Anda di halaman 1dari 157

1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
PADA INDUSTRI PENGELASAN INFORMAL DI KELURAHAN
GONDRONG, KECAMATAN CIPONDOH, KOTA TANGERANG
TAHUN 2013
Skripsi
Disusun untuk Memenuhi Syarat Sarjana Strata 1
Kesehatan Masyarakat









Oleh :
Ilham Noviandry
NIM : 108101000034
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H.
2013 M.
i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PERMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, November 2013

ILHAM NOVIANDRY, NIM : 108101000034

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

xix + 113 halaman, 21 tabel, 5 gambar, 3 lampiran

ABSTRAK
Penggunaan APD merupakan tahap akhir dari pengendalian bahaya,
walaupun pengunaan APD akan semakin maksimal apabila dilakukan dengan
pengendalian lain seperti eliminasi, subsitusi, engineering dan administratif.
Manfaat dari penggunaan APD saat bekerja sangat besar dalam pencegahan
kecelakaan kerja, namun dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak
menggunakan APD saat bekerja.
Disain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif menggunakan metode cross sectional study yang bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 46 orang dari 12 bengkel las yang ada di
Kelurahan Gondrong dengan menggunakan teknik Accidental Sampling. Data
dianalisis menggunakan Chi Square (X
2
).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan
dengan penggunaan APD, ada hubungan antara pelatihan dengan penggunaan
APD, ada hubungan antara sikap penggunaan APD, ada hubungan antara
pengawasan dengan penggunaan APD, ada hubungan antara hukuman dengan
penggunaan APD, dan ada hubungan antara penghargaan penggunaan APD.
Sedangkan tidak ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan APD, tidak
ada hubungan antara komunikasi dengan penggunaan APD, tidak ada hubungan
ketersediaan APD dengan penggunaan APD.
Saran dari penelitian ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan pekerja
mengenai bahaya dan risiko pengelasan, perlunya peningkatan pengawasan
terhadap pekerja dengan memberikan penghargaan sehingga meningkatkan sikap,
motivasi dan komunikasi mengenai penggunaan APD. Serta melakukan
pengadaaan APD yang standar baik oleh pemilik usaha dan pemerintah setempat
sehingga meningkatkan kesadaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
khususnya mengenai pengelasan.

Daftar Bacaan : 44 (2001-2012)
Kata Kunci : Perilaku Pekerja, Alat Pelindung Diri (APD), Predisposing,
Enabling, Reinforcing, Industri Pengelasan Informal


ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
DEPARTEMENT OF HEALTH AND WORK SAFETY
Undergraduated Thesis, November 2013

ILHAM NOVIANDRY, NIM : 108101000034


Factors Associated With Workers Behavior in the Use of Personal Protective
Equipment (PPE) In Informal Welding Industry in Gondrong, Cipondoh
Subdistrict, Tangerang in year 2013

xix + 113 Pages, 21 Tables, 5 Pictures, 3 Attachment

ABSTRACT
Used of PPE is final stage of hazard control , although used of PPE will
be maximal if it is done with other controls such as elimination , substitution ,
engineering and administrative . Benefits used of PPE when working heavily in
prevention of occupational accidents , but in the reality there are many workers
who do not use PPE when working .
Design study was a descriptive study with a quantitative approach using a
cross -sectional study aimed to determine factors associated with behavior of
workers in used of Personal Protective Equipment ( PPE ) to informal welding
industry . Number of samples taken 46 people from 12 existing welding shop in
Village Gondrong using accidental sampling technique . Data were analyzed
using Chi Square ( X2 ) .
Results showed that relationship between knowledge of use of PPE , there
is a relationship between training with use of PPE , there is a relationship
between attitude with use of PPE, there is a relationship between supervision with
use of PPE , there is a relationship between punishment with use of PPE , and
there is a relationship between use of PPE with award . While there is no
relationship between motivation with use of PPE , there is no relationship
between communication with use of PPE , there was no association between PPE
availability with use of PPE .
Suggestion of this research is to improve knowledge workers of dangers
and risks of welding , need for increased surveillance of workers by giving awards
to improve attitude , motivation and communication regarding use of PPE . As
well as doing well in providing PPE standards by business owners and local
governments to raise awareness of Health and Safety ( K3 ), particularly
regarding welding .
Reading List: 44 (2001-2012)
Keywords: Behavior Workers, Personal Protective Equipment (PPE),
Predisposing, Enabling, Reinforcing, Welding Industry Informal



iii
























iv

























v



























vi

Riwayat Hidup
Data Diri
Nama : Ilham Noviandry
TTL : Jakarta, 15 November 1990
Alamat : Jalan KH Dewantoro no. 34 RT 001/01, Gondrong, Cipondoh,
Tangerang, Banten 15140
Telp : 0857189513689
E-mail : ilham_noviandry696969@yahoo.co.id

