Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)


DI RUMAH SAKIT dr. H. MARZOEKI MAHDI

Tahun Ajaran 2013/2014



Oleh :

M. Firman Alamsyah NIM I14100079














DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013/2014


1

I. PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang

Hemoroid merupakan merupakan penyakit yang terjadi karena adanya
dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering
terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di
dalam pleksus hemoroidalis (Robbins 2007). Penyakit ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid biasanya
ditandai dengan keluhan awal, berupa gangguan fungsi defekasi yang disertai
dengan rasa nyeri dan feses berdarah. Keluhan tersebut biasanya dapat berlanjut
kepada timbulnya benjolan pada bagian anus yang juga menimbulkan rasa nyeri
ketika defekasi (Yuwono 2010).
Penyakit hemoroid dapat timbul akibat beberapa faktor diantaranya adalah
konstipasi/sembelit yang menahun (kronis). Selain itu, faktor resiko hemoroid
juga dapat timbul akibat beberapa hal, yaitu seperti kurangnya aktivitas fisik,
kurang minum atau cairan, kurang konsumsi makanan berserat, penyemoitan
saluran kemih, cara buang air besar yang tidak benar, faktor genetika, kehamilan,
dan penyakit yang meningkatkan tekanan intra abdomen (tumor abdomen, tumor
usus). Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan.
Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid
(Simadibrata 2006).
Tanda dan gejala penyakit hemoroid tidak dapat disembuhkan. Penderita
hemoroid derajat tiga sampai empat (kronis) rentan untuk mengalami trombosis
karena tekanan tinggi di vena kanalis yang dapat mengakibatkan adanya
imflamasi. Pada penderita biasanya akan dilakukan tindakan medis, yaitu
pembedahan (hemoroidectomy) (Yuwono 2010). Selain tindakan bedah secara
medis, penderita hemoroid perlu mendapatkan proses asuhan gizi.
Penatalaskanaan asuhan gizi pada pasien bedah hemoroid, yaitu dengan
cara memberikan intervensi diet khusus sebelum dan setelah pembedahan serta
intervensi terkait edukasi gizi. Pemberian diet yang sesuai diperlukan untuk
membantu proses penyembuhan pasien pasca bedah hemoroid. Sementara itu,
pemberian edukasi gizi diperlukan juga agar penderita dapat merubah pola makan
dan gaya hidup menjadi lebih baik dan sehat. Oleh karena itu, asuhan gizi menjadi
salah satu tindakan non-medis yang diperlukan untuk mendukung pemulihan
kondisi pasien secara bertahap menuju kondisi normal.

I.2 Tujuan

Penatalaksanaan gizi pada pasien bedah hemoroid ini bertujuan untuk :
1. Menilai keadaan gizi pasien bedah hemoroid
2. Merumusakan masalah gizi pasien bedah hemoroid
3. Merencanakan, menyusun, dan mengevaluasi penatalaksanaan diet pada
pasien berdasarkan diagnosis dokter
4. Melakukan konseling gizi kepada pasien dan keluarga dalam usaha
pemeliharaan dan peningkatan status gizi pasien bedah hemoroid.
2

III. PENATALAKSANAAN DIET PENYAKIT BEDAH


II.1 Kasus Penyakit Bedah: Hemoroid GradeIII dengan Anemia

II.1.1 Gambaran Umum Penyakit, Etiologi, dan Patofisiologi
Gambaran Umum Penyakit
Hemoroid merupakan dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan
perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Robbins 2007).
Berdasarkan letaknya, hemoroid dibagi menjadi 3 yaitu hemoroid
eksterna, interna, dan campuran. Hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan
dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi
pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri. Kedua
klasifikasi hemoroid tersebut memiliki pembuluh darah yang melebar, berdinding
tipis, dan mudah berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi
proksimal yang lebih serius (Robbins 2007).
Derajat hemoroid interna dibagi berdasarkan gamabaran klinis, yaitu:
1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar
kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam
anus dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.

Etiologi
Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi
terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang
tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal,
jumlah H
2
O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering
dan keras (Sherwood 2001).
Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain
kurangnya mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang
minum, kurang memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika,
kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen,
tumor usus), dan sirosis hati (Simadibrata 2006).
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,
dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Salah satu komplikasi hemoroid adalah
perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia (Simadibrata 2006).

Patofisiologi
Keterlibatan bantalan anus (anal cushion) makin dipahami sebagai dasar
terjadinya penyakit Hemoroid. Bantalan anus merupakan jaringan lunak yang
kaya akan pembuluh darah. Agar stabil, kedudukannya disokong oleh ligamentum
treitz dan lapisan muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan
3

anus menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan
pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Ke-dua, bantalan anus
terlalu mobile, dan ke-tiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang
ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses
pembendungan diatas diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya
feses yang keras melalui dinding rektum (Yuwono 2010).


II.1.2 Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56 tahun
No. Rekam Medik : 27-95-96
Ruang rawat : Antasena, Bedah Laki-laki
Alamat : Rancabungur, Bogor
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang kaki lima
Tanggal Masuk RS : 10 Februari 2014
Tanggal Pengamatan : 11 Februari 2014
Diagnosa Medis : Hemoroid Grade III, Anemia


II.1.3 Data Subyektif
Keluhan Utama
Os mengeluh nyeri ketika saat buang air besar (BAB) dan feses berdarah.
Os juga mengeluh sakit karena terdapat benjolan di bagian anus selama kurang
lebih 3 bulan.

Riwayat Personal
Os bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar Anyar, Bogor. Sehari-hari,
Os berangkat mulai pagi hari menuju pasar Anyar dan menjajakan barang
dagangannya di pasar mulai pukul 7.00 hingga menjelang sore sekitar pukul 16.00
sore hari. Os jarang berolah raga dan saat berjualan Os banyak menghabiskan
waktunya dengan duduk untuk sambil menjajakan barang dagangannnya. Akan
tetapi, aktifitas sehari-hari Os lebih banyak dihabiskan di rumah bersama keluarga
karena Os sudah tidak lagi berjualan sejak tiga bulan lalu. Os memiliki riwayat
penyakit asam urat, hal ini dapat terlihat juga dari tanda-tanda fisik pada kaki Os.


II.1.4 Riwayat Diet Pasien
Os terbiasa makan 3 kali sehari yaitu makan pagi, siang, dan sore/malam.
Pengaturan jadwal makan Os tidak teratur, yaitu terkadang makan siang terkadang
tidak. Os biasa sarapan dengan lontong sayur dan teh manis (gula 1 sdm). Pada
waktu makan siang, Os terbiasa makan makanan seperti kue bolu satu buah,
gorengan, dan es teh manis satu bungkus. Os biasa makan makanan yang dibeli
dari luar. Hal ini dikarenakan Os sehari-hari bekerja sebagai pedagang kaki lima
di pasar anyar dari pagi hingga sore hari. menu makanan yang dimakan Os sehari-
hari tidak menentu / berubah-ubah. Biasanya, Os senang mengkonsumsi masakan
4

padang dan makanan yang memiliki rasa pedas. Os biasa mengkonsumsi
makanan pokok (nasi atau lontong), lauk hewani (ayam, ikan, daging), lauk nabati
(tahu dan tempe), sayuran (daun singkong), dan buah-buahan (jeruk manis).
Menurut keterangan Os, konsumsi sayur dan buah-buahan masih kurang.
Sejak 5-6 bulan lalu, Os mulai merubah pola makannya dan mengalami
penurunan berat badan yang signifikan dari 68 Kg menjadi 59 Kg dalam jangka
waktu tersebut. Setelah Os melakukan rawat jalan, Os memiliki pantangan
makanan yang dianjurkan oleh dokter, yaitu makanan yang mengandung tinggi
purin karena Os sebelumnya juga memiliki riwayat penyakit asam urat. Pantangan
makanan dari dokter tersebut sudah Os terapkan dalam konsumsi makanannya
sehari-hari. Os tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu. Berikut ini
merupakan hasil perhitungan konsumsi Os sebelum masuk rumah sakit yang
dibandingkan dengan kebutuhan Os saat ini.
Tabel 1 Perbandingan konsumsi SMRS dengan kebutuhan Os
Zat Gizi Konsumsi SMRS Kebutuhan Persentase (%)
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
1675
36,9
58
210,9
1500,0
88,5
35,0
206,2
111,7
41,7
165,7
102,3
Hasil perhitungan konsumsi Os sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pada
tabel 1 belum tergolong seimbang dan sedikit melebihi kebutuhan. Hal ini dapat
dilihat dari sisi persentase energi (111,7%) dan zat gizi lainnya. Persen zat gizi
yang dikonsumsi, yaitu karbohidrat (102,3%) dan lemak (165,7%) adalah yang
paling tinggi dibanding dari konsumsi protein (41,7%). Hal ini terkait dengan
kebiasaan makan Os yang suka mengonsumsi makanan goreng-gorengan dan
makanan bersantan seperti nasi padang dan lontong sayur dan tidak diimbangi
dengan olah raga yang rutin.


II.1.5 Data Obyektif
Pengukuran Antropometri
Data antropometri diambil untuk melakukan penilaian dalam menentukan
status gizi Os sehingga selanjutnya dapat diambil langkah-langkah intervensi yang
diperlukan terhadap Os, seperti menentukan jumlah kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya sesuai kondisi Os. Data antropometri diperoleh dari pengukuran langsung
terhadap Os, yaitu berupa berat badan aktual dan ideal serta panjang badan atau
tinggi badan. Berikut ini adalah data antropometri Os saat pengukuran awal
intervensi di rumah sakit.
BB aktual : 59 Kg
BB ideal : BBi = (TB 100) 10% x (TB 100)
= (156 100) 10% x (156 100)
BBi = 50 Kg
TB : 156 cm
IMT : BBA/(TB
2
)m = 59/(1,56
2
) = 24,2 Kg/m
2

Berdasarkan data diatas, Os memiliki status gizi yang termasuk dalam
kategori overweight menurut acuan WHO 2000 kategori orang Asia dewasa.

5

Tabel 2 Klasifikasi status gizi (IMT) menurut kriteria Asia Pasifik dewasa
Klasifikasi BMI (kg/m
2
)
Underweight
Normal
Overweight
Berisiko
Obese I
Obese II
< 18,5
18,5 22,9
> 23,0
23,0-24,9
25,0-29,9
>30,0
(WHO 200)

Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Pemeriksaan fisik dan klinis ditujukan untuk mengetahui kondisi awal Os
saat memasuki rumah sakit yaitu pada tanggal 10 Februari 2014. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa keadaan umum Os adalah sedang dalam
keadaan sadar penuh (compos mentis). Pada saat datang, Os mengeluh mengalami
nyeri saat buang air besar (BAB), terdapat benjolan di bagian anus, dan ketika
BAB feses disertai dengan darah.
Hasil pemeriksaan klinis awal Os meliputi nadi, tekanan darah, respirasi,
dan suhu pada tanggal 10 Februari menunjukkan kondisi yang normal, yang
dijabarkan pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Hasil pemeriksaan klinis awal Os
Jenis Pemeriksaan 10/02/2014 Rujukan Keterangan
Nadi 80 x/menit 60 100 x/menit Normal
Tekanan darah 120/80mmHg 120/80 mmHg Normal
Respirasi 20 x/menit 20 30x/menit Normal
Suhu 36
0
C 36 37
0
C Normal
(Sumber: Rekam medik Os, Antasena, RSMM)


II.1.6 Data Laboratorium
Data laboratorium merupakan hasil analisis biokimia Os yang diperoleh
dari hasil unit laboratorium rumah sakit. Data ini digunakan sebagai data
penunjang untuk mengetahui kelainan fisiologis Os. Hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh setelah Os masuk rumah sakit pada tanggal 10 Februari
2014. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tabel 3 hanya terdiri dari data
pemeriksaan hematologi berupa hemoglobin (Hb). Status hemoglobin Os
dikontrol agar dapat mendekati nilai rujukan (batas normal) dan dapat
menjalankan tindakan medis lanjutan (operasi).
Tabel 4 Hasil pemeriksaan laboratorium Os
Pemeriksaan 10/02/14 Nilai rujukan Satuan Keterangan
Hemoglobin 8,7 12-14 g/dl Rendah
Leukosit - 4000-10000 -
Trombosit - 150000-400000 -
Hematokrit - 40 - 50 % -
(Sumber: Rekam medik Os, Antasena, RSMM)


II.1.7 Assessment
Pengkajian gizi (assessment) merupakan kegiatan mengumpulkan,
mengintegrasikan, dan menganalisis data untuk identifikasi masalah gizi yang
6

terkait dengan aspek asupan zat gizi dan makanan, aspek klinis dan aspek
perilaku-lingkungan serta penyebabnya. Identifikasi masalah gizi merupakan hal
penting. Terdapat 5 komponen data pengkajian gizi yaitu, antropometri, biokimia,
pemeriksaan fisik dan klinis, dan riwayat makan.

