Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman 2014
2 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tujuan utama Pembangunan Nasional adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan SDM dimulai melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perhatian utamanya terletak pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda (Kemenkes RI, 2011). Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang. Untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas di masa mendatang, maka anak perlu mengalami proses tumbuh dan kembang yang optimal (Narendra, et al., 2002). Unsur gizi merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan SDM yang berkualitas yaitu manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi buruk pada anak tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa. Pertumbuhan dapat terganggu karena tidak tercapainya suplai nutrisi. (Kemenkes RI, 2011). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk balita dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010);(Anwar dkk, 2005). Dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa terdapat hubungan status ekonomi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam memonitoring pertumbuhan, perhatian dari ibu, kelengkapan imunisasi, dan asupan makanan balita dengan kejadian gizi kurang (Anwar dkk, 2005). Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada balita (Kosim, 2008). 3
Selain pendidikan, imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi kurang karena imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita menjadi tidak rentan terhadap penyakit (Supartini, 2002);(Mexitalia, 2011). Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely underweight. Menurut Depkes (2005.a) bila ditemukan satu atau lebih kasus kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan berat badan menurut umur <-3 SD dan dikonfirmasi dengan tinggi badan (BB/TB), dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus dan kwashiorkor merupakan kejadian luar biasa (KLB) sehingga perlu penanganan lebih serius. Kejadian luar biasa gizi buruk ini ditangani melalui Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB gizi yang merupakan kewaspadaan terhadap ancaman terjadinya gizi buruk serta faktor-faktor yang terkait erat mempengaruhinya melalui surveilans, yang informasinya dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan KLB secara cepat dan tepat. Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk bagi balita (Pudjiadi, 2005). Dampak yang terjadi antara lain kematian dan infeksi kronis (Sudaryat S, Soetjiningsih, 2000). Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat dilakukan dengan pemeriksaan BB/U untuk memantau berat badan anak. Selain itu pamantauan tumbuh kembang anak dapat juga menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) (WHO, 2009).
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi 2.1.1. Definisi Status Gizi Menurut Hammond (2004), status gizi berarti penggolongan suatu hasil pengukuran ke dalam tingkat kebutuhan gizi fisiologis seseorang. Sedangkan pengertian lain menyebutkan, status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002). Jadi intinya, terdapat suatu variabel yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya baik, kurang, buruk, dan sebagainya). Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi). Oleh karena itu, pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002). 2.1.2. Penilaian Status Gizi 1. Definisi Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan Triyanti, 2007) 2. Tujuan Penilaian Status Gizi Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) adalah untuk : a. Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi yang cukup. b. Mempertahankan status gizi seseorang. c. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis yang sesuai. d. Memonitor efektivitas intervensi yang telah dilakukan tersebut. 5
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, Peneliti akan melakukan penilaian status gizi anak gizi buruk yang telah diberi intervensi berupa pemberian makanan tambahan. 3. Metode dalam Penilaian Status Gizi - Penilaian Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). a. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposi si tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. b. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk melihat status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan- perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupn zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial ephitel tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ- organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. c. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. d. Biofisik 6
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan tubuh. - Penilaian Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah berdasarkan survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. a. Survey Konsumsi Makanan Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikanan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. b. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. c. Faktor Ekologi Bengoa mengungkap bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Adapun metode yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah dengan pengukuran antropometri dan pemeriksaan tanda-tanda klinis.
2.1.3. Klasifikasi Status Gizi Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference). Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah Baku World Health Organization-National Centre for Health Statistics (WHO-NCHS). Terakhir, berdasarkan Temu Pakar Gizi di Bogor tanggal 19-21 Januari dan di Semarang tanggal 24-26 Mei 2000, merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan 7
sebagai baku antropometri di Indonesia (Depkes RI, 2000 dalam Arisman, 2004). Menurut WHO, data berat dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh United States - National Centre for Health Stastics merupakan pilihan terbaik baku rujukan (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002). Departemen Kesehatan Republik Indonesia membuat rujukan penilaian status gizi anak balita yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan di atas. Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan baku WHO-NCHS dengan Baku Harvard yang sebelumnya digunakan. Adapun baku WHO 2005 belum digunakan di Indonesia sebagai rujukan pengganti baku WHO-NCHS (Sudiman, 2006). Penggolongan status gizi pada tabel indeks berat badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan didasarkan kepada deviasi standar (DS). Dari indeks berat badan menurut umur (BB/U), status gizi dapat digolongkan menjadi empat kelas yaitu gizi buruk (BB/U < -3 DS), gizi kurang (- 3 DS <BB/U< -2 DS), gizi baik (-2 DS <BB/U< +2 DS), dan gizi lebih (BB/U > +2 DS). Status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) juga dibagi menjadi empat kelas, yaitu kurus sekali ( BB/TB < -3 DS), kurus ( - 3 DS <BB/TB< -2 DS), normal (2 DS <BB/TB<+2 DS), dan gemuk ( BB/TB > +2 DS). Untuk melakukan pengawasan pertumbuhan anak, dapat didahului dengan pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita. Bila pada KMS tersebut didapati BB/U < -3 deviasi standar (DS) ataupun < 60 % median NCHS (atau di bawah garis merah), maka ditentukan status gizinya melalui indeks BB/TB. Jika BB/TB < -3 DS (< 70 % median NCHS), ditambah dengan tanda klinis yang sesuai, maka status gizi anak tersebut adalah buruk.
8
Tabel 2.1. Penentuan status gizi anak Status Gizi Klinis Antropometri (BB/TB-PB) Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh < -3 SD Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD - < -2 SD Gizi Baik Tampak sehat -2 SD - 2 SD Gizi Lebih Tampak gemuk > 2 SD Sumber : Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, DiREKTORAT Bina Gizi. Hlm.2. BB/TB-PB=Berat badan menurut tinggi (panjang) badan
2.2. Gizi Buruk 2.2.1. Definisi Gizi Buruk Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran (Pudjiadi, 2005). Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata (Almatsier, 2001).
Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Pudjiadi, 2005). Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar (Pudjiadi, 2005). 2.2.2. Klasifikasi Gizi Buruk Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 : 1. Marasmus Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita (Kliegman, 2007). Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng 9
dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa (Walker, 2004).
2. Kwashiorkor Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat (WHO, 2009). Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk (Kliegman, 2007). Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental, pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis- garis kulit yang lebih mendalam dan lebar, sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit, pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati ditemukan perlemakan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan 10
oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema (Walker, 2004). 3. Marasmiks-Kwashiorkor Marasmik-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok (Dini, 2000). 2.2.3. Faktor risiko Faktor risiko gizi buruk antara lain : 1. Asupan makanan Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah (Pudjiadi, 2005).
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa 11
balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah (Soekirman, 2000). Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein (OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita (Rumiasih, 2003). 2. Status sosial ekonomi Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup (Pius, 2001). Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut (Effendi, 1998). Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi (Soekirman, 2000). Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat 12
dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin, dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut. 33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001 (Taruna, 2002). 3. Pendidikan ibu Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan (Abu, 1997). Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita (Departemen Kesehatan RI, 2004). Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari- hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara (Departemen Kesehatan RI, 2004). Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama 13
atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2004). Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang (Abu, 1997). 4. Penyakit penyerta Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Penyakit-penyakit tersebut adalah: Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiencyvirus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan 14
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus- menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007).
Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak KEP(p=0,034) CI 95% (Razak, Gunawan, dan Budiningsari, 2009). 5. Pengetahuan ibu Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Abu, 1997). 6. Berat Badan Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Kosim, 2008). Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya 15
disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena premature (Tim Paket Pelatihan Klinik PONED, 2008). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR (Tim Paket Pelatihan Klinik PONED, 2008). Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk (Kosim, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur BBLR terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02. (Anwar, Juffrie, dan Julia, 2005). 7. Kelengkapan imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi (Hidayat, 2008). Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman 16
atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat (Supartini, 2002). Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Taruna, 2002). Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa (Hidayat, 2008). Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit (Supartini, 2002). Macam- macam imunisasi antara lain (Hidayat, 2008). BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada anak disuntikkan secara intrakutan (Hidayat, 2008). Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir (Hidayat, 2008). Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga banyak digunakan (Hidayat, 2008). 17
DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi (Hidayat, 2008). Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun (Hidayat, 2008). MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15 bulan-18 bulan (Hidayat, 2008). Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharide (Hidayat, 2008). Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8 mg (Hidayat, 2008). Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun (Hidayat, 2008). HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan (Hidayat, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR (95%CI) dari 10,3; p<0.001 (Anwar, Juffrie, dan Julia, 2005).
8. ASI Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997- 18
2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah (WHO, 2009). Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula (Kliegman, 2007). Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun (Soekirman, 2000). Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis, mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi (Walker, 2004) Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare (Soekirman, 2000). 2.3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 2.3.1. Tujuan PMT Tujuan dari program PMT adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak dari keluarga miskin. 2.3.2. Proses PMT Seperti yang dikutip dari Handayani, Mulasari, dan Nurdianis (2008), proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan 19
pengawasan, yang harus disesuaikan dengan petunjuk teknis Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) bagi Puskesmas. 1. Perencanaan Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita sasaran PMT dan penentuan jadwal pendistribusian program PMT. 2. Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis makanan, pembelian bahan makan dan pemberian paket PMT kepada sasaran. (Depkes RI, 2002). 3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Pada proses ini dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi register yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Untuk melaksanakan proses tersebut diperlukan juga unsur lain berupa: 1. Tenaga Tenaga adalah orang yang bertanggung jawab dan mengkoordinir program PMT sasaran di wilayah kerja Puskesmas. Tenaga berupa Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di Puskesmas dan bidan di desa, yang bertugas melaksanakan pembinaan teknis di lapangan (Depkes RI, 1999 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008). 2. Dana Menurut Hasibuan (2003) dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis (2008) besarnya biaya untuk pengadaan paket PMT tergantung dari jumlah sasaran penerima program. Menurut Handayani, Mulasari, dan Nurdianis (2008) sumber dana didapatkan dari Pemerintah Daerah atau dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). 3. Sarana Kartu pencatatan dan formulir pelaporan merupakan sarana untuk pemantauan yang sangat penting (Hasibuan, 2003 dalam Handayani, Mulasari, 2008). Selain itu diperlukan juga KMS dan timbangan (Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008). 4. Bahan 20
Bahan paket berisi kacang hijau, biskuit, gula, susu, telur, dan multivitamin. Isi paket harus berkualitas baik. Bahan paket makanan yang bisa dibawa pulang adalah beras, telur, gula, dan kacang- kacangan (Depkes RI, 1999 dalam Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008). 5. Metode Metode berarti cara penyelengaraan pemberian paket PMT kepada sasaran program (Handayani, Mulasari, dan Nurdianis, 2008).
2.3. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada Gizi Buruk PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang. PMT ini disebut PMT pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi (PPG) di Posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari. 2.3.1. Lama PMT-P Pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak selama tiga bulan (90 hari) 2.3.2. Bentuk Makanan PMT-P Makanan yang diberikan berupa: 1. Kudapan (makanan kecil), yang dibuat dari bahan makanan setempat (lokal) 2. Bahan makanan mentah berupa tepung beras, tepung susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayur, telur, dan lauk-pauk lainnya. 3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang. 2.3.3. Cara Penyelenggaraan 1. Makanan kudapan diberikan setiap hari di PPG, atau 2. Seminggu sekali kader mendemonstrasikan pembuatan MP-ASI makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada balita gizi kurang, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan enam hari (Depkes RI 2000). Bentuk lain dari PMT untuk balita adalah PMT penyuluhan. PMT penyuluhan 21
diberikan bagi balita yang berat badannya tidak naik pada satu kali penimbangan Posyandu (Depkes RI, 2000).
22
BAB II LAPORAN KASUS
Identitas Pasien Nama : An RA Umur : 5 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status dalam keluarga : Anak kandung (anak pertama) Identitas orang tua Nama ayah : Tn MA Usia ayah : 27 tahun Nama ibu : Ny. ES Usia ibu : 26 tahun
Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dilakukan pada hari Rabu, 26 Maret 2014. Sumber anamnesis: Alloanamnesis.
Keluhan utama : Kontrol Gizi buruk.
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang untuk kontrol keadaan anaknya yang mengalami gizi buruk sejak 3 tahun yang lalu, setelah diperiksa di posyandu, dan selama 3 tahun ini sudah dilakukan tatalaksana dan pemantauan setiap bulannya dari puskesmas. Keadaan pasien sekarang masih kurus namun sudah ada peningkatan berat badannya dalam satu tahun ini. Pola makan pasien kesehariannya baik, ia makan tiga kali dalam satu hari sudah dengan lau pauk sayuran dan nasi. Riwayat Penyakit Dahulu: - Sejak umur tiga hari pasien sempat dirawat di rumah sakit karena kadar bilirubinnya tinggi hingga dilakukan fototerapi. 23
- Pada saat umur 1 bulan pasien sempat mengalami kejang saat pasien demam tinggi hingga dirawat di rumah sakit, dan berulang pada umur 3 bulan dan lima bulan hingga pasien juga mendapat terapi rumatan kejang. - Pada umur 7 bulan pasien mengalami batuk lama dan sesak nafas hingga kembali dirawat di rumah sakit hingga dilakukan terapi obat selama enam bulan.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga maupun orang yang tinggal serumah dengan pasien yang pernah menderita sakit serupa. Riwayat Kehamilan : Pada saat hamil ibu pasien tidak ada mengeluhkan riwayat tekanan darah tinggi, namun saat tinggal di tempat tinggal sebelumnya, rumah pasien bersebelahan dengan toko cat dan deko motor. Riwayat Persalinan : Persalinan pervaginam di bidan, cukup bulan. Riwayat Kelahiran : Pervaginam, langsung menangis, namun berat badan lahirnya 1800 gram.
Riwayat Kebiasaan dan Psikososial: Pasien merupakan anak pertama yang sehari-harinya tidak lepas dari pengawasan ibunya, dan pada saat umur 0 6 bulan pasien tidak diberikan ASI saja, diberikan juga susu formula secara bergantian dengan ASI, dan ditambahkan pisang ambon yang dihaluskan.
Riwayat Pengobatan: Selama tiga tahun ini, pasien ditatalaksana dan dipantau terus dari puskesmas setiap bulannya, dengan pemberian makanan tambahan, selain itu ibu pasien juga membawa anaknya ke dokter spesialis anak.
24
Genogram
Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Penderita
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : sakit ringan Kesadaran : composmentis Tinggi badan : 97 cm Berat badan : 11 kg Status gizi : Kurang, Z-score (- 3 DS <BB/U< -2 DS), BMI 12,18 kg/m 2 (underweight) Menurut Metode Behrman : pada umur 5 tahun dengan rumus 2n+8 didapatkan presentase berat badan seharusnya adalah 61% dan masuk kriteria gizi kurang.
25
Tanda vital Frekuensi Nadi : 96 x/menit Frekuensi Nafas : 22 x/menit Suhu : 36,3 o C
Status generalisata Kepala/Leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), pembesaran KGB (-) Thorax : Inspeksi : pergerakan simetris Palpasi : dalam batas normal 26
Perkusi : sonor D = S Auskultasi : Paru : vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Jantung : S 1 S 2 tunggal, reguler, murmur (-)
Abdomen : Inspeksi : flat Palpasi : soefl, nyeri tekan (-), Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : akral hangat, edem (-)
Pemeriksaan Penunjang : -
Diagnosis: Gizi kurang
Penatalaksanaan: Non farmakologis Memberikan edukasi mengenai penyakitnya bahwa penyakit yang dialami oleh pasien disebabkan beberapa faktor pendukung dari asupan /pola makanan yang kurang atau salah, pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang, dan adanya penyakit penyerta yang mengikuti atau terjadi bersamaan. Selain itu ibu pasien dimotivasi untuk memberikan perhatian lebih pada anaknya untuk memberikan makanan yang bergizi kesehariannya dari kecukupan karbohidrat, protein, dan vitamin. Selain itu ibu diedukasi untuk kontrol keadaan anaknya di puskesmas untuk melihat perkembangannya.
Farmakologis Pemberian Makanan Tambahan Vitamin B kompleks 2 x 1 27
Prognosis Dubia ad bonam
ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA KUNJUNGAN RUMAH Kunjungan rumah dilakukan pada hari Jumat 28 Maret 2014. Kondisi Pasien: Pasien aktif bermain degan ibunya, dan nafsu makannya baik, serta tidak terdapat keluhan lainnya kemudian tanda vitalnya normal.
IDENTITAS KELUARGA No I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN 1 Nama Tn. MA Ny. ES 2. Umur 27 tahun 26 tahun 3. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 4. Status perkawinan Kawin Kawin 5. Agama Islam Islam 6. Suku bangsa Banjar Banjar 7. Pendidikan SMK SMA 8. Pekerjaan Dinas Pertamanan Ibu rumah tangga 9. Alamat lengkap Jl. M.Yamin RT. 07 Sempaja Selatan
28
PENGHUNI RUMAH No PENGHUNI Usia Pekerjaan Status dengan pasien Stt. Nikah Serumah Ya Tdk Kdg 1 MA 27 thn Pegawai Dinas Petamanan Bapak Menikah 2 ES 26 thn Ibu rumah tangga Ibu Menikah 3 RA 5 thn - Pasien Belum menikah
4 AR 3 thn - Adik Pasien Belum menikah
5 RS 28 Swasta Penghuni Bangsal lain Belum menikah
6 TD 25 Swasta Penghuni Bangsal lain Belum menikah
7 DA 30 Swasta Penghuni Bangsal lain Belum menikah
8 SR 25 Swasta Penghuni Bangsal lain Belum menikah
29
GENOGRAM
Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Penderita
STATUS FISIK, SOSIAL, EKONOMI KELUARGA DAN LINGKUNGAN No EKONOMI KELUARGA Keterangan 1 Luas tanah 18 x 10 m 2 Luas bangunan 14 x 8 m 2 (dua lantai) 3 Pembagian ruangan
Rumah adalah rumah bangsal, terdiri dari 9 ruangan yaitu 1 30
ruang tamu, 5 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur dan 1 ruang tempat cuci piring dan cuci baju. 4 Besarnya daya listrik 450 watt 5 Tingkat Pendapatan Keluarga : a. Pengeluaran rata-rata/bulan Bahan makanan : Beras, lauk/ikan, tempe-tahu dan sayur mayur Diluar bahan makanan : Pendidikan Kesehatan Listrik Air bersih Lain-lain b. Penghasilan keluarga/bulan (Penghasilan Tidak Tetap)
Rp.2.000.000,00 Rp. 1.500.000,00
Rp. 200.000,00 Rp.100.000,00 Rp. 150.000,00 Rp.100.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 3.000.000,00 No PERILAKU KESEHATAN 1 Pelayanan promotif/preventif -Imunisasi dasar lengkap sampai usia 9 bulan di puskesmas. 2 Pemeliharaan kesehatan anggota keluarga lain Puskesmas 3 Pelayanan pengobatan Puskesmas dan Praktik dr.Sp.A 4 Jaminan pemeliharaan kesehatan Jamkesda No POLA MAKAN KELUARGA 1 Kepala keluarga dan ibu Makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam). Nasi, tahu, tempe, ikan dan sayur. Buah jarang. 2 Anak Anak : Makan 3 kali sehari. Menu makanan sama dengan anggota keluarga yang lain namun dibuat lebih halus. Tidak suka makan 31
sayur dan buah. No AKTIVITAS KELUARGA 1 Aktivitas fisik a. Bapak
b. Ibu
c. Anak
d. Penghuni bangsal lainnya
Bekerja di luar rumah. Istirahat dirumah setelah beraktivitas. Tidak rutin berolahraga
Mencuci baju, masak, menyapu dan mengurus anak. Istirahat siang dan malam hari, jarang berolahraga Makan, tidur, istirahat siang, bermain di sekitar rumah, istirahat malam cukup. Bekerja di luar rumah. Istirahat dirumah setelah beraktivitas. Tidak rutin berolahraga
2 Aktivitas mental Anggota keluarga taat dalam beragama. No LINGKUNGAN 1 Sosial Hubungan dengan lingkungan sekitar baik 2 Fisik/biologic Perumahan dan fasilitas Luas tanah Luas bangunan Jenis dinding terbanyak Jenis lantai terluas Sumber penerangan utama Sarana MCK
Sederhana 18 x 10 meter 14 x 8 meter ( dua lantai) Kayu Tehel Lampu listrik Buang air dan mandi dilakukan di jamban di dalam rumah. 32
Sarana pembuangan air limbah (SPAL) Sumber air sehari-hari Pembuangan sampah Parit Air PDAM Dibuang di tempat pembuangan sampah dan langsung di parit 3 Lingkungan kerja a. Ayah b. Ibu c. Anak
Di luar rumah Di rumah Di rumah
POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELUARGA No. Indikator Pertanyaan Keterangan Jawaban Ya Tidak A. Perilaku Sehat 1 Tidak merokok Ada yang memiliki kebiasaan merokok
Tidak ada yang memiliki kebiasaan merokok
2 Persalinan Dimana ibu melakukan persalinan?
Ditolong tempat bidan, rumah sakit.
3 Imunisasi Apakah bayi ibu sudah di imunisasi lengkap?
Imunisasi lengkap (BCG, DPT 1,2,3, Polio, hepatitis, campak) dilakukan semua
4 Balita di timbang Apakah balita ibu sering ditimbang? Dimana?
Penimbangan di Posyandu
5 Sarapan pagi 33
Apakah seluruh anggota keluarga mempunyai kebiasaan sarapan pagi? Makanan yang dikonsumsi setiap pagi hari 6 Dana sehat / ASKES Apakah anda ikut menjadi peserta ASKES?
Jamkesda
7 Cuci tangan Apakah anggota keluarga mempunyai kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah buang air besar?
Seluruh anggota keluarga mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
8 Sikat gigi Apakah anggota keluarga memiliki kebiasaan gosok gigi menggunakan odol?
Seluruh anggota keluarga melakukan kebiasaan menggosok gigi
9 Aktifitas fisik / Olah raga Apakah anggota keluarga melakukan aktivitas fisik atau olah raga teratur?
Seluruh anggota keluarga melakukan aktivitas fisik setiap hari minimal 30 menit? Atau minimal 3x seminggu
B. Lingkungan Sehat 1 Jamban Apakah dirumah tersedia jamban dan seluruh keluarga menggunakannya?
Bila di rumah tidak ada tapi menggunakan MCK untuk BAB maka jawabannya Ya
2 Air bersih dan bebas jentik Apakah dirumah tersedia air bersih dengan tempat/tandon air tidak ada jentik?
Bila rumah tidak memiliki sumber air tetapi menggunakan MCK/kran umum untuk mendapatkan air bersih maka jawabannya Ya
3 Bebas sampah Apakah dirumah tersedia tempat sampah? Dan
Rumah terlihat bersih/bebas
34
dilingkungan disekitar rumah tidak ada sampah berserakan? sampah dan tersedia tempat sampah didalam / diluar rumah 4 SPAL Apakah ada/tersedia SPAL disekitar rumah?
Lingkungan yang bersih tidak ada air limbah yang menggenang
5 Ventilasi Apakah ada pertukaran udara didalam rumah?
Ukuran ventilasi lebih kurang 1/10 luas lantai untuk tiap ruangan
6 Kepadatan Apakah ada kesesuaian luas rumah dengan jumlah anggota keluarga?
Pengukuran kepadatan dimana 1 orang penghuni membutuhkan 2mx2mx2m
7 Lantai Apakah lantai bukan dari tanah?
Seluruh lantai rumah disemen atau ubin atau kayu
A. Indikator tambahan 1 ASI Eksklusif Apakah ada bayi usia 0-6 bulan hanya mendapatkan ASI saja sejak lahir sampai 6 bulan?
Hanya untuk bayi keluarga yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan, bila rumah tangga tidak ada bayinya jawaban tetap ya tetapi dicatat dalam lembar catatan
2 Konsumsi buah & sayur Apakah dalam 1 minggu terakhir anggota keluarga mengkonsumsi buah dan sayur?
Semua anggota keluarga mengkonsumsi buah dan sayur
Jumlah 10 8
Klasifikasi SEHAT I : Dari 18 pertanyaan jawaban Ya antara 1-5 pertanyaan (merah) SEHAT II : Dari 18 pertanyaan jawaban Ya antara 6-10 pertanyaan (kuning) SEHAT III : Dari 18 pertanyaan jawaban Ya antara 11-15 pertanyaan (hijau) SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan jawaban Ya antara 16-18 pertanyaan (biru) 35
Kesimpulan: Dari 18 indikator yang ada, yang dapat dijawab Ya ada 10 pertanyaan yang berarti identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya masuk dalam klasifikasi SEHAT II.
RESUME FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN KELUARGA Faktor Resiko Fisik Ventilasi kurang, pencahayaan matahari untuk ruangan kurang. Saluran pembuangan langsung ke parit. Kepadatan hunian dalam satu rumah tidak sesuai standar Biologi
Tidak ada keluarga yang sedang menderita sakit serupa, namun pasien memiliki beberapa riwayat penyakit yang mendukung terjadinya keadaan gizi kuangnya. Rumah yang di sebelah jalan raya padat yang berdebu, serta adanya keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok. Psiko-sosio- ekonomi
Pengetahuan tentang kesehatan dan gizi rendah. Pendapatan keluarga terganggu kalau ada anggota keluarga sakit. Perilaku Kesehatan Kesadaran untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat masih kurang Gaya Hidup
- Pemenuhan kebutuhan primer prioritas utama - Alokasi khusus untuk kesehatan ada Lingkungan Tidak ada. 36
Kerja
DIAGNOSA KELUARGA (RESUME MASALAH KESEHATAN) STATUS KESEHATAN DAN FAKTOR RISIKO (individu, keluarga, dan komunitas) 1. Pengetahuan keluarga mengenai gizi kurang atau gizi buruk belum memadai. 2. Pasien memiliki beberapa riwayat penyakit berat sebelum terjadinya keadaan gizi kurangnya tersebut. 3. Pada saat umur 0 6 bulan tidak memberikan ASI Ekslusif. 4. Masih ada kebiasaan merokok dalam keluarga di rumah. 5. Sewaktu ibu hamil rutin memeriksakan kandungan di bidan atau puskesmas, namun tempat tinggal saat ibu hamil bersebelahan dengan toko cat dan deko motor.
STATUS UPAYA KESEHATAN (individu, keluarga, dan komunitas) 1. Pemeriksaan kesehatan dilakukan di puskesmas. 2. Keluarga pasien kurang mengerti mengenai bagaimana menjaga kesehatan, namun jika ada yang sakit segera mencari pengobatan. 37
3. Memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.
STATUS LINGKUNGAN : 1. Lokasi tempat tinggal di sebelah jalan raya yang cukup padat dan berdebu. 2. Ventilasi dan penerangan di dalam rumah kurang. 3. Kepadatan hunian yang tidak sesuai standar.
Diagnosis Keluarga : Sebuah keluarga Tn. MA terdiri dari 4 orang anggota keluarga inti disertai 4 orang penghuni bangsal dalam satu rumah, dengan seorang anggota keluarga An. RA pasien rawat jalan Puskesmas Sempaja yang didiagnosis gizi kurang. Keluarga ini menempati rumah yang kurang sehat, masih perlu perbaikan di bidang sanitasi. Keluarga ini juga memiliki kebiasaan hidup yang kurang sehat sehingga memerlukan edukasi kesehatan.
RENCANA PENATALAKSANAAN MASALAH KESEHATAN Terhadap status kesehatan indivdu dan keluarga No Masalah kesehatan Pengobatan 1.
2 Gizi Kurang
Kondisi lingkungan Edukasi dan diberikannya makanan tambahan pemulihan,serta vitamin penambah nafsu makan
Edukasi pentingnya menjaga kebersihan 38
3 rumah yang kurang sehat
Kebiasaan keluarga lingkungan, identifikasi masalah penyebab, mencoba mencari alternatif solusi yang ada.
Edukasi kepada anggota keluarga untuk mencuci tangan setelah membersihkan lingkungan. Edukasi mengenai alat proteksi diri bila membersihkan tempat yang kotor. Edukasi makanan sehat dan bergizi.Edukasi untuk tidak merokok didalam rumah atau jika bisa untuk menghentikan kebiasaannya.
39
Komunitas: - Pemukiman dan sanitasi kurang - Kepadatan hunian yang tidak sesuai standar
PASIEN
VARISELA LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI - Pengetahuan tentang kesehatan dan gizi rendah. - Pendapatan keluarga terganggu kalau ada anggota keluarga sakit. LINGK. FISIK - Ventilasi kurang, pencahayaan matahari untuk ruangan kurang - Saluran pembuangan langsung ke parit FAMILY FAKTOR BIOLOGI -Riwayat beberapa penyakit berat yang mendukung keadaan gizi buruk/kurang PELAYANAN KES. Jarak rumah-pusat pelayanan kes : 1km, ditempuh dengan angkutan umum
GAYA HIDUP - Pemenuhan kebutuhan primer prioritas utama - Alokasi khusus untuk kesehatan ada LINGK. KERJA Tidak ada
PERILAKU KESEHATAN - Kesadaran untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat masih kurang Mandala of Health Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health (Gambar 1).
GIZI KURANG 40
Tabel Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga Masalah Skor Awal Upaya Penyelesaian Fungsi Biologi Riwayat penyakit penyerta yang mendukung keadaan gizi kurang
5
3
Edukasi mengenai penyakit ini tentang penyebabnya Pengobatan
Faktor perilaku kesehatan keluarga - Kesadaran untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat masih kurang
5
Edukasi tentang pentingnya hidup bersih. Edukasi kepada anggota keluarga untuk mencuci tangan dengan sabun. Edukasi mengenai alat proteksi diri bila membersihkan tempat yang kotor. Faktor Lingkungan Fisik - Ventilasi kurang, pencahayaan matahari untuk ruangan kurang. - Saluran pembuangan langsung ke parit
2
3
Memperbaiki ventilasi dan penerangan dengan membuka pintu dan jendela rumah pada siang hari. Mengadakan gotong royong di lingkungan sekitar tiap awal bulan. Faktor Psiko-sosio-ekonomi - Pengetahuan tentang kesehatan dan gizi rendah. Pendapatan keluarga
2
Penyuluhan dan edukasi untuk masyarakat khususnya keluarga tersebut
41
terganggu kalau ada keluarga yang sakit
5
5 Motivasi untuk menambah penghasilan Motivasi mengenai perlunya tabungan
Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah Skor 1 Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi. Skor 2 Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider. Skor 3 Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider Skor 4 Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider Skor 5 Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
42
PEMBAHASAN
Studi kasus dilakukan pada pasien An. RA usia 5 tahun dengan keluhan kontrol keadaan gizi buruknya. An. PJ tinggal satu rumah dengan 8 orang anggota keluarganya, dengan 4 keluarga inti. Keluarga ini terdiri dari 1 kepala keluarga (Tn. MA), 1orang istri, 1 orang adik, dan 4 orang penghuni bangsal lainnya. Kemungkinan faktor penyebab keadaan ini adalah keadaan riwayat penyakit berat yang diderita pasien sebelum keadaan permasalahan gizi ini (sekarang: gizi kurang),dan pengetahuan ibu yang kurang tentang gizi. Diagnosis Gizi kurang pada An. RA di tegakkan atas dasar perhitungan berdasarkan metode behrman umur 5 tahun, dan presentasenya 61%, dan juga berdasarkan Z Score PB/U,BB/U,BB/TB dimana keadaannya -3sd<status gizi<- 2sd. Pada pemeriksaan fisik berat badan pasien sebesar 11 kg dengan umur 5 tahun yang seharusnya 18 kg menurut metode behrman, serta tinggi badannya sebesar 95 cm. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu asupan makanan yang kurang, pendidikan dan pengetahuan ibu yang kurang, pekerjaan ibu yang sibuk sehingga kurangnya pola asuh, dan adanya penyakit penyerta yang mendukung keadaan ini. Penilaian status gizi secara mudah didapatkan bisa mengukur antropometri dengan mengukur berat badan dan tinggi badan yang dihubungkan dengan kesesuaian berat dan tinggi badan sesuai umur dengan metode Z-Score atau juga metode Behrman, kemudian didukung pula keadaan klinis pasien yang kurus, rambut seakan seperti rambut jagung, muka terlihat tua dan keriput, dan aktifitas fisik yang kurang. Rencana terapi yang diberikan pada pasien adalah memberikan pemberian makanan tambahan pemulihan yang diberikan dari puskesmas melalui poli gizi, serta memotivasi ibu untuk memberikan perhatian yang lebih pada anaknya, untuk mengejar pertumbuhan dan perkembangannya dengan memberikan makanan yang sehat dan bergizi, serta dapat mengikuti sekolah taman kanak- kanak atau bimbingan perkembangan lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan tatalaksana Varisela. Pada teori, pada kondisi anak sehat,. 43
Masalah yang di hadapi pasien ini adalah keadaan riwayat penyakit beratnya diantaranya saat lahir bilirubin yang tinggi, dicurigai epilepsi, dan pada umur 7 bulan sempat dinyatakan penyakit paru-paru dan mendapatkan terapi obat selama 6 bulan, namun sekarang keadaannya membaik, terkadang ada keluhan batuk dan pilek yang berulang setiap bulannya disertai rasa sesak, namun keadaan seperti ini sudah berkurang dirasakan. Penghasilan yang diperoleh keluarga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masalah lain yang juga di hadapi adalah lingkungan rumah yang belum bersih dan lembab. Ventilasi masih kurang terutama di kamar tidur. Keluarga perlu di motivasi untuk membersihkan dan merapikan lingkungan rumahnya, serta keadaan hunian rumah yang padat tidak sesuai standar, dan perlu diberikan solusi yang tepat agar hunian rumahnya sesuai standar dengan luas rumah.
44
Daftar Pustaka
Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Narendra, et al. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto
Pudjiadi S, 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.
Kementerian Kesehatan RI, 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi;
Sudaryat S, Soetjiningsih, 2000.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah.Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud Denpasar.
World Health Organisation, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.
Anwar K, Juffrie M, Julia M, 2005. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Diunduh 22 maret 2013 dari : http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/