Anda di halaman 1dari 25

1

1. Judul Penelitian : Keengganan Dosen Menjadi Anggota


Perpustakaan (Latar Belakang, Implikasi,
dan Saran Tindak Penanggulangannya)

BAB I
PENDAHULUAN

Buku merupakan salah satu kebutuhan penting dalam proses pembelajaran.
Kebutuhan ini terjadi pada seluruh jenjang pendidikan dari pendidikan dasar,
menengah, dan terlebih lagi pada jenjang pendidikan tinggi. Di jenjang perguruan
tinggi, kebutuhan akan buku sebagai sarana pembelajaran jauh lebih tinggi
dibandingkan pada jenjang-jenjang pendidikan di bawahnya. Hal ini disebabkan
proses pembelajaran yang menuntut tingkat kemandirian yang lebih tinggi
sehingga peranan pengajar tidak terlampau dominan.
Manfaat buku sebagai sarana pembelajaran tidak hanya dirasakan oleh peserta
didik. Pendidik juga membutuhkan buku yang relevan dengan penambahan
khazanah pengetahuan untuk mengajar. Seperti halnya pada peserta didik,
kebutuhan akan buku juga beragam sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Pendidik di jenjang perguruan tinggi memiliki kebutuhan akan buku-buku
penunjang melebihi pendidik yang mengajar di jenjang pendidikan dasar atau
menengah. Perbedaan kebutuhan ini selain terkait langsung dengan keluasan serta
kedalaman materi pengajaran, juga terkait dengan Tri Dharma dosen yang tidak
hanya terkait dengan bidang pengajaran, tapi juga pada bidang penelitian, serta
pengabdian kepada masyarakat (Soedibyo, 1987: 3-4; Basuki, 1991).
Kebutuhan akan buku bagi dosen maupun mahasiswa di perguruan tinggi
dapat dipenuhi dengan membeli sendiri atau meminjam (Aryani, dkk., 2006).
Peminjaman dapat dilakukan secara pribadi, maupun melalui perpustakaan.
Kebutuhan akan buku yang dapat dipinjam melalui perpustakaan inilah yang
kemudian mendorong seluruh institusi pendidikan terutama pendidikan tinggi
membangun perpustakaannya masing-masing. Pengembangan perpustakaan
juga dilakukan oleh Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). UPT
Perpustakaan telah memiliki gedung perpustakaan yang representatif dengan
koleksi yang cukup memadai. Koleksi ini meliputi karya cetak dan non cetak.
2
Karya cetak terdiri dari buku, jurnal-jurnal, terbitan berseri, dll yang berjumlah
76.247 eksemplar. Karya non cetak meliputi disket, kaset, CD, VCD, dll yang
berjumlah 1.176 eksemplar (Data Perpustakaan IKIPN Singaraja per Desember
2006).
Akses terhadap bahan pustaka di Perpustakaan Undiksha dapat dilakukan
dengan dua cara, yakni dengan membaca bahan pustaka tersebut langsung di
perpustakaan, atau dengan meminjam. Berbeda dengan membaca bahan pustaka
langsung di perpustakaan, peminjaman hanya dapat dilakukan oleh anggota
perpustakaan. Keanggotaan perpustakaan ini diberikan kepada segenap civitas
academica Undiksha dengan beberapa persyaratan yakni; mengisi formulir
pendaftaran, menyerahkan foto 3x4 sebanyak dua lembar, serta membayar biaya
administrasi keanggotaan sebesar Rp.2.000,00.
Hingga akhir tahun 2006, jumlah anggota perpustakaan mencapai 3.090
orang. Dari keseluruhan jumlah anggota perpustakaan, 3.029 orang diantaranya,
atau 98% dari keseluruhan anggota perpustakaan adalah mahasiswa, sedangkan
hanya 51 orang atau 2% dari anggota perpustakaan berasal dari kalangan dosen
(UPT Perpustakaan Undiksha, 2006). Angka ini cukup memprihatinkan terutama
apabila jumlah dosen yang menjadi anggota perpustakaan ini dibandingkan
dengan keseluruhan jumlah dosen. Prosentase anggota perpustakaan dari kalangan
dosen hanya sebesar 14% dari keseluruhan dosen Undiksha yang berjumlah 376
orang (UPT Perpustakaan Undiksha, 2006).
Rendahnya minat dosen menjadi anggota perpustakaan merupakan fenomena
yang memprihatinkan terutama apabila dikaitkan dengan peranan perpustakaan
dalam mengembangkan budaya akademik yang sehat (Santoso, 1987; Nawawi,
2000). Upaya untuk meningkatkan jumlah anggota perpustakaan dari kalangan
dosen bukannya tidak pernah dilakukan. Bahkan secara formal, seluruh dosen di
lingkungan Undiksha diwajibkan untuk menjadi anggota perpustakaan (Surat
Edaran Nomor 823/K.16.16/TU/2005). Namun, hingga saat ini, pendekatan
formal seperti ini belum memberikan hasil yang memuaskan terbukti dengan
tiadanya peningkatan berarti dalam jumlah dosen yang menjadi anggota
perpustakaan.
3
Konsekuensi dari tidak masuknya dosen sebagai anggota perpustakaan adalah
tidak diperkenankannya dosen yang bersangkutan meminjam koleksi bahan
pustaka untuk dibawa pulang. Sesuai tata aturan perpustakaan, apabila dosen yang
tidak memiliki kartu keanggotaan perpustakaan ingin memanfaatkan pelayanan
perpustakaan mereka hanya dapat menikmatinya di perpustakaan pada jam-jam
pelayanan. Namun, dari pengamatan kancah, tata aturan ini seringkali dilanggar.
Banyak dosen yang tidak memiliki kartu anggota perpustakaan dapat meminjam
buku di perpustakaan untuk dibawa pulang. Data terakhir menunjukkan terdapat
60 orang dosen yang meminjam koleksi bahan pustaka tanpa mempergunakan
kartu keanggotaan dengan total koleksi buku yang dipinjam mencapai 259
eksemplar.
Fenomena ini menjadi lebih memprihatinkan apabila dikaitkan dengan
pelakunya yang merupakan staff dosen. Dosen dengan tingkat intelektualitas yang
tinggi diasumsikan memiliki standar moralitas yang juga tinggi. Dengan standar
moralitas ini, seseorang akan dapat mengembangkan budaya dosa (sin culture),
budaya malu (shame culture), serta budaya salah (guilt culture) yang akan
menghindarkannya dari prilaku-prilaku yang menyimpang (Soemardjan, 1993).
Selain apabila dilihat dari sisi pelakunya, pelanggaran ini akan menjadi lebih
kompleks apabila dikaitkan dengan modus pelaksanaanya. Peminjaman oleh
dosen non anggota perpustakaan umumnya dilakukan melalui pegawai
perpustakaan sendiri. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pelanggaran yang
dilakukan oleh staff dosen dilakukan atas bantuan petugas perpustakaan yang
seharusnya berfungsi menegakkan tata aturan.
Tidak dipatuhinya aturan peminjaman berimplikasi pada tidak tercatatnya
judul buku yang dipinjam berikut jumlah eksemplarnya dalam kartu buku
peminjam, kartu kontrol, dan slip buku. Praktek seperti ini tentu saja dapat
menimbulkan permasalahan dalam tertib administrasi pada UPT Perpustakaan
Undiksha yang pada akhirnya akan berdampak pada timbulnya masalah
pengelolaan perpustakaan secara keseluruhan. Padahal pengelolaan yang baik
merupakan kunci dari keberhasilan perpustakaan dalam mendukung,
memperlancar, dan meningkatkan kualitas pelaksanaan program kegiatan
perguruan tinggi secara optimal (Soedibyo, 1987; Basuki, 1991; Murti, 2005)
4
Dengan kenyataan ini, penelitian untuk mengetahui latar belakang
keengganan dosen menjadi anggota perpustakaan penting untuk dilakukan.
Apalagi jika dikaitkan dengan tindakan menyimpang dosen dalam meminjam
buku di perpustakaan. Selanjutnya pemahaman ini akan sangat bermanfaat bagi
upaya untuk meningkatkan minat dosen untuk menjadi anggota perpustakaan
sekaligus mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya tata
aturan peminjaman buku. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan tertib
administasi perpustakaan yang akan bermuara pada peningkatan peran
perpustakaan dalam menunjang Tri Dharma Perguruan Tinggi.























5
BAB II
PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diketahui adanya keengganan
dosen menjadi anggota perpustakaan. Di pihak lain, terdapat banyak dosen yang
lebih memilih meminjam bahan pustaka tanpa mengikuti prosedur resmi dengan
menjadi anggota perpustakaan terlebih dahulu. Tindakan ini pada akhirnya
berimplikasi pada tidak terlaksananya tertib administrasi perpustakaan dengan
baik. Dalam konteks ini terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang menarik
untuk dijawab, yaitu:
1. Mengapa mayoritas dosen enggan menjadi anggota perpustakaan dan
lebih memilih meminjam buku di perpustakaan tanpa mengikuti prosedur
peminjaman resmi?
2. Bagaimana implikasi peminjaman buku tanpa mengikuti prosedur
peminjaman resmi ini terhadap administrasi perpustakaan?
3. Bagaimanakah saran tindak yang disampaikan oleh informan untuk
meningkatkan minat dosen menjadi anggota perpustakaan sekaligus
meniadakan praktek peminajaman buku secara tidak resmi?














6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana dipaparkan di
atas diperlukan tinjauan pustaka guna merumuskan kerangka teori atau landasan
teori. Hal ini sangat penting, mengingat bahwa landasan teori bisa dipakai dasar
atau pijakan dalam pemecahan masalah. Adapun pokok pikiran yang terkait
dengan pemecahan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

3.1 Pelanggaran terhadap Tertib Administrasi Perpustakaan
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, buku serta bahan pustaka
lainnya merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap dosen. Dalam pemenuhannya,
kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui berbagai cara yakni dengan membeli,
meminjam kepada orang lain, maupun meminjam di perpustakaan (Aryani, dkk.
2006). Apabila pemenuhan kebutuhan akan bahan pustaka ini diperoleh melalui
perpustakaan, maka dosen yang bersangkutan haruslah mentaati setiap tata aturan
peminjaman yang diterapkan oleh perpustakaan.
Parson (dalam Soekanto, 1986) mengemukakan bahwa tindakan manusia
dalam memenuhi kebutuhannya akan sangat dipengaruhi kondisi-kondisi
situasional yang dihadapi serta harus tunduk kepada tata aturan yang berlaku.
Dalam konteks pemenuhan kebutuhan bahan pustaka, kondisi-kondisi situasional
ini dapat berupa ketersediaan dana, ketersediaan bahan pustaka di pasar, akses
terhadap perpustakaan, dll. Kondisi-kondisi situasional ini akan berpengaruh
terhadap alasan pemilihan berbagai alternatif yang tersedia.
Tata aturan akan memberikan panduan mengenai tindakan yang boleh serta
tidak boleh dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan. Dalam konteks pemenuhan
kebutuhan bahan pustaka, kondisi-kondisi situasional yang dihadapi seorang
dosen, akan menentukan bagaimana dosen memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya,
apabila dosen yang bersangkutan memenuhi kebutuhan bahan pustakanya dengan
meminjam di perpustakaan, maka dia harus mentaati segenap tata aturan
7
perpustakaan, khususnya tata aturan yang berkaitan dengan peminjaman bahan
pustaka.
Ketaatan terhadap suatu tata aturan bergantung kepada seberapa jauh
pelembagaan tata aturan tersebut (Soekanto, 1996). Sebuah tata aturan yang sudah
terlembaga dengan baik dimulai dari proses diketahuinya tata aturan tersebut,
untuk kemudian dipahami, ditaati serta dihargai. Sebuah tata aturan harus terlebih
dahulu disosialisasikan agar pihak-pihak yang terkait dapat mengetahui serta
memahaminya. Setelah itu, diharapkan tata aturan tersebut dapat secara otomatis
ditaati dan dihargai oleh pihak-pihak yang terkait. Dengan kata lain, suatu tata
aturan haruslah melalui proses sosialisasi (diketahui dan dipahami) untuk dapat
terinternalisasi (ditaati dan dihormati) (Ritzer, 2004).
Selain ditentukan oleh seberapa jauh proses sosialiasi dan internalisasi,
ketaatan terhadap tata aturan juga terkait dengan kuat serta lemahnya kontrol.
Kontrol dapat berasal dari dalam diri pribadi kontrol internal maupun dari luar
diri pribadi, atau kontrol eksternal. Kontrol internal dapat dimiliki apabila
seseorang memiliki budaya dosa (sin culture) apabila melakukan palanggaran
(Soermardjan, 1993). Budaya dosa ini terkait dengan pemahaman bahwa setiap
pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan hukuman dari Tuhan. Pemahaman
ini akan membuat orang berusaha untuk tidak melanggar norma agar tidak
mendapatkan hukuman dari Tuhan. Sanksi terhadap kontrol internal ini adalah
perasaan bersalah pada diri pelaku.
Kontrol ekternal yang berasal dari luar diri pribadi dapat terjadi pada
masyarakat yang memiliki budaya malu (shame culture) dan budaya salah (guilt
cukture) (Soemardjan, 1993). Budaya malu merupakan kontrol masyarakat
terhadap perilaku menyimpang seseorang. Dengan kata lain, orang yang
melakukan penyimpangan akan mendapatkan sanksi dari masyarakatnya. Sanksi
ini dapat berupa cemoohan, gunjingan, ejekan, dll. Budaya salah merupakan
kontrol yang bersifat formal kelembagaan dan berasal dari lembaga yang
mengeluarkan tata aturan. Setiap pelanggaran dikenai sanksi secara formal
kelembagaan pula. Dalam konteks tata aturan perpustakaan, sanksi ini dapat
berupa teguran lisan maupun tertulis, pengenaan denda, penghentian status
keanggotaan, dll.
8
Kondisi budaya dimana organisasi berada juga dapat berpengaruh terhadap
ketaatan akan tata aturan yang berlaku. Budaya paternalistik menempatkan orang
yang berada pada posisi yang lebih tinggi dalam struktur sosial pada posisi yang
menguntungkan. Apabila orang-orang ini melakukan pelanggaran, petugas yang
kebetulan berada pada posisi yang lebih rendah secara struktural akan memiliki
perasaan segan atau ewuh untuk memberikan sanksi secara langsung. Selain
terkait dengan posisi dalam struktur sosial, pelanggaran juga dapat dikaitkan
dengan kepemilikan modal sosial. Modal sosial dalam hal ini merupakan jaringan
sosial yang dapat dipergunakan oleh individu untuk memperoleh dukungan sosial
(Giddens, 2003; Forse, 2004). Modal sosial dapat berupa jaringan pertemanan,
kekerabatan, balas budi, dll. Seseorang yang memiliki modal sosial yang besar
akan dapat bertindak bertentangan dengan tata aturan apabila didukung oleh
jaringan sosialnya yang memiliki posisi sebagai penegak tata aturan.

3.2 Sistem Pengelolaan Perpustakaan
Terdapat dua aktivitas pokok yang terkait dengan pengelolaan perpustakaan.
Kedua aktivitas tersebut adalah pengadaan bahan pustaka, serta pengelolaan
bahan pustaka.
3.2.1 Pengadaan Bahan Pustaka
Kegiatan yang amat penting dalam organisasi perpustakaan adalah pengadaan
bahan pustaka, karena mustahil ada buku tanpa ada kegiatan pengadaan. Ada
beberapa metode pengadaan yang umum dilakukan oleh perpustakaan, yakni : (1)
pembelian berupa pemesanan langsung pada penerbit atau toko; (2) pertukaran,
berupa tukar menukar koleksi antara perpustakaan satu dengan yang lain; dan (3)
hadiah, berupa buku-buku sumbangan (Soedibyo, 1987).
3.2.2 Pengelolaan Perpustakaan
Bahan-bahan pustaka ada, baik melalui pembelian, pertukaran maupun hadiah,
harus ditempatkan pada perpustakaan. Bahan-bahan tersebut masih memerlukan
sentuhan lebih lanjut agar bisa berfungsi secara baik dan benar. Untuk itu bahan
pustaka yang baru datang dari proses pengadaan tersebut perlu dikelola lebih
lanjut, yaitu dengan diolah terlebih dulu. Pengolahan buku-buku tersebut
mengikuti prosedur-prosedur sebagai berikut (Bafadal, 2005):
9
a. Pencataan bahan pustaka pada buku induk; ini bertujuan agar buku-buku
yang dibeli sesuai dengan pesanan dan ini juga berguna untuk mengetahui
jumlah bahan pustaka yang ada
b. Klasifikasi bahan pustaka; bertujuan untuk memudahkan pemakai
perpustakaan dalam mencari bahan pustaka yang diinginkan serta
memudahkan dalam menyimpan kembali bahan pustaka pada raknya.
c. Katalogisasi bahan pustaka; tujuan katalogisasi adalah untuk memudahkan
pemakai perpustakaan dalam mendapatkan informasi bahan pustaka yang
diinginkan, karena dalam katalog pemakai bisa mengetahui judul buku,
pengarang, subjek buku dan informasi yang lainnya.
d. Peneraan/stempel; ini dilakukan agar bahan pustaka yang dimiliki
perpustakaan tidak mudah hilang.
e. Pemasangan nomor panggil; biasanya nomor ini dipasang pada punggung
buku berupa stiker, ini bertujuan untuk memudahkan penyusunan buku
pada rak buku.
f. Pemasangan label tanggal dan kantong; memudahkan dalam pencatatan
peminjaman dan pengembalian.
g. Pengecekan ulang; memastikan bahwa nomor klasifikasi dan penulisan
katalog sudah benar.
h. Penempatan pada rak; kegiatan penyusunan bahan pustaka pada rak tidak
kalah pentingnya dengan kegiatan-kegiatan lain dalam rangkaian
pengelolaan perpustakaan. Apabila buku disusun dengan baik dan teratur,
pengunjung akan mudah menemukan koleksi yang diinginkan sehingga
waktu pemakai/pengunjung dapat dihemat.
Apabila kedelapan prosedur tersebut telah dilengkapi, maka bahan pustaka secara
administratif telah dikelola dengan baik. Bahan pustaka tersebut secara teknis
telah siap melakukan pelayanan pembaca.
Pelayanan pembaca adalah kegitan lanjutan setelah bahan pustaka yang ada
diolah. Pelayanan pembaca terdiri dari pelayanan sirkulasi dan pelayanan
referensi (Bafadal, 2005). Pelayanan sirkulasi adalah kegiatan melayani
peminjaman dan pengembalian buku. Proses administrasi peminjaman dimulai
dengan pencatatan buku yang dipinjam oleh anggota di bagian sirkulasi pada kartu
10
peminjaman dan kartu kontrol. Kartu peminjam dikembalikan kepada anggota
perpustakaan yang meminjam buku, sedangkan kartu kontrol disimpan oleh
petugas pada rak khusus setelah sebelumnya diinput ke dalam data base
komputer. Tujuan input data ke computer ini adalah untuk mengurangi stok buku
yang ada di perpustakaan pada layanan OPAC (On-line Public Access Cataloge)
sehingga apabila ada pengunjung yang mencari buku dengan judul yang sama,
maka akan diketahui dari informasi yang tersedia pada OPAC.
Sementara itu, pelayanan referensi adalah pelayanan pemberian informasi dan
pemberian bimbingan pembaca. Pelayanan ini ditujukan untuk memberikan
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung
perpustakaan. Layanan bimbingan pembaca ditujukan untuk memberi bimbingan
kepada pengunjung bagaimana menemukan informasi yang dibutuhkan
pengunjung serta bagaimana menggunakan setiap bahan pustaka koleksi referensi
(Sumardji,1992).
Walaupun pemakai perpustakaan dapat diibaratkan sebagai sahabat buku,
namun mereka bisa menjadi musuh buku. Karena mereka bisa melakukan
tindakan yang tidak bertanggungjawab terhadap apa yang dimiliki perpustakaan.
Misalnya, mereka tega merobek/menggunting isi buku guna memiliki apa yang
ada didalam buku tersebut. Banyak juga yang melipat-lipat kertas buku guna
menandai batas baca terakhir. Selain manusia, musuh buku dapat pula berasal dari
serangga, misalnya kecoa, ngengat, kutu buku, dll. Begitu pula kerusakan bahan
pustaka juga bisa terjadi akibat sinar matahari. Untuk meminimalkan kerusakan
akibat sinar matahari bisa diakali dengan cara merancang ruang perpustakaan agar
rak-rak buku tidak berhadapan dengan sinar matahari, menurunkan tingkat
pencahayaan lampu atau kalau perlu mematikan listrik, serta pengawasan sirkulasi
udara (Basuki, 1991). Dengan demikian, petugas perpustakaan tidak hanya
melayani konsumen, tetapi juga melakukan kontrol sosial terhadap pengguna,
mengenakan sanksi atas pelanggaran yang mereka lakukan, dan melakukan
kegiatan pemeliharaan dan pelestarian bahan pustaka.
Sanksi yang dikenakan kepada pengunjung perpustakaan dapat dikenakan
kepada pengunjung yang terlambat mengembalikan buku, menimbulkan
kerusakan terhadap buku hingga menghilangkan buku yang telah dipinjam (UPT
11
Perpustakaan Undiksha, 2003). Sanksi yang dikenakan untuk pengunjung yang
melakukan kelalaian ini adalah kewajiban untuk membayar denda berupa uang
hingga kewajiban untuk mengganti buku yang dihilangkan.
Dalam rangka pemeliharaan buku atau segala koleksi milik perpustakaan, dan
juga untuk memberikan pelayanan prima kepada pengguna perpustakaan, maka
perpustakaan tidak saja memerlukan ruang yang memadai, tetapi juga sumber
daya teknologi, yakni rak buku, meja baca, dll. Sumber daya teknologi diatur
sedemikian rupa, dengan pertimbangan agar koleksi terjamin keamanannya, tanpa
mengurangi kenyamanan pengguna perpustakaan, baik dosen maupun mahasiswa
(Soedibyo, 1987; Basuki, 1993).
Dapat disimpulkan, sebagai sebuah sistem, aktivitas pengelolaan perpustakaan
terdiri dari berbagai prosedur kegiatan yang saling terkait. Sesuai dengan
karakteristik sistem, apabila terdapat permasalahan dalam suatu prosedur akan
dapat mempengaruhi prosedur lain, bahkan mengganggu sistem secara
keseluruhan (Mulyadi, 1996).

3.3 Penanggulangan Permasalahan Tertib Administrasi Perpustakaan
Kendala yang mengganggu penyelenggaraan perpustakaan memerlukan
pemecahan agar misi perpustakaan berjalan dengan baik. Penanggulangan
dilakukan dengan cara menerapkan dan atau mengikuti gagasan etik, yakni teori-
teori baku (Pelto dan Pelto, 1970) yang berlaku dalam ilmu perpustakaan. Jika tata
aturan baku ilmu perpustakaan bisa diterapkan, maka kendala bisa dinetralisir,
sehingga pengelolaan perpustakaan secara baik dan benar akan terwujudkan.
Selain gagasan etik, maka gagasan emik, yakni pengetahuan informan atau
pelaku budaya (Pelto dan Pelto, 1970) tidak kalah pentingnya. Hal ini bisa
dipakai landasan untuk perbaikan suatu sistem, karena menurut filsafat
fenomenologi bahwa aktor yang paling tahu tentang apa makna tindakan yang
mereka lakukan (Salim, 2001; Bogdan dan Taylor, 1993; Strauss dan Corbin,
2003). Berkenaan dengan itu mereka tentu memiliki pula gagasan tentang cara
untuk mengatasi kendalah penyelenggaraan sistem pengelolaan perpustaakan.
Lebih-lebih adanya kenyataan bahwa manusia bisa menggali pengetahuan guna
12
mengatasi masalah yang mereka hadapi dengan cara belajar dari pengalaman
maupun dengan cara menggunakan nalar (Budianto, 2005).
Bertolak dari gagasan ini maka pemahaman emik tidak kalah pentingnya
dalam mengatasi kendala yang ada dalam pengelolaan perpustakaan. Walaupun
demikian, gagasan etik tidak bisa diabaikan. Gagasan emik yang akan dijadikan
solusi pemecahan permasalahan, tidak boleh bertentangan dengan gagasan etik
yang telah ada. Karena itu, meminjam gagasan Sanderson (1993) maka secara
sosiokultural, cara yang bisa digunakan untuk menanggulangi kendala
penyelenggaraan perpustakaan adalah memadukan kreativitas maupun gagasan
para aktor, tanpa mengabaikan aspek-aspek yang ada dalam budaya materi
(infrastruktur material) maupun sistem budaya (superstruktur ideologi) yang di
dalamnya mencakup pengetahua etik (ilmu pengetahuan) maupun pengetahuan
emik (pengetahuan empirik).

3.4. Kerangka Berpikir
Berdasarkan gagasan di atas maka dapat disusun kerangka konsep guna
memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, sebagaimana terlihat pada
bagan 1 sebagai berikut.














13
Bagan 1
Pemenuhan Kebutuhan Dosen akan Bahan Pustaka























Sebagaimana terlihat dalam bagan, interaksi dosen dengan perpustakaan
terjadi ketika dosen memerlukan pelayanan dalam aktivitas peminjaman dan
pengembalian buku. Dalam interaksi ini, perpustakaan dan dosen bergerak
berdasarkan tata aturan perpustakaan yang berlaku. Tata aturan berfungsi sebagai
kontrol sosial terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Kontrol sosial dapat
berupa kontrol internal (kontrol yang berasal dari diri pribadi) dan kontrol internal
(kontrol yang berasal dari dari luar diri pribadi).
Agar dapat berfungsi dengan baik, setiap tata aturan membutuhkan sanksi.
Sanksi dapat berupa sanksi formal dan informal. Sanksi formal merupakan sanksi
Tata Aturan Perpustakaan
Perpustakaan
Aspek Situasional
Memberi
pelayanan
dalam
peminjaman
dan
pengembalian
buku
Dosen
Menuntut
pelayanan
dalam
peminjaman
dan
pengembalian
buku
Kontrol Sosial:
- Internal
- Eksternal

Sanksi:
- Formal
- Non formal

Penumbuhan:
- Budaya Dosa
- Budaya Malu
- Budaya Salah
- Modal Kuasa
- Modal Sosial
14
yang dijatuhkan secara organisatoris, seperti pemberian teguran secara tertulis,
pengenaan denda, pemberhentian keangootaan perpustakaan, dll. Sanksi informal
merupakan sanksi yang diberikan di luar prosedur organisatoris, seperti
cemoohan, ejekan, gunjing, dll yang diberikan terhadap suatu pelanggaran. Pada
akhirnya, tata aturan dikatakan berhasil apabila telah dapat menumbuhkan budaya
dosa, budaya malu, serta budaya salah dalam diri seseorang. Selanjutnya, budaya
dosa, budaya malu, serta budaya salah ini dapat mencegah seseorang melakukan
pelanggaran.
Pelaksanaan suatu tata aturan juga sangat tergantung kepada aspek-aspek
situasional yang meliputi modal kuasa dan modal sosial. Seseorang yang memiliki
modal kuasa dan modal sosial dapat memanfaatkan modal yang dimilikinya ini
untuk melanggar tata aturan yang berlaku. Modal kuasa dapat dipergunakan
secara langsung atau tidak langsung untuk melanggar aturan. Kondisi ini bisa
terjadi terutama apabila penegak aturan berada pada posisi subordinat. Modal
sosial dalam bentuk jaringan sosial juga dapat dimanfaatkan secara negatif
untuk melanggar tata aturan.
















15
Bab 4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa mewujudkan beberapa tujuan. Adapun tujuan yang
ingin diwujudkan adalah sebagai berikut.
1. Untuk memahami alasan mayoritas dosen enggan menjadi anggota
perpustakaan dan lebih memilih meminjam buku di perpustakaan tanpa
mengikuti prosedur peminjaman yang resmi.
2. Untuk memahami implikasi peminjaman buku tanpa mengikuti prosedur
peminjaman resmi ini terhadap administrasi perpustakaan
3. Untuk mendapatkan gagasan berbentuk saran tindak yang bersifat emik
yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat dosen menjadi anggota
perpustakaan sekaligus meniadakan praktek peminjaman buku secara tidak
resmi.
Kontribusi Penelitian
Penelitian ini tidak saja diharapkan mewujudkan suatu tujuan, tetapi juga
memberikan kontribusi kepada lembaga, antara lain:
1. Hasil penelitian ini bisa memberikan masukan bagi pimpinan lembaga,
yakni rektorat, staf dekan, dan jurusan guna merumuskan kebijakan yang
tepat dan bersinergi untuk meningkatkan minat dosen menjadi anggota
perpustakaan. Hal ini penting mengingat peran sentral yang dapat
dibangun oleh perpustakaan dalam menciptakan iklim akademik yang
sehat sekaligus mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan kepada
Perpustakaan Undiksha, dalam konteks penanggulangan permasalahan
tertib administrasi yang terkait dengan peminjaman bahan pustaka oleh
dosen tanpa mengikuti prosedur peminjaman resmi. Terciptanya tertib
administrasi ini merupakan sasaran awal bagi tercapainya tujuan pendirian
perpustakaan.




16
Bab 5. Metode Penelitian yang Dipergunakan

Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian kualitatif
(Musthafa, 2002). Karena itu, sasaran penelitian ini bukan pada pengukuran,
melainkan pada pemahaman terhadap fenomena sosial dari perspektif para
partisipan atau menurut perspektif emik. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar yang
berlaku pada paradigma fenomenologi yang melandasi metode penelitian
kualitatif yang menyatakan bahwa apapun yang dilakukan oleh aktor dalam
kehidupan bermasyarakat maupun interaksi mereka dalam suatu lembaga sangat
tergantung pada pemaknaan mereka tentang sesuatu. Dengan demikian, jika
peneliti ingin memahami suatu perilaku, maka pemahaman dari sudut pandang
sang aktor atas apa yang mereka lakukan pemahaman emik, menjadi mutlak
adanya. Mereka adalah pelaku sehingga merekalah yang paling faham atas apa
yang mereka lakukan. Pemahaman orang luar pemahaman etik hanya bersifat
melengkapi (Spradley, 1997; Strauss dan Corbin, 2003; Zamroni, 1992).
Pemaknaan sesuatu berkaitan dengan kebudayaan yang mereka miliki, mengingat
bahwa kebudayaan tidak sekedar resep bertindak, tetapi juga pemberi makna
terhadap tindakan sang aktor (Geertz, 1998). Karena itulah, penelitian kualitatif
pada dasarnya juga bersifat pengungkapan latar belakang budaya atau alasan
maknawi dari tindakan aktor dalam suatu jaringan.

5.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Universitas
Pendidikan Ganesha. Penelitian terutama dilakukan pada bagian sirkulasi dan
komputer. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan karena bagian sirkulasi dan
komputer merupakan bagian yang paling memahami aktivitas peminjaman dan
pengembalian bahan pustaka.

5.2 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditunjuk secara purposive. Penunjukan ini
ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa sejauh mana mereka memahami
masalah yang dikaji sebagaimana yang dirumuskan dalam masalah penelitian,
17
posisi dalam struktur organisasi, serta pengalaman mereka dalam memanfaatkan
perpustakaan Undiksha. Untuk itu, informan akan terdiri dari; Kepala Unit
Pelaksana Teknis Perpustakaan Undiksha, staff UPT perpustakaan Undiksha
terutama pada bagian sirkulasi dan komputer, staff pimpinan di tingkat rektorat,
staff dosen, dll. Berapa banyak informan tidak ditentukan secara pasti dari awal,
melainkan tergantung pada tingkat kejenuhan data. Namun semua komponen
tersebut harus ada yang mewakilinya, sehingga cakupan data menjadi lebih luas
dan bervariasi.

5.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan, dengan cara
menerapkan berbagai teknik pengumpulan data, yakni:

(a) Teknik Wawancara Mendalam
Informan yang telah ditentukan sebagaimana dipaparkan di atas akan
diwawancarai dengan memakai teknik wawancara mendalam. Agar wawancara
mendalam bisa berlangsung secara terarah, disusun pedoman wawancara yang
memuat pokok-pokok pikiran yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dengan
cara ini diharapkan wawancara berlangsung secara fleksibel. Begitu pula
informasi yang digali, tidak saja bertumpu pada apa yang mereka ucapkan, tetapi
disertai pula dengan penggalian yang mendalam tentang pemaknaan mereka
terhadap ucapan maupun perilaku mereka. Dengan kata lain bisa pula dikatakan
bahwa melalui wawancara mendalam akan tergali aspek explicit knowledge
maupun tacit knowledge yang melekat pada informan. Untuk menghindarkan
distorsi data, maka pencatatan hasil wawancara dilakukan secara manual atau
disertai dengan perekaman.
Wawancara yang dilakukan terhadap pihak-pihak tersebut bertujuan;
a. Staff dosen: untuk mengetahui alasan pemanfaatan perpustakaan, alasan
menjadi anggota perpustakaan, alasan keengganan menjadi anggota
perpustakaan, kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan perpustakaan, serta
saran tindak yang dapat diberikan dosen dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi dalam pengelolaan perpustakaan.
18
b. UPT Perpustakaan: wawancara dengan kepala perpustakaan untuk mengetahui
kebijakan perpustakaan pusat terkait peningkatan minat menjadi anggota
perpustakaan, upaya penerapan tata aturan perpustakaan secara taat asas, serta
sanksi terhadap pelanggaran tata tertib perpustakaan.
c. Staff perpustakaan: terkait dengan aktivitas peminjaman dan pengembalian
bahan pustaka
d. Rektorat: wawancara dengan PR I untuk mengetahui kebijakan pihak Rektorat
dalam pengembangan perpustakaan lembaga secara keseluruhan.

(b) Teknik Observasi
Observasi terutama dilakukan untuk melihat keberadaan perpustakaan
Undiksha. Observasi dilakukan terhadap kondisi koleksi perpustakaan, tempat
penyimpanan, akses terhadap koleksi perpustakaan, dll. Dari observasi ini
diharapkan dapat diperoleh pemahaman mengenai aktivitas pengelolaan
perpustakaan.

(c) Penggunaan Dokumen
Sumber data lainnya adalah dokumen, misalnya catatan tentang koleksi buku
yang tersedia, data peminjaman, tata aturan peminjaman, dll. Sebelum
digunakan, dokumen tersebut dikritik, baik berbentuk kritik internal maupun
eksternal.
Dalam rangka menjamin kesahihan data, dilakukan triangulasi. Triangualasi
bisa berbentuk teknik pengumpulan data, misalnya wawancara dipadukan dengan
pengamatan dan atau dibandingkan pula dengan dokumen. Triangulasi bisa pula
antarinforman, yakni data yang diberikan oleh informan yang satu dengan yang
lain, dicek silang dengan data yang diberikan oleh informan lainnya. Bahkan yang
tidak kalah pentingnya, triangulasi bisa pula antarpeneliti, yakni masalah yang
(data yang meragukan) ditanyakan secara ulang oleh peneliti lainnya. Dengan
adanya triangulasi kasahihan data diharapkan lebih terjamin yang sekaligus berarti
hasil penelitian inipun menjadi lebih akurat adanya.


19
5.4 Analisis Data
Data yang terkumpul berwujud data kualitatif atau bisa pula dalam bentuk
angka-angka. Data dianalisis dengan melakukan serangkaian kegiatan, yakni
reduksi data, menyajikan data serta menganalisis data dan menarik simpulan.
Kesemuanya itu merupakan suatu kegiatan yang berkaitan, bisa dilakukan di
kancah maupun di luar kancah. Proses analisis dapat digambarkan dalam
Diagram 1 berikut ini:

Diagram 1
Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif



s













Sumber: Miles dan Haberman (1992:20).

Reduksi data meliputi berbagai kegiatan, yakni penyeleksian, pemfokusan,
simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi
untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subyektif, kutipan wawancara
yang memiliki makna subyektif, kutipan wawancara yang memiliki makna
subyektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan
penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat dan preposisi. Sedangkan penarikan
kesimpulan verifikasi antara lain mencakup hal-hal yang hakiki, makna subyektif,
temuan konsep dan proses universal.
Pengumpul-an
data
Penyajian
Data dan
penafsiran
Menarik
kesimpulan/Verifi-
kasi
Reduksi
Data
20
Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah dalam penelitian ini.
Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan kesimpulan dan penyajian
data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara
ulang-alik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir, yang bersifat holistik dan
sarat makna, dalam konteks pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji.
Hubungan antara pertanyaan penelitian, data, instrument, sumber data, serta
analisis data digambarkan dalam tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Pertanyaan Penelitian, Data, Instrumen, Sumber Data, serta
Analisis Data

No Pertanyaan Penelitian

Data Instrumen Sumber Data Analisis
Data
1 Mengapa mayoritas
dosen enggan menjadi
anggota perpustakaan
dan lebih memilih
meminjam buku di
perpustakaan tanpa
mengikuti prosedur
peminjaman resmi?

Hasil
wawancara
Panduan
wawancara
Dosen yang tidak
menjadi anggota
perpustakaan
serta dosen yang
tidak menjadi
anggota
perpustakaan
namun
meminjam tanpa
mengikuti
prosedur resmi
Analisis
kualitatif
2 Bagaimana implikasi
peminjaman buku tanpa
mengikuti prosedur
peminjaman resmi ini
terhadap administrasi
perpustakaan?

a. Hasil
wawancara
b. Hasil
observasi

a. Panduan
wawancara
b. Check list
observasi
a. Staff
perpustakaan
b. Observasi
aktivitas
peminjaman
dan
pengembalian
buku
Analisis
kualitatif
3 Bagaimanakah saran
tindak yang disampaikan
oleh informan untuk
meningkatkan minat
dosen menjadi anggota
perpustakaan sekaligus
meniadakan praktek
peminajaman buku
secara tidak resmi?
Hasil
wawancara
Panduan
wawancara
Dosen yang tidak
menjadi anggota
perpustakaan
serta dosen yang
tidak menjadi
anggota
perpustakaan
namun
meminjam tanpa
mengikuti
prosedur resmi
Analisis
kualitatif





21
Bab 6. Jadwal Pelaksanaan

Penelitian ini dirancang selesai dalam waktu delapan bulan yang terdiri dari
tiga tahap kegiatan sebagai berikut:
1) Kegiatan Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan meliputi menetapkan
pembagian kerja diantara tim peneliti, serta menyusun format
pengumpulan data. Waktu yang dialokasi dalam kegiatan ini adalah adalah
satu bulan.
2) Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi : pengumpulan data,
pereduksian data, penyajian data, maupun penarikan kesimpulan peneltian.
Kegiatan ini dilakukan merupakan rangkaian kegiatan yang saling terkait
dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapatkan hasil
penelitian akhir, yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam konteks
pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji. Waktu yang
dialokasikan dalam kegiatan ini adalah empat bulan
3) Kegiatan Penyusunan Laporan Hasil Penelitian
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi : menyusun konsep
laporan, mendiskusikan konsep laporan dengan anggota tim dan konsultasi
dengan rekan senior seprofesi dan menyusun laporan akhir. Waktu yang
dialokasikan dalam kegiatan ini sekitar satu bulan.
Keseluruhan kegiatan tersebut secara rinci dapat dituangkan dalam suatu tabel
sebagaimana terlihat pada tabel 2 sebagai berikut.







22
Tabel 2
Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Bulan Ke
I II III IV V VI VII VIII
1. Kegiatan Persiapan :
- Pembagian kerja
- Penyusunan format
pengumpulan
data

2. Kegiatan Pelaksanaan Penelitian :
- Pengumpulan data
- Reduksi data
- Penyajian data
- Penarikan kesimpulan
3. Kegiatan Penyusunan Laporan
Penelitian :

- Penyusunan konsep laporan
- Konsultasi dengan rekan senior
- Penyusunan laporan akhir





















23
Lampiran 1
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif. Dasar-dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Andari, Ni Nyoman. 2005. Layanan Perpustakaan. Denpasar:Badan Perpustakaan
Daerah Bali..

Bafadal, Ibrahim. 2005. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara.

Basuki, Sulistyo. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Bodgan, Robert dan Steven J. Taylor. 1993. Kualitatif. Dasar-dasar Penelitian.
[Penerjemah: Khozin Affandi]. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Budianto, Irmayanti M. 2005. Realitas dan Objektivitas. Refleksi Kritis Atas Cara
Kerja Ilmiah. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.

Faisal. Sanapiah. 2005. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.

Forse, Michel. 2004. Hubungan Sosial Sebagai Sumber Daya. Dalam Philippe
Cabin dan Jean Franois Dortier, ed. Sosiologi Sejarah dan Berbagai
Pemikirannya. [Penerjemah: Ninik Rochani Sjams]. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.

Gardner, Richard K. 1981. Library Collection. New York: McGraw-Hill.

Geertz, Clifford. 1998. After The Fact. Dua Negeri, Empat Dasawarsa, Satu
Antropolog. Yogyakarta: LKiS

Giddens, Anthony. 2003. Jalan Ketiga & Kritik-kritiknya. [Penerjemah: Imam
Khoiri, Yogyakarta: IRCiSod.

Herlina. 2005. Katalogisasi. Denpasar:Badan Perpustakaan Daerah Bali..

Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Antropologi. Jakarta: Pustaka Baru.

Mandra, I Ketut. 2005. Pengembangan Minat Baca. Denpasar: Badan
Perpustakaan Daerah Bali..

24
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
tentang Metode-Metode Baru. (Tjetjep Rohendi Rohidi Penerjemah).
Jakarta: UI Press.
Murti, I.B. Gana. 2005. Manajemen Perpusdokinfo. Denpasar: Badan
Perpustakaan Daerah Bali.

Musthafa, Bachrudin. 2002. Menaksir Kualitas Penelitian Kualitatif: Beberapa
Kriteria Dasar. Dalam A. Chaedar Alwasilah. Pokoknya Kualitatif.
Jakarta: Pustaka Jaya.

Nawawi, H. Hadari. 2000. Manajemen Strategik. Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan dengan Ilustrasi dibidang Pendidikan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Pelto, Pertti J dan Gretel H. Pelto. 1984. Anthropological Research.. Cambridge:
Cambridge University Press.

Rosbaedi. 2005. Klasifikasi Perpustakaan dan Tajuk Subyek. Denpasar: Badan
Perpustakaan Daerah Bali.

Rostini, Nyoman. 2005. Kerjasama Perpustakaan. Denpasar: Badan Perpustakaan
Daerah Bali..

Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya.

Sanderson, SK. 1993. Sosiologi Makro Sebuah Pendekatan terhadap Realitas
Sosial. [Penerjemah: Farid Wajidi dan S. Menno]. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa.

Santoso, Slamet Iman. 1987. Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Haji Masagung.

Sedanayasa, Gede, Desak Putu Parmiti dan I Ketut Artana. 2003. Studi
Pemanfaatan Bahan Pustaka Sebagai Sumber Informasi Dalam
Menunjang Kegiatan Akademik Mahasiswa Pada Perpustakaan IKIP
Negeri Singaraja. (Penelitian Dosen Muda yang dibiayai oleh Proyek
Penelitian Dikti tidak diterbitkan)

Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. 2002. Metode Penelitian. Bandung:
Mandar Maju.

Spradley, James. P. 1972. Culture and Cognition. Rules, Maps and Plan.
Chandler Publishing Company

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif
Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi data. [Penerjemah:
Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

25
Sudaadnyana, I Gusti Putu. 2005. Pengetahuan Literatur. Denpasar: Badan
Perpustakaan Daerah Bali.

Sukarna, Jaya. 2005. Pengembangan Koleksi. Denpasar: Badan Perpustakaan
Daerah Bali.

Sumardji, P. 1992. Pelayanan Referensi di Perpustakaan. Yogyakarta: Kanisius.

Sunardi, St. 2006. Nietzche. Yogyakarta: LKiS.

Surayana, I Gusti Nyoman. 2005. Pengantar Pelestarian Bahan Pustaka.
Denpasar: Badan Perpustakaan Daerah Bali.

Suwena, I Ketut. 2005. Penelusuran Informasi dan Jasa Rujukan. Denpasar:
Badan Perpustakaan Daerah Bali.

Tarigan, Josep R. dan M. Suparmoko. 2000. Metode Pengumpulan Data.
Yogyakarta: BPFE.

Tirtayasa, I Gusti Nyoman. 2005. Pengkajian Pengembangan Perpusdokinfo.
Denpasar: Badan Perpustakaan Daerah Bali.

Tokoh (Denpasar), 28 Mei 3 Juni 2006. Hal:4.

UPT Perpustakaan IKIP Negeri Singaraja. 2003. Buku Panduan Perpustakaan
IKIP Negeri Singaraja

Yusup, Pawit M. 1995. Pedoman Praktis Mencari Informasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Zamroni, DR. 1992. Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Anda mungkin juga menyukai