Antropometri
Umur : 56 tahun
BB aktual : 59 kg
BB idela : 50 kg
TB : 162 cm
BBI : 156 kg
IMT : 24,2 kg/m
2

Status Gizi : Overweight

Biokimia
Data hasil laboratorium pada tabel 4 mengindikasikan bahwa Os dalam
kondisi anemia. Hal ini ditandai dengan kadar hemoglobin (8,7 g/dl) yang rendah.

Fisik dan Klinis
Awal masuk rumah sakit Os mengeluh terdapat benjolan di bagian anus
sehingga menyebabkan Os mengalami rasa sakit ketika BAB dan feses disertai
dengan darah. Hasil pemeriksaan klinis tidak menandakan yaitu tekanan darah,
denyut nadi, suhu tubuh, dan laju pernafasan Os tergolong normal.

Dietary
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Harris Benedict diketahui
bahwa kebutuhan energi Os adalah 1500 kkal. Kebutuhan protein Os adalah tinggi
(1,5 g/KgBB), kebutuhan lemak (25%) dan karbohidrat (51%) adalah cukup.
Dengan demikian kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat masing-masing
adalah 88,5 gram, 41,7 gram, dan 191,2 gram. Asupan Os sebelum masuk rumah
sakit masih jauh dibawah kebutuhan diliha t pada persentase energi (111,7%),
protein (41,7%), lemak (165,7%), dan karbohidrat (102,3%).


II.1.8 Analisis
Diagnosis Medis
Diagnosa medis yang ditentukan oleh dokter kepada Os adalah Hemoroid
Grade III dan Anemia.

Diagnosis Gizi
Diagnosis gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama
masalah gizi yang aktual, dan atau berisiko menyebabkan masalah gizi yang
merupakan tanggung jawab dietisien untuk menanganinya secara mandiri.
Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab
masalah (Etiology), serta tanda dan gejala adanya masalah (Sign & Symptoms)
(Sumapradja 2011). Berdasarkan hasil assessment terhadap Os didapatkan
diagnose gizi sebagai berikut.
a. Domain Intake
7

(NI.5.7.1) Kelebihan asupan zat gizi berkaitan dengan kebiasaan makan
makanan bersantan yang ditandai dengan kelebihan asupan SMRS energi
(111,7%), lemak (165,7%), dan karbohidrat (102,3%)
b. Domain Klinis
(NK.3.3) Overweight berkaitan dengan kelebihan asupan lemak (165,7%)
berkaitan dengan nilai IMT > 23.
c. Domain Behaviour
(NC.2.2) Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan
dengan pola makan yang kurang baik yang ditandai dengan kurangnya
konsumsi sayuran dan buah-buahan.


II.1.9 Penatalaksanaan Diet
Intervensi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan dengan
penggunaan bahan untuk menanggulangi masalah. Penatalaksanaan diet atau
intervensi gizi mempunyai 2 komponen yang saling berkaitan, yaitu perencanaan
intervensi gizi dan implementasi gizi (Sumapradja 2011).

Intervensi Gizi
Diet yang diberikan kepada Os selama tiga hari intervensi terdiri dari dua
jenis intervensi, yaitu diet pra bedah dan diet pasca bedah. Diet pra bedah
merupakan diet tanpa serat yang dianjurkan oleh dokter, sementara diet pasca
bedah merupakan rendah energi/kalori, rendah serat dan rendah purin. Diet
diberikan secara bertahap mulai dari 85% dengan target asupan hingga 90% dari
kebutuhan energi.
Tujuan diet
Berdasarkan jenis diet yang diberikan, tujuan diet adalah untuk:
1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi.
2. Sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat membatasi
volume feses.
3. Tidak merangsang saluran cerna.
4. Menggantikan kehilangan protein.
5. Mempercepat proses penyembuhan.
Syarat diet:
1. Energi cukup sesuai dengan umur, gender, aktivitas, dan kondisi
pasien.
2. Protein sedikit tinggi 1 g/kgBB.
3. Lemak sedang, yaitu 21% dari kebutuhan energi total.
4. Karbohidrat 63%, yaitu sisa kebutuhan energi total.
5. Menghindari makanan berserat tinggi.
6. Menghindari makanan yang telalu berlemak, terlalu asam, dan
berbumbu tajam.

Perhitungan Kebutuhan Diet
Perhitungan kebutuhan energi, karbohidrat, protein dan lemak berdasarkan
berat badan dan tinggi badan dengan mempertimbangkan fakor aktivitas (FA) dan
faktor stress (FS). Kebutuhan energi yang diperoleh selanjutnya dikurangi 500
8

kkal karena Os berstatus gizi lebih (overweight). Berikut rumus yang digunakan
untuk menghitung kebutuhan zat gizi Os:
Usia : 56 tahun
TB : 156 cm
BB : 59 Kg
BBi : 50 Kg
IMT : 24,2 Kg/m
2

Status Gizi : Overweight

AMB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) (6.8 x U)
= 66 + (13.7 x 59) + (5 x 156) (6.8 x 56)
= 1273,5 kkal

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi:
Energi = (AMB x FA x FS) 500 kkal
= (1273,5 x 1,2 x 1,3) 500 kkal
= 1987 500 kkal
= 1487 kkal 1500 kkal
Protein = 1 g/Kg BB
= 1 x 59
= 59 g
Lemak = 21% x E / 9
= 21% x 1500 / 9
= 35 g
Karbohidrat = 63% x E / 4
= 63% x 1500 / 4
= 236,2 g

Obat-Obatan yang Diberikan
Saat di rumah sakit obat-obatan yang diberikan kepada Os diantaranya
Dulcolax, Amoxicillin, Asam Mefenamat, dan Mefromdazol. Berikut penjelasan
mengenai fungsi dari obat-obatan tersebut.
Tabel 5 Fungsi obat-obatan yang diberikan kepada Os
No Nama obat Indikasi
1. Dulcolax Digunakan untuk pasien yang menderita konstipasi.
Untuk persiapan prosedur diagnostic, terapi sebelum dan
sesudah operasi dalam kondisi untuk mempercepat
defekasi.
2. Amoxicillin antibiotik
3. Asam Mefenamat Pereda rasa nyeri
4. Mefromdazol Mencegah infeksi sesudah pembedahan yang disebabkan
kuman anaerob


II.1.10 Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon
pasien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Monitoring membutuhkan
komitmen untuk melakukan pengukuran, pencatatan hasil sesuai indikator yang
selaras dengan diagnosis gizi dan intervensi gizi (Sumapradja 2011)..
9


Perkembangan Fisik dan Klinis
Monitoring pemeriksaan fisik dan klinis dimonitoring setiap hari oleh
tenaga perawat dan digunakan sebagai data untuk melihat perkembangan dari
intervensi yang diberikan baik medis maupun gizi. Pemeriksaan klinis yang
dilakukan meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Secara
umum, hasil monitoring pemeriksaan klinis Os dari awal perawatan sampai hari
akhir kondisi Os selalu stabil dan dalam kondisi normal. Hasil pemeriksaan klinis
Os selama 3 hari tercantum dalam tabel 5 berikut ini.
Tabel 6 Hasil pemeriksaan klinis Os selama pengamatan
Tanggal Pemeriksaan
Nilai
Normal
Satuan Hasil Keterangan
12/2/14 Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
120/80
60-100
20-30
36-37
mmHg
x/menit
x/menit
o
C
120/70
68
20
36
Normal
Normal
Normal
Normal
13/2/14 Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
120/80
60-100
20-30
36-37
mmHg
x/menit
x/menit
o
C
110/70
68
20
36
Normal
Normal
Normal
Normal
14/2/14 Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
120/80
60-100
20-30
36-37
mmHg
x/menit
x/menit
o
C
130/70
68
20
36
Normal
Normal
Normal
Normal
(Sumber: Rekam medik RS dr. Marzoeki Mahdi)

Perkembangan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir sebelum melakukan operasi, Os
mengalami kenaikan kadar hemoglobin dan masih berada di bawah batas normal.
Kenaikan kadar hemoglobin tersebut dibantu dengan transfusi darah golongan
darah AB rh + sebanyak satu kantung (PRC 300cc) pada tanggal 12 Februari
2014.
Tabel 7 Hasil pemeriksaan laboratorium Os
Tanggal Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan Keterangan
10/2/14 Hemoglobin 8,7 12-14 g/dl Rendah
12/2/14 Hemoglobin 9,3 12-14 g/dl Rendah
(Sumber: Rekam medik RS dr. Marzoeki Mahdi)

Perkembangan Diet
Monitoring dan evaluasi perkembangan diet dilakukan selama kurang
lebih tiga hari berturut-turut. Monitoring yang dilakukan adalah melihat
ketersediaan berbanding kebutuhan, tingkat konsumsi (konsumsi / ketersediaan),
dan tingkat kecukupan (konsumsi / kebutuhan).
Ketersediaan makanan direncanakan mengikuti acuan perencanaan menu
yang didasari dari kebutuhan Os. Gambar 1 menggambarkan kontribusi
ketersediaan berbanding terhadap kebutuhan Os dalam bentuk persentase per hari.
10


Gambar 1 Grafik tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan energi dan zaat gizi Os
Berdasarkan gambar 1, ketersediaan energi (32,5% ) pada pengamatan pra
bedah baik hari pertama masih kurang (<90%) kebutuhan energi. Hal ini
dikarenakan Os harus membatasi makanan sebelum menjalani operasi menurut
anjuran dokter. Konsistensi menu dan macam menu juga termasuk faktor yang
mempengaruhi ketersediaan pada hari pertama dan ke-dua. Ketersediaan energi
(35,4%)di hari ke-dua sedikit ditingkatkan pada menu makanan pokok namun hal
ini tidak cukup untuk meningkatkan ketersediaan energi. Ketersediaan makan
pokok sedikit dinaikkan karenak Os memiliki nafsu makan yang bagus pada hari
pertama.
Setelah pra bedah, tingkat ketersediaan energi pada pasca bedah di hari ke-
tiga ditingkatkan mendekati kebutuhan (85%) dengan menu lebih beragam.
Sementara itu, ketersediaan protein (71,4%), lemak (98,3%), dan karbohidrat
(81,8%) juga turut meningkat. Akan tetapi, tingkat ketersediaan pasca bedah di
hari ke-empat diturunkan sehingga memiliki ketersediaan energi (66,3%), protein
(59,2%), lemak (85,1%), dan karbohidrat (62,2%). Penurunan ketersediaan ini
dipertimbangkan dengan kondisi Os yang masih dalam kondisi nafsu makan yang
rendah.
Tingkat konsumsi Os juga merupakan hal penting dalam pengamatan
asupan energi dan zat gizi lainnya. Gambar 2 akan memberikan informasi terkait
tingkat konsumsi dan kecukupan pra dan pasca operasi.

Gambar 2 Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi Os
32,5
45,8
42,9
25,4
35,4
47,5 42,9
29,6
85,0
71,4
98,3
81,8
66,3
59,2
85,1
62,2
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
H-1
H-2
H-3
H-4
100 100 100 100
67,3 66,7 66,7 67,8
121,1
89,1
80,8
146,0
80,2
85,1
100,0
70,2
0
20
40
60
80
100
120
140
160
E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
H-1
H-2
H-3
H-4
11

Tingkat konsumsi Os terhadap ketersediaan makanan di RS pada pertama
sudah baik (100%). Akan tetapi, hasil persentase tingkat konsumsi pada hari ke-
dua menurun menjadi sekitar 66%. Hal ini mungkin dipengaruhi kondisi psikis Os
yang berubah akibat pembatalan jadwal operasi pada hari tersebut dikarenakan Os
belum mendapatkan terapi transfusi darah guna menstabilkan kadar hemoglobin
Os yang rendah.
Tingkat konsumsi Os terhadap ketersediaan makanan pasca operasi
diperoleh dari konsumsi makanan RS dan juga makanan tambahan dari luar yang
diperoleh dari luar rumah sakit. Hal ini mengakibatkan tingginya persentase
tingkat konsumsi baik pada energi dan zat gizi lainnya. Tingkat konsumsi energi
dan karbohidrat terbesar terjadi pada hari ke-tiga, yaitu energi (121,1%) dan
karbohidrat (146%).
Tingkat kecukupan (konsumsi/kebutuhan) Os, yaitu energi, protein, lemak
dan karbohidrat selama pengamatan dapat dilihat pada gambar 3 yang
diintepretasikan dalam bentuk grafik berikut ini.

Gambar 3 Grafik tingkat kecukupan energi dan zat gizi Os
Hasil perkembangan diet yang diimplementasikan dapat dilihat pada total
konsumsi energi dan zat gizi selama intervensi. Asupan energi saat intervensi pra
bedah (H-1 & H-2) masih kurang dari kebutuhan Os. Hal ini dapat dilihat dari
persentase tingkat kecukupan energi pada gambar grafik 1 pada hari pertama
(32,5%) dan ke-dua (23,9%) yang sangat rendah. Sementara itu, tingkat
kecukupan zat gizi lainnya, yaitu protein (45,8% & 31,8%), lemak (42,9% &
28,6%), dan karbohidrat (25,4% & 20,1%) juga masih belum mencukupi. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan jenis menu diet yang terbatas pada menu
bubur nasi dan telur rebus. Diet ini merupakan diet yang dianjurkan oleh dokter
untuk persiapan operasi/bedah hemoroid.
Pasca operasi, diet Os dirubah menjadi diet rendah energi dan tinggi
protein serta rendah serat. Perkembangan diet pasca bedah Os dari hari ke-tiga dan
ke-empat mengalami penurunan. Perhitungan awal intervensi dilakukan mulai dari
waktu makan sore (13/02/14) hingga makan siang (14/03/14). Hal ini karena pada
tanggal 13/02/14 Os berpuasa. Tingkat kecukupan energi Os di hari ke-tiga telah
mencukupi (102,9%) tetapi tidak untuk tingkat kecukupan protein (63,6%) dan
lemak (79,4%). Sementara itu, tingkat kecukupan karbohidrat (119,5%) telah
melebihi kebutuhan. Tingkat kecukupan Os dikontribusi dari konsumsi makanan
32,5
45,8
42,9
25,4
23,9
31,7
28,6
20,1
102,9
63,6
79,4
119,5
53,2
50,3
85,1
43,6
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
E (kkal) P (g) L (g) KH (g)
H-1
H-2
H-3
H-4
12

yang berasal dari luar RS. Hal tersebut terjadi karenaOs mengeluh mengalami
mual sehingga tidak nafsu makan pada beberapa hari pengamatan.
Pada hari ke-empat, Tingkat kecukupan energi Os menurun, yaitu menjadi
sebesar 53,2%. Kemudian, tingkat kecukupan zat gizi lainnya seperti protein
(50,3%), lemak (85,1%), dan karbohidrat (43,6%) juga menurun sangat rendah.
Hal ini juga masih dipengaruhi oleh faktor nafsu makan Os yang masih rendah
akibat rasa nyeri yang dirasakan pasca operasi.

Evaluasi
Selama lima hari pengamatan, tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi Os
selalu relatif stabil. Kemudian, kadar hemoglobin Os dimonitoring sebanyak dua
kali selama di rumah sakit. Kondisi Os masih dalam keadaan anemia ringan.
Kadar hemoglobin meningkat dari 8,7 g/dl menjadi 9,3 g/dl setelah dilakukan
transfusi darah.
Evaluasi perkembangan diet Os selama di rumah sakit dilakukan dengan
memantau intervensi asupan makanan Os selama lima hari, yaitu 2 hari pra bedah
dan 3 hari pasca bedah. Diet yang diberikan kepada Os selama di rumah sakit
adalah diet rendah kalori dan tinggi protein, rendah purin, dan rendah serat dengan
konsistensi makanan lunak. Tingkat kecukupan Os mengalami penurunan di hari
sebelum pembedahan dan setelah pembedahan. Kebutuhan Os belum memenuhi
rata-rata kebutuhan sehari. Rata-rata tingkat kecukupan Os tergolong rendah
(<90%), yaitu energi sebesar 53,1%, protein 47,8%, lemak 59,0%, dan
karbohidrat sebesar 52,2%.


II.1.11 Peyuluhan dan Konsultasi Gizi
Pemberian intervensi tidak hanya berupa pengaturan makan yang sesuai
dengan kebutuhan saat rawat inap, tetapi juga dilakukan konseling gizi terhadap
Os dan keluarganya. Konseling gizi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
gizi Os dan keluarganya terkait asupan makanan yang harus dihindari sehingga
asupan yang masuk sehari-hari dalam tubuh Os merupakan asupan yang bergizi,
beragam, dan berimbang. Konseling gizi sendiri merupakan serangkaian kegiatan
sebagai proses komunikasi dua arah untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, serta prilaku sehingga membantu klien atau pasien mengenali
dan mengatasi masalah gizi melalui pengaturan makanan dan minuman (Cornelia
et. al. 2013). Konseling gizi yang diberikan yaitu berupa penjelasan melalui media
leaflet, berikut adalah penjabarannya.
Materi : Diet tinggi serat
Sasaran : Os dan Keluarga
Waktu : Tanggal 15 Febuari 2014 selama 15 menit
Tempat : Anatasena Internis 7
Metode : Penjelasan dan diskusi
Media : Leaflet
Tujuan : Memberikan pengetahuan kepada keluarga dan Os tentang
pola makan berdizi, beragam, berimbang. Kemudian, Os
diberikan saran-saran terkait pemilihan makanan yang
13

