Anda di halaman 1dari 7

Agroteksos Vol. 19 No.

1-2, Agustus 2009


29
PENGOLAHAN AGAR-AGAR DARI ALGA COKLAT STRAIN LOKAL LOMBOK
MENGGUNAKAN DUA METODE EKSTRAKSI
PROCESSING OF AGAR FROM BROWN ALGAE OF THE LOCAL STRAINS OF
LOMBOK USING TWO EXTRACTION METHODS
Sri Widyastuti
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian, Universitas Mataram, Mataram Lombok
ABSTRAK
Agar merupakan senyawa hidrokoloid dari makroalgae (rumput laut), yang dikenal memiliki banyak
manfaat dalam kehidupan sehari-hari dan berbagai industri. Artikel ini melaporkan tetang kadar agar dari
beberapa spesies alga coklat strain lokal yang diekstraksi sesuai prosedur Winarno (1996) dan Haryanto
(2005). Kadar agar alga coklat yang diperoleh dengan kedua metode ekstraksi tersebut tidak berbeda
nyata. Spesies alga coklat yang memiliki rendemen agar 2,4%-2,6% adalah Padina sp dan Turbinaria
murayama. Sedangkan spesies alga coklat yang memilik rendemen 1,3%-1,8% adalah Sargasssum
polysistum, Dictyota sp.1, Dictyota sp.1, Turbinaria ornata, Dictyota sp. dan Sargassum aquafolium.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk uji karakterisasi sifat agar yang dihasilkan oleh species alga
coklat strain lokal Lombok.
ABSTRACT
Agar is one of hydrocolloid compounds produced by macroalgae (seaweed). This compound is known as
a useful material in daily lives and many industries. This article reports on the agar content of several
local species of brown algae extracted according to Winarno (1996) and Haryanto (2005) procedures.
Agar content extracted using both methods was not significantly different. Brown algae species having
agar content of around 2.4-2.6% were Padina sp and Turbinaria murayama, whereas brown algae
species with agar content of around 1.3-1.8% were Sargasssum polysistum, Dictyota sp.1, Dictyota sp.1,
Turbinaria ornata, Dictyota sp. and Sargassum aquafolium. Further study is required to reveal
characteristics of the agar produced by those brown alga species of Lombok.
_________________________________
Kata kunci: alga coklat, agar, rumput laut, agarofit dan kekuatan gel
Keywords: brown algae, agarseaweed, agarophyte and gel strength


PENDAHULUAN
Agar merupakan salah satu senyawa
hidrokoloid yang memiliki banyak manfaat, baik
dalam kehidupan sehari-hari, maupun berbagai
industri, seperti industri makanan, industri kimia
dan obat-obatan. Senyawa hidrokoloid ini
dipahami dikandung oleh makroalga (rumput
laut). Karena itu, rumput laut merupakan salah
satu komoditi laut yang memiliki nilai ekonomis
tinggi.
Mengingat pemanfaatan agar yang demikian
luas dalam kehidupan sehari-hari dan industri,
maka rumput laut memiliki pasar yang luas, baik
lokal, nasional dan internasional. Selain itu,
komoditi ini dapat dipasarkan dalam bentuk
rumput laut kering, berbagai produk olahannya
dan agar. Saat panen, rumput laut dapat
dipasarkan dalam bentuk basah untuk keperluan
bibit, dengan harga sekitar 1000-1500 rupiah per
kilogram. Setelah dikeringkan, harganya
meningkat tajam menjadi, sekitar 5000-7000
rupiah per kilogram kering pada tingkat petani,
atau 10000-15000 rupiah per kilogram kering
pada tingkat eksporter. Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka budidaya rumput laut bersifat
padat karya, dan sangat potensial untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan
petani rumput laut khususnya, dan masyarakat
pesisir pada umumnya.
Selain rumput laut kering, hasil olahan
rumput laut menjadi agar, juga memiliki pasar
yang luas, baik di dalam negeri, maupun luar
negeri. Hal ini terkait erat dengan pemanfaatan
senyawa hidrokoloid tersebut sebagai bahan
baku penting berbagai industri, sperti industri
makanan, obat-obatan, tekstil, cat, dan lain-lain.
Hasil olahan rumput laut dalam bentuk agar
sudah dapat dipastikan memiliki harga jual yang
jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
rumput laut kering, baik di pasar dalam negeri,

Sri Widyastuti: Pengolahan Agar-agar
30
maupun pasar luar negeri (Anonim, 2006a;
Suryawiria, 2003 dan Winarno, 1996).
Senyawa hidrokoloid seperti agar memiliki
pasar cukup baik, karena senyawa tersebut
memiliki daya gelasi yang cukup kuat. Secara
kimiawi, agar merupakan senyawa polisakarida
berantai panjang yang dibangun oleh agarosa
dan agaropektin secara berulang (Anggadiredja,
dkk, 2006). Senyawa ini memiliki fungsi utama
sebagai bahan pemantap, penstabil, pengemulsi,
pengental, pengisi, pembuat gel dan lain-lain
(Afrianto dan Liviawati, 1993; Haryanto, 2005).
Hal inilah yang menyebabkan agar banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti
makanan dan minuman, farmasi, kosmetik,
kertas, tekstil, fotografi, pasta gigi dan industri
lainnya (Aslan, 1998). Selain itu, agar juga
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain
dalam bidang kesehatan untuk mencegah
diabetes dan hipertensi (Astawan, 2004), dan
dalam bidang mikrobiologi dan bioteknologi,
khususnya untuk agar yang memiliki tingkat
kemurnian tinggi, yang sampai saat ini untuk
keperluan ini, masih dipenuhi oleh produk impor
(Suptijah, 2002).
Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia
telah mengekspor rumput laut ke beberapa
negara lain, seperti Hongkong (50,4%), Inggris
(7,2%) dan Prancis (5,7%), disamping Amerika,
Eropa, Australia, dan Asia, dengan persentase
ekspor lebih rendah dari 5%. Meskipun
demikian, ironisnya, Indonesia juga mengimpor
agar murni sekitar 595.514 kg per tahun dengan
nilai US $209.325, dari negara-negara seperti
Korea Selatan, Cina, Singapura, Malaysia dan
Chili (Anggadiredja, dkk, 2006).
Hasil penelitian sebelumnya melaporkan
bahwa agar dihasilkan oleh beberapa genus alga
merah (rhodophycae), seperti Gracilaria,
Gelidium, Gelidiopsis dan Hypnea (Winarno,
1996). Hasil penelitian sebelumnya juga
melaporkan bahwa perairan laut Nusa Tenggara
Barat (NTB) memiliki keaneka ragaman
makroalga yang cukup tinggi (Sunarto, 2004),
tidak saja ditemukan keberadaan alga merah,
melainkan alga coklat dan alga hijau (Sunarpi,
2006). Karena itu, sangat dibutuhkan informasi
kadar agar spesies alga coklat yang tumbuh di
perarian laut Lombok. Artikel ini melaporkan
kadar agar species alga coklat yang tumbuh di
perairan laut Lombok, yang dianalisis dengan
dua metode ekstraksi. Informasi ini sangat
bermanfaat dalam upaya untuk meningkatkan
pemanfaatan spesies alga coklat yang tumbuh di
perairan laut Lombok sebagai penghasil agar.
METODE PENELITIAN
Desain, waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
deskriptif sebagaimana dilaporkan sebelumnya
(Widyastuti, 2008a). Spesies alga coklat yang
ditemukan pada semua titik sampel di perairan
laut Lombok dan dibawa ke laboratorium.
Selanjutnya, sampel alga coklat diidentifikasi,
diikeringkan sampai kadar air 15% menggu-
nakan oven, dan dianalisis kadar agarnya. Setiap
sampel dianalisis dalam tiga ulangan, sehingga
setiap nilai yang ditampilkan pada data yang
dipresentasikan merupakan nilai rata-rata tiga
ulanganSE. Penelitian berlangsung pada bulan
Agustus 2007. Koleksi sampel dilakukan pada
berbagai lokasi perairan laut Lombok, yang
dilanjutkan dengan identifikasi sampel di
laboratorium Imunobiologi FMIPA, dan
ekstraksi sampel menjadi agar dilakukan di
Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Koleksi dan identifikasi sampel
Koleksi sampel pada berbagai lokasi
sampling yang telah ditentukan di perairan laut
Lombok dilakukan sebagaimana dilaporkan pada
penelitian sebelumnya (Widyastuti, 2008a).
Koleksi sampel dilakukan di 18 titik sampling,
yang meliputi 7 titik di Lombok Barat (Gili
Indah, Pantai Mentigi, Pantai Kecinan, Pantai
Malimbo, Sekotong Tengah, Gili Genting, dan
Bangko-Bangko), 4 titik sampel di Lombok
Tengah (Pantai Kute, Tanjung Ann 1, Tanjung
Ann 2, dan Teluk Gerupuk), dan 7 titik di
Lombok Timur (Pantai Ujung Mas, Teluk Ekas,
Pantai Rambang, Pantai Labuhan Haji, Pantai
Transad, Pantai Labuhan Pandan dan Pantai
Pulur). Sampel kemudian dikarakterisasi secara
morfologi, dan diidentifikasi atas dasar kunci
identifikasi Bold dan Wynne (1985), Guiry
(2007), Taylor (1979) dan Suria (2003).
Prosedur ekstraksi agar
Dalam penelitian ini dilakukan dua cara
ekstraksi agar , yaitu ekstraksi agar sesuai
prosedur Winarno (1996), dan Haryanto (2005),
dengan tujuan untuk membandingkan kedua
metode ekstraksi tersebut, dalam rangka untuk
mencari prosedur ekstraksi yang paling efisien
dalam memproduksi agar. Secara diagramatis,
kedua prosedur ekstraksi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1 dan Gambar2.


Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
31

















Gambar 1. Diagram proses pengolahan agar menurut Winarno (1996)
Pemucatan
(air kapur Ca(OH)
2
, 0,25%)
Pengeringan
(sinar matahari, 2-3 hari, kadar air 20%)
Pengasaman
(H
2
SO
4
5% selama 15 menit)
Rumput laut Basah
Pencucian
Pengeringan
(Oven suhu 80
o
C, 8 jam)
Penentuan Kadar Agar
(% rendemen)
Pemotongan
Pembentukan Gel
(Suhu ruang, 7 jam)
Penyaringan
Ekstraksi
( NaOH 10%: air 40:1; T 95-100
o
C; 4 jam, pH 6-7)

Sri Widyastuti: Pengolahan Agar-agar
32
Rumput laut


Perendaman I
(air kapur, 3x24 jam)


Perendaman II
(air tawar bersih, 1-3 jam


Perendaman III
( asam sulfat, pengadukan 15 menit)


Pencucian
(air tawar, 15 menit)


Penirisan


Penambahan air
( 20-25x berat rumput laut )


Ekstraksi
(asam cuka, mendidih, selama 2-3 jam

Cairan

Pengepresan

cairan

Pendinginan

Agar

Gambar 2. Diagram proses pengolahan agar menurut Haryanto (2005).


Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
33
Persentase rendemen dihitung mengguna-
kan rumus:
Rendemen (%) =
% 100
kering makroalga berat
kering agar berat
x

HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesies alga coklat yang ditemukan di perairan
laut Lombok
Tabel 1. Spesies alga coklat yang ditemukan
pada berbagai lokasi sampling
perairan laut Lombok.

No. Spesies alga coklat
1. Dictyota sp.1
2. Dictyota sp. 2
3. Padina sp.
4. Sargassum aquifolium
5. S. crassifolium
6. S. polycistum
7. Turbinaria murayana
8. T. ornata

Setelah dilakukan identifikasi, spesies alga
coklat yang ditemukan pada berbagai titik
sampling di perairan laut Lombok dapat dilihat
pada Tabel 1. Berdasarkan hasil identifikasi
ditemukan delapan spesies alga coklat Dictyota
sp.1, Dictyota sp. 2, Padina sp., Sargassum
aquifolium, S. crassifolium, S. polycistum,
Turbinaria murayana dan T. ornata. Jumlah
spesies alga coklat yang ditemukan pada
penelitian ini lebih sedikit dari jumlah spesies
alga coklat yang dilaporkan peneliti (Sediadi dan
Budihardjo, 2000; Salikin, 2006). Dalam
penelitian juga ditemukan spesies alga coklat
yang belum pernah dilaporkan oleh peneliti
sebelumnya, seperti spesies Dictyota sp. 2
(Tabel 1). Fenomena ini memperkuat asumsi
bahwa pemunculan spesies alga yang sangat
tergantung pada ruang dan waktu (Mubarak,
1981; Lobban dan Harrison, 1994)..
Organisme yang tumbuh di perairan laut
termasuk alga coklat sepenuhnya tergantung
pada ketersediaan nutrisi saat organisme itu
tumbuh. Berdasarkan asumsi ini, maka
pemunculan spesies alga coklat pada suatu
ekosistem laut dalam waktu tertentu disebabkan
karena daya dukung lingkungan pada saat
tersebut sesuai dengan kebutuhan makroalga
tersebut. Sebaliknya, beberapa spesies alga
coklat yang tidak ditemukan dalam penelitian
ini, kemungkinan besar disebabkan kondisi
lingkungan saat dilakukan koleksi tidak
mendukung pertumbuhan makroalga tersebut.

Morfologi spesies alga coklat
Alga coklat umumnya memiliki thalus yang
berwarna coklat kekuningan, dan dilengkapi
dengan gelembung udara yang berfungsi sebagai
pelampung, sehingga memungkinkan alga coklat
tersebut dapat terapung. Thalus alga coklat
dikenal mengandung kapur, sehingga tekstur
thalus alga ini umumnya lebih keras dari thalus
alga merah dan alga hijau, seperti yang
ditunjukkan pada spesies Padina sp. Selain
tekstur dan warna thalus, bentuk thalus alga ini
juga berbeda dengan thalus alga merah dan alga
hijau yang umumnya bervariasi dari bentuk
silindris, gepeng dan lembaran, sehingga jenis
alga ini menyerupai tumbuhan tingkat tinggi,
karena thallusnya menyerupai daun, batang, akar
dan buah (Taylor, 1973; Gurry, 2007).
Kadar agar alga coklat
Tabel 1. Kadar agar beberapa spesies alga coklat
yang diekstraksi dengan prosedur
Winarno (1996)

No Jenis Makroalga Rendemen (%)
1 Padina sp 2,691,09
2 Turbinaria murayana 2,401,22
3 Sargassum polycistum 1,951,11
4. Dictyota sp.1 1,931,02
5. Dictyota sp.2 1,911,01
6. Turbinaria ornata 1,901,01
7. Dictyota sp 1,771,11
8. Sargassum aquifolium 1,390,77

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
rendemen agar yang dihasilkan oleh spesies alga
coklat yang tumbuh di perairan Lombok ber-
variasi dari 1,35% pada Sargassum aquifolium
sampai dengan 2,69% pada Padina sp. Nilai
rendemen agar yang ditemukan pada alga coklat,
termasuk Padina sp, jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan rendemen agar yang
dihasilkan oleh makroalgae klas Rhodophyceae.
Rendemen agar yang diperoleh dengan metode
ekstraksi Winarno (1996) mirip dengan ren-
demen agar yang diperoleh dengan metode
ekstraksi Haryanto (2005) (Tabel 2). Rendemen
agar yang diperoleh dengan kedua metode
tersebut menunjukkan bahwa Padina sp dan
Turbinaria murayana memproduksi agar dengan
kadar yang berkisar antara 2,4-2,8%. Spesies
alga coklat lainnya, seperti Sargassum

Sri Widyastuti: Pengolahan Agar-agar
34
aquifolium, Dictyota sp, Turbinaria ornata dan
Sargassum polycistum memiliki rendemen agar
yang berkisar antara 1,3-1,8%. Dengan
demikian, berdasarkan data rendemen agar yang
diperoleh menggunakan kedua metode ekstraksi
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa alga
coklat bukanlah spesies makroalgae penghasil
agar yang baik.

Tabel 2. Kadar agar beberapa spesies alga coklat
yang diekstraksi sesuai prosedur
Haryanto (2005)

No Jenis Makroalga Rendemen (%)
1 Padina sp 2,811,09
2 Turbinaria murayana 2,411,23
3 Sargassum polycistum 1,880,99
4 Dictyota sp.1 1,870,91
5 Dictyota sp.2 1,940,95
6 Turbinaria ornata 1,810,91
7 Dictyota sp 1,760,82
8 Sargassum aquifolium 1,390,62

Bila dibandingkan sifat agar alga coklat
dengan alga merah, maka sifat agar yang
dihasilkan oleh alga coklat tidak memiliki
karakteristik kimiawi sebagai halnya agar pada
umumnya. Sebagai contoh, agar yang dihasilkan
oleh alga coklat tidak mampu membentuk gel
pada suhu ruang. Berbeda dengan rendemen agar
yang dihasilkan oleh alga merah, rendemen agar
mampu membentuk gel dalam suhu ruang dalam
kurun waktu yang tidak terlalu lama, sedangkan
rendemen agar alga coklat tetap dalam keadaan
cair meskipun telah didiamkan selama tujuh jam
di suhu ruang.
Hasil penelitian sebelumnya (Aslan, 1998)
menunjukkan bahwa alga cokelat lebih berpe-
luang sebagai penghasil alginat dibandingkan
sebagai penghasil agar. Asumsi ini berkorelasi
dengan tekstur alga coklat yang kaku dan keras,
yang kemungkinan besar berkaitan erat dengan
kandungan kapur dan alginat yang berfungsi
sebagai penyusun dinding sel. Secara teoritis
juga mendukung asumsi tersebut, mengingat
alginat merupakan suatu garam dari asam alginik
yang mengandung ion sodium dan kalsium
terdapat pada bagian dalam dinding sel alga
coklat.
Komposisi kimia penyusun dinding sel suatu
makroalga mempengaruhi tekstur thallus suatu
makroalgae. Berbeda dengan alga coklat, thallus
alga merah lebih lunak, karena dinding sel
thallusnya disusun oleh gelatin yang menyerupai
gel (Aslan, 1998). Komposisi thallus tersebut,
memungkinkan alga merah mudah diekstrak
dengan menggunakan air panas pada kondisi
asam atau basa. Mengingat keras dan kakunya
thallus alga coklat, maka alga coklat tidak
mudah diekstraksi menggunakan air panas,
sehingga membutuhkan penambahan zat kimia
lain, seperti penambahan Na
2
CO
3
(sodium
karbonat), senyawa kimia yang umum ditam-
bahkan saat melakukan ekstraksi alginat dari
alga coklat (Anggadiredja et al., 2006).
Lembaran agar yang dihasilkan oleh alga
coklat berwarna coklat mirip dengan warna
thallus, yang bervariasi antara coklat muda
sampai cokeat tua. Ukuran dan bentuk thallus
beragam dari yang berukuran kecil sampai
berukuran besar, bercabang banyak, berbentuk
pita atau lembaran, bercabang sederhana dan
tidak bercabang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa warna agar yang diperoleh
menggunakan kedua metode ekstraksi tersebut
berkaitan erat dengan karakter morfologi thallus
alga coklat.
KESIMPULAN
Rendemen agar yang diperoleh menggu-
nakan metode ekstraksi Winarno (1996) dan
Haryanto (2005) tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Rendemen agar spesies alga
coklat bervariasi antara 1,3%-2,8%. Spesies alga
coklat yang memiliki rendemen 2,4%-2,6%
adalah Padina sp dan Turbinaria murayama.
Sedangkan spesies alga coklat yang memilik
rendemen 1,3%-1,8% adalah Sargasssum
polysistum, Dictyota sp.1, Dictyota sp.1,
Turbinaria ornata, Dictyota sp. Dan Sargassum
aquafolium.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawati, 1993.Budidaya
Rumput Laut dan Cara Pengolahannya,
Bhratara, Jakarta.
Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto dan
S. Istini, 2006.Rumput Laut, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Anonim, 2002. Rumput Laut Untuk Pasta Gigi
hingga Pewarna Tekstil, http://www.
kompas.com, diakses tanggal 19 Mei 2007
pukul 11.40.
Anonim, 2006a. Pesona Rumput Laut Sebagai
Sumber Devisa, Departemen Kelautan dan
Perikanan RI, http://www.content.htm.,
diakses tanggal 28 Juli 2007 pukul 15.00
WITA.

Agroteksos Vol. 19 No. 1-2, Agustus 2009
35
Aslan, L. M., 1998. Seri Budidaya Rumput Laut,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Astawan, 2004. Agar-Agar Pencegah Hipertensi
dan Diabetes, http://www.fao.org/docrep/
field/AB882E.htm, diakses tanggal 26 Juli
2007 pukul 16.00.
Bold, H.C. dan M. J. Wynne, 1985. Introduction
to The Algae, Prentice-Hall, Inc., USA.
Guiry, W., 2007. Turbinaria Conoides (J.
Agardh) Kartzing, http://www.algaebase.
org. Diakses tanggal 10 Januari 2008, pukul
14.00 WITA.
Haryanto, R., 2005. Agar-agar, Kaya Serat
Penuh Manfaat, dalam http://www.bung-
hatta.info/ambil.php?97. Diakses tanggal 28
Maret 2007 pukul 14.00 WITA.
Lobban, C.S. dan P.J. Harisson, 1994. Seaweeds
Ecology and Physiology, Cambridge
University Press, New York.
Mubarak, H., 1981. Budidaya Rumput Laut,
Training Workshop on Seafarming
Denpasar, Bali, dalam http://www.
kenshuseidesu.tripod.com/id48.html. Diak-
ses tanggal 14 April 2007 pukul 14.30
WITA.
Salikin, 2006. Analisis Hubungan Kekerabatan
Eucheuma di Perairan Laut Lombok
Berdasarkan Karakter Morfologi, Skripsi,
Universitas Mataram, Mataram.
Sediadi, A. dan U. Budihardjo, 2000. Rumput
Laut Komoditas Unggulan, Grasindo,
Jakarta.
Sunarto, G., 2004. Budidaya Laut dan Kemung-
kinan Pengembangan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Seafarming, Workshop
Report Bandar Lampung; http://www.fao.
org/docrep/field/003/AB882E23.htm, diak-
ses tanggal 19 Mei 2007 pukul 11.50 WITA.
Suptijah, P., 2002. Rumput Laut: Prospek dan
Tantangannya, dalam http://tumoutou.net/
702_04212/pipih_suptijah.htm. Diakses
tanggal 14 April 2007 pukul 15.30 WITA.
Suria, 2003. Algae, dalam http://www.
surialink.com., diakses tanggal 10 Januari
2008 pukul 14.00 WITA.
Suryawiria, 2003. Bahan Baku Industri Bernilai
Tinggi, http://www.kompas.com, diakses
tanggal 14 April 2007 pukul 14.30 WITA.
Taylor, W.R, 1979. Marine Algae of The Eastern
Tropical and Subtropical Coasts of The
Americas University of Michigan Press.
USA.
Widyastuti, S., 2008a. Pengolahan pasca panen
alga hijau strain lokal Lombok menjadi
karaginan dengan metode pengendapan
etanol dan isopropanol. Majalah Ilmiah
Oryza Universitas Mataram Vol VII No 3:1-
12
Widyastuti, S., 2008b. Pengolahan pasca panen
alga coklat strain lokal Lombok menjadi
karaginan dengan metode pengendapan
etanol dan isopropanol. Jurnal Teknologi
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya.Vol 10 No 2: 131-
137.
Winarno, F., G., 1996, Teknologi Pengolahan
Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai