3.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.BA Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Bireun Pekerjaan : Swasta Agama : Islam Suku : Aceh Status Perkawinan : Sudah menikah No. CM : 97-93-39 Tanggal Masuk : 30 Nov 2013 Tanggal Pemeriksaan : 1 Nov 2013 3.2 ANAMNESIS a. KeluhanUtama : Nyeri dada sebelah kiri b. KeluhanTambahan : - c. Riwayatpenyakitsekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri yang dirasakan sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti ditimpa benda berat, nyeri dirasakan menjalar ke rahang, leher dan bahu. Pasien mengeluhkan keluar keringat dingin saat nyeri dada. Nyeri dada bersifat terus-menerus. Mual dan muntah tidak dikeluhkan pasien. Sehari sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUDZA dengan keluhan yang sama. Sehari setelah pulang pasien kembali mengeluhkan nyeri dada. Saat pertama kali dirawat pasien mendapat terapi O2 2-4 L/i, IVFD RL 10 gtt/i, inj. Ranitidin 1amp/12 jam, drip Cedocard 5 meq. Aspilet 1 x 80mg plavix 1 x 75mg. Pasien tidak pernah mengeluhkan sesak. Terbangun tengah malam (-), sesak ketika tidur rata (-).
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 19
RiwayatPenyakitDahulu - Hipertensi disangkal - Riwayat DM disangkal d. RiwayatPenyakitKeluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti ini. e. RiwayatKebiasaanSosial Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus rokok dalam sehari sejak 10 tahun yang lalu. Os juga mengaku jarang sekali berolahraga. f. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi - Jenis kelamin laki-laki - Usia> 40 tahun g. FaktorResiko Yang Dapat Dimodifikasi - Merokok - Jarang berolahraga
3.3 PEMERIKSAAN FISIK a. Status Present KeadaanUmum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis Tekanan Darah : 100/70 mmHg Frekuensi Jantung : 79 x/menit, reguler Frekuensi Nafas : 20 x/menit Temperatur : 36,6 0 C
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 20
b. Status General Kulit Warna : SawoMatang Turgor : Kembali Cepat Ikterus : (-) Anemia : (-) Sianosis : (-) Oedema : (-) Kepala Bentuk : KesanNormocepali Rambut : Bewarnahitam. Mata : Cekung (-), Reflekcahaya (+/+), Skleraikterik (-/-), Conj.palpebrainf. pucat (-/-) Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-) Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-) Mulut Bibir : Pucat (-), Sianosis (-) Gigi Geligi : Karies (-) Lidah : Beslag (-), Tremor (-) Mukosa : Basah (+) Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal Faring : Hiperemis (-) Leher Bentuk : Kesan simetris Kel.GetahBening : Kesan simetris, Pembesaran (-) Peningkatan TVJ : tidak mengalami peningkatan Axilla : Pembesaran KGB (-) Thorax Thorax depan 1. Inspeksi BentukdanGerak : Normochest, pergerakan simetris BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 21
TipePernafasan : Thorako-abdominal Retraksi : (-) 2. Palpasi Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Normal Normal Lap. Paru tengah Normal Normal Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Sonor Sonor Lap. Paru tengah Sonor Sonor Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi SuaraPokok Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler SuaraTambahan Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-) Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-) Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-) Thoraks Belakang 1. Inspeksi Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris Tipe pernafasan : Thorako-abdominal Retraksi : (-)
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 22
2. Palpasi Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Normal Normal Lap. Paru tengah Normal Normal Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Sonor Sonor Lap. Paru tengah Sonor Sonor Lap. Paru bawah Sonor Sonor 4. Auskultasi Suara pokok Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler Suara tambahan Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-) Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-) Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-) Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral LMCS. Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III Batas jantung kanan: di ICS V LPSD Batas jantung kiri: ICS V di 2 jari Lateral LMCS. Auskultasi : BJ I >BJ II, reguler, bising (-),gallop (-) Abdomen Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-) Palpasi : Soepel (+), Nyeritekan (-) Perkusi : thympani BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 23
Auskultasi : Peristaltik usus (N) Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan Anus : tidak dilakukan pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas Superior Inferior Kanan Kiri Kanan Kiri Sianotik - - - - Edema - - - - Ikterik - - - - Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus Sensibilitas N N N N Atrofiotot - - - -
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium ( 1 November 2013 ) Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hemoglobin 13,0 13-17 gr/dl Leukosit 9,5 4,1-10 x 10 3 /ul Trombosit 339 150-400 x 10 3 /ul Hematokrit 42 40-55 % Creatinin darah 1,0 0,6-1,1 mg/dl Ureum darah 25 20-45 mg/dl Gula darah sewaktu 85 60-110 mg/dl Masa pembekuan 10 Masa perdarahan 3 BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 24
B. rontgen Thoraks PA (2013)
Bacaan: Trakea : Normal, Tidak mengalami deviasi ICS kiri dan kanan : Sejajar, Tidak ditemukan adanya penyempitan Cor : Bentuk dan ukuran kesan normal CTR<50% Aorta : pelebaran aorta (-) dan elongati (-) Pulmo : Tak tampak infiltrat Sinus costophrenicus: dextra dan sinistra tajam Sinus cardiophrenicus: Dextra dan Sinistra tajam Diafragma : Normal. Diafragma dextra lebih tinggi dari sinistra Kesimpulan : Cord an pulmo tak tampak kelainan
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 25
A. Electrokardiografi (1 nov ktober 2013)
Bacaan EKG: Heart Rate : 86x/ menit, regular Irama : Sinus Rhytm Interval PR : 0,16 detik Interval QRS : 0,08 detik Regularitas : reguler Axis : Normoaxis Morfologi : - Gelombang P : 0,08 detik - Kompleks QRS : Normal - Gelombang R : Normal - T inverted : - - ST elevasi : V3, V4 - ST depresi : - - Interpretasi : STEMI anterior - Kesan : Abnormal EKG
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 26
3.5 RESUME Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti ditimpa benda berat, nyeri dirasakan menjalar ke rahang, leher dan bahu. Nyeri dada bersifat terus-menerus. Sehari sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUDZA dengan keluhan yang sama. Saat pertama kali dirawat pasien mendapat terapi O2 2-4 L/i, IVFD RL 10 gtt/i, inj. Ranitidin 1amp/12 jam, drip Cedocard 5 meq. Aspilet 1 x 80mg plavix 1 x 75mg. Pasienseorang perokok berat. Merokok sejak usia lebih kurang 10 tahun. Dalam sehari pasien rata-rata menghabiskan1 bungkus rokok. Riwayat Hipertensi disangkal, Riwayat DM disangkal. Dari pemeriksaan keadaan vital pasien didapatkankesadaran: compos mentis, tekanan darah: 100/70 mmHg, frekuensi jantung: 79 kali/menit, frekuensi nafas: 20 kali/menit dan suhu: 36,6C. Dari pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan ronchi dan wheezing pada lapangan paru kiri dan kanan, pemeriksaan fisik lainnya masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium hasilnya dalam batas normal. EKG menunjukkanadanya ST Elevasi di sadapan V3 dan V4
3.6 DIAGNOSA SEMENTARA Acute STEMI anterior onset 8 jam KILLIP I tanpa revaskularisasi TIMI Risk 4/14.
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 27
3.8 PLANNING DIAGNOSTIK - EKG serial - Lab darah lengkap post trombolitik (Hb, Ht, Tromb, Leu, HDL, LDL, TGL, Ur, Cr, HbSAg, KGDS, KGN 2PP, CKMB ) - Echocardiografi
3.9 PROGNOSIS Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia ad malam Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
ANJURAN KETIKA PULANG - Perbanyak istirahat di rumah - Berhenti merokok - Olahraga teratur - Hindari makanan berlemak dan mengandung kolesterol tinggi - Minumobat yang teratur - Kontrol ulang terapi ke Poli klinik jantung
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 28
3.10 Follow up Tn.M, 46tahun Tanggal S O A P 1 Nov 2013 Hr-1 Nyeri dada
KU : lemah Kes : CM TD : 100/70mmHg HR: 79 x/menit RR: 20x/ menit Suhu: 36,6 0 C Kepala : normochepali Mata : Cekung (-/-) Konj.pct (-/-) Sklera ikt (-/-) Telinga : Serumen (-) Hidung : Sekret (-) NCH (-) Mulut : Bibir: pucat(-) sianosis (-) Lidah : beslag(-) Geligi : karies(+) Faring: hiperemis (-) Leher : TVJ R-2cmH 2 O Thorax : Simetris (+) Retraksi (-) Paru-paru : Ves (+/+), Rh basah (+/+) Wh (-/-), Jantung : BJ 1 > BJ II, Bising sistolik (-) Abdomen : Distensi (-) Peristaltik (N) Acute STEMI anterior onset 8 jam KILLIP I tanpa revaskulari sasi TIMI Risk 4/14. - O 2 2-4 l/i IVFD RL 10 gtt/i Drip cedocard 5 meq Drip dobutamin 5 meq Inj ranitidin 1 amp/12 jam Aspilet 1x 80mg Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x20 mg
Planning : -Pemeriksaan darah lengkap - EKG serial
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 29
H/L : Tidak teraba Ekstremitas: Udem (-/-)
Tanggal S O A P 2 Nov 2013 Hr-2 Nyeri dada
KU : lemah Kes : CM TD : 100/70mmHg HR: 80 x/menit RR: 22x/ menit Suhu: 36,5 0 C Kepala : normochepali Mata : Cekung (-/-) Konj.pct (-/-) Sklera ikt (-/-) Telinga : Serumen (-) Hidung : Sekret (-) NCH (-) Mulut : Bibir: pucat(-) sianosis (-) Lidah : beslag(-) Geligi : karies(+) Faring: hiperemis (-) Leher : TVJ R-2cmH 2 O Thorax : Simetris (+) Retraksi (-) Paru-paru : Ves (+/+), Rh basah (+/+) Wh (-/-), Jantung : BJ 1 > BJ II, Acute STEMI anterior onset 8 jam KILLIP I tanpa revaskulari sasi TIMI Risk 4/14. - O 2 2-4 l/i IVFD RL 10 gtt/i Drip cedocard 5 meq Drip dobutamin 5 meq Inj ranitidin 1 amp/12 jam Aspilet 1x 80mg Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x20 mg
Planning : - EKG serial
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 30
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 32
BAB IV ANALISA KASUS Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti ditimpa benda berat, nyeri dirasakan menjalar ke rahang, leher dan bahu. Secara teori, nyeri dada terjadi karena terdapatnya area nekrosis koagulasi pada jaringan yang dapat disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut. Obstruksi paling sering disebabkan oleh trombus, embolus atau plak atherosklerosis. Nyeri dada yang di alami pasien sangat khas untuk nyeri dada tipikal(angina) yang merupakan gejala kardinal pasien Infark Miokard Akut (IMA) yang berhubungan dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang menandakan jeritan otot jantung akibat kekurangan oksigen ataupun kematian sel- sel jantung.Adapun sifat nyeri dada angina meliputi (Hemingway et al., 2004; Steg et al., 2012):
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial. Pada pasien ini nyeri dada dirasakan di dada sebelah kiri yang menjalar ke leher dan tangan kiri (ditunjukkan oleh gambar C). Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan terpelintir. Pada pasien ini nyeri dada dirasakan sebagai perasaan dada terasa berat seperti ditindih oleh beban besar dan terasa panas yang menjalar ke tangan kiri yang kemudian terasa seperti kebas-kebas. Penjalaran: biasanya kelengan kiri, dapat juga menjalar keleher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut hingga lengan kanan. Pada pasien ini penjalaran hanya ke dada bagian depan, ke leher lengan kiri hingga jari kelingking kiri BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 33
Gambar 12. Variasi Lokasi Nyeri Angina pada ACS
Faktor pencetus: latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Pada pasien ini faktor pencetus adalah akibat melakukan aktivitas seperti buang air besar serta melakukan aktivitas fisik yang berat. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Pada pasien ini gejala penyertanya adalah sulit bernafas, timbulnya keringat dingin, dan pasien terlihat sangat menahan rasa kesakitan Berdasarkan paparan diatas terhadap nyeri dada angina, hal ini sesuai dengan temuan pada pasien yaitu berdasarkan lokasi nyeri pada pasien ditemukan nyeri pada dada kiri (substernal) dan tangan kiri, sifat nyeri seperti di tekan, penjalaran terjadi menjalar ke bahu, lengan kiri, punggung hingga leher. Selain itu, nyeri dada khas infark yaitu berlangsung terus-menerus (>60 menit) saat istirahat. Gejala sistemik yang dialami pasien juga timbul keringat dingin , sesak sesuai dengan gejala penyerta nyeri dada angina yang diakibatkan oleh aktivasi dari sistem saraf otonom. Kejadian ini berhubungan dengan adanya penyempitan Arteri Koronaria oleh plak ateroma dan thrombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Perkembangan cepat Infark miokard dari nekrosis otot jantung disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh karena perfusi yang inadekuat, menyebabkan kadar oksigen ke jaringan miokard BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 34
menurun dan dapat pula menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi. 24 Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,dengan pembagian: 1. Derajat I : tanpa gagal jantung. 2. Derajat II : gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis. 3. Derajat III : gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru. 4. Derajat IV : syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis). 9 Riwayat kebiasaan sosial adalah merokok, 1 bungkus perhari.Temuan ini sesuai dengan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yaitu merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. 25 Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk terjadinya penyakit jantung pada pasien adalah usia pasien adalah 50 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa untuk lelaki usia yang beresiko menderita IMA. Ada empat faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik. 11 Pasien merokok selama 10 tahun dan sehari pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok. Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Seorang perokok pasifpun mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 35
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. 12 Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Rokok mengandung 4.000 bahan kimia berbahaya yang diantaranya terdiri dari nikotin, tar, karbonmonoksida, hydrogen cyanida, amonia, formaldehida, fenol, NO 2 dan berbagai macam bahan lainnya. Rokok akan memacu terjadinya proses infalamasi, vasospasme, kerusakan endotel, respon imun serta mutagenesis. Suatu studi genetik menemukan bahwa efek rokok pada penyakit kardiovaskuler erat kaintannya dengan apolipoprotein E, yaitu alel 2,3, dan 4, yang artinya individu yang memiliki alel 4 dan merokok mempunyai risiko tinggi menderita penyakit vaskuler 12 . Infark anterior terjadi akibat adanya sumbatan total pada pembuluh darah Left anterior descending (LAD). Left anterior descending (LAD) memperdarahi bagian anterior dan anteroapical jantung. Bagian-bagian dinding jantung tersebut memiliki peranan yang besar pada fungsi pemompaan. Akibat yang terjadi jika adanya oklusi sebagian atau total pada Left anterior descending (LAD)adalah bagian dinding anterior, anteroapical serta anterolateral jantung tidak mendapatkan suplai oksigen yang memadai sehingga dapat menyebabkan fatigue hingga nekrosis sel-sel miokard tersebut. Akibatnya ventrikel kiri yang merupakan area yang paling banyak mengalami infark mengalami gangguan kontraksi dan relaksasi yang menyebabkan volume sekuncup yang dihasilkan berkurang sehingga cardiac output yang dihasilkan juga berkurang. Akibatnya jantung berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan heart rate agar cardiac output dapat mengejar ketertinggalan untuk mensuplai oksigen ke seluruh tubuh 20 . Adanya infark miokard yang luas pada pasien ini ditunjukkan dengan adanya ST elevasi di lead I,II, aVL, aVF, V1-V6 serta adanya gelombang Q patologis di lead V2, V3, V4, V5. ST elevasi menunjukkan infark yang baru saja terjadi sedangkan gelombang Q patologis menunjukkan adanya suatu old infark miokard. Munculnya infark lama pada pasien ini dapat terjadi akibat proses merokok yang dilakukan pasien selama ini. Pasien merokok sejak 10 tahun dan 1 bungkus perhari. Faktor stress yang dialami pasien juga sangat berperan penting dalam terjadinya nyeri dada. Dimana pemeriksaan EKG di IGD tersebut BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 36
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Umumnya untuk gambaran infark miokard akut terdapat gambaran iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan tertentu sesuai perubahan-perubahan pada miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut: 20 Fase awal atau hiperakut: 1) elevasi ST yang non spesifik, 2) T yang tinggi dan melebar Fase evolusi lengkap: 1) elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas, 2) T yang negatif dan simetris, 3) Q patologis Fase infark lama; 1) Q patologis bisa QS atau Qr, 2) ST yang kembali isoelektik, 3) T bisa normal atau negatif 5
Berikut penentuan lokasi infark miokard berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sandapan EKG, IMA dibagi menjadi 28 Lokasi infark Gelombang Q, elevasi ST (sandapan) Arteri koroner Anteroseptal V1 dan V2 Left anterior descending (LAD) Anterior V3 dan V4 Left anterior descending (LAD) Lateral V5 dan V6 Left circumflex (LC) Anterior ekstensif I, aVL, V1-V6 Left anterior descending (LAD), Left circumflex (LC) High-lateral I, aVL, V5 dan V6 Left circumflex (LC) Posterior V7-V9 (V1 dan V2) Left circumflex (LC) Posterior Left BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 37
Ventricular Artery (PL) Inferior II, III, dan aVF Posterior descending Artery (PDA) Right ventrikel V2R-V4R Right coronary artery (RCA) Sehingga berdasarkan temuan secara klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu, berupa nyeri dada khas infark, perubahan gambaran EKG (ST elevasi) dapat mengarahkan pada diagnosis IMA. Salah satu faktor penting dalam menegakkan diagnosis IMA adalah kenaikan enzim Troponin T.
Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan elevasi segmen ST maka tindakan selanjutnya adalah usaha reperfusi secepatnya dengan trombolitik (kurang dari 6 jam setelah serangan IMA) menentukan prognosis penderita IMA, sedangkan kenaikan enzim biasanya baru tampak sesudah 6 jam, sehingga dibenarkan menegakkan IMA hanya dari berdasarkan dua dari tiga kriteria diagnosis IMA, yaitu nyeri dada khas infark dan perubahan EKG. 26
Intervensi dini IMA ditujukan pada (1) Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut, (2) Menstabilkan hemodinamik (kontrol tekanan darah dan denyut nadi), (3) Reperfusi miokard secepatnya dengan trombolitik, guna mencegah terjadinya nekrosis jaringan dan membatasi perluasan infark, (4) Mencegah komplikasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah penderita IMA selalu dalam keadaan stres, maka membuat penderita merasa nyaman dan aman akan sangat membantu keberhasilan terapi. 3,8 Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut pada kasus ini sesuai dengan teori yang ada yaitu dengan pemberian oksigen 2-4 L/I untuk meningkatkan suplai oksigen. Pemberian nitrat oral atau intravena untuk angina digunakan untuk nyeri infark. Berdasarkan literatur disebutkan bahwa nitrat hanya diberikan jika hipotensi yang terjadi adalah akibat nyeri dada yang disebabkan iskemia miokard. 26
Penderita distabilkan pada 8 jam pertama serangan kemudian makanan lunak dan beri laksansia (laksadin sirup) agar pasien tidak mengedan. Selain itu BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 38
penderita juga diharuskan istirahat dengan tirah baring sampai 24 jam bebas angina. 26
Pemberian aspilet dan clopidogrel digunakan sebagai antiplatelet. Aspirin merupakan yang dikunyah agar absorbsi lebih cepat dan merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai AMI dimana inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. Selain itu antiplatelet lain yang dapat diberikan adalah clopidogrel 23,25 . Pemberian antikoagulan ini berguna untuk mengurangi resiko terjadinya tromboemboli dan reinfark. 26 Untuk menstabilkan hemodinamik pada pasien dapat diberikan golongan -blockers dan/atau ACE inhibitor tergantung keadaan pasien. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa -blockers mempunyai efek mengurangi kebutuhan O2 miokard dan meningkatkan aliran darah koroner. Hasil dari berbagai uji klinis menunjukkan bahwa pada penderita IMA yang menerima atau tidak menerima trombolitik, pemberian penyekat beta yang kardioselektif seperti atenolol (tenormin), atau metoprolol (lopresor, seloken) pada jam-jam pertama IMA dapat membatasi perluasan infark dan menurunkan angka kematian sedangkan pemberian propanolol atau timolol setelah IMA dapat mengurangi resiko reinfark dan memperpanjang survival. Apabila tidak ada kontraindikasi seperti gagal jantung, bradikardi, hipotensi, hipoperfusi, asma aktif, hiperreaktivitas jalan nafas maka dianjurkan pemberian -blockers pada 24 jam pertama onset gejala SKA. 29 Untuk reperfusi miokard dapat diberikan trombolitik seperti streptokinase atau tissue plasminogen activator (t-PA) yang telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Namun, pada pasien ini tidak diberikan trombolitik karena infark yang lebih dari 12 jam. Hasil International of Study Infarct Survival (ISIS)-2 trial menunjukkan bahwa pemberian trombolitik pada infark yang lebih dari 12 jam akan meningkatkan mortalitas. Sebaiknya pemberian streptokinase adalah secepatnya setelah nyeri dada akibat infark dengan batas waktu <12 jam. 26
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 39
Untuk menstabilkan plak, pada pasien diberikan simvastatin 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa golongan statin dapat menghambat biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi LDL (Low density lipoprotein) di hepar, meningkatkan kolesterol HDL (High density lipoprotein) dan menghambat matriks metalloproteinase (zat yang membuat plak stabil). Statin juga memiliki efek menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari sirkulasi. Disamping itu, statin juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki fungsi endotel, antiinflamasi, anti oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak, sehingga pemberian statin dianjurkan pada pasien dengan SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia. 26 Usaha penanggulangan yang disebutkan juga berguna dalam mencegah terjadinya komplikasi IMA.Komplikasi yang paling sering pada hari-hari pertama IMA adalah aritmia dan gagal jantung. Komplikasi yang lainnya meliputi syok kardiogenik, rupture septum atau dinding ventrikel, dan tromboemboli. 26
Rencana yang akan dilakukan adalah EKG serial, ekokardigram jantung, percutanues coronary intervention (PCI) dan pemeriksaan darah. Dimana rencana tersebut bertujuan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Resiko tinggi mortalitas IMA adalah (1) nyeri dada berulang, (2) gambaran infark persisten pada EKG, (3) komplikasi mekanik (gagal jantung akut, murmur baru) serta syok. 22
Pencegahan sekunder pasien iskemia miokard yaitu, 22 1. Merokok, target berhenti merokok 2. Kontrol tekanan darah, target < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg (penderita DM atau gagal ginjal kronik) 3. Menejemen lipid, target LDL <100 mg/dl, trigliseria <150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl 4. Aktivitas fisik, target minimal 30 menit/hari selang 3-4 x/minggu 5. Menejemen berat badan, target IMT 18,5 -24,9 kg/m 2 , lingkar pinggang < 35 inci (perempuan), laki-laki < 40 inci 6. Manajemen diabetes, target HbA1C < 7% 7. Antiplatelet/antikoagulan dengan pemberian aspirin 75-162 mg/hr seumur hidup atau clopidogrel 75 mg/hr selama 9-12 bulan terutama setelah BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 40
pemasangan drug eluting stent, serta sebagai alternatif bila terdapat kontraindikasi aspirin. Alternatif platelet lain adalah warfarin (INR 2,5-3,5) bila terdapat indikasi atau kontraindikasi terhadap aspirin atau clopidogrel 8. Penghambat system RAA (rennin angitensin aldosteron) yaitu dapat diberikan ACE inhibitor seumur hidup pada pasien dengan infark anterior, riwayat infark sebelumnya, KILLIP 2, EF <40%. Pilihan lain adalah ACE inhibitor pada pasien dengan tanda-tanda gagal jantung yang intoleran terhadap ACE. Pilihan lainnya adalah penghambat aldosteron terutama pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan dan hiperkalemia yang sudah mendapat ACE inhibitor dengan dosis optimal , EF 40 dengan DM atau gagal jantung 9. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada tiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad malam. Hal ini dikarenakan sesuai dengan temuan stratifikasi resiko SKA yaitu berdasarkan Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) risk score. Rata-rata kematian infark miokard atau urgensi revaskularisasi meningkat secara bermakna sesuai dengan meningkatnya skor risiko TIMI, yaitu berkisar 5% untuk pasien dengan risiko 0 atau 1 dan sampai > 40% untuk pasien dengan skor risiko 6 atau 7. 21 TIMI skor risiko untuk mengidentifikasi STEMI signifikan gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel yang menangkap sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di multivariabel model. Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik waktu, pada pria dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain itu, TIMI skor risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan pasien dengan STEMI
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH 41