tepat dengan memperhatikan makanan yang dikonsumsi
Os. Kebiasaan Os dalam mengkonsumsi goreng-gorengan,
masakan padang, makanan bersantan yang dapat
memberikan resiko kondisi Os apabila sering
mengkonsumsinya, serta memotivasi untuk memperbaiki
gaya hidup untuk rutin melakukan aktivitas fisik
Evaluasi : Memberikan kesempatan Os dan anggota keluarga untuk
bertanya dan kembali menanyakan hal-hal terkait
penejlasan sebelumnya.


III. KESIMPULAN DAN SARAN


III.1 Kesimpulan

Os yang diamati adalah Tn. A, laki-laki berusia 56 tahun dengan diagnosa
Hemoroid Grade III dan Anemia. Keluhan utama yang dirasakan Os adalah Os
mengalami nyeri saat BAB, terdapat darah pada feses, dan terdapat benjolan di
bagian anus. Os memiliki riwayat penyakit asam urat sebelumnya. Os merupakan
pedagang kali lima. Sejak menjalani rawat jalan, Os sudah tidak berdagang lagi
sebagai pedangang kaki lima. Sebelum masuk rumah sakit, Os memiliki kebiasaan
makan 3 kali sehari dengan 2 kali makan makan berat dan satu makanan cemilan.
Makanan yang dikonsumsi Os dibeli dari luar. Os biasa mengkonsumsi makanan
berat yang bersantan seperti lontong sayur dan masakan padang. Kemudian, Os
biasa mengkonsumsi makanan ringan seperti goreng-gorengan, kue bolu, dan the
manis. Berdasarkan data klinis diketahui bahwa kondisi vital Os masih dalam
kondisi normal dan stabil hingga akhir perawatan. Data laboratorium diketahui
bahwa Os memiliki kadar hemoglobin rendah diawal masuk RS (8,7 g/dl) dan
sedikit meningkat setelah dilakukan transfusi darah sebelum operasi menjadi 9,3
g/dl. Hasil perhitungan kebutuhan Os, diperoleh bahwa kebutuhan Os untuk
energi sebesar 1500 kkal, protein sebesar 59 gram, lemak 35 g, dan karbohidrat
sebesar 236,2 gram. Os mendapatkan diet rendah kalori tinggi protein, rendah
purin, tanpa serat (pra bedah), dan rendah serat dengan konsistensi lunak.
Pemberian makanan dilakukan 3 kali untuk makan utama dan 1 kali selingan.
Selama tiga hari intervensi, Os hanya sedikit mengkonsumsi makanan karena Os
mengalami nyeri dan membuat nafsu makannya menurun.

III.2 Saran

Intervensi sebaiknya dilakukan dalam waktu lebih dari 3 hari. Hal ini
diperlukan agar perkembangan diet dapat dimonitoring dan dievaluasi dengan
baik dan efektif.





14

IV. DAFTAR PUSTAKA


Cornelia, Sumedi E, Anwar I, Ramayulis R, Iwaningsih S, Kresnawan T, dan
Nurlita H. 2013. Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Plus
Robbins C dan Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC. 635
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi ke-2). Jakarta :
EGC : 601 606.
Simadibrata M. 2007. Hemoroid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi, B, Alwi I,
Simadibrata M., Setiati S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
keempat-Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 397.
Sumapradja G M, Fayakun YL, Widyastuti D, Waningsih S, Utami S, Moviana Y.
2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Abadi Publishing &
Printing: Jakarta.
WHO/IASO/IOTF. 2000. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its
treatment. Health Communications Australia: Melbourne. ISBN 0-
9577082-1-1. 2000.
Yuwono H. 2010. Ilmu Bedah Vaskuler. Refika Aditama: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai