Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Natur Indonesia 6(1): 20-23 (2003) ISSN 20 1410-9379 Jurnal Natur Indonesia 6(1): 20-23 (2003)

Muhdarina & Linggawati.

Pilarisasi Kaolinit Alam untuk meningkatkan Kapasitas Tukar Kation


Muhdarina, Amilia Linggawati
Laboratorium Kimia-Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
Diterima 27-03-2003 Disetujui 20-08-2003

ABSTRACT
Cation exchange capacity is a basic character of clay to be used as resin. It can be increased by several different pillarization methods as follow. The first (IKPS) is using 2M of sodium hydroxide followed by heating for 8 hours at 1050C. The second (IKPP) is using 2M of potassium hydroxide replacing the sodium hydroxide as in the first method. The third (IKPK1) is using Keggin ion and calcining for 4 hours at 6000C. And the fourth (IKPK2) is pillarization by dopping of aluminum chloride to the clay suspension in sodium hydroxide and then calcining as above. The clays were collected according to Muhdarina dan Erman (1999). The results found that the cation exchange capacity was improved around five times on the IKPP, four times on the IKPS and the IKPK2 as well as two times on the IKPK1 respectively. It is also found that the cation exchange capacity is increase as the Si/Al ratio decreases. As the result the IKPP model can be used as a resin for the cation exchangers. Keywords: cation exchange capacity, pillarization, resin

PENDAHULUAN
Usaha pengembangan potensi lempung perlu terus ditingkatkan agar daya gunanya lebih bervariasi dan menguntungkan. Sejauh ini beberapa karakter lempung telah dikaji antara lain penyediaan situs asam dalam upaya pemanfaatannya sebagai bahan pendukung katalis (Muhdarina et al , 2000). Penelitian itu menunjukkan bahwa lempung yang diaktivasi dengan HF 1% dan diikuti dengan kalsinasi dapat memberikan situs asam sebanyak 0,9 mmol/g atau meningkat 94% dari keadaan awalnya. Kenyataan lain ditunjukkan pula oleh Muhdarina et al, dalam Muhdarina & Amilia (2000) bahwa lempung yang dipanaskan pada suhu 3500C selama 3 jam mampu menukar kation NH4+ (85%) lebih banyak dari pada penukar kation jenis amberlit (32%), sedangkan lempung yang diaktifkan dengan NaOH 2M mampu menyerap kation Ni 2+ sebanyak 93%. Berdasarkan fakta ini lempung dapat dimodifikasi menjadi resin penukar ion. Pertukaran ion merupakan salah satu proses penting untuk mengontrol distribusi elemen dalam larutan dan fasa partikulat yang dapat meregulasi polutan-polutan logam dalam hidrosfer. Proses tersebut telah diamati oleh Gao et al; Rao & Bandyopadhyay dalam Suraj et al, (1998) pada berbagai material seperti mangan hidrat, oksida besi, apatit dan lempung yang sesuai untuk adsorpsi polutan-polutan pada konsentrasi rendah. Sebagai polimer anorganik, mineral lempung dikelompokkan pada penukar ion anorganik yang secara alami dapat mengadakan pertukaran dengan ion lain

dari luar dengan adanya pengaruh air. Jumlah total kation atau anion yang mampu dipertukarkan oleh lempung didefinisikan sebagai kapasitas tukar kation (KTK) atau kapasitas tukar anion (KTA). Kemampuannya berbeda-beda tergantung pada jenis komponen penyusunnya. Sifat inilah yang mewakili pemanfaatannya sebagai resin. Menurut Brady (1990), lempung alam memiliki KTK berkisar antara 3-150 cmol/kg. Kualitas ini dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya modifikasi. Mineral kaolinit telah terlacak dari lempung alam asal desa Sukamaju Kecamatan Kuantan Hilir Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau (Muhdarina & Erman 1999). Kaolinit termasuk salah satu mineral dari golongan kaolin dengan tipe kisi 1:1. Tiap satuan terdiri atas masing-masing satu lapisan oksida-Si dan hidroksioksida-Al. Satuan-satuan ini berikatan kuat sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van der Waals. Akibatnya kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke ruang antar misel sehingga efektifitasnya terbatas hanya di permukaan saja. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari valensi tak penuh di bagian ujung partikel (Stevenson 1994). Oleh karena itu pula mineral ini relatif jarang dipakai sebagai adsorben atau katalis, kecuali sebagai bahan dasar keramik. Usaha untuk meningkatkan pemanfaatan mineral kaolinit dapat ditempuh melalui suatu langkah peningkatan kapasitas tukar kation. Dalam hal ini akan dipilih beberapa model pilarisasi. Pilarisasi lempung merupakan salah satu teknik modifikasi karakter lempung. Pilarisasi dengan sodium hidroksida menurut

