Anda di halaman 1dari 18

260

ITB J. Vis. Art. Vol. 1 D, No. 2, 2007, 260-277




Received July 14
th
2007, Revised July 28
th
2007, Accepted for publication August 21
st
2007.

Mengamati Aspek-Aspek Visual Pertunjukan Tari Sebagai
Pengayaan Kajian Senirupa
Anis Sujana
Sekolah Tinggi Seni Indonesia -Bandung

Abstract. According to the medium, arts can be classified into the art of visual,
the art of hearing, and the art of words. Those included in the art of visual are
dance and fine art, in the art of hearing is music and in the art of words is poetry.
This paper describes one of the art of the visualdance, which use human body
and its movement as a medium of expression. Fact shows that a dance
performance exists due to the involvement of supporting elements such as visual
disposition. Certain dances limit themselves to the supporting elements of
costumes, make-up, property (tools) and musical instruments; others equip with
stages, decorations, and lightings. Traditional dancesin particularextensively
equip themselves with supporting elements to show its characteristics. Thus,
since dance requires the supporting element of visuals, it is reasonable to observe
it as similar to the way we observe the object of fine art. The scope of
observation for the supporting elements of dance performance may cover the
whole visual events or just merely one of the scenes. Therefore, a contextual
knowledge of both inside and outside can be fully grasped to form the
background of the dance performance.
Keywords: performance art; dancing; visual art.
1 Pendahuluan
Dilihat dari cara apresiasi, seni dapat dipilah-pilah ke dalam dua kelompok
besar yaitu yang dilihat (seni penglihatan, visual) dan yang didengar (seni
pendengaran, auditori). Seni yang dilihat yaitu seni tari dan seni rupa (meliputi
dua dan tiga dimensi), sedang yang termasuk seni yang didengar yaitu seni
musik. Namun perlu dicatat bahwa adanya pemilahan menurut pengalaman
inderawi ini semata didasarkan atas medium pokok yang digunakan oleh
cabang-cabang seni itu, yaitu seni rupa menggunakan bahan yang menentukan
ruang, bahan yang menentukan massa, dan bahan yang menentukan permukaan
(warna), seni tari menggunakan tubuh dan gerak dalam ruang, dan seni musik
menggunakan bunyi yang tersusun menjadi nada-nada.
Seni tari dituntut untuk menampilkan bentuk (sebagai suatu kesatuan organis)
seperti juga halnya bentuk yang dituntut oleh seni rupa. Ungkapan-ungkapan
berikut ini mengindikasikan bagaimana selayaknya tari memancarkan bentuk-
bentuk visual:
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 261

Koreografi adalah suatu seri gambar-gambar lukisan yang menjadi
hidup (La Meri).
Seperti halnya lukisan dibuat secara murni dengan pengisian ruang
begitu pula tari menciptakan suatu dunia kekuatan, dibuat kasat mata dari
bangunan kenyal gerak-gerak maknawi (Langer).
A mobilized statue. It is not difficult to imagine a statu coming to life in
a dance because so many statues already express a complete action,
without the mobility of an actual dance (Virgil).
Bukankah seni tari memiliki juga rupa yang mengasyikan.. jadi
kalau benar cara seseorang senirupawan itu menggunakan matanya,
tentunya tidak ada salahnya pandangannya diarahkan ke karya tari
(Soedarso Sp.).
Apabila suatu tarian dipotret maka akan hilanglah geraknya dan jadilah
ia sebuah karya seni rupa (Soedarso Sp., ).
Pengalaman kesenirupaan dalam tari ditimbulkan oleh teknik tarian yang
meliputi: sikap badan yang tepat, arah bergerak yang tepat, ritme yang tepat,
dan kualitas gerak atau rasa gerak yang tepat yang menandai keseluruhan tari
[1]. Namun fakta menunjukkan bahwa sebuah pentas tari tidak hanya dibangun
oleh teknik gerak melainkan juga oleh unsur visual lainnya. Pada jenis-jenis
tarian tertentu unsur visual itu adalah kostum, rias, dan properti, dan pada jenis-
jenis tertentu lainnya adalah panggung, dekorasi, berikut penataan cahayanya.
Hal tersebut artinya bahwa pengalaman kesenirupaan itu tidak hanya
ditimbulkan oleh semua yang menyangkut teknik yang tepat tetapi juga oleh
semua unsur visual lain yang juga seharusnya tepat. Implisit bahwa pengamatan
terhadap semua unsur visual tari menarik untuk dijadikan dasar pengamatan
dengan pelbagai pendekatan.
2 Ekspresi Tari
Jika komposisi utama seni rupa adalah bentuk dan ruang, maka seni tari muncul
dalam gerak yang bergandengan dengan waktu. Oleh sebab itulah tari dikatakan
juga sebagai temporal art, seni sesaat, yang hanya hadir secara inderawi sekali
saja yaitu pada saat dipentaskan. Keindahan tari Topeng yang baru saja berlalu,
umpamanya hanya dapat disaksikan kembali melalui rekaman.
Tari, perwujudannya merupakan perpaduan seni gerak dengan seni lainnya
yaitu musik (vokal-instrumental, termasuk lirik lagu) dan artistik. Itulah
sebabnya mengapa tari disebut multi-layer (banyak lapis); dibangun oleh tiga
262 Anis Sujana

fakta seni yaitu fakta musikal, fakta koreografis, dan fakta artistik. Fakta
koreografis merupakan elemen kinestetik, fakta musikal merupakan elemen
sonoris, dan fakta artistik merupakan elemen visual. Fakta koreografis, musikal,
dan artistik yang tersaji dalam sebuah pertunjukan merupakan totalitas
akumulasi dari ketiga elemen itu.
Pada sebagian jenis tari tertentu seringkali kehadiran unsur-unsur pelengkap itu
diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan bentuk dan isi tari, dan pada sebagian
jenis tari lainnya kedudukan unsur-unsur itu tidak menjadi subordinat tari.
Musik tari, umpamanya, kehadirannya bisa sejajar (paralel) dengan tari, bahkan
lebih dari itu kedudukan musik bisa menjadi landasan bagi adanya tari (artinya
dorongan menari itu muncul karena ada rangsang musik, tari ada dalam
kerangka musik). Kemudian juga unsur kostum dan rias dalam jenis tari-tertentu
sebatas untuk keindahan atau untuk menutup tubuh dan mempercantik penari,
serta tidak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan isi tarian.
3 Gaya dan Jenis Tari Tradisi
Tari, pertama-tama dapat dibedakan antara tradisi dan tari kreasi-baru. Tari
tradisi dapat dipandang sebagai bentuk karya, gaya, konvensi tari yang
direpresentasikan sebagai kelanjutan dari masa lalu ke masa kini. Tarian jenis
ini seringkali bersifat anonim, tidak diketahui penciptanya karena merupakan
hasil ekspresi kelompok (masyarakat) dan bukan oleh perorangan. Adapun tari
kreasi baru adalah bentuk karya tari yang mengarah kepada kebebasan dalam
pengungkapan. Sebagian tampak masih kental dengan bentuk-bentuk tradisinya
(pengembangan bentuk-bentuk tradisi) dan sebagian lagi keluar sama sekali dari
semua konvensi dan bentuk tradisi, dan dalam kaitan ini dapat dipandang
sebagai bernafas modern.
1


Tari tradisi khususnya, dalam tari Nusantara yang muti-kultur, tersebar pada
pelbagai kelompok etnik. Oleh karena masyarakat etnik ini memiliki latar
belakang sejarah, sistem sosial, dan nilai budaya yang satu sama lain berlainan
maka bentuk-bentuk tarinya pun memiliki kekhasan masing-masing. Kekhasan
ini pada gilirannya memunculkan gaya yang khas juga. Oleh sebab itulah
dikenal pelbagai gaya tari etnik, umpamanya gaya Tari Sunda, gaya Tari Jawa,

1
Dalam pendekatan modern muncul suatu kehendak untuk menyajikan sesuatu yang baru. Di sini yang
disajikan adalah suatu karya cipta, yang nilai kebaruan atau keunikannya bertahap-tahap. Penari memerlukan
teknik baru atau teknik yang khas. Penari harus terbiasa bebas untuk menjadikan instrumen yang sempurna
sesuai dengan program yang dimasukkan ke dalam dirinya, yang dari waktu ke waktu dapat diganti. Setiap
ciptaan baru itu memerlukan studi tersendiri baginya. Penonton hadir di sini mengharapkan suatu pengalaman
imajinatif yang baru yang bersiap untuk membawa ke dalam tamasya kea rah yang tak terduga.

Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 263

gaya Tari Bali, dan gaya Tari Minang. Gaya ini pada dasarnya ditunjukkan oleh
kekhasan dalam pelbagai bentuk. Beberapa pengamat yang pernah menjelajahi
kebudayaan etnik di Indonsia dapat dengan mudah membedakan satu gaya dari
gaya lainnya. Claire Holt mengatakan: Show me how you dance and Ill know
where are you from [2].
Secara umum, seni tari dapat dipilah-pilah berdasarkan konsep tradisi-besar
dan tradisi-kecil,
2
yang dalam konteks budaya Jawa sering disebut sebagai
alus-kasar. Jenis tarian termasuk ke dalam tradisi besar (alus) adalah tari-
tarian yang dipelihara dan dikembangkan di keraton-keraton (atau bentuk-
bentuk stereotip keraton, tari keraton), sedang yang termasuk ke dalam tradisi-
kecil (kasar) adalah tari-tarian yang tersebar di kalangan rakyat (tari rakyat).
Dalam ranah tradisi besar dan tradisi kecil, tari dapat dipilah-pilah lagi
berdasarkan fungsi sosialnya yaitu untuk upacara, hiburan, dan tontonan. Tari
upacara (ritual dance) secara singkat dapat dijelaskan sebagai tari yang hadir
dalam upacara-upacara ritual, dan lebih dari itu tari adalah upacara itu
sendiri.
3
Pada jenis tari ini hampir semua unsur yang mendukungnya bersifat
simbolis yaitu merujuk kepada maksud ritualnya. Tari sosial (social dance)
secara singkat dapat dijelaskan sebagai tari yang secara murni untuk tujuan
hiburan pelepas lelah. Jika tarian jenis ini hadir kerap hadir pada upacara, maka
kedudukannya sebagai wahana saja, dalam kata lain tidak identik dengan
upacara itu sendiri. Adapun tari tontonan (theatrical dance) secara singkat dapat
dijelaskan sebagai tari yang garapannya khusus untuk pertunjukan (performing
art). Menurut Edi Sediawati, dalam pendekatan timur tujuannya untuk
mengungkapkan kenikmatan yang sudah dikenal rasanya. Penonton bertujuan
mencari rasa. Mereka mengunjungi pertunjukan-pertunjukan yang menyajikan
gaya tari yang telah dikenalnya benar. Ia ingin mengulang pengalaman rasa
yang telah pernah dinikmatinya. Ia datang untuk menjemput suatu kebutuhan:
kebutuhan untuk merasakan sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah menurut
kriteria yang telah disepakati [1].
Khusus yang tergolong tari tradisi untuk tontonan ini, pada beberapa etnik
dikenal pemilahan berdasarkan perwatakan (karakter) manusia. Di Jawa,

2
Konsep tradisi-besar dan tradisi-kecil diperkenalkan antara lain oleh Robert Redfield (periksa Robert
Redfield: The Little Community, Peasant Society and Culture, 1956). Dalam konteks kebudayaan Jawa
khususnya, konsep tradisi besar-dan tradisi kecil ini tergambar pada konsep alus dan kasar: kebudayaan
keraton di satu sisi dan kebudayaan rakyat di sisi lain (periksa Umar Kayam: Seni Traidisi, Masyarakat,
1981). Pada pada tataran seni (kesenian) Th. Pigeaud membedakannya ke dalam hoofkunst dan volkkunst
(peirksa Th. Pigeaud dalam: Javaanse Volksvertoningen, 1938).
3
Secara menonjol tarian jenis ini muncul pada masyarakat primitif. Pada masyarakat ini dikenal pelbagai
jenis tari upacara umpamanya: fertility dance, medicine dance, war dance, marriage dance, funeral dance,
dan lain-lain. Periksa Curt Sach dalam: World History of The Dance. 1963. New York: The Norton Library
W.W. Norton & Company-Inc.
264 Anis Sujana

umpamanya dikenal tari-tarian puteri, putera halus, putera gagah, cantrik, dan
panakawan. Di Sunda dikenal tari-tarian jenis liyep, lanyap, gagah, dan
danawa. Pada tari-tarian Topeng Cirebon tahapan-tahapan ini terungkap dalam
Tari Panji, Pamindo, Rumiang, Tumenggung, dan Klana.
Selain itu yang termasuk tari tontonan ini seringkali mengusung tema dramatik,
namun demikian ada juga yang sekedar menampilkan keindahan gerak saja.
Tarian yang tergolong ini contohnya tari-tarian dalam kelompok tari pergaulan
yang karena semakin meremit (sophisticated) seringkali diangkat sebagai tari
tontonan.

Gambar 1 Beberapa tari yang didominir oleh kehendak: (a) Tari pergaulan
(Ketuk Tilu) dari Jawa Barat (b); tari upacara perkawinan pada masyarakat
Mentawai (c); Tari magis (Sanghyang Dedari) dari Bali (Sumber: Indonesia
Indah, Tari-tarian Tradisional Indonesia).
Jika tarian itu merupakan ekspresi jiwa, maka jiwa itu tidak hanya aspek rasa,
tetapi juga ada aspek-aspek lain yaitu kehendak dan akal. Dalam kaitan ini
dikenal lagi penggolongan tari menurut isi kejiwaan itu yaitu ada tarian yang
didominir oleh rasa atau emosi, kehendak atau kemauan, ada yang oleh fikiran.
b
c
a
.
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 265


Gambar 2 Dua adegan pada jenis tari klasik: (a) Langendryan, Tari Srimpi.
(Sumber: Indonesia Indah Tari-tarian Tradisional Indonesia).


Gambar 3 Adegan-adegan pada karya-karya tari kontemporer: (a) Areinam,
karya Farida Oetoyo; (b) Putih Kembali, karya Farida Feisol; (c) Are You A
Good Witch or A Bad Witch, karya Sen Hea Ha; dan (d) Diri-Tari Wangsul,
karya Rini Endah S. (Sumber: Indonesian Heritage: Performing Arts, dan Gong:
Media, Seni, dan Pendidikan Seni).

Tari-tarian yang didominasi oleh kehendak adalah tari-tarian yang bersifat
magis dan sakral. Pada tarian jenis ini gerak-gerak yang diciptakan ditujukan
untuk maksud-maksud tertentu seperti mendatangkan hujan, mengalahkan
musuh berburu binatang, kelahiran, perkawinan, kematian dan sebagainya. Tari-
tarian yang didominir oleh kehendak ini juga terdapat pada tari-tarian
b a
a b
d
3
3
3
(
b
)
3
c
266 Anis Sujana

keagamaan dan tari-tarian bergembira yang lazim disebut tari sosial atau tari
pergaulan.
Kemudian tari-tarian yang banyak dipengaruhi oleh akal, dan tujuannya lebih
banyak mengarah ke seni tontonan (performing art) adalah tari klasik. Pada tari
klasik tampak sekali adanya pola dasar yang ajeg, hingga seolah-olah ada
peraturan yang mengikat. Ukuran keindahan pada tari klasik tidak hanya
terletak pada kemampuan ungkapan gerak itu untuk memuaskan perasaan
penonton, tetapi ditentukan pula oleh benar atau tidaknya tari itu dibawakan atas
dasar pola yang telah ditentukan. Ini pun tidak terbatas pada teknik bergerak
penarinya tetapi ini meliputi semua unsur yang menunjangnya. Terakhir adalah
tari-tarian yang dalam pengungkapannya didominasi oleh emosi atau rasa, hal
demikian banyak ditemukan pada tari-tarian modern. Pada tari modern ada arah
untuk bebas dari tradisi, bebas mengungkapkan gerak-gerak yang tidak
diharuskan oleh pola-pola yang sudah ada.
4 Sikap dan Gerak Tari
Suatu aktivitas tubuh dapat dikatakan tarian bilamana aktivitas itu merupakan
rangkaian pelbagai bentuk gerak (gerak-tari). Gerak-gerak itu sendiri terwujud
karena adanya perpindahan-perpindahan suatu sikap tubuh tertentu ke sikap
tubuh lainnya.

Gambar 4 Sikap-sikap berdiri pada Tari Bali jenis putri: (a) Tari Oleg
Tambulilingan; dan (b) Tari Pendet (Sumber: Indonesia Indah, Tari-tarian
Tradisional Indonesia, dan Indonesian Heritage: Performing Arts).

Sikap dalam konteks tari adalah suatu pose atau posisi tubuh dalam keadaan
diam. Posisi diam ini menampilkan wujud yang bermacam-macam. Bisa tampak
depan, samping, dan juga belakang. Dilihat dari posisi badan beserta
anggotanya bisa simetri, a simetri. Dari sikap ini dapat dilihat juga ekspresi
penarinya penuh vitalitas, lemah, dan sebagainya. Dalam pandangan ini,
bilamana suatu potret atau lukisan diberi judul tari maka yang sebenarnya buka
a
b
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 267

tari melainkan sebuah pose (diam) yang mungkin merupakan awal, tengah, atau
akhir dari sebuah frase gerak tari.
Gerak dalam konteks tari dapat dipilah-pilah ke dalam dua jenis: 1) Gerak-gerak
murni (pure-movement), yaitu gerak-gerak yang dibuat sedemikian rupa untuk
maksud-maksud tertentu; dari maksud yang jelas bisa mudah dirasakan sampai
kepada maksud yang simbolis atau abstrak yang agak sukar atau sering sukar
sekali dimengerti, dilakukan semata-mata untuk kepentingan keindahan; 2)
Gerak-gerak maknawi (gestur) yang distilasi yaitu gerak sehari-hari atau wantah
yang dirubah menjadi gerak yang tidak wantah, baik dengan cara diperhalus
maupun dirombak, didistorsi. Kedua jenis gerak tari ini lazim disebut sebagai
elemen kinestetik, maksudnya elemen-elemen gerak manusia yang telah diberi
bentuk ekspresif, yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa [3].


Gambar 5 Sikap berdiri pada Tari Jawa jenis putri, Tari Srimpi (Sumber:
Indonesia Indah, Tari-tarian Tradisional Indonesia).
Satu atau beberapa pose dan/atau beberapa motif gerak yang dipotret (atau
dibuat seri, animasi) dimungkinkan dapat diterangkan aspek bentuk dan
pelbagai konteks yang melatar-belakanginya. Tiada lain karena pada tari-tari
tradisional beberapa di antaranya memiliki ciri-ciri tertentu, sekaligus melandasi
keindahan tarian yang dimaksud. Tari Bali umpamanya, ciri-ciri pokoknya
tergambar pada posisi kaki, badan, dan kepala yang keseimbangannya dapat
268 Anis Sujana

diukur secara matematis. Telapak kaki menyudut 45 derajat (pilak atau tapak
sirang) dan sejajar (kembang pada). Posisi badan diberi ciri oleh terjadinya
konstraksi bagian perut, pinggang, dan dan dada. Perut dikempiskan, dada
dibusungkan, pundak diangkat dan ditekan untuk menghasikan tubuh yang
cengked [4].
Tari Jawa jenis klasik banyak meragakan langkah-langkah kecil, tungkai
tertutup, lengan tidak terangkat tinggi, dan sebagainya. Sebaliknya tarian jenis
putra banyak meragakan langkah agak lebar, tungkai agak terbuka, lengan
terbuka, dan sebagainya [5].


Gambar 6 Sikap duduk dan berdiri pada Tari Gaya Minang jenis putra: (a)
Tari Galombang; (b) Tari Silek (Sumber: Indonesian Heritage: Performing Arts,
dan Tari-tarian Indonesia Indah).
Tari Minangkabau memperlihatkan dasar sikap berdirinya mengambil sikap
pencak-silat. Geraknya selalu menunjukkan ketajaman, ketepatan arah dalam
kerangka bentuk-bentuk yang bergaris jelas. Suasana rasa yang menjiwai gaya
Minang ini adalah kewiraan, yang ditandai oleh pergelaran gerak-gerak yang
serba efektif, mengisyaratkan serangan dan tangkisan [1].
Kemudian juga jenis tarian rakyat dalam jenis tari pergaulan (social dance).
Secara umum para penari perempuan sering menonjolkan gerak-gerak dada dan
b
a
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 269

pinggul sehingga terkesan sensual dan erotik, sedangkan penari laki-lakinya
banyak menggunakan gerak-gerak silat yang ditunjukkan oleh kuda-kuda yang
lebar dan kokoh, badan agak membungkuk, lengan dan telapaknya terbuka
dan/atau tertutup (ngepal).

Gambar 7 Pelukisan salah satu motif gerak pada Wayang Wong (Tipe
Kinantang Dhengklik) melalui lambang-lambang piktoral (Notasi Laban)
(Sumber: Wayang Wong: Dramatari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta).
5 Kostum, Rias dan Properti
5.1 Kostum
Dalam lingkup dunia tari, kostum dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang
membungkus (menutup) tubuh penari. Sesuai dengan proporsi tubuh, maka
kostum pun memiliki bagian-bagiannya yaitu bagian kepala (penutup kepala),
badan bagian atas (baju), dan badan bagian bawah (kain dan celana).
Pada jenis-jenis tari dalam tradisi besar dan tematik (bertema, teateral),
kostum dirancang tidak sebatas maksud-maksud artistik tetapi lebih dari itu
memiliki tujuan lain yakni menunjukkan identitas peran. Oleh sebab itulah
peran-peran tertentu dapat ditemu-kenali melalui bentuk-bentuk penutup kepala
(umpamanya: binokasih, sekar klewih, gelung supit urang, gelung keling,
270 Anis Sujana

udeng dan iket), atau dari motif kain yang dikenakannya (umpamanya: rereng
alit, rereng ageung, barong, dan parang rusak) dan lain-lain).

Gambar 8 Jenis-jenis penutup kepala (makuta, mahkota) pada Wayang Wong
di Priangan. (a) Makuta Binukasri untuk putra; (b) Makuta Binukasri untuk putri;
(c,d) Makuta Gelung Pelengkung untuk putra (Sumber: Wayang Wong Priangan,
Kajian Mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat).
Pada jenis-jenis tari non-tematik kostum dirancang bersahaja. Namun begitu
aspek-aspek kenyamanan (fisiologis) bagaimanapun menjadi pertimbangan,
yang oleh sebab itu memiliki tujuan pragmatis. Untuk tari-tarian hiburan,
umpamanya, penari perempuan mengenakan kain yang didisain lebar, tiada lain
untuk maksud-maksud bergerak bebas, mengangkang, dan lain-lain.
5.2 Rias
Rias adalah segala sesuatu yang melumuri wajah dan juga bagian tubuh lain
penari. Pada tari-tari tradisional yang bertema, seperti halnya kostum, rias
berfungsi untuk menjelaskan identitas peran. Pada tari-tarian putri, rias tertentu
akan membedakan putri yang berkarakter halus dari putri yang berkarakter
lincah. Hal ini bisa diamati dari bentuk alis (umpamanya: bulan sapasi dan
cagak), dan jambang (umpamanya: mecut). Pada tari-tarian putra juga demikian.
Ketebalan kumis, bentuk jambang, akan membedakan karater pria tetentu dari
pria lainnya. Jelas di sini bahwa rias memiliki sistem perlambangan.
a b
c d
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 271

Pada tari-tarian non-tematik bentuk rias sering dikatakan sebagai rias cantik
untuk mempercantik diri.
5.3 Properti
Properti dalam dunia tari adalah benda-benda yang digunakan sekaligus
digerakkan oleh penari. Dalam tari-tarian tradisional (keraton maupun
kerakyatan) yang tergolong properti itu banyak ragam dan jenisnya, dan yang
paling umum di antaranya selendang dan kipas. Khusus di lingkungan keraton
di Jawa banyak tari-tarian menggunakan properti dalam bentuk senjata (seperti:
keris, panah, tombak beserta perisainya).

Gambar 9 Selendang dipakai oleh pelbagai jenis tarian menurut: gaya etnik
(sub-kultur), keraton-rakyat, tradisi-kreasi-baru, upacara, pergaulan, dan
tontonan, ataupun sebagai refleksi dari kehidupan sehari-hari wanita masa
lampau. (Foto reproduksi: Indonesia Indah, Tari-tarian Tradisional Indonesia,
Indonesian Heritage: performing Arts, dan Pakaian Tradisional Daerah Jawa
Barat).

272 Anis Sujana

Sekalipun sebutan, bentuk, ukuran yang berbeda-beda penggunaan selendang
ditemukan pada hampir semua tari-tarian etnik di Nusantara, terutama tari yang
dipengaruhi langgam India atau pengaruh Melayu. Kipas Cina ditemukan pada
beberapa jenis tarian Bali, tetapi bentuk yang sama juga ditemukan pada
Topeng Betawi.

Gambar 10 (a) Properti Kipas pada beberapa gaya-tari: Tari Pakarena dari
Sulawesi; (b) Tari Kipas Krui dari Lampung Barat; (c) Tari Srimpi dari Jawa
Tengah; dan (d) Tari Legong dari Bali (Sumber: Indonesia Indah, Tari-tarian
Tradisional Indonesia).
Bilamana kedok (topeng) dapat dimasukkan ke dalam properti, maka gejala ini
umum juga ditemukan pada beberapa etnik di nusantara. Persoalan semakin
menarik ketika genre Tari Topeng yang berlatar cerita Panji tidak hanya
ditemukan di Cirebon, tetapi juga di Jawa Timur (Madura dan Malang), dan
bahkan Kalimantan, namun bentuk dan warnanya dalam beberapa hal berlainan.
Warna topeng untuk tokoh Panji, umpamanya, di Cirebon dan Malang berbeda.
b
3
d
c
a
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 273

Belum lagi oramen-ornamen lainnya: bentuk hidung, bentuk mata, bentuk
mulut. Di Jawa Timur (Malang dan Madura) tari topeng menggunakan pelbagai
penutup kepala seperti sasra, gelung supit urang, gelung keling, gelung gembel,
sedang Topeng Cirebon menggunakan tekes (sobrah) dengan bermacam-macam
bentuk dan ukurannya umpamanya sirih secandik, merang sagedeng, dan lain-
lain.














Gambar 11 Pelbagai bentuk dan warna topeng pada (a) Tari Topeng Sidakarya,
Bali; (b) Topeng Madura); dan (c) Topeng Cirebon (Sumber: Indonesian
Heritage: Performing Arts).
6 Alat-alat Musik Iringan Tari
Tari tradisional, jenis, fungsi, dan gaya manapun, umumnya diiringi musik, baik
dalam fungsinya sebagai ilustrasi, sound-effect, maupun sekedar pengisi aksen
gerak. Musik tari pada beberapa gaya tari etnik di Indonesia (umpamanya:
Jawa, Sunda, dan Bali) menggunakan orkestra gamelan. Beberapa gaya tari
c
b
a
274 Anis Sujana

lainnya, terutama gaya etnik-etnik yang pengaruh Melayu-nya cukup kuat,
menggunakan orkestra musik barat. Dan sebagian etnik lain cukup
menggunakan satu atau dua instrumen khas lainnya.
Kemudian apabila dilihat dari sumber bunyi dan cara memainkannya, alat-alat
musik itu dapat dipilah-pilah setidaknya ke dalam empat, yaitu alat gesek, alat
tiup, alat pukul dan alat tepuk. Pada gilirannya keempat jenis alat yang
berlainan itu menampilkan wujud (bentuk)-nya yang berlainan pula. Bahkan
dari setiap jenis alat itu dapat ditemukan berpuluh-puluh bentuk dan wujudnya.

Gambar 12 Pelbagai bentuk pencon dan alat tepuk, (a) Gong pada gamelan di
Banjarmasin; (b) Gong, Kecer, dan kethuk pada gamelan Jawa; (c) Nggo dari
Flores; (d) Macam-macam gendang pada masyarakat Sumba, Bugis, dan
Kalimantan; (e) Alat tepuk pada kesenian Tabuik (Sumber: Indonesia Indah,
Tari-tarian Tradisional Indonesia, dan Indonesian Heritage: Performing Arts).
Salah satu bentuk alat musik tradisional yang sering ditemukan pada musik
daerah itu berupa bilah dan pencon. Dilihat dari bentuknya bilah berupa
lempengan pipih segi-empat, sedang pencon berupa bulatan berongga yang di
bagian permukaannya menyembul bulatan yang lebih kecil. Bilah dan pencon
dengan matrial dari logam (besi atau perunggu) ini disusun dan diletakkan
dalam suatu ancak (seperti tampak pada saron, peking, bonang, rincik, dan
ketuk), dan khusus pencon dalam wujudnya yang lebih besar (tampak pada
kempul dan goong) cara penyimpanannya digantung. Dengan demikian dari alat
a
c
b
d
e
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 275

musik ini kita bisa mengamati bukan hanya wujud dari sumber bunyinya tetapi
wujud dari di mana sumber bunyi itu diletakkan; pada kenyataannya tempat
penyimpanan alat musik itu menemukan bentuk-bentuk yang khas yang juga
tidak kalah menariknya. Perhatikan antara lain gangsa, jublag, jegog, kantil,
terompong, dan reong pada orkestra gamelan Bali.
7 Pentas
Pentas merupakan kanvas pertunjukkan tari. Pentas merupakan ruang untuk
mengekspresikan tari dan bukan semata-mata ekspresi penarinya, seperti Langer
mengatakan: A dance is not a symptom of a dancers feeling, but an expression
of its composerss knowledgw of many feelings [4]. Melalui pentas dapat
ditemukan wujud dan bentuk-bentuk khas pula.
Pementasan tari-tarian tradisional yang tematik khususnya dilaksanakan pada
pentas permanen yaitu menyatu dengan gedung pertunjukan (teater). Dari
pentas pengaruh barat ini seringkali dibuatkan back-drop yaitu sejenis dekorasi
yang menggambarkan di mana adegan tengah berlangsung. Pada pertunjukan
Wayang Wong umpamanya, seringkali back-drop itu merupakan lukisan
realistis, baik yang menggambarkan bagian dalam maupun bagian luar keraton
(taman, hutan, dan lain-lain). Demikian juga dekorasi tiga dimensi lainnya
(umpamanya kursi) dibuat serealistis mungkin. Andai Wayang Wong sekarang
jarang dipentaskan maka pentas serupa itu dapat dilihat pada pementasan
Sandiwara Cirebon (Masres).
8 Tata-Cahaya
Cahaya termasuk ke dalam aspek visual, sekalipun tak bisa diraba namun dapat
ditangkap oleh indera mata. Dalam hal ini mata dapat menangkap cahaya
berwarna-warni: menyebar, terkesan bergaris, terfokus, bergerak, meloncat-
loncat, menguat dan melemah, dan lain-lain. Cahaya mampu berbuat banyak
dalam pentas: menegaskan ekspresi, memperkuat volume, atau pun memberikan
aksentuasi.
Tata-cahaya dapat difahami sebagai sistem pencahayaan yang memiliki artifisial
(buatan) melalui lampu dan muatan listrik yang dipergunakan untuk keperluan
penerangan panggung atau untuk tujuan-tujuan khusus guna membantu suatu
penampilan dalam kebutuhan pertunjukan. Tata-cahaya sangat membantu
penonton dalam pemusatkan perhatian terhadap obyek tontonannya, dan dengan
cahaya juga penari dapat mengkonsentrasikan dirinya pada wilayah dan suasana
yang diinginkan. Dalam tata-cahaya dibicarakan persoalan yang berhubungan
dengan fungsi penataan-cahaya dalam suatu pertunjukan, peralatan (instrument
lampu), dan tentu seorang operator tata-cahaya yang mumpuni.
276 Anis Sujana

Seperti halnya stage, penataan cahaya untuk sebuah pementasan tari tradisi
merupakan pengaruh dunia barat. Tari-tarian tradisional sekarang terutama yang
tematik dan diangkat ke pentas (gedung pertunjukan) telah meniscayakan pula
atas penggunaan tata-cahayanya. Pada tari-tarian teateral ini cahaya tidak
sebatas menerangi tetapi lebih dari itu untuk menyinari. Hal ini berbeda dengan
masa lampau di mana tari tradisi dalam fungsi apapun tidak mengenal tata-
cahaya.

Gambar 13 Aspek penataan cahaya pada tari-tarian bertema, kontemporer. (a)
Max Havelaar, karya Miroto; dan (b) Di Pematang, karya Boi G. Sakti.
Di masa lampau jenis tari-tari sosial dan upacara cukup menggunakan ancog
sebagai alat penerang. Pada waktu teknologi lampu semakin canggih ancog itu
berubah ujud sebatas pada lampu pijar. Di sini tidak ditemukan lampu khusus
dalam bentuk lantern (instrument lampu yang biasa dipakai untuk pertunjukan).
Kita tidak menemukan teknologi canggih seperti terlihat dalam spotlight,
dimmerlight, dan follow spotlight. Pada tarian jenis ini aspek penataan cahaya
tidak menjadi utama. Lampu penerang diadakan sebatas keperluan untuk
menerangi dan bukan untuk menyinari. Namun bilamana jenis tarian ini
sewaktu-waktu ditampilkan di gedung pertunjukan maka kadang-kadang
ditemukan jenis lampu efek (effect-light) yang khusus digunakan untuk
menciptakan efek-efek tertentu serta dipandang mampu menambah keindahan
pertunjukan. Jenis lampu efek yang ditemukan adalah Mirror-ball. Lampu jenis
ini mampu memberikan pantulan-pantulan ke berbagai arah sekalipun
a
b
Aspek-Aspek Visual Pertunjukkan Tari 277

intensitasnya tidak begitu kuat dan tajam. Suasana yang diinginkan oleh lampu
ini adalah suasana ramai dan terutama untuk mendukung hingar-bingar bunyi
musik beserta para pelaku tari yang memberikan efek psikologis bagi yang
melihatnya.
9 Penutup
Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa sebuah pentas tari tidak hanya
dibangun oleh teknik gerak melainkan juga oleh unsur visual. Pada jenis-jenis
tarian tertentu unsur visual itu adalah kostum, rias, dan properti, dan pada jenis-
jenis tertentu lainnya adalah panggung, dekorasi, berikut penataan cahayanya.
Hal tersebut menunjukkan semua unsur visual menjadi kesatuan yang tidak
terpisahkan dari sebuah pagelaran tari. Fenomena visual ini membuka wilayah
kajian baru dalam bidang senirupa.
Demikian pula adanya kesadaran bahwa tari bersifat visual, maka seorang
koreografer dalam mencipta karya tari perlu dibekali oleh pengetahuan tentang
kaidah-kaidah seni rupa. Seperti halnya dalam happening art, seniman perlu
melatih tubuhnya agar kelihatan lentur, kokoh, dan mampu mengisi dan
menjelajahi ruang sehingga kesan-kesan visual tidak hanya dimunculkan oleh
benda-benda yang tidak bergerak atau digerakkan tetapi juga oleh tubuh yang
bergerak dengan teknik yang baik.
Daftar Pustaka

[1] Sediawati, Edi.1986, Seni Pertunjukan Indonesia, Sinar Harapan, h.12,
160.
[2] Holt, Claire. 1967. Art in Indonesia: Continuities and Change, Ithaca
New York: Cornell University Press, h 97.
[3] Langer, Suzanne K. 1967. Problems of Arts: Ten Philosophical Lectures,
New York: Charles Scribners Sons, h.15.
[4] Dibia, I Wayan. 1996. Prinsip-prinsip Keindahan Tari Bali dalam: Seni
Pertunjukan Indonesia, Jurnal MSPI Th. VII. Surakarta: MSPI, h 102.
[5] Soedarsono. t.t. Sejarah Visualisasi Karakter Dalam Tari Jawa
Yogyakarta, Yogyakarta: Proyek Javanologi, h.1.

Anda mungkin juga menyukai