Berada dalam arus gencarnya globalisasi, demokratisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) tidak dapat melepaskan kita dari tuntutan penerapan teknologi tersebut dalam meningkatkan layanan pemerintah kepada warganya. Salah satu sarana peningkatan layanan tersebut adalah electronic government (e-government). Makalah ini bermaksud untuk melontarkan beberapa ide atau pemikiran dalam rangka menerapkan e-government dalam pemerintahan daerah di Indonesia pada umumnya dan DIY pada khususnya. Sejalan dengan maksud tersebut, bagian pertama makalah ini membahas secara singkat apa dan mengapa tentang e-government dan disusul bagian kedua tentang ide-ide atau pemikiran penerapan e-government dalam pemerintahan daerah di Indonesia secara umum, diangkat dari pemikiran-pemikiran dalam khasanah pustaka. Makalah ini diakhiri dengan bagian ketiga yang melontarkan beberapa pemikiran tentang penerapan e- government dalam pemerintahan daerah di DIY. 1. Sekilas E-Government Telah banyak buku serta makalah seminar dan jurnal yang membahas tentang e-government dan karena itu bahasan bagian pertama ini hanya akan menyingkat atau merangkum pengetahuan yang telah ada. 1.1. Definisi E-Government Banyak ditemui variasi definisi e-government, tapi definisi-definisi tersebut kurang lebih sama, maka dalam makalah ini diambil diambil salah satu saja yaitu:
*) Disampaikan dalam Seminar Nasional E-Government & Workshop Linux diselenggarakan oleh FMIPA UGM di Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober 2002. **) Prof. Dr. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, sebagai pengamat penerapan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) dalam perencanaan kota dan daerah, adalah dosen Program Magister Perencanaan Kota dan Daerah, Jur. T. Arsitektur FT UGM yang saat ini menjabat Kepala BAPPEDA Propinsi DIY (e-mail: achmaddjunaedi@yahoo.com website: http://intranet .ugm.ac.id/~a-djunaedi) 2 E-Government berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti: wide area network, internet, dan komunikasi bergerak) oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan hubungan Pemerintah dengan warganya, pelaku dunia usaha (bisnis), dan lembaga pemerintah lainnya. Teknologi ini dapat mempunyai tujuan yang beragam, antara lain: pemberian layanan pemerintahan yang lebih baik kepada warganya, peningkatan interaksi dengan dunia usaha dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses informasi, atau manajemen pemerintahan yang lebih efisien. Hasil yang diharapkan dapat berupa pengurangan korupsi, peningkatan transparansi, peningkatan kenyamanan, pertambahan pendapatan dan/atau pengurangan biaya. (Sumber: Situs Web Bank Dunia, Juni 2002)
Dari definisi tersebut dapat ditarik unsur-unsur obyek, tujuan dan alatnya sebagai terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1: Unsur-unsur pada definisi e-government
1.2. Macam interaksi antar pelaku dalam E-Government E-government bertujuan untuk meningkatkan interaksi antar pelaku. Dari definisi di atas terdapat interaksi antar pelaku sebagai berikut:
Gambar 2: Macam interaksi dalam e-government E-Government diartikan sebagai:
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT)
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas
layanan pemerintahan. al at t ujuan obyek Business to business (B2B): transaksi antar bisnis lebih efisien. Business to Customers (B2C): terasa lebih dekat. Warga Government to Customers (G2C) Government to Business (G2B) Antar lembaga pemerintah/ Government to Government (G2G) G2C, G2B, G2G lebih akrab, nyaman, transparan, dan murah. Warga Pemerintah Pemerintah Antar warga masyarakat (C2C) Bisnis Bisnis 3
1.3. Macam cara/alur interaksi dengan Pemerintah dalam E-Government Disamping cara interaksi tradisional, e-government memberi kemudahan bagi warga dan dunia usaha untuk mengakses layanan pemerintah. Dalam hal ini, terdapat beberapa macam cara atau alur interaksi dari pengguna layanan ke pemberi layanan (Pemerintah) seperti dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3: Macam cara interaksi dengan Pemerintah dalam e-government (sumber: PIU UK, 2000, dimodifikasi dari Fig. 6.3 hal. 48)
1.4. Tingkatan layanan atau tahapan pengembangan E-Government secara umum Pengembangan e-government dapat dilakukan dalam beberapa tahap atau tingkatan. Beberapa sumber pustaka menjelaskan tentang tingkatan layanan e- government sebagai berikut: Warga/ bisnis PC TV inter-aktif HP Kios/ War-net
Pusat layanan (panggilan)
Kunjungan langsung/ Kirim surat/ Menelpon langsung Arah peningkatan interaksi antar manusia dan juga peningkatan biaya Arah peningkatan kenyamanan/ ketersediaan Pemerintah 4
(1) Pemerintah Inggris (PIU UK, 2000)
Gambar 4: Tingkatan layanan e-government (sumber: PIU UK, 2000, Fig. 4.1 hal. 22)
(2) Hermawan Kartajaya dkk. (2002: 330-331) menjelaskan tiga tahapan pengembangan layanan e-government, sebagai berikut: Tahap I : Menerbitkan Informasi tentang diri sendiri bagi kepentingan warga dan kalangan bisnis (lewat web/internet)juga menyediakan fasilitas komunikasi dua arah. Tahap II : Aplikasi Intranet yang memungkinkan data dapat dikumpulkan (online), diolah, dan disebarluaskan dalam bentuk baru (agar lebih efisien); meskipun sebagian proses pemberian servis tetap secara offline, publik dapat memantau kinerja secara online. Tahap III : Aplikasi Extranet yang memungkinkan warga wilayah dapat mengisi blanko aplikasi secara online (lewat internet).
1.5. Tingkatan pengembangan E-Government berkaitan dengan pembangunan daerah Berkaitan dengan pembangunan daerah, Herwawan Kertajaya dkk. mengusulkan tahapan pengembangan seperti berikut: (I) Sekedar menjalankan kuajiban sebagai penyedia layanan publik, tapi sudah mulai dilewatkan jaringan komputer (LAN/WAN). (II) Penyediaan layanan publik dilewatkan internet (dapat diakses dari manapun). Tingkatan (Nilai) Kompleksitas PUBLIKASI: layanan penyediaan informasi utk. pengguna INTERAKSI: layanan pencarian dan pengambilan informasi berdasar kriteria dari pengguna TRANSAKSI: layanan pencarian informasi, pembelian produk dan pengisian formulir utk diproses (misal: mengisi dan membayar pajak) 5 (III) Menuju layanan yg berorientasi pada pembangunan ekonomi nasional jangka panjang (layanan pada kalangan bisnis, pemasok, dan lembaga pemerintah lainnya)layanannya dilewatkan LAN/WAN; belum semuanya lewat internet (ekstranet). (IV) Berorientasi ke pembangunan ekonomi jangka panjang dan semua layanannya lewat internet (ekstranet). Penjelasannya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5: Tingkatan pengembangan e-government (sumber: Hermawan Kartajaya, dkk., 2002: 331)
2. Beberapa Ide Penerapan E-Government dalam Pemerintahan Daerah secara umum di Indonesia Upaya penerapan e-government dalam pemerintahan telah banyak dilakukan di banyak tempat. Bersumber dari upaya-upaya yang pernah ada (dijumpai di khasanah pustaka), di bagian berikut ini, dipilih beberapa ide, pemikiran atau kiat-kiat yang mungkin dapat dipakai untuk pengembangan e-government di Indonesia. 2.1. Pengembangan E-Government perlu mempunyai visi/tujuan dan strategi jelas dan terkait dengan pembangunan daerah Belum seluruh bagian masyarakat kita mampu memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi, tapi dengan tantangan global (seperti misalnya: Pasar Orientation IV III II I Horizontal Shift Vertical Shift Vectoral Shift (Contoh: Singapura) Network Integration Internally-Networked Externally-Networked Economic Development Public- Service Provider 6 Bebas Asean 2003) dan kebutuhan untuk menarik investor dan wisatawan maka pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pengembangan e-government di daerahnya masing-masing. Pengembangan tersebut perlu disesuaikan dengan visi, misi, strategi dan program pembangunan wilayahnya, atau dengan kata lain pengembangan e-government perlu mempunyai tujuan dan agenda yang jelas. Sebagai contoh: Visi e-government Singapura: To be a leading eGovernment to better serve the nation in the Digital Economy, dengan program strateginya meliputi: (1) knowledge-based workplace, (2) electronic service delivery, (3) technology experimentation, (4) operational efficiency improvement, (5) adaptive and robust infocomm infrastructure, and (6) infocomm education (Swee & Virginia, 2002). Tanpa masuk ke teknologi e-government, pemerintahan daerah kita akan terisolasi dan tertinggal dalam dunia dengan pembedaan digital (digital divide). Selain itu, revolusi informasi yang didukung dengan pesatnya perkembangan ICT juga telah terjadi di luar bidang pemerintahan, yaitu antara lain dalam bentuk: e-banking, e- commerce, distance education, dan sebagainya. 2.2. Kiat-kiat menuju E-Government yang unggul Agar kita dapat berhasil dan unggul dalam penerapan e-government, maka perlu kita simak nasehat dalam publikasi the Harvard Policy Group (2000). Menurut nasehat tersebut, kita perlu melakukan delapan hal, yaitu: 1) Fokuskan pada cara teknologi informasi dapat mengarahkan bentuk kegiatan dan strategi dalam sektor publik. 2) Gunakan teknologi informasi bagi inovasi strategis, bukan hanya otomasi kegiatan taktis. 3) Manfaatkan pengalaman-pengalaman terbaik (best practices) dalam menerapkan inisiatif pemanfaatan teknologi informasi. Contoh best practices antara lain: di Australia <www1.maxi.com.au>, di Singapura <www.ecitizen.gov.sg>, di AS yang ditangani swasta <www.ezgov.com> dan <www.govworks.com>. 4) Tingkatkan anggaran dan pendanaan bagi inisiatif pemanfaatan teknologi informasi yang menjanjikan (mempunyai harapan keberhasilan). 5) Lindungi privasi dan sekuriti. 7 6) Bentuk dan kembangkan kerjasama berkaitan dengan teknologi informasi untuk mendorong pembangunan ekonomi. 7) Gunakan teknologi informasi untuk mempromosikan keadilan dalam peluang kerja dan kesejahteraan masyarakat. 8) Persiapkan diri terhadap berkembangnya demokrasi digital (demokrasi dalam era digital). Tindakan ke 1 sampai 4 mendukung transisi ke layanan elektronis, sedangkan tindakan ke 5 sampai 8 akan menjawab tantangan yang sedang timbul dalam kepemerintahan. Melengkapi kiat-kiat di atas, menurut Accenture (2001: 8-9), ada lima karaktaristik e-government yang unggul, yaitu: (1) Visi dan Implementasi: mempunyai visi sejak awal dan mekanisme implementasi yang baik/tepat. (2) Berorientasi ke Pengguna/Warga masyarakat: pada umumnya, di awal pengembangan e-government, informasi yang dipublikasikan disusun dan diorganisasikan dengan mempertimbangkan cara pemerintah bekerja dan memberikan layanan secara fisik. Pada e-government yang unggul, layanan kepada publik atau warga masyarakat dirancang dengan mempertimbangkan kemauan dan cara berpikir masyarakat umum, bukan berdasar cara kerja lembaga-lembaga pemerintah. Dalam berkomunikasi dengan Pemerintah lewat e-government, masyarakat tidak perlu tahu struktur organisasi dan tata laksana pemerintah. Misal: untuk aplikasi IMB, cukup diklik tombol aplikasi, yang juga untuk layanan aplikasi-aplikasi lainnya (tidak perlu tahu instansi yang mengurusinya lalu mengklik tombol instansi tersebut). (3) Menggunakan Manajemen Hubungan Masyarakat (Customer Relationship Management/ CRM): Humas pemerintahan bergeser fungsinya bagaikan humas dalam perusahaan jasa, dengan menggunakan teknik-teknik manajemen informasi pengguna jasa, pemasaran, meminimalkan duplikasi pengumpulan informasi dan pembuatan profil perilaku pengguna jasa dalam rangka memprediksi kebutuhan di masa depan. (4) Volume dan Kompleksitas/kerumitan: mampu menangani volume informasi yang besar dengan kompleksitas tinggi (tapi masih nyaman dan nampak sederhana atau tidak rumit bagi pengguna). 8 (5) Penggunaan Portal sebagai satu pintu masuk: memudahkan bagi pengguna/warga masyarakat dengan tidak perlu mengunjungi situs tiap instansi, cukup satu situs sebagai pintu masuk (portal) untuik mendapatkan semua layanan yang diperlukan. Contoh: eCitizen Portal layanan dari Pemerintah Singapura untuk warganya (www.ecitizen.gov.sg)lihat gambar berikut.
Gambar 6: Contoh portal untuk warga masyarakat (sumber: <www.ecitizen.gov.sg>, diakses 28 Oktober 2002)
Lebih lanjut Accenture (2001: 10-15) menyarankan: (1) Tujuan yang pada awalnya dipasang sering lebih cepat tercapai, sehingga perlu ditetapkan tujuan yang lebih manantang dan memotivasi pengembangan lebih lanjut. Contohnya: tujuan yang paling dangkal yang menyebutkan setiap instansi mempunyai situs web akan segera tercapai dalam waktu singkat. Bila tujuan dirumuskan untuk jangka panjang, maka perlu rumusan sasaran-sasaran atau tujuan antara. (2) Agar cepat mencapai keunggulan, e-government perlu dikembangkaan dengan strategi berpikir besar, mulai dengan yang kecil, dan ditingkatkan secara 9 cepat (thinking big, starting small and scaling fast)seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 7: Strategi pengembangan e-government (sumber: Accenture, 2001: 12)
2.3. Pengembangan lebih lanjut e-government menjadi e-governance Dalam pengembangan e-government, kita perlu mempertimbangkan bahwa e- government dapat dikembangkan lebih lanjut dan lebih luas ke e-governance. Menurut Heeks (2001a: 2), e-governance diartikan sebagai pemanfaatan ICT untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa e-governance mencakup: (1) e-Administration: untuk memperbaiki proses pemerintahan dengan menghemat beaya, dengan mengelola kinerja, dengan membangun koneksi strategis dalam pemerintah sendiri, dan dengan menciptakan pemberdayaan. (2) e-Citizen & e-Services: menghubungkan warga masyarakat dengan Pemerintah dengan cara berbicara dengan warga dan mendukung akuntabilitas, dengan mendengarkan masyarakat dan mendukung demokrasi, dan dengan meningkatkan layanan publik. (3) e-Society: membangun interaksi di luar pemerintah dengan bekerja secara lebih baik dengan pihak bisnis, dengan mengembangkan masyarakat, dengan membangun kerjasama dengan pemerintah, dan dengan membangun masyarakat madani. Dalam hal ini, menurut Heeks (2001b: 3), terdapat tiga cara potensial bagi pemerintah untuk berkembang, yaitu: PENGEMBANGAN WAKTU 1 2 Berpikir besar Meningkat pesat Mulai dari yang kecil 3 10 (1) Otomasi: mengganti proses pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, penyampaian hasil atau informasi yang dilakukan oleh tenaga manusia dengan proses dengan teknologi komunikasi dan informasi. Misal: otomasi fungsi klerikal (tata usaha) yang ada. (2) Informatisasi: mendukung proses yang kini dilakukan dengan tenaga manusia. Misal: pengambilan keputusan beserta pengkomunikasian dan implementasinya. (3) Transformasi: menciptakan proses baru pengolahan informasi yang dijalankan dengan ICT atau mendukung proses baru pengolahan informasi yang dijalankan oleh tenaga manusia. E-government dalam jangka panjang akan merubah cara kerja pemerintah, menggeser cara kerja tradisional dengan cara kerja elektronis yang lebih efisien dan efektif. Dengan ketiga cara tersebut diharapkan pemerintahan dapat lebih efisien, dalam arti dapat lebih murah, dapat berbuat lebih banyak, dan dapat bekerja lebih cepat. Selain itu, pemerintahan diharapkan dapat lebih efektif, dalam arti: dapat bekerja lebih baik dan inovatif. Untuk mewujudkan e-Governance, Heeks (2001b: 17-19) menjelaskan tentang enam persyaratan kesiapan. Kesiapan tersebut berkaitan dengan: (i) infrastruktur sistem data, (ii) infrastruktur legal/hukum, (iii) infrastruktur kelembagaan, (iv) infrastruktur SDM, (v) infrastruktur teknologi, dan (vi) kepemimpinan dan pemikiran strategis.
3. Beberapa Ide Penerapan E-Government dalam Pemerintahan Daerah secara khusus di DIY Pemerintah DIY saat ini telah mempunyai situs web (www.pemda- diy.go.id)seperti terlihat pada gambar berikut.
11
Gambar 8: Situs web Pemerintah Daerah DIY (sumber: <www.pemda-diy.go.id>, diakses 28 Oktober 2002)
Meskipun demikian, dalam tulisan ini dilontarkan ide atau pemikiran pengembangan e-government DIY yang difokuskan pada beberapa hal, yaitu: (1) kesesuaian visi dan strategi pengembangan e-government dengan visi dan strategi pengembangan DIY, (2) tahapan pengembangan e-government di DIY, dan (3) persiapan persyaratan keberhasilan e-government di DIY. Sebagai catatan: ide dan pemikiran ini bukan mewakili kelembagaan asal penulis, tapi masih bersifat lontaran awal dan individual dari penulis sebagai pemerhati pengembangan penerapan ICT ke perencanaan kota dan daerah. 3.1 Kesesuaian visi dan strategi pengembangan e-government dengan visi dan strategi pengembangan DIY Seperti tertera dalam Propeda DIY 2001-2005, visi pembangunan DIY mengarah pada pembangunan DIY sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan daerah tujuan wisata. Strategi pembangunan DIY jangka menengah meliputi empat butir, yaitu: (1) menanggulangi pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat miskin, (2) menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras serta aparatur pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi 12 daerah, (3) menjamin kehandalan ketahanan pangan yang merata kepada segenap masyarakat di wilayah DIY, dan (4) mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana, baik bersifat fisik maupun nonfisik yg terencana dgn baik. Terkait dengan visi dan strategi pembangunan DIY tersebut maka e- government di DIY perlu mempunyai visi (misalnya): unggul dalam layanan publik dalam mendukung pewujudan DIY sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan daerah tujuan wisata disamping mampu melayani warganya dengan baik, menarik investasi dan mendorong penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan kerjasama antar wilayah dan antar lembaga pemerintah. Berdasar visi tersebut dapat dirumuskan pengguna e-government terdiri dari: (i) warga masyarakat secara umum, (ii) pelajar, mahasiswa dan pihak-pihak terkait dengan pendidikan, (iii) budayawan dan pihak-pihak yang terkait, (iv) wisatawan, calon wisatawan, dan pihak-pihak terkait, (v) calon investor, (vii) dunia usaha dan industri, dan (vii) lembaga-lembaga pemerintah. Ketujuh macam pengguna ini dapat mewarnai rancangan e-Citizen Portal DIY dalam arti pada layar pertama terdapat tujuh tombol yang dapat dipilih sesuai dengan macam pengguna. Selanjutnya, tiap macam pengguna dilayani sesuai kebutuhannya masing-masing tanpa mereka perlu tahu cara kerja pemerintah dalam melayani mereka; dengan kata lain pengguna menghadapi Pemerintah sebagai holistik (tanpa perlu tahu nama instansi yang melayaninya). 3.2 Tahapan pengembangan e-government di DIY Mengacu pada tingkatan pengembangan e-government menurut Hermawan Kertajaya dkk. (2002), karena perekonomian DIY tidak dapat bertumpu dari sumberdaya alam, tapi lebih mendasarkan pada keunggulan sumberdaya manusianya, maka (menurut penulis) pengembangan e-government DIY perlu agak mengikuti jejak Singapura. Dalam hal ini, pembangunan e-government DIY sebaiknya menuruti tahapan sebagai berikut: Tahap pertama, e-government dikembangkan sebagai internally-networked public-service provider (kuadran I) Tahap kedua, e-government dikembangkan menjadi externally-networked public-service provider (kuadran II) Tahap ketiga meloncat ke externally-networked economic development oriented (kuadran IV). 13 Tahap pertama sebetulnya telah diawali dengan pembangunan berbagai sistem informasi di beberapa instansi serta tersedianya pusat layanan satu atap. Keadaan ini tinggal dikembangkan lebih lanjut dengan membangun kerangka besar pengembangan jaringan kerja internal (berfikir besar) dan membangun tiap sistem informasi yang diperlukan serta perangkat jaringannya. Pendekatan layanan satu atap perlu tetap dipegang dalam layanan tahap pertama ini, dalam arti pengguna jasa tidak perlu tahu lokasi asal dan cara kerja layanan itu diberikan; yang perlu diketahui: pengguna datang ke pusat layanan satu atap dan mendapat layanan sesuai jenis layanan yang diperlukan (bukan sesuai nama instansi). Tahap kedua akan mudah dilakukan dengan akan meluasnya prasarana jaringan komunikasi data di wilayah DIY di masa depan (ini perlu didukung dengan perencanaan). Jangka waktu tahap kedua ini tidak perlu terlalu lama dan perlu cepat disusul dengan tahap ketiga karena pengembangan e-government DIY perlu segera dapat mendukung pengembangan perekonomian DIY. 3.3 Persiapan persyaratan keberhasilan e-government di DIY Mengacu persyaratan yang dijelaskan oleh Heeks (2001b: 17-19), kesiapan menuju keberhasilan e-government berkaitan dengan: (i) infrastruktur sistem data, (ii) infrastruktur legal/hukum, (iii) infrastruktur kelembagaan, (iv) infrastruktur SDM, (v) infrastruktur teknologi, dan (vi) kepemimpinan dan pemikiran strategis. Dari enam persyaratan tersebut, kita dapat berfokus pada empat daripadanya, yaitu: (1) Infrastruktur legal/hukum: perlu ada perangkat hukum untuk menangkal kejahatan digital, serta melindungi privasi, sekuriti data/informasi, dan transaksi digital perorangan, perusahaan dan lembaga pemerintah. (2) Infrastruktur kelembagaan: e-government tidak hanya terbatas pada publikasi informasi, maka suatu instansi layanan informasi daerah tidaklah cukup dan instansi tersebut nantinya perlu dikembangkan menjadi suatu instansi yang menangani e-government dalam tingkatan yang juga memberi layanan transaksi digital. (3) Infrastruktur SDM: sistem kepegawaian perlu dapat dikembangkan agar mampu menarik SDM berkualitas profesional dalam bidang ICT untuk ikut berkiprah dalam e-government milik pemerintah (selain itu perlu dimungkinkan layanan e-government yang dilakukan oleh swasta). 14 (4) Infrastruktur teknologi: meskipun teknologi yang diperlukan rekatif mahal, tapi peluang kerjasama dengan swasta perlu dikembangkan dalam membangun infrastruktur teknologi untuk mendukung e-government. Sebagai penutup, perlu kita sadari bahwa kemajuan ICT sangat pesat dan sering tidak dapat diterka dengan tepat, sehingga visi atau tujuan yang kita rumuskan sering perlu selalu direvisi. Hal ini senada dengan tulisan Accenture (2001: 12) bahwa government online is moving up the maturity curve, but still has a long way to travel. Semoga kutipan ini tidak mengecilkan semangat kita tapi justru melontarkan tantangan dinamika yang tidak berkesudahan untuk terus berkembang.
Daftar Pustaka Harvard Policy Group. 2000. Eight Imperatives for Leaders in a Networked World: Guideliness for the 2000 Election and Beyond. John F. Kennedy School of Government, Harvard University, Cambridge, MA (http://www.ksg.harvard.edu/stratcom/hpg). Heeks, Richard. 2001a. Building e-Governance for Development: A Framework for National and Donor Action. i-Government Working Paper Series, Paper No. 12, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk/idpm/idpm_dp.htm#ig). Heeks, Richard. 2001b. Understanding e-Governance for Development. i- Government Working Paper Series, Paper No. 11, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk/idpm/idpm_dp.htm#ig). Hermawan Kartajaya, M. Hermawan, Yuswohady, Taufik, Sonni, H. Anwar, H.H. Joewono, J. Mussry. 2002. MarkPlus on Strategy. PT Gramedia, Jakarta. PIU UK. 2000. Electronic Government Services for the 21st Century. Performance and Innovation Unit, Cabinet Office, UK, London (http://www.cabinet- office.gov.uk/innovation). Swee & Virginia. 2002. Competing and Collaborating in the Information Age. Institute of Systems Science, National University of Singapore, dalam presentasinya untuk Eisenhower Fellowship IT Executive Program, 20 Juni 2002 di Singapura. 15 Daftar Situs Web Accenture. 2001. eGovernment Leadership: Rhetoric vs. Reality Closing the Gap. <www.accenture.com>, April 2001. Bank Dunia. Juni 2002. E*Goverment: A Definition of E*Government. Diakses dari <http://www1.worldbank.org/publicsector/egov/definition.htm>, tanggal 19 Juni 2002.