Anda di halaman 1dari 13

OBJEK BEA METERAI

PENGERTIAN BEA METERAI


Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang
Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek Bea Meterai harus
sudah dibubuhi benda meterai atau pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebelum
dokumen itu digunakan.

DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain
Meterai Tempel Tahun 2005
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai
dengan Menggunakan Cara Lain.
5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.
6. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.
7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai
dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan
Cara Pemeteraian Kemudian.
9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.
10. Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Meterai.

ISTILAH-ISTILAH

- Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak lain yang
berkepentingan.

- Benda Meterai adalah Meterai tempel dan Kertas Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.

- Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf,
teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai
pengganti tanda tangan.

- Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat
Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.

- Pejabat pos adalah pejabat PT Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan
pemeteraian kemudian.

OBJEK BEA METERAI

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal
sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka
pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai
alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.

d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
- yang menyebutkan penerimaan uang;
- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau
diperhitungkan.

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan,
dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan
untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.

TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI

Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan
dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:

1. Dokumen yang berupa:
- surat penyimpanan barang;
- konosemen;
- surat angkutan penumpang dan barang;
- keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang,
konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;
- bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
- surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
- surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.

2. Segala bentuk ijazah

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan
itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh
bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun.

TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI
SAAT TERUTANG

Saat terutangnya bea meterai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea meterai tersebut
digunakan. Dalam Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 disebutkan saat terutangnya Bea
Meterai adalah:

- Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
- Dokumen yang dibuat oleh lebih dan satu pihak adalah pada saat selesainya dokumen dibuat;
- Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia,

CARA PELUNASAN BEA METERAI

A. Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Meterai Tempel

Cara mempergunakan meterai tempel :

- Meterai Tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan Bea Meterai.
- Meterai Tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
- Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun
dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan di atas
kertas dan sebagian lagi di atas Meterai Tempel.
- Jika digunakan lebih dan satu Meterai Tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di
atas semua Meterai Tempel dan sebagian di atas kertas.
- Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel tetapi tidak memenuhi
ketentuan di atas, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai.

B. Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Kertas Meterai

Cara mempergunakan kertas meterai :

- Sehelai Kertas Meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian.
- Kertas Meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
- Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas
Kertas Meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan
kertas tidak bermeterai.
- Jika sehelai Kertas Meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini belum
ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam Kertas Meterai telah terlanjur
ditulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan
kemudian tulisan yang ada pada Kertas Meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau
keterangan baru, maka Kertas Meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak Perlu
dibubuhi meterai lagi.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan
dianggap tidak bermeterai.

C. Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan

Pelunasan dengan cara membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan
memerlukan beberapa syarat sebagai berikut:

1. Pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit
dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal
sebanyak 50 dokumen.

2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan mesin teraan
meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut:

- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai
yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata
dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.
- melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas
juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Ke Kas Negara melalui Bank
Persepsi.
- Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
- Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal
ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

D. Pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Sistem
Komputerisasi

1. Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk dokumen
yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d PP No. 24 Tahun
2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak 100 dokumen.

- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan
dilunasi Bea Meterai setiap hari.
- pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang
harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (ke
Kas Negara melalui Bank Pensepsi).
- menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai
kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

2. Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem
komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan
ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya.


E. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan

1. Pelunasan Bea Meterai dengan teknologi pencetakan hanya diperkenankan untuk
dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk
apapun.

2. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi
pencetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut:

- pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea
Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Bank
Persepsi.
- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea
Meterai yang telah dibayar.

3. Perum Peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai
Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, harus
menyampaikan laponan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal
10 setiap bulan.

4. Pelunasan Bea Meterai bagi dokumen yang dibuat di Luar Negeri
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak
digunakan di Indonesia.

TARIF BEA METERAI

1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:

a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
pendata
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan
Rp1.000.000,00.;
d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:
- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.
- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan
semula.

2.

Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:

- nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai
- nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp3.000,-
- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-

3.

Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas
pengenaan besarnya harga nominal.

4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai
dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai
harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-.

5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan
Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dan Rp
1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,-.

KETENTUAN KHUSUS DAN SANKSI

KETENTUAN KHUSUS

a. Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah
dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian.

b. Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan:

- Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterainya tidak
atau kurang dibayar;
- Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan
tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan;
- Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang Bea
Meterainya tidak atau kurang dibayar;
- Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar
sesuai dengan tarif Bea Meterainya.

Pelangganan terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

SANKSI ADMINISTRASI

Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan Bea Meterai yang
harus dilunasi kurang bayar.

- Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek Bea Meterai tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus
persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.
- Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus
melunasi Bea Meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.

DALUWARSA

Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terutang menurut Undang-
Undang Bea Meterai, daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung sejak tanggal
dokumen dibuat.

KETENTUAN PIDANA

Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP:

- Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau meniru dan
memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;

- Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat
dengan melawan hak;

- Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya,
capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah
dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dana atau menyuruh orang lain
menggunakannya dengan melawan haknya;

- Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya
digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda
meterai;

- Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai Pasal 7 UU Bea Meterai
dipidana penjara selama-lamanya 7 tahun dan tindak pidana ini adalah bentuk kejahatan).

*Sejarah singkat terbentuknya peraturan mengenai Bea Materai*
Pengenaan Bea Materai di Indonesia sudah mulai dikenal sejak tahun 1817, yaitu pada
masa penjajahan Belanda, yang disebut De Hetting Van Het Recht Kleinnegel. Tahun 1885
aturan pengenaan Bea Materai di atas tersebut diganti dengan Ordonantie Op De Heffing Van
Het Legel Recht In Nederhlands Indie dan berlaku sampai tahun 1921.
Sejak tahun 1921, berlaku aturan Bea Materai 1921 (Zegel Verordening 1921), yang
mengalami beberapa perubahan, yaitu menjadi UU No. 2 Tahun 1965, dan kemudian ditetapkan
menjadi UU No. 7 Tahun 1969. Dimana Undang-undang ini sifatnya perubahan atau
penyempurnaan dari aturan Bea Materai 1921. Selanjutnya, sejak pemerintahan Orde Baru tahun
1966 banyak kebijakan-kebijakan baru / dilakukannya reformasi di bidang perpajakan, yaitu
dengan dibentuknya beberapa Undang-undang pajak pada umumnya, diantaranya ialah Undang-
Undang No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai, yang merupakan pengganti dari aturan Bea
Materai tahun 1921. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 disahkan & diundangkan di Jakarta
pada Tanggal 27 Desember 1985 dan dinyatakan mulai berlaku Tanggal 1 Januari 1986. Latar
belakang perlu dibentuknya Undang-undang ini ialah sesuai dengan yang terdapat pada
konsideran UU No. 13 Tahun 1985 itu sendiri.
Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin maju & kompleks,
pemerintah kemudian mengatur lebih jauh mengenai tarif Bea Materai. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Tahun 1985. Berdasarkan pasal tersebut, maka lahirlah Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun1995 Tentang Perubahan tarif Bea Materai, yang mana PP tersebut
diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Bea Materai dan
besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Matera, yang masih berlaku
sampai sekarang.





PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1995

TENTANG

PERUBAHAN TARIF BEA METERAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagai bagian dari hasil
pembangunan, serta masih diperlukannya dana yang cukup besar untuk melanjutkan
pembangunan yang sumbernya sebagian besar dari sektor perpajakan, maka dipandang perlu
untuk mengatur kembali mengenai besarnya tarif bea meterai.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagai
mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara 3566);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313)
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN TARIF
BEA METERAI.
Pasal 1
Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985
adalah dokumen yang berbentuk :
a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) :
1. yang menyebutkan penerimaan uang;
2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank;
3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank;
4. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp.
1.000.000,-(satu juta rupiah);
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah);
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :
1. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Pasal 2
(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f dan huruf g dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah);
(2) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d, huruf e dan huruf f yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi
tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp.
1.000,- (seribu rupiah),dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp. 250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu rupiah) tidak terutang Bea Meterai.
Pasal 3
Tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah), tanpa
batas pengenaan besarnya harga nominal.
Pasal 4
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989
tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 17

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1995
TENTANG
PERUBAHAN TARIF BEA METERAI
UMUM
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Oleh karena itu
menempatkan kewajiban kepada semua Warga Negara dalam rangka kegotong-royongan
nasional untuk berperan serta membiayai pembangunan.
Salah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut, adalah dengan dokumen-
dokumen tertentu.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai serta masih diperlukannya dana yang cukup
besar untuk melanjutkan pembangunan, maka sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13
Tahun 1985, besarnya tarif Bea Meterai dapat ditinjau kembali dengan suatu Peraturan
Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Huruf a
Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani
kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya.
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d, huruf e, dan huruf f
Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e dan huruf f ini juga
meliputi jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing.
Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan
dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang berlaku pada saat
dokumen tersebut dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau
tidak dikenakan Bea Meterai.
Huruf g
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak
kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 1
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf g angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu
pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan
sebuah barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila
kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan
pemeteraian kemudian.
Surat-surat kerumah-tanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak
dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea
Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagaialat
pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
Angka 2
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf g angka 2 ini ialah surat-surat yang karena tujuannya
tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang
demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan
tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda
penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka tanda
penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.
Pasal 2
Ayat (1)
Tarif sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) ini adalah tarif
atas dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu
rupiah).
Ayat (2)
Tarif sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) ini adalah tarif atas
dokumen yang semula dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
Pasal 3
Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas cek dan bilyet giro
sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
Untuk meringankan nasabah bank guna memperlancar pelaksanaan kliring, maka pengenaan tarif
Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya
harga nominal dari cek dan bilyet giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring, bank
cukup menyediakan 1 (satu) macam bentuk cek dan 1 (satu) macam bentuk buku bilyet giro.
Semula atas cek dan bilyet giro ini dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran dan warna
meterai tempel dan kertas bermeterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan
penyaluran Benda Meterai dan lain-lain.
Pasal 6
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3589


Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBase

Anda mungkin juga menyukai