Anda di halaman 1dari 7

JURNAL PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK 2
Iodometri
Senin, 5 Mei 2014

Disusun Oleh:
Selvia Dewi Setyani
1112016200071
Kelompok 1
Nur Hikmah
Hanna Aulia
Siti Ipah
Diah Ayu Pertiwi
Wiwiek Anggreini
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014

I. ABSTRAK

Pada praktikum kali ini telah dilakukan Titrasi tidak langsung ini dilakukan dengan dua
langkah. Langkah pertama yaitu membakukan larutan natrium tiosulfat untuk bisa menentukan
molaritasnya. Langkah kedua adalah penentuan kadar CuSO
4
. Dari kedua langkah ini didapatkan
hasil molaritas larutan natrium tiosulfat adalah 0,1 M dan kadar CuSO
4
. Titrasi iodometri yang
disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa
yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Sebelum dimulai penitrasian dilakukan dahulu
standarisasi larutan Natrium tiosulfat kemudian dalam titrasi ini digunakan 25 ml CuSO
4

ditambah 5 ml H
2
SO
4
2 M ditambah 0.5 gram KI, kemudian campuran berwarna kuning tersebut
ditambah dengan larutan kanji atau amilum, perlahan sampai berwarna keunguan, dan titrasi
dengan Na
2
S
2
O
3
sampai warnanya hilang. Didapat persen kadar Cu
2+
sebesar 0,000297 gram
atau 0,0136 % dalam larutan CuSO
4
sebesar 2,173 gram.

II. PENDAHULUAN

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawasenyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO
4
.5H
2
O. Pada Iodometri,
sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan
menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat
(Universitas Sumatera Utara.2011)

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.Titrasi
iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida
atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO
4
.5H
2
O. Pada iodometri, sampel
yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan
iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume
Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Pada titrasi
iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena
dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan
hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat
menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat
dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah
sehingga direduksisempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka
dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa. Indikator yang digunakan
dalam titrasi ini adalah amilum. Amylum tidak udah larut dalam air serta tidak stabil dalam
suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan
iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan
pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba tiba.
Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.
(Syarif Hamdani,dkk.2012)

Sistem redoks iodin (triiodida)-iodida,
I3 + 2e 3I
mempunyai potensial standar sebesar +0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah agen pengoksidasi
yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serium(IV), dan kalium dikromat.
Di lain pihak, ion iodida adalah agen pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh,
daripada ion Fe(II). Dalam proses-proses analitis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen
pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi
(iodometri). (R.A.Day, JR. & A.L. Underwood, 2001 hal. 296)

Larutan-larutan iodin standar dapat buat melalui penimbangan langsung iodin murni dan
pengenceran dalam sebuah labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan
ditambahkan ke dalam sebuah larutan KI yang terkonsentrasi, yang ditimbang secara akurat
sebelum dan sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut
distandardisasi terhadap sebuah standar primer, As2O3 paling sering dipergunakan (Underwood,
2002, hlm 296-297).

Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium
iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi
membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya
dipergunakan sebagai titrannya (Underwood, 2002, hlm 298).

Indikator kanji: warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet
yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform, dan terkadang
kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun demikian, suatu
larutan (penyebaran kolodial) dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari
kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme
pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa
molekul-molekul iodin tertahan di permukaan -amylose, suatu konstituen dari kanji. Larutan-
larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi,
seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet (Underwood, 2002, hlm 297).


Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida. Perak, merkurium(I),
merkurium(II), tembaga(I), dan timbel iodida adalah garam-garamnya yang paling sedikit larut.
Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan larutan kalium iodida, KI, 0,1 M. (Svehla, 1985 hal.
350).

III. ALAT, BAHAN, DAN LANGKAH KERJA

Alat dan bahan:

Gelas ukur
Gelas kimia
Pipet tetes
Buret
Statif dan klem
Labu erlenmeyer
Spatula
Neraca Ohauss
Larutan K2Cr2O7
Larutan H2SO4 2 M
Padatan KI
Larutan amilum 2%
Larutan natrium tiosulfat
Larutan CuSO4

Langkah Kerja:

Pembakuan Na2S2O3

1. Ambil 25 ml Larutan K2Cr2O7 tambahkan 5 ml Larutan H2SO4 2 M dan 0,5 gram padatan
KI
2. Diaduk sampai terjadi reaksi
3. Tambahkan beberapa tetes larutan amilum
4. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat

Penentuan kadar CuSO4

1. Ambil 25 ml larutan CuSO4 tambahkan 5 ml Larutan H2SO4 2 M dan 0,5 gram padatan KI

2. Diaduk sampai terjadi reaksi
3. Tambahkan beberapa tetes larutan amilum
4. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat

IV. DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Pembakukan larutan natrium tiosulfat:

15 ml Larutan I
2
0,1 M + indicator amilum 1 ml warna larutan menjadi coklat kekuningan
Ditirasi dengan larutan natrium tiosulfat sebanyak 22 ml larutan tidak berwarna (bening)
Volume natrium tiosulfat yang dipakai untuk titrasi = 22 ml





Na2S2O3

Na2S2O3
=
227

227

22
Na2S2O3
= 5 0,1

Na2S2O3
=
2,5
22



Na2S2O3
= 0,1136 N

Penentuan kadar CuSO4:
25 ml larutan CuSO4 (warna biru jernih) + 5 ml Larutan H2SO4 2 M (warna bening) larutan
warna biru muda + 0,5 gram padatan KI (kristal putih) warna larutan menjadi kuning langsat
+ beberapa tetes larutan amilum warna larutan menjadi ungu. Dititrasi dengan larutan 10 ml
natrium tiosulfat warna ungu hilang (bening).

Na2S2O3
= 12

4
= 25


4

4
=
Na2S2O3

Na2S2O3


25
4
= 12 0,1136

4
= 0,0545


4
=


1000


0,0545 =

159,5

1000
25

Massa = 2,173 gram


BM = 65,37
Be =

=
65,37
1
= 65,37
W
Cu
2+
=
.223
4

W
Cu
2+
=
0,1136
25
65,37
W
Cu
2+
= 0,297 mg = 0,000297 gram
Kadar
Cu
2+
=
2+
4
100%
=
0,000297
2,173
100%
Kadar
Cu
2+
= 0,0136 %




B. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini praktikan akan melakukan percobaan titrasi iodometri atau titrasi
tidak langsung. Pada percobaan kali ini betujuan untuk menentukan kadar Cu dengan metode
titrasi tak langsung iodometri. Langkah kerja yang dilakukan pertama adalah membakukan
larutan natrium tiosulfat atau standardisasi larutan-larutan tiosulfat. Tujuan dari membakukan
larutan natrium tiosulfat adalah untuk mencari molaritas larutan natrium tiosulfat. Sejumlah
substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat.

Iodin murni adalah standar yang paling jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan
kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar
yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida,
sebuah proses iodometrik (Underwood, 2002, hlm 298). Pada iodometri, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume Natrium
Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Pada titrasi iodometri
perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam
lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodide dan hipoyodit
dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi
sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Pada percobaan ditambahkan H2SO4 yang
berfungsi menjaga Ph menjadi asam itu itu sebabnya pada Syarif Hamdani, (2012) dijelaskan
pula Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang
mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan
pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau
reduksi dari senyawa. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amilum atau
yang biasa disebut larutan kanji ini digunakan karena warna biru gelap dari kompleks ion
kanjiDari hasil percobaan didapat molaritas larutan natrium tiosulfat adalah 0,1 M.

Langkah kedua adalah menentukan kadar CuSO4. Tembaga murni dapat dipergunakan
sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya
akan dipergunakan untuk menentukan tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh
adsorpsi pada permukaan dari endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk
mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik
akhir dicapai untuk menyingkirkan iodin yang diadsorpsi (Underwood, 2002, hlm 299). Didapat
persen kadar Cu
2+
sebesar 0,000297 gram atau 0,0136 % dalam larutan CuSO4 sebesar 2,173
gram.










V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Titrasi iodometri merupakan titrasi redoks yang melibatkan iodium.Titrasi iodometri disebut
juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodiumiodida atau senyawa-
senyawa yang bersifat oksidator.
2. Praktikum ini menggunakan metode titrasi tidak langsung.
3. Praktikum ini dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama yaitu membakukan larutan
natrium tiosulfat dan langkah kedua yaitu penentuan kadar CuSO4.
4. Didapat persen kadar Cu
2+
sebesar 0,000297 gram atau 0,0136 % dalam larutan CuSO4
sebesar 2,173 gram.

VI. REFERENSI

JR. R.A. DAY & A.L. UNDERWOOD. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.
Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka

Syarif Hamdani, dkk.2012. Panduan Praktikum Kimia Analisis. Diakses dari
http://www.stfi.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Diktat-Praktikum-Kimia-Analisis.pdf
(diakses pada tanggal 2 Mei 2014 pukul 21.00 WIB)
Universitas Sumatera Utara. 2011. Chapter II. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28633/4/Chapter%20II.pdf
(diakses pada tanggal 2 Mei 2014 pukul 19.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai