scale)
Instrumen ini mirip dengan skala sikap. Hanya saja sikap ditunjukkan
dengan satuan-satuan. Misalnya dengan memberikan angka 0 - 10 sebagai
pertanda tingkat sikap, misalnya kesetujuan. Bila anda melihat angket
GAMAIS tentang dunia kemahasiswaan, itu berupa skala penilaian. Skala
yang digunakan bisa juga bukan angka, melainkan lambang, atau simbol
atau kata. Misalnya Fair, Good, Poor, dan Excelent. Atau bentuk-bentuk
lain.

Pengukuran terhadap sikap ini bisa saja dilakukan oleh peserta langsung, tetapi ada
juga yang bisa dilakukan oleh guru / pemandu setelah melakukan observasi.

EVALUASI DOMAIN PSIKOMOTOR

Evaluasi terhadap kemampuan psikomotor juga sulit dilakukan dan sangat
bervariasi. Untuk mengukur refleks misalnya, adalah dengan dicoba. Untuk
mengukur kepandaian melempar cakram, adalah dengan observasi terhadap
gerakan, dan ukuran terhadap jauh lemparan. Jadi, sangat bervariasi bergantung
jenis motoriknya.

Tetapi, apabila dijelajahi, terdapat beberapa yang bisa dijadikan instrumen /
metode, yaitu :

a. Tes Tindakan
Di sini berarti dilakukan uji terhadap kemampuan peserta secara
langsung. Peserta diminta melakukan suatu tindakan tertentu dan
dinilai hasilnya.
b. Observasi
Untuk keterampilan dan komunikasi nonverbal, bisa juga dilakukan dengan
observasi. Peserta melakukan suatu tindakan, lalu guru / pemandu mencatat
dan memberikan nilai. Cara memberikan nilai bisa menggunakan skala
penilaian.

Demikianlah gambaran tentang evaluasi di dalam kurikulum. Hasil evaluasi bisa
beragam, sesuai tujuan evaluasi. Bisa berupa nilai, atau bisa saja hanya berupa
keterangan-keterangan tentang keadaan proses, atau produk.

1. Petunjuk Praktis Merancang Kurikulum

Untuk merancang suatu kurikulum dan menyajikannya dalam suatu sajian
tertentu, maka dianjurkan langkah-langkah berikut :

a. Perumusan Tujuan
Di dalam merumuskan tujuan, perlu diperhatikan apa yang ingin didapat
oleh peserta seusai proses. Dalam perumusan tujuan, perlu diingat :
Tujuan adalah pada diri peserta
Tujuan berupa hasil belajar perilaku tertentu (biasanya dinyatakan dengan
infinitive / kata kerja tertentu)
Objek dari tujuan itu (berupa materinya)
Berikut ini contoh perumusan tujuan yang baik :
"Peserta memahami konsep situasional leadership dan mampu
memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari".
Tujuan yang dirumuskan di dalam kurikulum adalah tujuan umum yang
tidak bisa langsung dilakukan pengamatan atau pengukuran.
a. Perumusan Materi
Dalam menyusun materi perlu diperhatikan dua
hal : scope dan sequence-nya. Artinya materi
dibatasi pada masalah tertentu dan diurutkan
sesuai jalan logiknya. Materi ini di samping
dituliskan strukturnya, perlu juga diberikan uraian
singkatnya.
b. Perumusan Metode dan Strategi
Metode atau strategi yang dipilih dirincikan.
Untuk suatu tujuan atau materi tertentu bisa saja
digunakan beberapa metode, demikian juga
sebaliknya.
c. Penentuan alat evaluasi yang diperlukan
d. Penyajian kurikulum tersebut dalam bentuk
tertentu. Sebaiknya menggunakan format kolom
yang boleh dikatakan sebagai standar

Fotmatnya adalah sebagai berikut :

No Tujuan Materi Uraian Waktu Metode Evaluasi Referensi





Apabila anda telah memasukkan hasil desain anda ke dalam format di depan, maka
selesailah sudah langkah pembuatan kurikulum. Tetapi, sesudah itu, untuk apa
kurikulum tersebut ? Adalah sebagai pedoman ketika menjalankan proses belajar
mengajar. Kurikulum itu masih perlu dirinci ke dalam satuan kegiatan
instruksional. Tulisan lengkap tentang hal itu pada naskah lain.

Bandung, 20-21 Juni 1989


Back to "Life Skill"

Anda mungkin juga menyukai