Anda di halaman 1dari 8

UPAYA MERAMU PAKAM IKAN TANPA MINYAK

DAN TEPUNG IKAN


Ditulis oleh student di/pada Juni 2, 2008

Sampai saat ini para peneliti belum menemukan pengganti minyak ikan sebagai penyuplai
utama asam lemak omega-3 rantai panjang yang tidak jenuh (highly unsaturated fatty acids,
HUFA) terutama asam eikosapentanat (EPA, C20:5n-2) dan dokosaheksanat (DHA, C22:6n-
3), baik untuk ikan budidaya maupun untuk konsumsi manusia.
Seperti diketahui bahwa keberadaan kedua asam lemak tersebut sangat dibutuhkan oleh ikan
budidaya laut untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Umumnya ikan laut tidak bisa
mensintesa EPA dan DHA sendiri dan juga tidak bisa diperoleh dari minyak nabati.
Sehingga tidak mengherankan bila budidaya ikan laut sangat membutuhkan pakan dengan
bahan penyusun dari ikan hasil tangkapan di laut yang biasanya memiliki harga lebih murah
(mis. anchovy, sarden, dan mackerel) daripada ikan budidaya, maka kegiatan budidaya ikan
laut sering diistilahkan sebagai aktivitas “memproduksi ikan dengan ikan”.
Asam lemak omega-3 EPA dan DHA juga sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, terutama
pada masa pertumbuhan bayi. Kedua asam lemak ini banyak berguna dalam sistem
pertahanan tubuh (immune system) terhadap penyakit, anti-kanker, dan berfungsi penting
dalam sistim syaraf, otak dan mata.
Asam lemak ini juga dapat mencegah penyakit jantung akibat kolesterol dan tekanan darah
tinggi. Juga berguna dalam pengobatan penyakit rematik, memperlancar aliran darah, dan
mempertinggi daya pembelajaran janin/bayi. Dengan demikian, sangat dianjurkan untuk
mengkonsumsi ikan lebih banyak daripada daging hewan lainnya.
Meskipun kontroversial, akhir-akhir ini banyak ahli nutrisi mempertanyakan kelebihan bahan
makanan ikan atau penggunaan minyak ikan dalam pakan sehubungan dengan tingginya
kadar residu beberapa bahan kimia yang berbahaya bagi manusia di dalam tubuh ikan, seperti
dioxin dan polychlorinated byphenyls (PCBs). Kadar kontaminasi bahan kimia dalam tubuh
ikan budidaya adalah lebih tinggi daripada ikan dari alam seperti yang telah dilaporkan pada
ikan salmon dalam Jurnal Science (Hites et al., 2004).
Lebih lanjut dilaporkan bahwa ikan salmon dari Eropa mengandung bahan kontaminasi lebih
tinggi daripada yang Amerika Utara dan Selatan. Di alam, ikan karnivora yang berukuran
lebih besar memiliki kandungan dioxin dan PCBs lebih tinggi daripada ikan yang berukuran
lebih kecil. Hal ini disebabkan karena bahan kimia tersebut sebagian besar terakumulasi
dalam tubuh organisme, sehingga semakin tinggi trofik level, semakin tinggi pula kadar
akumulasi bahan kimia tersebut. Sementara itu, kadar dioxin dan PCBs pada tumbuh-
tumbuhan atau minyak nabati jauh lebih rendah daripada yang dikandung oleh minyak ikan.
Baru-baru ini, beberapa pendekatan yang telah dicoba untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan minyak ikan dalam pakan, dan untuk mengurangi kontaminasi bahan kimia
dalam tubuh ikan akan diulas seperti di bawah ini.
1. Substitusi minyak/protein nabati
Selain karena stok ikan laut dunia sebagai sumber utama bahan pakan ikan budidaya adalah
semakin menurun akibat over-fishing dan faktor alam, untuk mengurangi kandungan bahan
kimia seperti dioxin dan PCBs dalam tubuh ikan budidaya, beberapa peneliti di Eropa sudah
mencoba mensubstitusi minyak ikan dengan minyak nabati seperti minyak sawit (palm oil),
minyak biji rami (linseed oil) atau minyak lobak (rapeseed oil). Akan tetapi substitusi b tahap
pembenihan, pengkayaan (enrichment) EPA dan DHA pakan makanan larva ikan laut belum
bisa dihindari.
Di Jepang, penelitian subtitusi minyak ikan dengan minyak nabati bisa dikatakan tidak ada,
meskipun hampir semua kebutuhan minyak ikan mereka impor dari negera-negara Amerika
Latin. Mereka lebih konsentrasi pada penelitian yang diarahkan untuk meningkatkan
kelangsungan hidup larva, pertumbuhan, dan kualitas daging ikan yang dihasilkan. Juga,
membuat pakan ikan yang ramah lingkungan (“eco-friendly diet”), misalnya untuk
mengurangi loading fosfor dan ammonia dari ikan ke perairan.
Meskipun penggantian minyak ikan dengan minyak nabati sampai 50% tidak mempengaruhi
pertumbuhan ikan, akan tetapi kandungan asam lemak EPA dan DHA dalam tubuh ikan
turun drastis. Hal tersebut disebabkan karena ikan laut tidak bisa mensintesa sendiri EPA dan
DHA dari asam lemak C18 yang banyak dikandung oleh tumbuh-tumbuhan. Jenis ikan
budidaya yang telah diketahui tidak memiliki atau sangat rendah aktivitas enzimnya yang
bekerja dalam sintesa EPA dan DHA adalah ikan sebelah (turbot) untuk enzim elongase
(Ghioni et al., 1999), dan ?5-desaturase untuk ikan kakap (gilthead sea bream) (Mourente et
al., 1993).
Ikan salmon menunjukkan kemampuan sedikit lebih besar dalam memanfaatkan minyak
nabati. Meskipun demikian, kandungan EPA dan DHA ikan salmon juga menurun bila hanya
diberi pakan dengan minyak nabati dan terus menerus. Untuk mengembalikan kandungan
EPA dan DHA mendekati ikan yang diberi pakan dengan minyak ikan, Bell et al., (2003)
menyarankan perlakuan “wash out”, yaitu mengganti pakan yang mengandung minyak nabati
dengan pakan yang mengandung minyak ikan beberapa bulan sebelum panen dilakukan.
Substitusi minyak ikan dengan minyak nabati juga telah menurunkan kadar dioxin dan PCBs
pada ikan salmon (Bell et al., 2004).
Selain masalah asam lemak omega-3 di atas, kandungan asam amino tepung nabati juga tidak
selengkap dengan tepung ikan yang kaya akan amino esensial seperti lysine dan methionine.
Protein nabati juga tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh ikan. Dengan demikian,
ketergantungan ikan budidaya pada tepung ikan juga masih sangat tinggi. Aplikasi
bioteknologi yang bisa meningkatkan kemampuan ikan memanfaatkan minyak/protein nabati
mungkin akan membatu mengurangi ketergantungan tersebut. Hal ini menjadi tantangan bagi
para bioteknologist untuk menemukan faktor pembatas dalam sistem metabolisme protein
yang terlibat dalam pencernaan pakan nabati.
2. Memelihara ikan jenis karnivora lebih boros
Saat ini, salah satu jenis ikan yang menjadi ikan budidaya unggulan yang telah ditetapkan
oleh Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) adalah ikan kerapu. Walau harga ikan
kerapu relatif mahal dibandingkan dengan ikan budidaya laut lainnya, tetapi kita tahu bahwa
ikan ini adalah ikan jenis karnivora dan sampai saat ini ikan kerapu belum bisa memanfatkan
pakan buatan.
Akibatnya, hampir semua daerah yang mengembangkan ikan kerapu menggunakan pakan
berupa ikan rucah mentah. Harga ikan rucah memang murah dan masih relatif mudah
diperoleh. Akan tetapi selain suplainya sangat tergantung musim, juga kualitasnya sangat
bervariasi. Ikan rucah juga bisa sebagai sumber panyakit yang bisa menular ke ikan
budidaya.
Dengan hanya memberikan pakan berupa ikan rucah ditambah beberapa sumber protein
nabati seperti kedele, untuk memproduksi ikan kerapu dengan bobot 0,5 kg, dibutuhkan
sekitar 6 kg ikan rucah. Bisa dibayangkan berapa banyak ikan rucah yang dibutuhkan untuk
mencukupi kebutuhan budidaya ikan kerapu yang sudah digongkan oleh DKP tersebut.
Pada beberapa daerah yang suplai ikan rucahnya sudah tidak mencukupi, misalnya di Riau,
ikan kerapu diberi pakan berupa ikan tongkol/tuna yang mentah yang berukuran kecil.
Mereka mengorbankan ikan tongkol kecil karena harganya lebih murah daripada ikan kerapu
hidup. Mereka lupa bahwa ikan tongkol/tuna yang kecil merupakan cikal tongkol/tuna
ukuran besar. Bila kegiatan budidaya seperti itu terus berjalan dan menjadi intensif, maka
stok ikan tongkol/tuna di perairan kita akan menurun drastis dalam waktu yang singkat.
Untuk itu menjadi tantangan bagi Tim Rusnas DKP program ikan kerapu untuk membuat
pakan buatan yang disenangi oleh ikan kerapu dalam waktu yang tidak terlalu lama. Strategi
yang pernah dilakukan pada ikan ekor kuning (yellowtail) atau kakap merah (red seabream)
di Jepang yang pada awalnya tidak bisa memanfaatkan pakan buatan menjadi terbiasa, bisa
ditiru untuk ikan kerapu.
3. Melirik ikan jenis herbivora/omnivora
Ikan air tawar pada umumnya mampu mensintesa omega-3 EPA dan DHA dari asam lemak
C18. Sehingga mereka tidak begitu membutuhkan suplai minyak/tepung ikan dalam
makanannya. Oleh karena itu, pengembangan budidaya ikan yang bersifat herbivora atau
omnivora sebagai sumber protein hewani, dapat menjadi alternatif pengganti budidaya ikan
jenis karnivora.
Beberapa peneliti Jepang sudah mulai memikirkan untuk mengembangkan ikan-ikan
herbivora. Akan tetapi mereka tidak punya banyak pilihan jenis ikan. Ikan tilapia yang telah
menunjukkan pertumbuhan dan kualitas daging yang bagus walau hanya diberi makan
berupa plankton, tidak bisa hidup bebas di alam Jepang dengan temperatur yang sangat
bervariasi tergantung musim. Selain itu, orang Jepang tidak begitu senang makan ikan air
tawar.
Sebaliknya, beberapa jenis ikan air tawar yang telah lama kita kembangkan, seperti ikan
tilapia, mujair, gurame, ikan mas dan ikan patin, bisa lebih ditingkatkan produksinya, baik
melalui perbaikan sistem budidaya atau pun dengan aplikasi bioteknologi. Ada beberapa
jenis ikan air tawar, seperti tilapia dan mujair, mampu hidup pada rentang salinitas yang luas.
Ikan-ikan seperti ini dapat kita kembangkan untuk masa depan.
Beberapa hasil penelitian bioteknologi pada tanaman telah menunjukkan adanya peningkatan
daya tahan terhadap kadar garam tinggi. Teknik ini mungkin bisa digunakan untuk
meningkatkan daya adaptasi ikan air tawar pada salinitas air payau atau bahkan air laut
untukmengantisipasi semakin sempitnya lahan budidaya air tawar.
4. Bioteknologi dalam budidaya ikan
Ikan air tawar umumnya mengandung omega-6 lebih banyak daripada omega-3.Sebaliknya,
ikan laut mempunyai omega-3 lebih banyak. Asam lemak omega-6 banyak kita dapatkan dari
sayur-sayuran, dan jarang orang kekurangan asam lemak kelompok ini. Meskipun ikan air
tawar bisa memproduksi sendiri asam lemak omega-3, tetapi kadar asam lemaknya jauh lebih
rendah dibandingkan dengan apa yang ada pada ikan laut.
Ikan laut banyak mengandung omega-3 bukan sebagai hasil produksi sendiri, tetapi hanya
mengakumulasikan asam lemak tersebut di dalam tubuhnya secara selektif dari makanan
yang dimakan. Hal ini yang menyebabkan ikan laut yang dibudidayakan tidak bisa terlepas
dari suplai EPA dan DHA dalam makanannya, khususnya pada fase pembenihan. Sehingga
peningkatan produksi akuakultur yang berlipat ganda dalam dua dasawarsa terakhir ini
merupakan salah satu penyebab cepatnya penurunan stok ikan laut dunia (Naylor et al.,
2000).
Salah satu bentuk kemajuan bioteknologi yang mungkin dapat digunakan untuk membantu
memecahkan masalah pakan ikan laut dan juga suplai EPA dan DHA untuk manusia adalah
melalui modifikasi sistem metabolisme asam lemak pada ikan. Dengan cara melipatgandakan
jumlah copy gen yang bekerja dalam sintesa asam lemak HUFA, maka kadar EPA dan DHA
dalam tubuh ikan meningkat sebesar 1,4 dan 2,1 kali lipat daripada ikan biasa (Alimuddin et
al., 2005).
Pada penelitian itu, masih digunakan ikan air tawar sebagai model. Dengan cara yang sama,
strain ikan laut yang bisa mensintesa EPA/DHA sendiri berpeluang besar untuk dibuat.
Aplikasi teknologi ini pada ikan laut akan membuka peluang pengembangan budidaya ikan
laut lebih besar lagi tanpa harus mengorbankan ikan berukuran kecil lebih banyak lagi. Juga
dengan membudidayakan ikan laut jenis ini, kebutuhan akan minyak ikan menjadi menurun
atau mungkin semuanya bisa digantikan oleh minyak nabati. Dengan kata lain biaya pakan
ikan budidaya yang bisa melebihi 50% biaya produksi dapat ditekan sehingga kegiatan
budidaya menjadi lebih ekonomis.

http://technocean.wordpress.com/category/news/
Feb 27, '09 10:18 PM
Pembuatan Minyak Ikan
for everyone
Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstraki. Ekstraksi minyak adalah suatu cara
untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan. Cara ekstraksi yang biasa
dilakukan, yaitu metode ekstraksi dengan aseton, metode ekstraksi dengan
hidrolisa, metode Dry Rendering, metode Wet Rendering dan ekstraksi dengan
silase.

Pada percobaan ini dilakukan metode Wet Rendering, yaitu proses yang umumnya
digunakan untuk membuat tepung ikan. Tahap proses ini meliputi kombinasi
pemasakan dan pengeringan dengan menggunakan uap panas pada keadaan hampa.
Pengadukan secara lambat dilakukan selama pengeringan tepung ikan dan
dilakukan pengepresan untuk memisahkan tepung dan minyak ikan.

Tahapan-tahapan pemurnian minyak ikan, yaitu penyaringan, degumming,


netralisasi, pemisahan sabun, pemucatan dan deodorisasi. Tujuan dari pemurnian
minyak ikan adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna
yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum
dikonsumsi dan digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Kualitas minyak
ikan yang dihasilkan pada proses pemurnia tergantung pada cara penyimpanan dan
penanganan ikan sebelum dimurnikan.

Pada tahap penyaringan, minyak ikan yang diperoleh sebagai hasil samping
pengolahan tepung ikan atau ikan kaleng disaring terlebih dahulu dengan
penyaring kawat untuk memisahkan kotoran-kotoran visual seperti sisa daging dan
gumpalan protein. Minyak yang telah bebas dari kotoran visual ditentukan
kandungan asam lemak bebasnya (free fatty acid).
Deguming merupakan proses pemisahan getah dan lender yang terdiri Dri
fosfatida, protein, residu karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam
lemak bebas dalam minyak. Degumming dilakukan dengan penambahan NaCl 8%
ke dalam minyak ikan pada suhu 60oC selama 15 menit. Larutan NaCl yang
ditambahkan sebanyak 40% dari volume minyak yang dimurnikan dan selama
degumming dilakukan pengadukan. Sedangkan proses degumming dilakukan
dengan menambahkan NaOH 2-3% air atau larutan NaCl, atau menambahkan
larutan firofosfatida pada minyak, kemudian disentrifugasi pada suhu 30-50oC.
Getah fosfatida akan terpidahkan pada sentrifuse sebanyak 3,5% dari minyak asal.

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari mynak
atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stoc). Netralisasi dilakukan dengan
menambahkan larutan NaOH 1N ke dalam minyak yang sudah mengalami proses
degumming. LArutan NaOH 1N ditambahkan dalam minyak ikan pada suhu 60oC
selama 15 menit. Jumlah NaOH yang ditambahkan ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

%NaOH = %FFA x 0,142

Sedangkan proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan larutan alkali atau


pereaksi lainnya untuk membebaskan asam lemak bebas dengan membentuk sabun
dan membantu mengkoagulasikan bahan-bahan yang tidak diinginkan.
Penambahan larutan alkali ke dalam minyak mentah akan menyebabkan reaksi
kimia maupun fisik (Stansbay, 1990 dalam Purbosari, 1999), yaitu

a) Alkali akan bereaksi denag asam lemak bebas dan membantu sabun.

b) Gum menyerap air dan menggumpal melaliu reksi hidrasi.

c) Bahan-bahan warna terdegradasi, terserap oleh gum atau larutan oleh alkali.

d) Bahan-bahan yang tidak terlatur yang terdapat dalam minyak akan menggumpal.

Faktor –faktor yang mempengaruhi proses netralisasi adalah konsentrasi alkali,


suhu, pengadukan dan pencucian. Selanjutnya minyak yang telah dinetralkan
dibiarkan beberapa saat supaya terjadi pemisahan sabun yang terbentuk. Lapisan
sabun berada pada lapisan bawah dan lapisan minyak pada bagian bawah.
Kemudian sabun tersebut diambil. Untuk menghilangkan sabun-sabun yang masih
tersisa, pada minyak ikan ditambahkan air panas sambil diaduk dan kemudian
dibiarkan supaya terjadi pemisahan minyak dan air. Setelah itu air yang terpisah
dibuang.

Pemucatan ialah suatu proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk


menghilangkan atau memucatkan warna yang tidak disukai dan menghilangkan
getah (gum) yang ada dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan penambahan
adsorben, umumnya dilakukan dalam ketele yang dilengkapi dengan pipa uap dan
alat penghampa udara. Minyak dipanaskan pada suhu 105oC selam 1 jam.
Adsorban ditambahkan saat minyak mencapai suhu 70-80 oC sebanyak 1-1,5%
dari berat minyak. Selain warna, diserap pula suspensi koloid dan hasil degradasi
minyak seperti peroksida. Faktor yang mempengaruhi pemucatan adalah suhu,
waktu, tekanan.

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyakyang bertujuan untuk


menghilankan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodorasi, yaitu penyulinagan minyak dengan uap panas pada tekanan atmosfer
atau keadaan hampa. Proses deodorasi dilakukan dengan cara memompa minyak
ke dalam ketelen deodorasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-
250 oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah (kursng
lebih 10 mmHg), sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk mengangkut
senyawa yang dapat menguap. Setelah proses deodorisasi selesai, minyak ikan
kemudian didinginkan sehingga suhu menjadi kurang lebih 84 oC dan selanjutnya
minyak ikan dikeluarkan.
http://fuadfathir.multiply.com/journal/item/4
MINYAK IKAN

Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstraki. Ekstraksi minyak adalah suatu cara
untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan. Cara ekstraksi yang biasa
dilakukan, yaitu metode ekstraksi dengan aseton, metode ekstraksi dengan
hidrolisa, metode Dry Rendering, metode Wet Rendering dan ekstraksi dengan
silase.

Pada percobaan ini dilakukan metode Wet Rendering, yaitu proses yang umumnya
digunakan untuk membuat tepung ikan. Tahap proses ini meliputi kombinasi
pemasakan dan pengeringan dengan menggunakan uap panas pada keadaan hampa.
Pengadukan secara lambat dilakukan selama pengeringan tepung ikan dan
dilakukan pengepresan untuk memisahkan tepung dan minyak ikan.

Tahapan-tahapan pemurnian minyak ikan, yaitu penyaringan, degumming,


netralisasi, pemisahan sabun, pemucatan dan deodorisasi. Tujuan dari pemurnian
minyak ikan adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna
yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum
dikonsumsi dan digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Kualitas minyak
ikan yang dihasilkan pada proses pemurnia tergantung pada cara penyimpanan dan
penanganan ikan sebelum dimurnikan.

Pada tahap penyaringan, minyak ikan yang diperoleh sebagai hasil samping
pengolahan tepung ikan atau ikan kaleng disaring terlebih dahulu dengan
penyaring kawat untuk memisahkan kotoran-kotoran visual seperti sisa daging dan
gumpalan protein. Minyak yang telah bebas dari kotoran visual ditentukan
kandungan asam lemak bebasnya (free fatty acid).

Deguming merupakan proses pemisahan getah dan lender yang terdiri Dri
fosfatida, protein, residu karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam
lemak bebas dalam minyak. Degumming dilakukan dengan penambahan NaCl 8%
ke dalam minyak ikan pada suhu 60oC selama 15 menit. Larutan NaCl yang
ditambahkan sebanyak 40% dari volume minyak yang dimurnikan dan selama
degumming dilakukan pengadukan. Sedangkan proses degumming dilakukan
dengan menambahkan NaOH 2-3% air atau larutan NaCl, atau menambahkan
larutan firofosfatida pada minyak, kemudian disentrifugasi pada suhu 30-50oC.
Getah fosfatida akan terpidahkan pada sentrifuse sebanyak 3,5% dari minyak asal.

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari mynak
atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stoc). Netralisasi dilakukan dengan
menambahkan larutan NaOH 1N ke dalam minyak yang sudah mengalami proses
degumming. LArutan NaOH 1N ditambahkan dalam minyak ikan pada suhu 60oC
selama 15 menit. Jumlah NaOH yang ditambahkan ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :

%NaOH = %FFA x 0,142

Sedangkan proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan larutan alkali atau


pereaksi lainnya untuk membebaskan asam lemak bebas dengan membentuk sabun
dan membantu mengkoagulasikan bahan-bahan yang tidak diinginkan.
Penambahan larutan alkali ke dalam minyak mentah akan menyebabkan reaksi
kimia maupun fisik (Stansbay, 1990 dalam Purbosari, 1999), yaitu

a) Alkali akan bereaksi denag asam lemak bebas dan membantu sabun.

b) Gum menyerap air dan menggumpal melaliu reksi hidrasi.

c) Bahan-bahan warna terdegradasi, terserap oleh gum atau larutan oleh alkali.

d) Bahan-bahan yang tidak terlatur yang terdapat dalam minyak akan menggumpal.

Dan harga untuk produk minyak ikan ini sebesar Rp 30.000,- per liternya.
http://sosekstore-perikananub.blogspot.com/2009/05/minyak-ikan-minyak-ikan-
diperoleh.html

Anda mungkin juga menyukai