Anda di halaman 1dari 29

1

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.NS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Laborat
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kelapa Nunggal, Bogor
Pendidikan : D3

ANAMNESIS
Secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 29 November 2010.

Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan dan bokong kanan lebih kurang sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang-kejang sejak dua hari sebelum
masuk rumah sakit. Menurut cerita ibunya kejang pertama timbul saat pasien
berumur tujuh tahun. Kejang berlangsung kira-kira lima menit, dirasakannya
seluruh tubuh, awalnya tubuh pasien terasa kaku terus kelojotan, mulutnya
berbuih, sering keluar keringat dingin dan pasien tidak sadar. Sebelum kejang
pasien mengeluh sakit kepala yang terasa seperti tertekan dan menjalar sampai
leher. Setelah selesai kejang tubuh pasien terasa lemas dan bingung.
Dua tahun yang lalu sering berobat ke poli saraf RSMM dan sempat
dinyatakan bebas epilepsi. Keluhan yang sekarang ini baru dirasakan kembali
setelah dua tahun dinyatakan bebas. Riwayat demam, trauma kepala, kecanduan
obat narkotik dan alkohol, infeksi telinga, sinus, gangguan kongenital, hipertensi,
dan DM disangkal
2

Riwayat Penyakit Dahulu
Kejang demam (+), trauma kepala (-), riawayat epilepsi (+).

Riwayat Penyakit Keluarga
Epilepsi (-), hipertensi (-), DM (-), dan jantung (-).

STATUS INTERNA SINGKAT
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda vital
Kesadaran : CM, GCS E
4
M
6
V
5
=15
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 92x/ menit
Suhu : 36c
Pernafasan : 18x/menit
IMT : normal
Jantung : Bunyi jantung I II reguler , murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, rhonki -/- , wheezing -/-
Abdomen : datar, hati limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan (-),
perkusi timpani, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema - /-
-/ -
STATUS PSIKIATRI SINGKAT
Emosi dan afek : stabil
Proses berpikir : baik
Kecerdasan : cukup

PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
Kesan umum
Kesadaran : compos mentis
Pembicaraan
disartri : tidak
3

monoton : tidak
scanning : tidak
afasi : tidak
Kepala
besar : normocephali
asimetris : tidak
tortikolis : tidak
mask(topeng): tidak
fullmoon : tidak
lain-lain : -

Pemeriksaan khusus
1. Rangsangan selaput otak
kaku kuduk : -
kernig : -/-
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -
Saraf otak
N I Hyp/anosmia : tidak dilakukan
N II visus : 6/6
campus warna : tidak dilakukan
melihat warna : baik
funduscopy : tidak dilakukan
N. III, IV, VI
Kanan Kiri
o Kedudukan Bola Mata : ortoposisi ortoposisi
o Pergerakan Bola Mata
ke atas : (+) (+)
ke temporal : (+) (+)
4

ke bawah : (+) (+)
Temporal Bawah : (+) (+)
o Eksopthalmus : (-) (-)
o Celah mata(ptosis): (-) (-)

kanan kiri
o Pupil
o Bentuk, lebar : bulat, 3 mm bulat, 3 mm
o Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
o Refleks Cahaya Konsensual : (+) (+)
o Akomodasi : baik baik
o Konvergensi : baik baik
N V
o Cabang mototrik
o Otot masseter : dalam batas normal
o Otot temporol : dalam batas normal
o Otot pterygoideus int/ekst: baik
o Cabang sensorik
I : baik
II : baik
III : baik
Refleks kornea langsung : (+) (+)
Refleks kornea konsensual : (+) (+)

N VII
Waktu diam
o Kerutan dahi : simetris
o Tinggi alis : simetris
o Sudut mata : simetris
o Lipatan nasolabial : simetris
o Sudut mulut : simetris
5

Waktu gerak
o Mengerut dahi : simetris
o Menutup mata : simetris
o Bersiul : simetris
o Memperlihatkan gigi : simetris

Pengecapan 2/3 depan lidah : baik
Hiperakusis : tidak dilakukan
Sekresi air mata : tidak dilakukan

NVIII
Vestibular
Vertigo : -
Nystagmus ke : -
Tinnitus aureum : -
Cochlear
Weber : tidak dilakukan
Rinne : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan

N IX, X
Bagian m otorik:
Suara biasa/parau/tak bersuara : suara biasa
Kedudukan arcus faring : simetris
Kedudukan uvula : ditengah
Pergerakan arcus faring/uvula : simetris
Vernet-Rideau phenomenon : tidak dilakukan
Detak Jantung : BJ I-II Reg, M (-), G (-)
Bising usus : (+) Normal

Bagian sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah: baik
6

Refleks oculo cardiac : tidak dilakukan
Refleks carotico-cardiac: : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukan
Refleks palatum mole : tidak dilakukan

N XI
Mengangkat bahu : baik
Memalingkan kepala : baik

N XII
Kedudukan lidah waktu istirahat ke : tengah
Atrofi : -
Fasikulasi/tremor : -
Kekuatan lidah menekan pada bagian dalam pipi : baik

3. Sistem motorik
Kekuatan Otot
Tubuh
Otot perut : tidak dilakukan
Otot pinggang : tidak dilakukan
Kedudukan diafragma :
Gerak : simetris
Istirahat : Simetris

Lengan
M.Deltoid ( adduksi lengan atas ) : 5/5
M. Biceps ( Fleksi lengan atas ) : 5/5
Fleksi sendi pergelangan tangan : 5/5
Ekstensi sendi pergelangan tangan : 5/5
Membuka jari-jari tangan : 5/5
Menutup jari-jari tangan : 5/5
7

Tungkai
Fleksi artic. Coxae : 5/5
Ekstensi artic. Coxae : 5/5
Fleksi sendi lutut : 5/5
Ekstensi sendi lutut : 5/5
Fleksi plantar kaki : 5/5
Ekstensi dorsal kaki : 5/5
Gerakan jari-jari : 5/5
Besar otot
Atrofi: - Pseudoatrofi : -

Palpasi otot
Nyeri : -
Kontraktur : - Konsistensi : normal

Respon terhadap perkusi
Myoedema: tdk dilakukan Reaksi myotonik: tdk dilakukan

Tonus Otot Lengan Tungkai
Hipotoni : - -
Spastic : - -
Rigid : - -
Rebound phenomenon: - -


GANGGUAN GERAKAN INVOLUNTER
Tremor : Tidak
Chorea : Tidak
Athetose : Tidak
Myokloni : Tidak
Ballismus : Tidak
8

Torsion spasme : Tidak
Fasikulasi : Tidak
Myokymia : Tidak

KOORDINASI
Jari tangan-jari tangan : baik
Jari tangan hidung : baik
Ibu jari kaki- jari tangan : baik
Tumit-Lutut : baik
Pronasi-supinasi : baik
Tapping dengan jari-jari tangan :baik
Tapping dengan jari-jari kaki :baik

GAIT
(TIDAK DILAKUKAN)
Jalan diatas Tumit
Jalan diatas jari kaki
Tandem Walking
Jalan lurus lalu putar
Jalan mundur
Hopping
Berdiri dengan satu kaki

Macam-macam Gait
(tidak dilakukan)
Hemiplegic gait
Spastic/Scissora gait
Cerebellar gait
Tabetic gait
Stappage gait
Weddling gait
9

Parkinsonian gait
Jigling

Station
Romberg test : tidak dilakukan

SISTEM SENSORIK
EKSTEROSEPTIF
Rasa nyeri superfisial : baik
Rasa suhu (panas/dingin) : Tidak dilakukan
Rasa raba ringan : baik
PROPIOSEPTIF
Rasa getar : tidak dilakukan
Rasa tekan : baik
Rasa nyeri tekan : baik
Rasa gerak dan posisi
Lengan : baik
Tungkai : baik
Sikap : Berbaring aktif
ENTERESOPTIF
Reffered pain : ada
RASA KOMBINASI : Tidak dilakukan
Stereognosis
Barognosis
Graphestesia
Two point tactile discrimination
Loss of body image


GANGGUAN FUNGSI LUHUR
Apraxia : -
10

Alexia : -
Agraphia : -
Fingeragnosia : -
Membedakan kanan dan kiri : dapat
Acalculia : -

REFLEKS
Refleks Kulit
(Tidak dilakukan)
Refleks dinding perut
Refleks Cremaster
Refleks interscapular
Refleks gluteal

Refleks tendon/periost
Refleks biceps : +/+
Refleks triceps : +/+
Refleks patella : +/+
Refleks achilles: +/+

REFLEKS PATOLOGIK
Refleks Patologik
Tungkai
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Rossolimo -/-
Gordon -/-
Schaefer -/-
Mendel-bechterew -/-
Stransky -/-
11

Gonda -/-
Bing -/-

Lengan
Hoffman tomner -/-
Leri -/-
Mayer : -/-
Refleks-Refleks Primitif
(Tidak dilakukan)
Grasp refleks
Snow Refleks
Sucking Refleks
Palmo mental refleks

SISTEM SARAF OTONOM
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
Salivasi : baik
Gerakan vasomotor : -
Orthostatic hipotensi : -

GANGGUAN TROPIK
Kulit : tidak ada
Rambut : tidak ada
Kuku : tidak ada


COLUMNA VERTEBRALIS
Kelainan Lokal
Skoliosis : -
12

Kyposis : -
Kyhposkoliosis : -
Gibbus : -
Nyeri Tekan/Ketok lokal : tidak ada

GERAKAN CERVICAL VERTEBRAE
Fleksi : baik
Ekstensi : baik
Lateral Deviasi : baik
Rotasi : baik
Gerakan dari Tubuh
Membungkuk : tidak dilakukan
Ekstensi : tidak dilakukan
Lateral deviasi : tidak dilakukan

RESUME

Pasien perempuan umur 26 tahun datang dengan kejang-kejang sejak dua hari
sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung kira-kira lima menit,
dirasakannya seluruh tubuh, awalnya tubuh pasien terasa kaku terus kelojotan,
mulutnya berbuih, sering keluar keringat dingin dan pasien tidak sadar. Sebelum
kejang pasien mengeluh sakit kepala yang terasa seperti tertekan dan menjalar
sampai leher. Setelah selesai kejang tubuh pasien terasa lemas dan
bingung.`Status interna: GCS 15, TD = 120/70, Nadi: 92x/ menit, suhu: 36c,
pernafasan: 18x/menit, IMT: normal. Status psikiatri baik. Status neurologis
dalam batas normal. Motorik 5555/5555
5555/5555
Sensorik baik. Refleks fisiologis patela menurun. SSO miksi baik. Defekasi baik.



13

DIAGNOSIS KERJA
Klinis : Kejang tonik klonik
Etiologi : Epilepsi idiopatik
Topis : Korteks cerebri

DIAGNOSIS BANDING
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap (elektrolit, GDS, ureum, creatinin, hitung jenis
leukosit)
CT scan kepala

PENATALAKSAAN
Non Medikamentosa
O2 1-2L/menit

MEDIKAMENTOSA
phenitoin 2 x 0,5 mg

PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam







14

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan
tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.
4
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
5
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan
kejang.
5


EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka
epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju
ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai
100/100,000.
7
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.
8
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan

perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di
bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000
kasus).
9
Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
15

Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi,
yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.
10


ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
11

Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan
biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil

Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan
epilepsi mioklonik

KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League
Against Epilepsy (ILAE) 1981:
12
I . Kejang Parsial (fokal)
A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
16

4. Dengan gejala psikik
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-
klonik, tonik atau klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,
dan berkembang menjadi kejang umum
II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. lena/ absens
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik
III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :
I. Berkaitan dengan letak fokus
A. Idiopatik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm
B. Simptomatik
o Lobus temporalis
17

o Lobus frontalis
o Lobus parietalis
o Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum
A. Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal
convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Other generalized idiopathic epilepsies
B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
Wests syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences
C. Simtomatik
Etiologi non spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures

2.5. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter
eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan
18

neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil
dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter
eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi
potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh
ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur
dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara
sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan
epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang
epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.
13

19






















Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

GEJALA

Kejang parsial simplek
Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
- deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat dijelaskan
20

- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubih tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
- Halusinasi
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar
tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan
pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini
pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini
biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum
serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga
berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan
yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik:
terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau
buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien
mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.
14



21




DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.
15


1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh.
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan
penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
22

- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-
sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis.
Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal.

23

b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk
membantu terapi pembedahan.





VIII. TERAPI








24

TERAPI
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen
maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30
menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10
menit

Algoritme manajemen status epileptikus

25

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas
pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala
disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.
16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na
+
,
Ca
2+
, K
+
, dan Cl
-
atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau
keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
26

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai
dari satu OAE yang bukan utama
Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja
sebagai pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak.
Akan tetapi mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak
terdapat pada obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan
US Food and Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.
17

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom









Meka
nisme
kerja
OAE


27

Obat epilepsi untuk anak
18


28
























29

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html
2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In
: Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
2005. p119-127.
4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric
Neurology: Essentials for General Practice. 1
st
ed. 2007
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15816939
6. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical
development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
7. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
8. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-
epilepsi-pada-anak-2
10. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causes
ofepilepsy
11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and
Therapy in Children and Adults.2
nd
ed. America: Blackwell Publishing
Ltd. 2005
12. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses
Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC
13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6
th
ed. New York: McGraw-Hill.
14. Wilkinson I. Essential neurology. 4
th
ed. USA: Blackwell Publishing. 2005
15. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
16. http://www.medscape.com/viewarticle/726809
17. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics.
Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)

Anda mungkin juga menyukai