Pilarisasi kaolit alam

21

Kang & Egashira (1997) dapat meningkatkan KTK zeolit alam hingga dua kali lipat. Pilarisasi dengan polikation aluminium sebagai hasil dari hidrolisis parsial AlCl3 6H2O dengan NaOH dan kalsinasi (Toranzo et al, 1997) dapat meningkatkan jarak kisi pada lapisan saponit sehingga menambah nilai KTK. Kedua teknik ini merupakan model yang dipilih di samping model-model lain yang merupakan modifikasi dari kedua teknik tadi. Semuanya ini karena alasan sumber lempung yang berbeda.

yang terukur setara dengan KTK dalam sampel. Rasio Si/Al diukur dalam bentuk oksidanya, dengan masingmasing SiO2 dihitung secara gravimetri dan Al2O3 secara kompleksometri.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tiap cara pilarisasi memberikan ciri tersendiri baik dalam jumlah kation penukar maupun KTK. Di dalam Gambar 1 model pilarisasi IKPS menunjukkan peningkatan jumlah kation Na tertinggi dari model lainnya yakni sekitar 6x semula (IK). Memilar kaolinit dengan basa menyebabkan sebagian dari silika tetrahedral akan larut, sehingga memberikan kecenderungan lapisan misel bermuatan negatif. Sebagai akibat lanjut dari peristiwa tersebut, maka akan terjadi lebih banyak adsorpsi kation-kation di permukaan.

BAHAN & METODE


Sampel diambil dan diolah sesuai dengan Muhdarina & Erman (1999). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada lempung alam objek terdapat mineral kaolinit. Pada penelitian ini dilakukan 4 model pilarisasi lempung. Pada pilarisasi pertama (IKPS), 15 g lempung dipanaskan dalam 150 ml larutan NaOH 2M pada 1050C selama 8 jam. Setelah dingin campuran disentrifius, pastanya dicuci 2 kali dengan air bebas ion, sekali dengan campuran air-metanol (1:1) dan 2 kali dengan metanol, kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Pada pilarisasi kedua (IKPP), lempung disiapkan dengan cara yang sama seperti langkah pada IKPS dengan menggunakan pemilar larutan KOH 2M. Untuk pilarisasi ketiga (IKPK1), suspensi 8 g lempung disiapkan di dalam 733 ml air bebas ion dan disimpan selama 16 jam. Secara bersamaan disiapkan pula 600 ml larutan dari 9,8656g AlCl3 6H2O dalam NaOH atau ion Keggin (rasio OH-/Al3+:2,2). Keduanya dicampurkan perlahan dan diaduk selama 24 jam. Diambil 50 ml campurannya lalu disentrifugasi dan pastanya dikeringkan pada 500C . Padatan ini dikalsinasi selama 4 jam pada suhu 6000C. Selanjutnya yaitu pilarisasi keempat (IKPK2), suspensi 8 g lempung disiapkan di dalam 600 ml NaOH dan didiamkan selama 16 jam. Kepada suspensi ditambahkan secara lambat 733 ml larutan dari 9,8656 g AlCl3 6H2O. Langkah selanjutnya sama dengan model ketiga. Semua sampel dianalisis untuk mengukur keberhasilan metoda. Untuk mengidentifikasi kationkation penukar dan KTK terlebih dahulu kepada 5 g lempung dijenuhkan dengan larutan CH3COONH4 1M (pH 7) dan disaring. Filtrat berisi kation-kation penukar Na, K, Ca, Mg dan Al. Jumlah kation-kation itu setara dengan nilai KTK. Pasta yang jenuh dengan kation NH4+ tadi diekstraksi kembali dengan larutan KCl 1M pada pH 7. Ekstraktan berisi kation NH4+, kemudian diukur secara spektrofotometri menggunakan spektronik 20 Genesis pada panjang gelombang 660 nm. Jumlah NH4+

Kation-kation, cmol/kg

8 6 Al3+ 4 Ca2+ 2 Na+ 0 IK IKPS IKPP IKPK1 K+ Mg2+

Gambar 1. Konsentrasi kation pada berbagai model pilarisasi.

Sesuai dengan jenis aktivator yang dipakai, maka telah terjadi adsorpsi kation Na+ pada permukaan dan celah antar lapis dari kaolinit. Adanya kation Na+ pada celah antar lapis terbukti dengan munculnya senyawa baru sodium alumina silikat pada d. 6,3 (Muhdarina et al, 2001). Peningkatan jumlah kation ini sejalan dengan peningkatan nilai KTK (Gambar 2). Peningkatan tersebut sekitar 4 kali kondisi awal IK yang ternyata lebih baik dari pada hasil penelitian Kang & Egashira (1997). Kenyataan lain bahwa model IKPP menghasilkan peningkatan jumlah kation K+ terbesar mencapai 140 kali lipat semula (Gambar 1). Alasannya hampir sama dengan pilarisasi di atas karena pemilar juga berasal dari senyawa yang bersifat basa. Sesuai dengan aktivator yang diberikan, maka terjadi sumbangan kation K+ kepada mineral asal. Jika dilihat dari komposisi lempung awal IK yang relatif kaya dengan kation Na+,

22

Jurnal Natur Indonesia 6(1): 20-23 (2003)

Muhdarina & Linggawati.

terlihat bahwa pilarisasi dengan KOH lebih banyak menggantikan posisi kation Na+ dengan K+. Sebaliknya pilarisasi dengan NaOH (IKPS) menunjukkan sangat sedikit kation K+ yang dapat digantikan oleh Na+ atau dengan kata lain jumlah kation Na+ pada model ini sangat dominan disumbangkan oleh peristiwa penyisipan. Di pihak lain pada model IKPP, jumlah kation K+ disumbangkan oleh peristiwa penyisipan dan pertukaran kation. Kenyataan ini sesuai dengan keterangan Way dalam Grim (1968) bahwa kation K+ lebih mudah menggantikan kation Na+ dari pada sebaliknya. Disamping itu dapat pula dipertegas dari sisi perbedaan jari-jari kation terhidrat (Na+<K+). Alasan ini pula yang menyatakan bahwa nilai KTK pada model IKPP sangat tinggi dari pada model lainnya yakni sekitar 5 kali semula. Kedua kejadian di atas selalu diiringi dengan berkurangnya jumlah kation divalen pada lempung. Ini disebabkan karena konsentrasi kation-kation divalen jauh lebih sedikit (Gambar 1) dari pada kation monovalen yang akan menggantikan sehingga lebih memudahkan pergeseran oleh kation-kation monovalen yang masuk. Meskipun angka yang diberikan tidak begitu besar, namun sebenarnya terjadi peningkatan jumlah kation Al yang cukup signifikan ( 5 kali) pada model IKPK1 (Gambar 1). Kejadian ini ditunjang oleh penempatan pilar oksida berupa Al2O3 ke dalam ruang kisi lempung sehingga terjadi pelebaran jarak kisi pada pilar lempung yang baru. Muhdarina et al, (2001) menunjukkan pelebaran jarak kisi dari d.7,24 menjadi 10,19 yang mengindikasikan munculnya mineral baru berupa illit. Jika dilihat dari jumlah kation-kation mono/divalen pada model ini, peningkatannya relatif kecil. Kejadian ini diperkirakan akibat dari jumlah kation Na+ yang relatif sedikit di dalam larutan pemilar karena sebelumnya telah terjadi hidrolisis parsial diantara senyawasenyawa pemilar AlCl3 6H2O dan NaOH membentuk polikation Al dari [Al13O4(OH)24(H2O)12]+7. Di pihak lain peningkatan nilai KTK pada model IKPK2 disebabkan karena perlakuan pilarisasi yang diberikan secara bertahap berturut-turut adalah NaOH dan garam aluminium. Pada tahap awal terjadi penyisipan kation Na+ sama seperti model IKPS, kemudian diikuti dengan penyisipan alumina yang berasal dari polikation Al hasil hidrolisis parsial antara pemilar AlCl3 6H2O dan NaOH. Fakta ini juga dibuktikan dengan munculnya mineral illit pada d.10,19 dan pelebaran jarak kisi sekitar 3 (Muhdarina et al, 2001).

Mengacu kepada Gambar 2 tampak bahwa nilai KTK yang tinggi didukung oleh rasio Si/Al yang rendah. Model pilarisasi pada IKPS menunjukkan pengurangan rasio Si/Al yang sangat besar. Menurut Foster dalam Grim (1968), kaolinit dapat membebaskan silikat akibat perlakuan dengan NaOH. Dengan demikian langkah pilarisasi ini menyebabkan pengurangan jumlah silikat di dalam rangka kristal sehingga mengurangi rasio Si/ Al. Lain halnya dengan model IKPK1 yang memberikan penyisipan pilar oksida berupa alumina, artinya jumlah alumina dalam kristal bertambah.
8 7 6 KTK, cmol/kg 5 4 3 2 1 0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 Rasio Si/Al
Gambar 2. Hubungan rasio Si/Al dengan KTK pada lempung.

IKPS IKPK2

IKPK1 IK

Hal ini juga menghasilkan pengurangan dalam rasio Si/Al, namun pengurangan tidak cukup berarti dibandingkan keadaan semula IK. Tetapi terhadap model IKPK2 yang telah mengalami pilarisasi bertahap, maka secara bertahap pula terjadi pembebasan silika dan penyisipan alumina. Hal ini terlihat dari penurunan rasio Si/Al yang lebih besar bila dibandingkan dengan INKP1. Nilai KTK yang diperoleh pada model-model pilarisasi di atas sekitar 3-8 cmol(+)/kg (Gambar 3). Nilai-nilai ini masih berada dalam interval KTK mineral kaolinit yang berkisar antara 3-15 cmol(+)/kg (Foth 1990).
8 6 KTK, cmol/kg 4 2 0 IK IKPS IKPP IKPK1 IKPK2

Gambar 3. KTK lempung dari berbagai model pilarisasi.

Pilarisasi kaolit alam

23

KESIMPULAN
Dari semua data yang ada dapat disimpulkan bahwa model pilarisasi dengan KOH (IKPP) merupakan model pilarisasi terbaik dalam meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) yakni mencapai 5 kali semula. Dengan demikian model lempung terpilar ini dapat diaplikasikan sebagai resin penukar kation.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ditujukan kepada Proyek Pengelolaan Penelitian SPP/DPP (DIK-SUPLEMEN) Universitas Riau 1998/ 1999 yang telah mendanai penelitian ini. Begitu pula kepada Irwanto (NIM 9410802) dan Sidabutar M (NIM 9311951) yang telah bekerja sama dalam tim penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York: Maxmillan International Edition. Foth, H.D. 1990. Fundamentals of Soil Science. New York: Jhon Wiley & Sons.

Grim, R.E. 1968. Clay Mineralogy. New York: McGraw-Hill Book Company. Kang, S.J & Egashira, K. 1997. Modification of different grades of korean natural zeolites for increasing cation exchange capacity. Applied. Clay. Science 12: 131-144. Muhdarina & Amilia, L. 2000. Pillared clay types to increase the cation exchange capacity. Seminar Bersama UNRIUKM. Pekanbaru. Muhdarina, Amilia, L & Lang, D. 2000. Improvement of surface acidity on riau clay solid. Proceeding of International Symposium on the Role of Chemistry in Industry and Environment. Padang: Universitas Andalas. Muhdarina, Amilia, L, Verawaty & Mardianus. 2001. Jarak kisi, rasio si/al dan kation-kation penukar padatan lempung alumina terpilar. Jurnal Natur Indonesia III: 27-31. Muhdarina & Erman. 1999. Identifikasi dan modifikasi beberapa karakter lempung alam. Seminar Hasil Penelitian Dosen UNRI. Pekanbaru: Lembaga Penelitian. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. Canada: John Wiley & Sons. Suraj, G, Iyer, C.S.P & Lalithambika, M. 1998. Adsorption of cadmium and copper by modified kaolinites. Applied Clay Science. 13: 293-306. Toranzo, R. Vicente, M.A & Banares-Munoz, M.A. 1997. Pillaring of saponite with aluminum-chromium oligomers: characterization of the solid obtained. Chem.Mater.J. 9: 1829-1836.

Anda mungkin juga menyukai