Anda di halaman 1dari 4

DPA 'Dibangkitkan' Kembali Lewat RUU

Badan Penasihat Presiden



Sejumlah anggota DPR mengusulkan RUU tentang Badan Penasihat
Presiden. Badan yang beranggotakan 17 orang tersebut dirancang untuk
menggantikan peran Dewan Pertimbangan Agung yang sudah 'almarhum'.

Dua puluh lima anggota DPR dari sejumlah fraksi pada Selasa (2/3), menyampaikan
Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif Badan Legislasi tentang Badan Penasihat Presiden
kepada pimpinan DPR. Beberapa anggota dewan yang tercatat sebagai pengusul RUU
tersebut diantaranya M. Akil Mochtar (F-Partai Golkar), Lukman H. Saifuddin (F-PPP), dan
Dwi Ria Latifa (F-PDIP).
Dalam keterangan pengusul yang juga dilampirkan dalam RUU Badan Penasihat Presiden
tersebut, dikemukakan bahwa pembentukan sebuah lembaga yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada presiden merupakan amanat dari ketentuan Pasal 16 UUD 1945.
Para pengusul menyatakan, meski Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sudah dihapuskan
keberadaannya, namun keberadaannya tetap dibutuhkan, sehingga jiwa Pasal 16 UUD 1945 dari
DPA selanjutnya dimasukkan ke dalam Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara.
Rumusan dari Pasal 16 UUD 1945 berbunyi, "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan
yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang".
Meski demikian, para pengusul menjelaskan bahwa Badan Penasihat Presiden tidak sama dengan
DPA yang dulu. Pasalnya, badan tersebut berada di bawah presiden sehingga pengaturannya
perlu dibatasi pada hal-hal yang pokok, sedangkan selebihnya diserahkan kepada presiden.

















Di bawah Presiden
Mengenai penamaan dari dewan yang akan menggantikan DPA tersebut, para pengusul
mempunyai alasan sendiri. Menurut mereka, rumusan "suatu dewan pertimbangan" dalam Pasal
16 UUD 1945 tidak berarti harus diberi nama "Dewan Pertimbangan". Alasannya,
penyebutannya tidak diawali dengan huruf kapital atau bukan merupakan sebuah nomenklatur.
Alasan yang kedua, para pengusul berpendirian bahwa pemberian nama Dewan Pertimbangan
Presiden akan membawa pemahaman seperti Dewan Pertimbangan Agung sebelumnya. Padahal,
kata para pengusul, badan tersebut tidak lagi dirancang seperti DPA karena banyak
perbedaannya.
Salah satu perbedaan Badan Penasihat Presiden dengan DPA adalah dalam hal kedudukannya.
Kedudukan Badan Penasihat Presiden adalah di bawah dan dibentuk oleh presiden. Berbeda
dengan DPA, Badan tersebut tidak sejajar dengan presiden atau lembaga-lembaga negara
lainnya.
Mengenai keanggotaan Badan Penasihat Presiden, RUU menetapkan sebanyak-banyaknya 17
orang. Sementara mengenai persyaratan, pengangkatan, dan pemberhentiannya diserahkan
kepada presiden. Anggota Badan Penasihat Presiden ini harus sudah dipilih dan diangkat paling
lama tiga bulan setelah presiden dilantik.
Kendati demikian, RUU memungkinkan presiden untuk tidak mengangkat sekaligus 17 anggota
Badan Penasihat Presiden tersebut. Presiden dapat mengangkat secara bertahap sejumlah orang
yang diinginkan ,asalkan secara keseluruhannya nanti tidak lebih dari 17 orang.
Masa keanggotaan Badan Penasihat Presiden, menurut RUU, sama dengan masa jabatan
presiden. Artinya, apabila presiden berhenti, maka anggota Badan Penasihat Presiden juga
berhenti. Pasalnya, presiden yang baru mempunyai wewenang untuk memilih orang-orang
tersendiri.

















Keberadaannya penting
Para pengusul juga menerangkan bahwa dengan dibentuknya Badan Penasihat Presiden nantinya,
maka badan-badan lain maupun perorangan yang mempunyai fungsi dan tugas yang sejenis
harus dihapuskan. Para pengusul berpandangan bahwa hal tersebut harus dilakukan karena tugas
memberikan pertimbangan dan nasihat telah dilaksanakan oleh Badan Penasihat Presiden.
Pada ketentuan penutup RUU Badan Penasihat Presiden disebutkan bahwa dengan berlakunya
undang-undang tersebut, maka undang-undang yang mengatur mengenai DPA dinyatakan tidak
berlaku. Para pengusul RUU berpendapat, meski anggota DPA secara resmi telah dibubarkan,
namun secara formal UU tentang DPA tersebut belum dicabut, sehingga perlu dicabut dengan
undang-undang.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang Saldi Isra, menilai pentingnya
keberadaan sebuah badan penasehat bagi presiden. Apalagi, badan tersebut merupakan amanat
konstitusi. Badan ini juga berisi penasehat-penasehat ahli, sehingga bisa memperlancar tugas
presiden.
Tetapi menurut Saldi, yang jauh lebih penting adalah RUU Kepresidenan. RUU Kepresidenan
harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum membahas RUU Badan Penasihat Presiden. RUU
Kepresidenan harus menjadi payung dan acuan.
Saldi berpendapat keberadaan Badan Penasihat Presiden tidak bisa diartikan sebagai
kebangkitan kembali DPA. Sebab kedudukan, tugas dan pertanggungjawabannya berbeda. Meski
sama-sama memberi nasehat kepada presiden, badan tersebut bukanlah lembaga tinggi negara
sebagaimana halnya DPA. Keanggotaan badan itu juga lebih didasarkan pada keahlian, bukan
pada organisasi.

Anda mungkin juga menyukai