PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2013 PERUBAHAN FLUIDA RESERVOIR PANAS BUMI SEIRING BERJALANNYA PRODUKSI
Proposal Komprehensif
Disetujui untuk Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Oleh Dosen Pembimbing :
Ir.Bambang Bintarto, MT Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul: Perubahan Fluida Reservoir Panas Bumi Seiring Berjalannya Produksi, proposal ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi yang akan dibahas didalam penyusunan komprehensif di Program Studi Perminyakan, Fakultas Teknologi UPN Veteran Yogyakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan proposal ini dapat selesai dengan baik. Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun akan sangat berarti bagi penulis. Akhirnya, semoga proposal komprehensif ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Yogyakarta, Oktober 2013 Penulis
I.B.Dhana Jayawardana
I. JUDUL Perubahan Fluida Reservoir Panas Bumi Seiring Berjalannya Produsksi
II. LATAR BELAKANG Semakin kompleknya ketergantungan dunia kepada migas dan sumber energi mineral lainnya pada dekade belakangan ini menjadikan panasbumi sebagai sumber energi alternatif yang sangat menjanjikan sekarang dan dimasadepan. Panasbumi merupakan salah satu energi alamiah didalam bumi dan merupakan hasil interaksi anatara panas yang diinduksi batuan dan air tanah yang berada disekitarnya. Upaya untuk mendapatkan energi panasbumi dilakukan dengan mengadakan penyelidikan (eksplorasi) terhadap sumber panasbumi. Tahapan awal dari eksplorasi ini meliputi kegiatan survei geologi, geokimia, geofisika dan pemboran eksplorasi. Survey geologi diawali dengan studi pengindraan jarak jauh yang kemudian dilanjuktan dengan studi lapangan, yang meliputi inventarisasi gejala permukaan, studi mengenai stratigrafi lapangan dan struktur serta studi alterasi. Manifestasi gejala permukaan meliputi fumarola, solfatara, mata air panas, dan geyser. Survey geokimia dilakukan dengan pengambilan contoh air panas, uap dan gas dari manifestasi di permukaan. Dari analisa contoh permukaan tersebut, dengan memperhatikan ion ion indikator, maka dapat diperkirakan temperatur reservoir panasbumi dengan metoda geothermometer. Survey geofisika dilakukan melalui lintasan yang telah ditentukan berdasarkan survey geologi dan geokimia. Metode yang digunakan adalah metode gravity, magnetik, resistivity dan seismik, yang kemudian dilanjutkan ke tahap pemboran dangkal dan pemboran eksplorasi. Pemboran eksplorasi geothermal hampir sama dengan pemboran eksplorasimigas hanya saja dalam pemboran eksplorasi geothermal menggunakan lumpur, semen, bit, pipa pemboran dan chasing yang dapat mengimbangi high temperature high pressure kemudian titik pemborannya mencari patahan dalam system geothermal tersebut.
III. MAKSUD DAN TUJUAN 3.1.1.Maksud Mengidentifikasi perubahan fasa fluida melalui aspek geologi, geofisika, dan geokimia. 3.1.2.Tujuan Untuk mencari sumber energy geothermal dan menentukan tahap-tahap dalam pemboran eksplorasinya.
IV. TEORI Perolehan data mengenai karakteristik reservoir panasbumi dapat dilakukan dengan survey geologi dan geokimia setelah itu dilanjutkan dengan survey geofisika.setelah semua data didapat kemudian dilakukan pemboran eksplorasi untuk membuktikan benar atau tidak daerah tersebut terdapat geothermal energy 4.1. Tahapan Eksplorasi Lapangan Geothermal 4.1.1. Penjajakan Langkah pertama yang dilakukan dalam usaha mencari daerah prospek geothermal adalah mengumpulkan data mengenai daerah yang diselidiki berdasarkan foto udara, lokasi manifestasi panasbumi di permukaan, gejala-gejala vulkanik yang terjadi, geologi dan hidrologi daerah tersebut serta hasil analisa air dari daerah yang diselidiki. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data sangat tergantung dari kemudahan memperoleh peta dan laporan-laporan hasil survei yang telah dilakukan sebelumnya tetapi diperkirakan akan memerlukan waktu sekitar 1-3 bulan. 4.1.2. Eksplorasi Pendahuluan Eksplorasi Pendahuluan dilakukan untuk mencari daerah prospek panasbumi, yaitu pada daerah yang menunjukkan manifestasi di permukaan, adanya sumber panasbumi pada daerah post volcanic, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan geologi daerah tersebut. Pekerjaan pada tahap awal ini biasanya dilakukan dengan survei geokimia. Kegiatan ini dilakukan dengan tahapan inventarisasi gejala panasbumi di permukaan, kemudian dilanjutkan dengan survei geokimia. 4.1.3. Eksplorasi Lanjut Tahap Eksplorasi Lanjut sering disebut dengan tahap pre-feasibility study. Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai geologi permukaan dan bawah permukaan, yaitu identifikasi daerah yang diduga merupakan area prospek panasbumi yang meliputi struktur batuan, penyebaran batuan, luas area, jenis reservoir, temperatur reservoir, lokasi dan bentuk batuan sumber panas serta potensi reservoirnya. Pada tahap eksplorasi lanjut ini terdapat tiga survei yang dilakukan, yaitu: 1. Survei geologi dan hidrologi lanjut, survei ini dilakukan untuk memahami struktur geologi dan stratigrafi suatu lapangan. 2. Survei geofisika lanjut, survei ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan. Dengan mengetahui sifat fisik batuan dapat diketahui daerah tempat terjadinya anomali, sehingga area yang diduga mengandung panasbumi, bentuk prospek serta lokasi dan bentuk batuan sumber panas dapat diperkirakan. Ada beberapa jenis survei geofisika, antara lain: survei resistivity (mapping dan sounding), survei gravity, survei aliran panas, survei magnetivity dan survei isotop fluida. Pemilihan jenis survei tergantung pada keadaan geologi dan struktur di daerah yang akan diselidiki, serta batasan anggaran untuk pengukuran di lapangan dan interpretasi data. 3. Survei geokimia lanjut, survei yang dilakukan hampir sama dengan pada tahap survei pendahuluan, tetapi pada tahap ini sampel harus diambil dari semua manifestasi yang ada di daerah tersebut dan di daerah sekitarnya untuk dianalisis. Selain itu juga perlu dibuat peta manifestasi permukaan, yaitu : peta yang menunjukkan lokasi serta semua jenis manifestasi di daerah tersebut. Hasil analisis kimia dan isotop air dan gas dari seluruh manifestasi permukaan yang ada di daerah tersebut berguna untuk memperkirakan jenis dan temperatur reservoir, asal muasal air, sumber air dan karakterisasi fluida di bawah permukaan. Hasil analisis air dapat juga digunakan untuk memperkirakan masalah-masalah yang mungkin terjadi (korosi dan scale) apabila fluida dari reservoir panasbumi tersebut dimanfaatkan. 4.2. Perolehan Data Sebelum Pemboran Sebelum pemboran dilaksanakan maka perlu dilakukan suatu inventarisasi dan pengamatan terhadap kenampakan gejala panasbumi di permukaan, studi geologi, geokimia dan geofisika, untuk menentukan zona yang prospek. Berdasarkan studi-studi tersebut, maka dapat diperoleh gambaran keadaan suatu reservoir panasbumi. 4.2.1. Survei Geologi Studi kenampakan bumi dipermukaan antara dua sistem panasbumi adalah sangat berbeda, tergantung dari: 1. Studi kimia fluida, pemetaan secara lokal dan tipe air yang keluar, serta struktur hidrologinya. 2. Peta yang mencakup kenampakan dipermukaan dengan radius 10 -15 km dari tengah mata air panas tersebut. 3. Memeta secara lokal daerah-daerah panas yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif untuk mengetahui pola tektonik dan strukturnya. 4. Monitoring total panas yang keluar ke permukaan selama eksploitasi. 5. Mengetahui mekanisme transfer panas dengan termodinamika.
4.2.2. Survei Geokimia Pekerjaan yang dilakukan pada waktu survei geokimia pada dasarnya hampir sama dengan tahap survei pendahuluan, akan tetapi pada tahap ini sampel harus diambil dari semua manifestasi yang ada di daerah tersebut dan di daerah sekitarnya untuk dianalisa di tempat pengambilan sampel dan/atau di laboratorium. Selain itu juga perlu dibuat peta manifestasi permukaan, yaitu peta yang menunjukkkan lokasi serta jenis semua manifestasi panasbumi daerah tesebut. Hasil analisa kimia dan isotop air dan gas dari seluruh manifestasi panasbumi permukaan yang ada di daerah tersebut berguna untuk memperkirakan jenis dan temperatur reservoir, asal muasal air, sumber air dan karakteristik fluida di bawah permukaan. Hasil analisa ini juga digunakan untuk memperkirakan problema- problema yang mungkin terjadi (korosi dan scale) apabila fluida dari sumberdaya panasbumi tersebut dimanfaatkan. 4.2.3. Survei Geofisika Geofisika dalam artian luas adalah ilmu yang mempelajari mengenai gejala- gejala yang terjadi di bumi dan struktur yang ada di sekitarnya dengan menggunakan hukum-hukum dan metode fisika. Dalam hal ini geofisika mencakup hal susunan dan gejala dalam bumi padat yang meliputi inti, mantel dan kerak bumi. Survei geofisika dilakukan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan. Daerah- daerah tempat terjadinya anomali dapat diketahui dengan mengetahui sifat fisik batuan, sehingga area yang diduga mengandung panasbumi, bentuk prospek serta lokasi dan bentuk atuan sumber panas dapat diperkirakan. 4.3. Pemboran Eksplorasi Tahap ini dilakukan apabila dari data geologi, geofisika dan geokimia yang diperoleh dari hasil survei lanjut dimana menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat sumberdaya panasbumi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membuktikan adanya sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki dan menguji model sistem (model tentative) panasbumi yang dibuat berdasarkan data- data survei lanjut. Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga mengandung energi panasbumi. Bila luas area tersebut sekitar 10-100 km 2 biasanya dibor 1-5 sumur eksplorasi. Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan dari data hasil survei lanjut, batasan anggaran dan teknologi yang ada, tetapi sumur eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman 1000-3000 meter. Menurut Cataldi (1982), tingkat keberhasilan atau succes ratio pemboran sumur panasbumi lebih tinggi daripada pemboran minyak. Pekerjaan yang dilakukan pada waktu pemboran pada prinsipnya sama dengan pada waktu pemboran sumur minyak, beberapa perbedaannya adalah peralatan, lumpur dan semen harus tahan terhadap temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Selain itu juga terjadinya loss circulation sangat diharapkan, karena merupakan suatu indikasi ditembusnya rekahan yang diharapkan merupakan media tempat mengalir fluida panasbumi (feed zone). Seperti halnya pada waktu pemboran sumur minyak, pada waktu pemboran berjalan geologist akan menganalisis serpih pemboran dan mengusulkan pengambilan core. Pada waktu pemboran juga dilakukan pengukuran tekanan dan temperatur. Setelah pemboran selesai atau telah mencapai kedalaman yang diinginkan dilakukan pengujian sumur. Pengujian sumur yang umum dilakukan adalah: Water loss test, Gross permeability test, Heating measurement, Discharge/output test dan Transient Well Testing. Berdasarkan hasil pemboran dan pengujian sumur harus diambil keputusan apakah perlu dilakukan pemboran beberapa sumur eksplorasi lainnya atau hanya sumur eksplorasi yang ada telah cukup untuk memberikan informasi mengenai potensi panasbumi di daerah tersebut. Apabila beberapa sumur eksplorasi mempunyai potensi cukup besar maka perlu dipelajari apakah lapangan tersebut menarik untuk dikembangkan atau tidak. 4.4. Tahap-tahap Pemboran eksplorasi Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan. Dalam dunia perminyakan kegiatan pemboran sangat kompleks, dimana dalam kegiatan pemboran mempunyai dua buah parameter yaitu : a. Parameter Tidak Dapat Diubah Parameter ini tidak dapat diubah dalam kegiatan pemboran karena berhubungan dengan kondisi fisik dari lokasi pemboran tersebut, sehingga kita harus menyesuaikan. Parameter ini meliputi : - Kondisi formasi, yang meliputi tekanan dan temperature suatu formasi. - Sifat dan jenis formasi b. Parameter Yang Dapat Diubah Dimana parameter ini dapat diubahubah sesuai dengan formasinya atau sesuai dengan keefektifan kegiatan pemboran. Parameter ini meliputi : - Rate of Penetration. - Weight on Bit. Kegiatan pemboran dalam meliputi : - Penambahan kedalaman. - Mempertahankan diameter lubang bor. - Mengangkat hasil pemboran ke permukaan. Dalam pemboran yang harus benarbenar kita perhatikan adalah efisiensinya, karena hal tersebut menyangkut faktor pembiayaan dan perencanaan material material dalam pemboran. 4.4.1 Perencanaan Pemboran Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran yang akan digunakan, perencanaan sistem lumpur dan hidrolikanya, perencanaan casing, perencanaan penyemenan dan lain sebagainya. 4.4.2. Perencanaan Peralatan Pemboran Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi menjadi enam sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem putar, sistem sirkulasi, system penyemenan dan sistem pencegah sembur liar. 4.4.2.1. Sistem Tenaga Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power suplay equipment, yang dihasilkan oleh mesin mesin besar yang biasa dikenal dengan nama prime mover dan distribution equipment yang berfungsi untuk meneruskan tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran. Hampir semua rig menggunakan internal combustion engine, dimana penggunaan prime mover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan prime mover besarnya berkisar antara 500 5000 Hp. Jumlah prime mover yang diperlukan dalam suatu operasi pemboran sangat bervariatif, tergantung dari jumlah tenaga yang diperlukan. Pada umumnya suatu operasi pemboran memerlukan dua atau tiga buah mesin. Sedangkan untuk pemboran yang lebih dalam memerlukan tenaga yang lebih besar, sehingga prime mover yang diperlukan dapat mencapai empat unit. Adapun prinsip kerja prime mover adalah flexibility, yang dapat dinyatakan dalam rumus : W = F x S Dimana : W = kerja (work), lb ft F = gaya, lb. S = jarak, ft 4.4.2.2. Sistem Angkat Sistem penganngkat (hoisting system) merupakan salah satu komponen utama dari peralatan pemboran. Fungsi utama system ini adalah memberikan ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor dan peralatan lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu : a. Supporting Structure. Supporting structure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas titik bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan peralatan pemboran dan juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran. Supporting structure terdiri dari drilling tower (derrick atau mast), sub structure dan rig floor. Drilling tower atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Conventional/standart derrick. 2. Protable Skid Mast. 3. Mobile atau trailer mounted type mast. Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit, akan tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini banyak digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan lantai yang luas untuk tempat pipa pipa pemboran. Untuk memindahkan derrick ini harus dilepas satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali disuatu tempat yang telah ditentukan letaknya. Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam standart 4A dan menara kayu tercantum standart 4B. Sedangkan untuk tipe mast termasuk dalam 4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas lantai dan tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis pembebanan, yaitu : 1. Compressive Load 2. Wind Load Wind load dapat dihitung dengan rumus ; p = 0.004.V2 dimana : p = wind loads, lb/ft2 V = kecepatan angin, mph Sedangkan compressive load dapat dihitung dari jumlah berat yang diderita hook ditambah dengan jumlah berat menara itu sendiri (yang diderita oleh kaki kaki pada substructure). b. Hoisting Equipment. Peralatan pengangkatan terdiri dari : 1. Drawwork Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork, seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga merupakan rumah daripada gulungan drilling line. Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang harus dilayani, biasanya dideasin dengan horse power(Hp) dan kedalaman pemboran, dimana kedalamannya harus disesuaikan dengan drill pipe-nya. Horse power out put drawwork yang diperlukan untuk hoisting (pengangkatan traveling block dan beban bebannya) adalah :
Dimana : W = hook load, lb Vh = kecepatan naik traveling block, ft/min E = effisiensi hook ke drawwork, umumnya 80% - 90%, tergantung dari jumlah line dan kondisi bantalan kerekan (sheave bearing). 2. Overhead Overhead tool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri dari crown block, traveling block, hook dan elevator. 3. Drilling line Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line anchor dan storage and suplay. Drilling line digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook. Drilling line terbuat dari baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan diatur sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan. Lilitan ini terdiri dari enam kumpulan dan satubagian tengah yang disebut core dan terbuat dari berbagai macam bahan seperti plastic dan textile. 4.4.2.3. Sistem Putar Fungsi utama dari system putar (rotary system) adalah untuk memutar rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor suatu formasi. Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu : 1. Rotary assembly. 2. Rangkaian pipa pemboran. 3. Mata bor atau bit. Rotary assembly ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan di atas lubang bor. Peralatan ini terdiri dari rotary table, master bushing, kelly bushing dan rotary slip. Sistem putar ini membutuhkan tenaga dari prime mover yang dihubungkan dengan rotary table dengan menggunakan chain atau belt melalui drawwork. Rangkaian pipa bor terdiri dari swivel, Kelly, drill pipe dan drill collar. Penyambungan rangkaian pipa satu dengan yang lainnya digunakan tool joint dimana ulir tool joint ini menurut API dibagi menjadi tiga, yaitu regular, full hole dan internal flush. Ketirusan ulir ini berkisar antara 16.66% - 25.0%. Ketirusan ulir yang cukup besar dan jumlah ulir yang cukup sedikit dimaksudkaan untuk mendapat ikatan yang besar dan mempercepat saat mengikat dan melepas sambungan. Apabila dilihat dari rig floor dengan menghadap ke bawah, rangkaian akan berputar ke arah kanan, oleh karena itu semua sambungan ulir yang berada di bawah rotary table berulir ke kanan, sedangkan semua sambungan yang berada di atas rotary table harus beruliur ke kiri. Susunan rangkaian pipa bor berputar dari atas ke bawah adalah swivel head Kelly stop cock Kelly sub drill pipe sub drill collar fload sub bit. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan karena keperluannya, sering juga rangkaian pipa pemboran ini dilengkapi dengan stabilizer atau reamer. 4.4.2.3.1 Bit Pada Pemboran Geothermal Tipe bit yang digunakan dalam pemboran geothermal sangat bervariasi mulai dari simple steel tooth, standard tricones, hingga carbide inserts. Dalam pemboran geothermal , dibutuhkan bit dengan kualitas baik untuk menghadapi zona batuan beku maupun metamorf yang sangat keras. Biasanya, umur bit pada pemboran sumur geothermal lebih singkat dibandingkan dengan pemboran minyak dan gas sehingga biaya pemboarn geothermal menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pemboran geothermal . Hal ini khususnya dipengaruhi oleh tingginya temperatur, banyaknya guncangan/getaran, meningkatnya torsi seiring kedalaman, dan berat dari drill collar yang akan menyebabkan lebih cepatnya kerusakan pada bearing dan teeth, terutama rubber akibat pengaruh panas. Matrix yang digunakan pada diamonds bit tidak dapat bertahan pada zona temperatur tinggi. Kontraktor dalam industri pemboran panas bumi, lebih sering menggunakan bit rotary cone (tricone bit), karena formasi batuan yang keras dan temperatur tinggi. Bit PDC, yang paling banyak digunakan dalam pemboran sumur minyak dan gas, karena performanya yang baik ketika digunakan untuk menembus formasi batupasir, siltstone, dan formasi shale, namun, jarang digunakan dalam pemboran sumur geothermal , namun, banyak penelitian di dunia dilakukan untuk membuat bit PDC yang cocok, dalam hal ini mampu bertahan pada temperatur ekstrim dan menghadapi batuan keras dalam pemboran geothermal (Taylor, 2007). Umur bit pemboran terus ditingkatkan, terutama jenis bearing dengan "gigi" logam keras. Bit dengan tipe ini jauh lebih mahal, namun dapat diputar lebih dari satu juta putaran dan pengeboran sampai dengan 1000 m tanpa diganti. Hal ini sangat menguntungkan karena dibutuhkan sedikit pergantian bit, bahkan hanya dibutuhkan satu kali pergantian bit di bagian akhir, sehingga mengurangi biaya bit. Polycrystalline Diamond (PCD) bit telah digunakan dalam beberapa pengeboran panas bumi. Bit jenis ini bisa membor dengan cepat bahkan tanpa motor lumpur, tetapi biasanya menghasilkan torsi yang lebih tinggi dan masa hidup lebih pendek jika dibandingkan dengan tri-cone bit. Inovasi lain dalam bit di dunia geothermal adalah menggunakan replaceable drilling bit. Bit ini dimodifikasi khusus agar dapat membawa muatan cutter cadangan 11 dimana sebuah mekanisme khusus diterapkan pada bit ini agar bias mengganti cutter bit yang lama dengan cutter bit baru yang disimpan di dalam bit. Mekanisme ini sendiri memanfaatkan tekanan dari fluida pemboran. Dengan adanya inovasi ini, maka tidak diperlukan adanya tripping in dan tripping out sehingga dapat mengurangi rig time. Dengan berkurangnya rig time, diharapkan dapat mengurangi biaya pemboran yang dibutuhkan. Dalam pemboran panas bumi, biasanya digunakan peralatan yang tahan temperatur tinggi (high temperatur downhole tools), seperti PDM(Positive Downhole Motor) untuk peralatan MWD, dan peralatan lain yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Namun, mendinginkan BHA (Bottom Hole Assembly) dan bit ketika proses pengeboran pun dapat dilakukan untuk memperpanjang usia bit, BHA dan kinerja BHA dapat lebih baik dibandingkan pada suhu sangat tinggi. Cara mendinginkan BHA ketika sedang melakukan pengeboran adalah menghentikan sementara pemboran setiap beberapa titik kedalaman, lalu mensirkulasikan lumpur selama beberapa waktu agar bisa mendinginkan pipa pemboran, BHA dan bit. 4.4.2.4. Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi tersusun oleh empat sub komponen utama, yaitu : 1. Drilling Fluid. 2. Preparation area. 3. Circulating equipment. 4. Conditioning area. Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan(liquid) dari beberapa komponen yang dapat terdiri dari air (tawar maupun asin), minyak, tanah liat (clay), bahanbahan aditif, gas, udara maupun detergen. Preparation area ditempatkan pada tempat dimulainya sirkulasi lumpur, yaitu di dekat pompa lumpur. Tempat persiapan lumpur pemboran terdiri dari peralatanperalatan yang diatur untuk memberikan fasilitas persiapan atau treatment lumpur bor. Tempat persiapan ini meliputi mud house, steel mud pits/tanks, mixing hopper, chemical mixing barrel, bulk mud storage bins, water tanks dan reserve pit. Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam sistem sirkulasi. Peralatan ini berfungsi mengalirkan lumpur dari mud pit ke rangkaian pipa bor dan naik ke annulus membawa serbuk bor ke permukaan menuju ke conditioning area, sebelum kembali ke mud pits untuk disirkulasikan kembali. Peralatan ini terdiri dari mud pit, mud pump, pump discharge and return line, stand pipe dan rotary hose. Conditioning area ditempatkan didekat rig. Area ini terdiri dari peralatan peralatan khusus yang digunakan untuk clean up lumpur bor setelah keluar dari lubang bor. Fungsi utama dari peralatan ini adalah untuk membersihkan lumpur. dari cutting dan gas yang terikut. Ada dua cara untuk memisahkan cutting dan gas, yaitu : 1. Menggunakan metode gravitasi, dimana lumpur yang telah terpakai dialirkan melalui shale shaker dan settling tanks. 2. Secara mekanik, dimana peralatanperalatan khusus yang dipasang pada mud pits dapat memisahkan cutting dengan gas. Peralatan pada conditioning area terdiri dari settling tanks, reserve pits, mud gas separator, shale shaker, degasser, desander dan desilter. Jadi secara umum lumpur pemboran dapat disirkulasikan dengan urutan sebagai berikut: lumpur dalam steel mud pit dihisap oleh pompa - pipa tekanan stand pipe rotary hose swivel head kelly drill pipe drill collar bit annulus drill collar annulus drill pipe mud line/flow line, shale shaker steel mud pit dihisap pompa kembali dan seterusnya.Fluida pemboran(Drilling fluid) geothermal memiliki aplikasi berbeda dengan pemboran migas 4.4.2.4.1. Fluida Pemboran Fungsi fluida pemboran yang utama adalah untuk mengangkat cutting (serpihan pemboran) yang dihasilkan selama proses pemboran ke permukaan dan mengimbangi tekanan formasi, sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada sumur geothermal biasanya adalah air, polymer, water based bentonitic (atau selain bentonite) mud, aerated water, dan stiff foam. Reservoir geothermal umumnya terdapat pada daerah vulkanik, dimana batuan yang sering ditemukan adalah batuan beku, granit, dan terdapat pula batuan sedimen. Sering pula terdapat patahan lokal dan regional pada reservoir geothermal yang mengakibatkan permeabilitasnya besar sehingga seringkali menimbulkan fenomena kehilangan sirkulasi (lost circulation) saat proses pemboran. Dalam pemboran panas bumi, fluida pemboran menjadi salah satu kunci sukses keberhasilan. Untuk itu, fluida pemboran geothermal harus mampu untuk mengontrol tekanan formasi, mengangkat cutting ke permukaan, menstabilkan lubang bor, mendinginkan dan melubrikasi bit serta rangkaian pipa pemboran, mengurangi korosi, mengatasi zona lost circulation dan tidak menyebabkan fenomena swelling. Semakin tinggi temperatur, akan mengurangi akan mengurangi viskositas fluida pemboran. Untuk kapasitas fluida pemboran seperti yang disebutkan, dibutuhkan aditif-aditif seperti : untuk mencegah fenomena swelling adalah aditif yang mengandung garam (Cl). lost circulation adalah LCM (lost circulating material) seperti fiber, flakes, chemical agent : cellulose fiber, mica flakes. mengurangi korosi adalah inhibitor korosi/corrosion reducer seperti produk yang mengandung amine- or phosphate. temperatur stability agent ) seperti acrilyc polymers, sulfonated polumers, and copolymers. Contoh : lignite, lignosulfonate, dan tannin based additives. tinggi seperti CMC-LV, Polyplus, Chemtroll X.
Temperatur formasi menjadi salah satu parameter penting yang perlu diketahui ketika sedang melakukan pemboran. Untuk mengetahui temperatur formasi (borehole), dapat dilakukan dengan cara berikut : dan temperatur fluida pemboran saat keluar dari annulus (Mud Temperatur Out). Thermometer Survey yang ditempatkan di BHA untuk mengukur temperatur ketika sedang melakukan pemboran.
Saat melakukan pemboran pun, panas dari formasi dipindahkan melalui fluida pemboran, sehingga temperatur fluida pemboran di permukaan setelah keluar dari annulus akan lebih tinggi daripada temperatur ketika masuk pipa pemboran. Untuk itu, fluida pemboran di permukaan perlu didinginkan fluida pemboran dengan sistem pendingin, dengan menggunakan semacam conventional mud coolers, untuk mendinginkan return mud.
Gambar 4. Contoh skematik sistem pendinginan fluida pemboran
Kebanyakan sumur geothermal adalah sumur yang tekanannya telah turun (underpressured), dimana sering ditemui permasalahan kehilangan sirkulasi (lost circulation) selama operasi pemboran dan penyemenan.
Gambar 5. Rentang densitas setiap jenis fluida pemboran
Untuk pemboran sumur geothermal , dapat diterapkan metoda pemboran underbalance. Pada dasarnya, UBD (underbalanced drilling) adalah teknik pemboran dengan tekanan hidrostatik fluida pemboran lebih kecil daripada tekanan formasi. Maka, kuncinya adalah mengatur tekanan hidrostatik fluida pemboran sekecil mungkin dibandingkan tekanan formasi. Keuntungan penggunaan teknik pemboran underbalanced, secara umum adalah sebagai berikut: hidrostatik lumpur pemboran. UBD dapat diterapkan pada formasi batuan keras (hard rock formation) seperti batuan granit di reservoir panas bumi, dan mampu meningkatkan ROP hingga 10 kali pemboran konvensional. (overbalanced) di reservoir panas bumi karena tekanannya rendah (depleted). Dengan UBD, tidak ada fluida pemboran yang mengintrusi formasi, sehingga meminimalkan bahkan menghilangkan efek kerusakan formasi (skin damaged), sehingga produktivitas sumur meningkat. differential pipe sticking). Meningkatkan umur bit, karena meminimalisir kontak antara bit dan batuan formasi. RPM bit lebih sedikit dibandingkan dengan pemboran konvensional, namun kedalaman yang dicapai lebih dalam dariapada pemboran konvensional. ormasi secara real time, karena fluida dari formasi mengintrusi lubang bor dan ikut mengalir bersama aliran fluida pemboran di annulus menuju permukaan, sehingga dapat dideteksi zona interest yang berpotensi mengalirkan fluida panas bumi. baik lagi diterapkan untuk sumur horizontal. Karena, sumur horizontal yang kerusakan formasinya kecil (bahkan tidak ada) akan sangat meningkatkan produktivitas formasi. Namun, untuk sumur horizontal, terdapat tantangan lain, yaitu jarak horizontal yang dicapai terbatas dan efek gesekan (drag) yang terjadi sangat tinggi bila fluida yang digunakan bukan fluida cair (OBM). 4.4.2.4. Sistem Penyemenan Penyemenan sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasilnya atau tidaknya suatu pemboran, diantaranya tergantung dari berhasil tidaknya penyemenan sumur tersebut. Peralatan penyemenan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Peralatan diatas permukaan (Surface Equipment) Peralatan dibawah permukaan (Subsurface Equipment) Peralatan Diatas Permukaan (Surface Equipment) Peralatan penyemenan diatas permukaan meliputi: Cementing Unit Flow Line Cementing Head 4.4.2.4.1. Cementing unit Adalah suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (Slurry) dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan. Cementing Unit terdiri dari: Tangki semen : untuk menyimpan semen kering Hopper : untuk mengatur aliran dari semen kering dan air yang ditempatkan bersama-sama dalam Hopper, sehingga akan menghasilkan bubur semen yang benar-benar homogen Jet Mixer : untuk mengaduk semen kering dan air yang ditempatkan dibawah Hopper, sehingga akan menghasilkan bubur semen yang benar- benar homogen Motor penggerak pompa dan pompa : berfungsi untuk memompa bubur semen Jenis-jenis Cementing Unit: Truck Mounted Cementing Unit Marine Cementing Unit Skit Mounted Cementing Unit
4.4.2.4.2. Flow Line Merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari Cementing Unit keCementing Head.
4.4.2.4.3. Cementing Head Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk kelubang bor. Ada dua tipe Cementing Head, yaitu: Mac Clatchie Cementing Head. Merupakan tipe Cementing Head yang cara penggunaannya (pada waktu memasukkan Bottom Plug dan Top Plug) dengan jalan membuka dan memasang kembali Plug Container. Tipe ini lebih praktis dari Mac Clatchie, karena pada Plug Container ini memasang Top Plug dan Bottom Plug tidak perlu membukanya, akan tetapi sudah terpasang sebelumnya 4.4.2.4.4 Peralatan Dibawah Permukaan Peralatan penyemenan dibawah permukaan meliputi: Casing Centralizer Scratcher Peralatan Floating Shoe Trach Cementing Plug 4.4.2.5 Klasifikasi Semen Pada Geothermal Dalam pemboran panas bumi, seringkali dihadapi permasalahan yang berkaitan dengan penyemenan. Casing harus disemen dan selama pemboran, sering terjadi permasalahn lost circulation. Operasi penyemenan adalah salah satu operasi yang paling penting dalam operasi pemboran untuk menguatkan kedudukan casing. Salah sastu cara menghadapi zona lost circulation, adalah menyemen daerah zona loss tersebut yang dapat memakan waktu lama tergantung dari rentang kedalaman zona yang akan disemen. Namun, saat ini untuk fenomena loss yang sedikit, jarang dilakukan penyemenan, kecuali untuk zona total loss circulation. Penyemenan casing yang baik dilakuakan dengan metode yang disebut inner-string cementing method yang dilakukan tepat sampai zona loss. Air yang dipompakan dari permukaan menjaga agar zona loss circulation tetap terbuka sampai dilakukan operasi squeeze cementing, dengan memompakan cement slurry melalui annulus sampai ke zona loss. Baru-baru ini "reverse" cementing telah berhasil diterapkan untuk menangani zona lost circulation, dimana semua semen dipompa melalui annulus, bukan dari drillstring sebagaimana operasi penyemenan lazimnya dilakukan. Di beberapa negara, "foam" cement telah digunakan untuk mengurangi densitas semen untuk mengurangi efek loss circulation saat operasi penyemenan, dan juga ditambahkan lost circulation material, seperti serpihan mika untuk menangani zona loss terebut. Penyemenan casing string yang sangat panjang dilakukan secara bertahap (biasanya 2 tahap, tergantung dari panjang casing), dengan peralatan yang dapat membuka port ke annulus untuk proses penyemenan tahap kedua setelah dilakukannya tahap penyemenan pertama. Packer yang dapat dikembangkan ditempatkan dibawah peralatan, dan sering digunakan pada sumur yang memiliki zona loss tinggi. terkadang, liner yang digantung di sumur, disemen, dan dipakai sebagai pump chamber, atau sebagai second section dari casing yang digantungkan sampai ke permukaan yang biasa disebut tie-back casing string. Semen harus mampu bertahan pada lingkungan temperatur tinggi, sehingga ditambahkan banyak zat kimia pada campuran semen. Semen yang paling banyak digunakan dalam pemboran geothermal, dan juga pemboran minyak dan gas adalah semen API kelas G dengan penambahan 40% silica flour (ground quartz, -325 mesh). Silica flour memberikan kekuatan pada semen untuk bertahan pada temperatur tinggi dan pada beberapa kasus, silica flour juga digunakan saat semen slag atau semen fly ash digunakan pada proses pemboran. Perusahaan service penyemenan sumur migas biasanya juga dilibatkan pada pelaksanaan operasi penyemenan sumur geothermal. Mereka membawa campuran semen mereka sendiri dan peralatan pemompaan serta material yang dibutuhkan untuk pekerjaan penyemenan ini. Untuk mengurangi biaya, beberapa kontraktor pengeboran melaksanakan operasi penyemenan dengan peralatan mereka sendiri dan menggunakan semen lokal. Aditif seperti temperature retarders, fluid loss, friction reducer dan antifoam, seringkali digunakan berdasarkan waktu pemompaan yang dibutuhkan, yang merupakan fungsi dari suhu, ukuran pekerjaan, dan lainnya. Di Iceland, expanded perlite (bahan vulkanik yang mengembang seperti pop-corn bila dipanaskan dengan cepat) telah digunakan untuk mengurangi densitas semen menjadi 1.7 g/cm3 dan di negara-negara lain glass "microspheres" atau "foaming" slurry dengan injeksi gas atau udara juga sering digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan collapse yang diberikan pada casing dari kolom semen dan untuk mengurangi kemungkinan fluida formasi masuk ke formasi dan terjadinya loss circulation. Semen pada sistem geothermal yang sering digunakan telah diajukan kepada National Bureau of Standards (NBS) untuk diuji dan diverifikasi. Jenis semen tersebut tertera di bawah ini:
Kelas G + 35% silica flour + 15% diatomaceous earth+ 91% H2O
Penambahan Lignosulfonate sebanyak 0.2% berat semen pada setiap suhu, membawa pengaruh positif pada semen. Compressive strength cement naik seiring temperatur naik, dan bila temperatur konstan, compressive strength semen pun cenderung untuk naik (Satiyawira and Fathaddin, 2010). Semen foamed adalah semen yang terbuat dari bubur semen (cement slurry) konvensional API kelas G, foaming agents dan gas (biasanya nitrogen). Terdapat gelembung-gelembung kecil (seringkali berukuran mikroskopik) dalam semen foamed, namun tidak saling terhubung (interconnected). Karena itu, semen foamed memiliki berat lebih ringan dibandingkan semen konvensional sehingga dapat mengurangi permasalahan kehilangan sirkulasi (lost circulation) selama proses penyemenan tahap pertama/primer (primary cementing). Semen foamed mampu menahan tekanan dari sekliling sumur (well bore) lebih baik daripada semen konvensional, karena ikatannya lebih kuat dan young modulusnya lebih tinggi dibandingkan dengan semen konvensional. Kapasistas insulasi-yaitu kemampuan menahan aliran panas dari sekeliling sumur-dari semen foamed dua hingga sepuluh kali lebih baik daripada semen konvensional. Semen yang biasa digunakan untuk kedalaman dalam adalah semen kelas G, 40% silicaflour dan microsilica, aditif fluid loss, retarder/accelerator (jika dibutuhkan). Untuk menyemen zona dangkal (shallow), maka digunakan accelerator calcium cloride, dan untuk zona dalam, digunakan syntetic liquid retarder. Biaya (cost per barrel )semen foamed sedikit lebih mahal daripada semen konvensional, namun hasilnya lebih baik. 4.4.2.6.Pipa Pemboran Dan Chasing Pada Geothermal Pipa pemboran API S-135 adalah pipa baja yang paling kuat. Pipa pemboran E-75 adalah jenis pipa yang paling sering digunakan dalam pemboran geothermal , namun karena masalah ketersediaan di pasar (availability), kalangan industri menggunakan pipa jenis G-105 sebagai penggantinya. Teknologi pemboran panas bumi, banyak mengadopsi teknologi pemboran minyak dan gas, hingga penggunaan drill pipe standard API. Salah satu teknologi yang tergolong baru dalam penggunaan pipa pemboran adalah IDP. Insulated Drill Pipe atau IDP adalah gabungan pipa dari liner (OD 3.5 in dan ID 3.068 in) yang dimasukkan ke dalam pipa pemboran (drill pipe 5 in) konvensional. Annulus antara liner dan pipa pemboran diisi insulating material yang mampu mengisulasi panas dari sekliling sumur geothermal . Dalam proses pemboran geothermal , fluida pemboran akan mengalami kenaikan suhu ketika melewati bagian dalam pipa pemboran akibat proses konduksi, sehingga akan menaikkan suhu fluida pemboran ketika mencapai dasar sumur. Dengan IDP, fluida pemboran yang melewati bagian dalam IDP akan sedikit terkena pengaruh kenaikan temperatur akibat efek konduksi dibandingkan pipa pemboran konvensional. Konsekuensinya, dengan menggunakan IDP temperatur fluida pemboran yang telah melewati annulus lubang sumur menuju permukaan pun akan mengalami sedikit pula penurunan suhu dibandingkan dengan drill pipe konvensional yang lebih banyak mengalami efek konduksi. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendingin (mud coolers) di permukaan. Keuntungan IDP adalah mampu memindahkan lebih banyak panas di dasar sumur (temperatur fluida yang masuk IDP hingga nozzle bit hanya sedikit mengalami kenaikan) ke permukaan. Dengan begitu, peralatan logging, MWD dan peralatan lainnya dapat beroperasi lebih baik dengan berkurangnya temperatur dasar sumur. Namun, IDP (liner OD 3.5 in, ID 3.068 in, drill pipe 5 in) memiliki berat 33 lb/ft, lebih besar dibandingkan dengan pipa pemboran (drill pipe) 5 in konvensional dengan berat 19.5 lb/ft. Dengan berat yang lebih besar, maka akan menambah biaya secara signifikan. Ukuran diameter dalam (ID) IDP pun lebih kecil daripada pipa pemboran 5 in konvensional, sehingga kehilangan tekanan (pressure drop) yang terjadi lebih besar. Konsekuensinya, dibutuhkan tenaga hidraulik pompa yang lebih besar. Penelitian laboratorium dan tes lapangan telah menunjukkan IDP dapat bekerja dengan baik dalam pemboran geothermal . IDP masih dalam tahap penelitian dan pabrikasi untuk mencari konfigurasi yang ekonomis (Finger et al., 2002).
Gambar 8. Skema IDP (Anderson, 2010)
Teknologi lainnya adalah ADP. Aluminium alloy drill pipe atau ADP adalah pipa dengan material aluminium yang telah digunakan di Rusia sejak beberapa tahun lalu (1960). ADP sering disebut LADP (lightweight aluminium drill pipe) dimana ADP ringan dan memiliki kekuatan yang baik. Keuntungan ADP adalah diameternya yang lebih besar dan lebih tebal dibandingkan pipa pemboran (drill pipe) API, akan meningkatkan kecepatan aliran fluida anulus dan mengurangi kehilangan tekanan (pressure loss), sehingga kapasitas pompa yang dibutuhkan lebih kecil. ADP memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan pipa pemboran konvensional API, sehingga mengurangi derrick load, hook load, dan kapasitas rig yang dibutuhkan pun lebih kecil, atau mampu dipakai membor lebih dalam. Berat ADP yang lebih kecil dibandingkan pipa pemboran API (steel) untuk diameter tertentu, akan meningkatkan bouyancy, sehingga mengurangi axial dan bending stress. Namun, ADP memiliki kekurangan, yaitu koefisien termal konduktivitas aluminium yang lebih tinggi daripada baja (steel), sehingga akan mengurangi kemampuan buckling load dan burst strength. Kekurangan lainnya adalah yield strength ADP akan berkurang secara signifikan terhadap penambahan temperatur, dibandingkan dengan pipa pemboran (baja) API (Anderson, 2010). Konfigurasi casing dalam pemboran geothermal berbeda dengan pemboran minyak dan gas, walaupun tipe yang digunakan sama-sama API. Biasanya, casing terakhir dalam desain sumur panas bumi (production casing) berukuran 9-5/8 (244 mm). Untuk casing ukuran tersebut, dibutuhkan ukuran surface casing 13-3/8 (340 mm), seperti sering digunakan di USA dan Jepang. Di Eropa, kebanyakan sumur geothermal dibor dengan kedalaman lebih dari 4000 m, dan menggunakan surface casing 18-5/8 (473 mm). Ukuran casing yang besar ini dibutuhkan karena diinginkan volume fluida panas bumi yang besar untuk diproduksikan. Untuk sistem panas bumi yang cukup besar seperti ini, dibutuhkan production casing 13- 3/8 (340 mm), namun akan berdampak langsung pada peningkatan biaya.
Gambar 13. Konfigurasi casing sumur geothermal (Saptadji, Teknik Panas Bumi) Sumur geothermal dengan ukuran besar (big bore well), dengan menggunakan casing lebih besar (surface casing 20 inchi, 13 5/8 in) dan liner 9 5/8 in, akan meningkatkan biaya pemboran kira-kira 17% dan waktu pemboran 7%, namun mampu meningkatkan produksi hingga 66% dibandingkan dengan casing kecil (13 3/8 in, casing 9 5/8 in) dan liner 7 in. (Bush and Siega 2010) Penerapan teknologi sumur panas bumi banyak mengadopsi langsung dari teknologi sumur minyak dan gas, begitu pula dengan casing yang digunakan. Casing yang banyak digunakan di sumur panas bumi adalah casing dengan grade J- 55, dan untuk sumur dalam digunakan K-55 sebagai penggantinya. Casing 14 dengan grade N-80 pun sering digunakan, dan untuk sumur geothermal yang terdapat H2S, digunakan L-80. Casing grade lainnya adalah C-95, yang saat ini banyak diganti dengan T-95, atau S-95. Casing grade P-110 digunakan untuk sumur geothermal yang tidak terdapat H2S, namun jarang digunakan. Untuk lingkungan ekstrim (temperatur tinggi), sering digunakan casing 9 Chrome L-80 dan 13 Chrome L-80. Casing Titanium (Beta-C Titanium) digunakan untuk beberapa kondisi, namun harganya sangat mahal. Casing-casing yang sering digunakan untuk sumur minyak dan gas seringkali biayanya menjadi lebih mahal bila digunakan di sumur panas bumi. Casing-casing tersebut seringkali digunakan untuk sumur-sumur minyak dan gas yang temperaturnya tinggi, namun untuk kedalaman yang tidak terlalu dalam. Penggunaan casing-casing tersebut untuk sumur dalam akan berdampak pada penambahan biaya teknologi pemasangan. Tantangan utama pada komplesi sumur panas bumi adalah kualitas dan ketahanan semen, kriteria pemilihan casing hanger (mampu untuk bertahan pada temperatur tinggi) dan stress dari termal. Casing fatigue dan integritas semen adalah permasalahan sumur-sumur panas bumi yang umum dihadapi yang berbeda dari sumur minyak dan gas, akibat stress dari temperatur yang tinggi. Komplesi sumur panas bumi relatif lebih mudah dilakukan daripada sumur minyak dan gas. Untuk penggunaan air sebagai fluida pemboran, sumur tidak membutuhkan pembersihan yang rumit, namun bila fluida pemboran yang digunakan adalah lumpur konvensional, yang mengandung bentonite dan aditif lainnya, dibutuhkan pembersihan dengan brine (air asin) setelah proses pemboran dan logging. Setelah pembersihan dengan air asin, khususnya pembersihan slotted liner, maka rig pemboran dipindahkan dan BOP diganti dengan X-mass tree. Sambungan pipa model API LTC tidak cocok digunakan untuk kondisi beban tekanan/tegangan tinggi. Semua penggunaan model sambungan API LTC dilaporkan mengalami kerusakan pada kondisi temperatur tinggi. Model sambungan yang lebih baik dari LTC adalah API Buttress, meskipun memiliki resiko kebocoran gas dan fluida pada kondisi tekanan rendah. Model sambungan premium lebih baik daripada API Buttres, namun biayanya lebih mahal, yang dapat memperbesar biaya pemboran panas bumi. Hingga saat ini, penggunaan model sambungan pada pipa masih diteliti, dan masih mengadopsi teknologi pemboran minyak dan gas untuk pemboran panas bumi.
4.2.1.5. Sistem Pencegah Sembur Liar Sistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk menahan tekanan dari lubang bor. Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran karena peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan. Apabila formasi mempuyai tekanan yang besar dan kolom lumpur tidak dapat mengimbanginya maka akan terjadi kick, yaitu intrusi fluida formasi yang bertekanan tinggi yang masuk ke dalam lubang bor. Kick yang tidak terkendali dapat mengakibatkan terjadinya blow out. Jadi blow out selalu diawali dengan adanya kick. Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup ruang annular antara drill pipe dan casing bila terjadi gejala kick. Sistem peralatan ini bekerja secara pneumatic (dengan menggunakan udara dan gas, biasanya dipakai) dan secara mekanik. BOP system terdiri dari BOP stack, accumulator dan supporting system. BOP stack terdiri dari rangkaian annular preventer, pipe ram preventer, drilling spools, blind ram preventer dan casing head. Kesemuanya ini di-setkan pada surface casing. Sedangkan tipe dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi tekanan lubang bor dan disesuaikan dengan keekonomiannya. Accumulator biasanya ditempatkan pada agak jauh dari rig, sekitar seratus meter dari rig dengan pertimbangan keselamatan. Fungsi utamanya adalah menutup valve BOP stack dengan cepat saat keadaan darurat. Accumulator bekerja dengan high pressure hidrolis pada saat terjadi kick. Supporting system terdiri dari choke manifold dan kill line. Choke manifold bila dihidupkan dapat membantu menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Choke manifold bekerja dengan mengalirkan Lumpur bor dari BOP stack kesejumlah valve (yang membatasi aliran dan langsung ke reserve pits), mud gas separator atau mud conditioning area. Sedangkan kill line bekerja dengan memompakan Lumpur berat kedalam lubang bor sampai Lumpur berat dapat mengimbangi tekanan formasi.
4.1.5 Studi Kelayakan dan Perencanaan Studi kelayakan perlu dilakukan apabila ada beberapa sumur eksplorasi menghasilkan fluida panasbumi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai apakah sumberdaya panasbumi yang terdapat di daerah tersebut secara teknis dan ekonomis menguntungkan untuk diproduksikan/dimanfaatkan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Mengevaluasi data geologi, hidrologi, geofisika, geokimia dan data sumur. 2. Memperbaiki model sistem panasbumi. 3. Menghitung besarnya sumberdaya dan cadangan panasbumi (recoverable reserve) serta potensi listrik yang dapat dihasilkan. 4. Mengevaluasi potensi sumur serta memperkirakan kinerjanya. 5. Menganalisa sifat fluida panasbumi dan kandungan non-condensable gas serta memperkirakan sifat korosifitas air dan kemungkinan pembentukan scale. 6. Mempelajari apakah ada permintaan energi listrik, untuk apa dan berapa banyak. 7. Mengusulkan alternatif pengembangan dan kapasitas instalasi pembangkit listrik. Apabila dari hasil studi kelayakan disimpulkan bahwa daerah panasbumi tersebut menarik untuk dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan secara rinci. Rencana pengembangan lapangan dan pembangkit listrik mencakup usulan secara rinci mengenai fasilitas kepala sumur, fasilitas produksi dan injeksi di permukaan, sistem pipa alir di permukaan, fasilitas pusat pembangkit listrik dan transmisi listrik. Pada tahap ini gambar teknik perlu dibuat lebih terperinci, mencakup ukuran pipa alir uap, air dan pipa alir dua fasa, penempatan valve, perangkat pembuang kondensat dan lain-lain. Setelah tahap ini dilanjutkan dengan Tahap Eksploitasi.
4.3. Perolehan Data Selama Pemboran Apabila dari data geologi, data geokimia dan data geofisika yang diperoleh dari hasil survei rinci menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat sumberdaya panasbumi, maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran sumur eksplorasi. Tujuan dari pemboran sumur adalah membuktikan adanya sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki dan menguji model sistem panasbumi yang dibuat berdasarkan data-data hasil survei rinci tersebut. Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga mengandung energi panasbumi. Bila luas area tersebut sekitar 10 100 km 2
biasanya dibor 1 5 sumur eksplorasi. Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan dari data survei rinci, batasan anggaran dan teknologi yang ada, tetapi sumur eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman 1000 3000 meter. Studi perolehan data yang dilakukan pada saat pemboran meliputi metode cutting, coring dan loging. Dari analisa cutting diperoleh diskripsi litologi batuan dari tiap interval kedalaman tertentu. Dari analisa core dapat diperoleh sifat-sifat fisik batuan antara lain porositas, permeabilitas, saturasi, konduktifitas panas dan lain-lain. Sedangkan dari logging mencatat kondisi-kondisi yang terjadi selama pemboran dan besaran-besaran fisik batuan berdasarkan perubahan resistivitas, salinitas, massa jenis, radioaktif serta kecepatan rambat suara dari batuan terhadap kedalaman lubang bor.
4.4. Perolehan Data Setelah Pemboran Pengukuran dan pengujian sumur merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data atau informasi seperti: 1. Kedalaman zona bertemperatur tinggi, zona produksi dan pusat-pusat rekahan (feed point). 2. Jenis fluida produksi 3. Jenis reservoir 4. Tekanan dan temperatur di dalam sumur dan di reservoir. 5. Kemampuan produksi sumur, yaitu besarnya laju produksi dan entalpi fluida pada berbagai tekanan kepala sumur. 6. Karakteristik fluida dan kandungan gas. 7. Karakteristik reservoir di sekitar sumur. 8. Kondisi lubang sumur, casing dan liner.
Pengukuran dan pengujian sumur dapat dilakukan baik baik pada waktu pemboran maupun setelah pemboran selesai, yaitu setelah pemboran mencapai kedalaman yang diinginkan atau setelah sumur diproduksikan. Apabila sumur- sumur telah diproduksikan, pengukuran dan pengujian yang dilakukan lebih bersifat mamantau/mamonitor ulah laku sumur tersebut, sehingga kemudian dapat diperoleh gambaran mengenai ulah laku reservoir secara keseluruhan. Pengukuran yang dilakukan pada pemboran umumnya pengukuran tekanan dan temperatur. Setelah pemboran selesai pengujian sumur yang umum dilakukan adalah: uji komplesi, uji pemnasan, uji produksi dan uji tekanan.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... BAB II. RESERVOIR PANASBUMI .......................................................... 2.1. Syarat Umum Terbentuknya Reservoir Panasbumi .................... 2.1.1. Sumber Panas (Heat Source) ............................................... 2.1.2. Batuan Reservoir ................................................................ 2.1.3. Air........................................................................................ 2.1.4. Cap Rock (Batuan Penudung) ............................................. 2.2. Geologi Reservoir Panasbumi .................................................... 2.2.1. Petrologi .............................................................................. 2.2.2. Stratigrafi ............................................................................. 2.2.3. Struktur Geologi .................................................................. 2.2.3.1. Kekar ................................................................. 2.2.3.2. Sesar ................................................................... 2.2.3.3. Lipatan................................................................ 2.2.4. Alterasi Hidrotermal ............................................................ 2.2.4.1. Intensitas dan Tingkat Alterasi ................................ 2.2.4.2. Jenis-jenis Alterasi Hidrotermal ............................... 2.2.4.2.1. Pengendapan Langsung ............................... 2.2.4.2.2. Penggantian ................................................. 2.2.4.2.3. Pelepasan ..................................................... 2.2.4.3. Perubahan Sifat Fisik Akibat Alterasi ...................... 2.2.4.4. Kecenderungan Dalam Proses Alterasi .................... 2.3. Karakteristik Batuan Reservoir Panasbumi ..................................... 2.3.1. Jenis-jenis Batuan Reservoir Panasbumi............................ 2.3.1.1. Batuan Beku ............................................................ 2.3.1.2. Batuan Sedimen ...................................................... 2.3.1.3. Batuan Metamorf .................................................... 2.3.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir .................................... 2.3.2.1. Komposisi Berdasarkan Komposisi Warna ............. 2.3.2.2. Komposisi Unsur Silika .......................................... 2.3.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir .............................................. 2.3.3.1. Porositas .................................................................. 2.3.3.2. Kecepatan Aliran Fluida ......................................... 2.3.3.3. Permeabilitas ........................................................... 2.3.3.4. Densitas Batuan ....................................................... 2.3.3.5. Panas Spesifik Batuan ............................................. 2.3.3.6. Konduktifitas Panas Batuan .................................... 2.4. Karakteristik Fluida Reservoir Panasbumi ...................................... 2.4.1. Komposisis Kimia Fluida Reservoir ................................... 2.4.1.2. Air ............................................................................ 2.4.1.3. Uap ........................................................................... 2.4.1.4. Gas ........................................................................... 2.4.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir ................................................ 2.4.2.1. Densitas .................................................................... 2.4.2.2. Volume Spesifik ....................................................... 2.4.2.3. Viskositas ................................................................. 2.4.2.4. Tegangan Permukaan ............................................... 2.4.2.5. Kapasitas Panas ....................................................... 2.4.2.6. Konduktifitas Panas Fluida ..................................... 2.4.2.7. Energi Dalam, Entalpi dan Entropi ......................... 2.5. Kondisi Reservoir ............................................................................. 2.5.1. Tekanan Reservoir ............................................................... 2.5.2. Temperatur Reservoir........................................................... 2.5.3. Diagram Fasa ....................................................................... 2.6. Klasifikasi Reservoir Panasbumi .................................................... 2.6.1. Berdasarkan Sistem Panas ................................................... 2.6.1.1. Berhubungan Dengan Magma.................................. 2.6.1.1.1. Magmatic System ........................................ 2.6.1.1.2. Hot Dry Rock System .................................. 2.6.1.1.3. Hidrothermal System ................................... 2.6.1.2. Tidak Berhubungan dengan Magma ........................ 2.6.1.2.1. Geopressure System ..................................... 2.6.2. Berdasarkan Temperatur ................................................... 2.6.2.1. Semi Thermal Field .................................................. 2.6.2.2. Hyperthermal Field .................................................. 2.6.2.2.1. Wet Hyperthermal Field ............................... 2.6.2.2.2. Dry Hyperthermal Field ............................... 2.6.3. Berdasarkan Fasa Fluida ................................................... 2.6.3.1. Reservoir Satu Fasa .................................................. 2.6.3.1.1. Warm Water ................................................ 2.6.3.1.2. Hot Water .................................................... 2.6.3.1.3. Superheated Steam ..................................... 2.6.3.2. Reservoir Dua Fasa .................................................. 2.6.3.2.1. Liquid Dominated System ........................... 2.6.3.2.2. Vapour Dominated System .......................... 2.7. Potensi Reservoir Panasbumi ......................................................... 2.7.1. Metode Perbandingan .......................................................... 2.7.2. Metode Volumetrik .............................................................
BAB III ASPEK GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA ............ 3.1. Identifikasi Data 3.1.1. Survei Geologi..................................................................... 3.1.1.1. Inventarisasi dan Survei Kenampakkan Gejala Panasbumi ........................................................ 3.1.1.1.1. Fumarole dan Solfatar .................................. 3.1.1.1.2. Mata Air Panas ............................................. 3.1.1.1.3. Kubangan Lumpur Panas ............................. 3.1.1.1.4. Geyser .......................................................... 3.1.1.1.5. Kolam Air Panas (Hot Pools) ....................... 3.1.1.1.6. Telaga Air Panas (Hot Lakes) ...................... 3.1.1.1.7. Tanah Beruap (Steaming Ground) ............... 3.1.1.1.8. Tanah Hangat (Warm Ground) .................... 3.1.1.1.9. Silika Sinter .................................................. 3.1.1.2. Studi Geologi ........................................................... 3.1.1.2.1. Foto Udara .................................................... 3.1.1.2.2. Pemetaan Geologi ........................................ 3.1.1.2.3. Alterasi ......................................................... 3.1.1.2.4. Penentuan Umur Batuan .............................. 3.1.2. Survei Geokimia .................................................................. 3.1.2.1. Penyelidikan Permukaan .......................................... 3.1.2.1.1. Natural Activity Hot Spring ......................... 3.1.2.1.2. Natural Activity Fumarol ............................. 3.1.2.1.3. Analisa Soil .................................................. 3.1.2.2. Penentuan Temperatur Reservoir ............................. 3.1.2.2.1. Analisa Fluida .............................................. 3.1.2.2.2. Analisa Gas .................................................. 3.1.2.2.3. Analisa Isotop .............................................. 3.1.2.2.4. Geothermometer ........................................... 3.1.3. Survei Geofisika .................................................................. 3.1.3.1. Metode Gravity ........................................................ 3.1.3.1.1. Dasar Metode ............................................... 3.1.3.1.2. Koreksi Data Pengamatan ............................ 3.1.3.1.3. Interpretasi Anomali Gravity ....................... 3.1.3.2. Metode Magnetik ..................................................... 3.1.3.2.1. Dasar Metode ............................................... 3.1.3.2.2. Interpretasi Anomali Magnetik .................... 3.1.3.3. Metode Resistivity ................................................... 3.1.3.3.1. Dasar Metode Resistivity ............................. 3.1.3.3.2. Interpretasi Data Resistivitas........................ 3.1.3.4. Metode Seismik ........................................................
BAB IV PERENCANAAN PEMBORAN EKSPLORASI ....................... 4.1. Tujuan Pemboran Eksplorasi 4.2. Perencanaan Pemboran . 4.2.1. Perencanaan Peralatan Pemboran .. 4.2.1.1. Sistem Tenaga 4.2.1.2. Sistem Angkat 4.2.1.3. Sistem Putar 4.2.1.4. Sistem Sirkulasi 4.2.1.5. Sistem Penyemenan 4.2.1.6. Sistem Pencegahan Sembur Liar ... 4.2.2. Perencanaan String Dan Bottom Hole Assembly 4.2.2.1.Perencanaan String 4.2.2.2.Perencanaan Bottom Hole Assembly (BHA) 4.2.2.2.1. Perencanaan Drill Collar .. 4.2.2.2.2. Stabilizer 4.2.2.2.3. Roller Reamer 4.2.2.2.4. Shock Sub . 4.2.2.2.5. Subs 4.2.2.2.6. Drilling Jars 4.2.2.3.Pembebanan Pada Saat Operasi . 4.2.3. Perencanaan Pahat 4.2.3.1. Jenis-Jenis Pahat 4.2.3.2. Penentuan Jenis Pahat 4.2.3.3. Penentuan WOB Dan RPM ... 4.2.4. Perencanaan Sistem Lumpur 4.2.4.1. Fungsi Lumpur Pemboran 4.2.4.2. Sifat Lumpur Pemboran 4.2.4.3. Komposisi Lumpur Pemboran.. 4.2.4.4. Jenis-Jenis Lumpur Pemboran . 4.2.4.5. Perhitungan Dan Desain Lumpur Pemboran .. 4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran . 4.2.4.6.1. Sifat Aliran 4.2.4.6.2. Jenis Fluida Pemboran .. 4.2.4.6.3. Perhitungan Tenaga Pompa Lumpur 4.2.4.6.5. Kecepatan Alir Annulus 4.2.4.6.6. Metode Analisa Pengangkatan Cutting 4.2.4.6.6.1. Rasio Transport Cutting 4.2.4.6.6.2. Konsentrasi Cutting 4.2.4.6.6.3. Indeks Pengendapan Cutting .. 4.2.4.6.7. Kehilangan Tekanan Sistem Sirkulasi.. 4.2.4.7. Metode Lumpur Underbalanced Drilling. 4.2.5. Sistem Penyemenan 4.2.5.1. Perencanaan Semen 4.2.5.1.1. Fungsi Semen 4.2.5.1.2. Sifat Semen 4.2.5.1.3. Jenis-jenis Semen.. 4.2.5.1.4. Desain Semen 4.2.5.2. Perencanaan Drill Pipe dan Casing pada geothermal. 4.2.5.2.1. Fungsi Casing ............. 4.2.5.2.2 Penggunaan Insulated Drill Pipe 4.2.5.2.3 Pemilahan Casing dan Drill Pipe. 4.3. Perolehan Data Setelah Pemboran Eksplorasi. BAB VI PEMBAHASAN BAB VII KESIMPULAN .............................................................................. DATAR PUSTAKA ....................................................................................... LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam, N.J.,Drilling Engineering, A Complete Well Planning Approach, Penn Well Publishing, Tusla, Oklahoma, 1985. 2. Bourgoyne, AT., Applied Drilling Engineering, Society or Petroleum Engineering, Richardson, Texas, 1986. 3. Buntoro, Aris.,Lumpur Pemboran, Perencanaan dan Solusi Masalah Secara Praktis, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta, 1998. 4. Rubiandini, R., Teknik Pemboran Lanjut, Jurusan Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, 1993. 5. Irfan Hariz dan Samuel Zulkhifly,Terobosan Pengembangan Teknologi Panas Bumi, Departemen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung. 6. Mohammad Ressa Jhoditya,Dasar Pemboran, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional 7. Rudi Rubiandini R . S . : Diktat Kuliah Teknik Pemboran I dan II , Jurusan Teknik Perminyakan , UPN Veteran Yogyakarta , 1998. 8. Craft , B . C . , Holden , W . R . : Well Desaign , Drilling and Prodution , Prentice Hall , Inc . , Englewood Cliffs . New Jersey , 1962. 9. Yohanes Widi, Pemanfaatan Data Penilaian Formasi Dan Uji Sumur Dalam Perencanaan Laju Produksi Pada Sumur Lapangan Panas Bumi , UPN Veteran Yogyakarta , 2011