Pendidikan Formal
2008-2013 : Perminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2005-2008 : SMA Negeri 94 Jakarta
2002-2005 : SMP Negeri 187 Jakarta
1997-2002 : SD Negeri 2 Gondrong

Pendidikan Non-Formal
2011 : Training Penerapan E-KTP Massal
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
2009 : Pelatihan Manajemen Organisasi
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2008 : Training ESQ tingkat SMA se Jakarta Barat
vii

Pengalaman Organisasi
2010-2012 : Direktur Lembaga Kesehatan Masyarakat
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2010-2011 : Ketua Bidang Seni Budaya Komisariat DISTEKPERTUM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2010-2011 : Ketua Bidang Olahraga dan Kesehatan Badan Pengurus Asrama
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2009-2010 : Ketua Bidang Keilmuan Komisariat DISTEKPERTUM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2009-2010 : Ketua Bidang Kebersihan Badan Pengurus Asrama
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat
2006-2007 : Bidang 7K Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
SMA Negeri 94 Jakarta
2005-2007 : Anggota Ikatan Remaja Muhammadiyah(IRM)Ranting Gondrong












viii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
kasih sayang serta kesempatan untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi mengenai Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang
dilakukan di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.
Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu
melimpahkan pertolongan dan ridho-Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi
yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah
membantu dan membuat terselesaikanya laporan ini. Ucapan terima kasih penulis
juga sampaikan kepada :
1. Prof. Dr (HC). Dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Bapak dr. Yuli Pranpanca Satar. MARS selaku pembimbing I dan Bapak
Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembimbing II Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan yang telah membimbing dengan sabar dan tawakal
dalam penulisan skripsi ini.
ix

4. Bapak Ahmad Ghozali yang membantu penulis dalam urusan administrasi
dan informasi mengenai kampus dan perkuliahan. Thanks Pak Ghozali...
5. Bapak H. Rudin beserta staf Kelurahan Gondrong yang telah banyak
membantu dalam penyusunan dan permohonan izin untuk melakukan
penelitian.
6. Buat Bapak dan Ibu yang selalu ngomelin dan memberi semangat dalam
penyusunan skripsi ini. Serta Adikku Fauzan yang selalu meminjamkan
laptop baik untu keperluan skripsi maupun keperluan lainnya. Hehehe....
7. Buat Kakakku Uni Lili, Uni Wen, Uni Ita, Kk Rosi, Uda Opi, Uni Febi,
Uni Tia, Rio, Uni Yuli, Uni Ari, Uni Yesi, Uda Oka, Uda Zal, Uni Del,
Uda In, dan yang ada di seluruh Indonesia yang selalu memberikan
semangat untuk mengerjakan skripsi ini.
8. Terima kasih buat Spesial One yang sudah memberikan semangat dan
perhatiannya sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Thanks you Endah...
9. Buat temen-temenku dari K3 dan angkatan 2008 yang ada di perminatan
Gizi, buat Bang Ludi, Bang Abu, Aa Asyari, Rizqi, Miftah, Irfan (Ciripa),
Chusan yang temenin ngopi, Bayu, Iqbal. Buat Titi Ndut, Tetik, Icha,
Unil, Neng Irma dan yang lainnya di kelas K3 yang selama ini semangat
belajar dan mengerjakan tugas kelompok bersama. Juga buat Alumni dan
Adik kelas yang selalu memberikan info buat penulis.
10. Buat temen Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah periode 2012-2013, pak
Topeng Ketum Imm Ciputat, Pak Zuhri, Fauzi Bukho Medan, Bang
Andre, Bung Koko, Mawmaw(Immawan), Mbak Zum, Bang Zaki, Mbak
Kiki, Om Dimas Ndut, Bang Tole, Bang Adit, Bang Ichanuddin, beserta
x

temen-teman Immawan dan Immawati yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu. Juga buat Adik-adikku di komisariat DISTEKPERTUM. Ari,
Badra, Tsalis, Ivand, Vina, Elvin, Eci, dan yang lainnya, maaf tak bisa
disebutkan satu per satu. Semoga IMM Jaya...!!!! Fastabiqul Khairot...
11. Semua pihak yang telah menyukseskan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran yang membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT
melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan skripsi ini.















Jakarta, November 2012



Penulis

xi

DAFTAR ISI
Abstrsk i
Pernyataan Persetujuan iii
Panitia Ujian Skripsi iv
Lembar Pernyataan v
Riwayat Hidup vi
Kata Pengantar viii
Daftar Isi xi
Daftar Gambar xvi
Daftar Tabel xvii

Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Pertanyaan Penelitian 6
1.4. Tujuan Penelitian 8
1.4.1. Tujuan Umum 8
1.4.2. Tujuan Khusus 8
1.5. Manfaat Penelitian 9
1.5.1. Manfaat Teoritis 9
1.5.2. Manfaat Metodoligis 9
1.5.3. Manfaat Aplikatif 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian 10

Bab II Tinjauan Pustaka
2.1. Pengelasan 11
2.1.1. Pengertian Pengelasan 11
2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan 12
2.1.3. Bahaya Pengelasan 14
2.2. Perilaku Tidak Aman 18
2.2.1. Pengertian Perilaku Tidak Aman 18
2.2.2. Klasifikasi Perilaku Tidak Aman 19
2.3. Teori-Teori Mengenai Perilaku 20
2.3.1. Lawrence Green Theory 20
2.3.2. Social Cognitive Theory 21
2.3.3. Theory Ramsey 22
2.3.4. Model ABC dan Perilaku 24
2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kerja 27
2.4.1. Pengetahuan 27
2.4.2. Pelatihan 28
2.4.3. Sikap 29
2.4.4. Motivasi 31
2.4.5. Komunikasi 32
2.4.6. Ketersediaan Fasilitas 33
2.4.7. Pengawasan 34
2.4.8. Hukuman dan Penghargaan 35
2.5. Alat Pelindung Diri (APD) Pengelasan 37
2.5.1. Helm Pengaman (Safety Helmet) 37
xii

2.5.2. Kacamata Las (Googles) 38
2.5.3. Pelindung Muka (Face Shield) 38
2.5.4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron) 39
2.5.5. Sarung Tangan (Safety Glove) 39
2.5.6. Sepatu Kerja (Safety Shoes) 40
2.5.7. Kacamata Bening (Safety Spectacles) 41
2.5.8. Pelindung Telinga (Hearing Protection) 41
2.5.9. Alat Pelindung Hidung (Respirator) 42
2.6. Kerangka Teori 43

Bab III Kerangka Konsep
3.1. Kerangka Konsep 45
3.2. Varibel yang Tidak Diteliti 46
3.3. Definisi Operasional 48
3.4. Hipotesis Penelitian 51

Bab IV Metodologi Penelitian
4.1. Disain Penelitian 52
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 53
4.3. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian 53
4.3.1. Populasi 53
4.3.2. Sampel 53
4.3.3. Sampling Penelitian 53
4.4. Instrumen Penelitian 55
4.4.1. Kuesioner 55
4.4.2. Catatan Lapangan 57
4.4.3. Lembar Observasi 58
4.5. Metode Pengumpulan Data 58
4.6. Pengolahan Data 59
4.7. Teknik Analisis Data 60
4.7.1. Analisis Univariat 60
4.7.2. Analisis Bivariat 61

Bab V Hasil
5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian 62
5.2. Analisis Univariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
64
5.2.1. Gambaran Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
64
5.2.2. Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
64
5.2.3. Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
xiii

65

5.2.4. Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
66
5.2.5. Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
67

5.2.6. Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
67
5.2.7. Gambaran Ketersediaan APD dalam Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
68
5.2.8. Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
69
5.2.9. Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
69
5.2.10. Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
70
5.3. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri
Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013
72
5.3.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
72
5.3.2. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
73
5.3.3. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
74
5.3.4. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
75
5.3.5. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
76
5.3.6. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri
Pengelasan Informal.
78
xiv


5.3.7. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
79
5.3.8. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
80
5.3.9. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
81

Bab VI Penbahasan
6.1. Keterbatasan Penelitian 83
6.2. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri
Pengelasan Informal
85
6.3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
86
6.4. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
87
6.5. Hubungan Antara Sikap Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
89
6.6. Hubungan Antara Motivasi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
90
6.7. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
92
6.8. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun
2013.
94
6.9. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
96
6.10. Hubungan Antara Hukuman Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
xv

98
6.11. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
99

Bab VII Kesimpulan dan Saran
7.1. Simpulan 102
7.2. Saran 105

Daftar Pustaka 107

Lampiran



















xvi

Daftar Gambar
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Gambar Social Cognitive Theory 21
Gambar 2.2 Model ABC dan Perilaku 25
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori 44
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep 47
Gambar 5.1 Bagan Struktur Organisasi Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang 60


















xvii

Daftar Tabel
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional 48
Tabel 4.1 Perhitungan sampel per variable 55

Tabel 5.1 Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
64
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
65
Tabel 5.3 Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
65
Tabel 5.4 Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
66
Tabel 5.5 Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
67
Tabel 5.6 Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
68
Tabel 5.7 Gambaran Ketersediaan APD dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
68

xviii

Tabel 5.8 Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
69
Tabel 5.9 Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
70
Tabel 5.10 Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
70
Tabel 5.11 Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 72
Tabel 5.12 Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 73
Tabel 5.13 Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 74
Tabel 5.14 Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 75
Tabel 5.15 Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 77
Tabel 5.16 Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 78
xix

Tabel 5.17 Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 79
Tabel 5.18 Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 80
Tabel 5.19 Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013 82


















107

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya kecelakaan kerja
pada tempat kerja. Penggunaan alat pelindung diri sering dianggap tidak
penting ataupun remeh oleh para pekerja, terutama pada pekerja yang
bekerja pada sektor informal. Padahal penggunaan alat pelindung diri ini
sangat penting dan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
pekerja. Kedisiplinan para pekerja dalam mengunakan alat pelindung diri
tergolong masih rendah sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja yang
dapat membahayakan pekerja cukup besar.
Angka kecelakaan kerja berdasarkan laporan International Labour
Organization (ILO) tahun 2010, di seluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta
kecelakaan dalam pekerjaan per tahun. Setiap hari, 6.300 orang meninggal
karena kecelakaan kerja atau penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.
Sekitar 2,3 juta kematian per tahun terjadi di seluruh dunia.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong cukup tinggi.
Berdasarkan data (Jamsostek, 2011), angka kecelakaan kerja di Indonesia
tahun 2011 mencapai 99.491 kasus. Jumlah tersebut meningkat jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 sebanyak 83.714
2



kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314
kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus.
Kota Tangerang merupakan salah satu daerah terpadat di provinsi
Banten. Didaerah ini terdapat banyak industri baik industri formal maupun
industri informal. Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah ini menjadi salah
satu penyumbang angka kecelakaan tertinggi untuk provinsi Banten.
Adapun angka kecelakaan kerja di daerah Banten mencapai 209 kasus,
meliputi 103 orang meningal dunia, 25 orang menderita luka berat, 92 orang
mengalami luka ringan. Dari angka kecelakaan tersebut, hampir
setengahnya dari jumlah kecelakaan kerja merupakan angka kematian akibat
dari kecelakaan kerja (Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi, 2012).
Diperkirakan pekerja di Indonesia berjumlah 95.7 juta orang yang
terdiri dari 58.8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36.9 juta tenaga kerja
perempuan. Sekitar 60% dari jumlah tersebut bekerja dalam sektor informal.
Oleh karena itu pemerintah perlu dilakukan pengawasan dan pelaporan
mengenai tingkat kecelakaan kerja di sektor informal dari risiko dan bahaya
yang terdapat di tempat kerja selain pelaporan kecelakaan kerja dari sektor
formal (Dwi, 2008).
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor
antara lain adanya faktor lingkungan dan manusia. Faktor lingkungan terkait
dengan peralatan, kebijakan, pengawasan, peraturan, dan prosedur kerja
mengenai pelaksanaan K3. Sedangkan faktor manusia yaitu perilaku atau
kebiasaan kerja yang tidak aman(Sumamur, 2010).
3



Upaya untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan
menghilangkan risiko atau mengendalikan sumber bahaya bahkan
menggunakan alat pelindung diri (APD). Menurut ILO (1989), hierarki
pengendalian bahaya terdapat 5 (lima) pengendalian bahaya yaitu eliminasi,
subsitusi, engineering, administratif dan alat pelindung diri. Pencegahan
tersebut difokuskan pada lingkungan kerja, peralatan dan terutama adalah
pekerja (manusia).
Penggunaan alat pelindung diri sudah seharusnya menjadi
keharusan, namun tidak digunakan oleh pekerja. Hal ini disebabkan masih
lemahnya kedisiplinan dan kesadaran para pekerja. Berdasarkan temuan
bahaya di perusahaan yang ada di Indonesia bahwa 60% tenaga kerja cedera
kepala karena tidak menggunakan helm pengaman, 90% tenaga kerja cedera
wajah karena tidak menggunakan alat pelindung wajah, 77% tenaga kerja
cedera kaki karena tidak menggunakan sepatu pengaman, dan 66% tenaga
kerja cedera mata karena tidak menggunakan alat pelindung mata
(Jamsostek, 2011).
Penelitian Syaaf (2008) diketahui bahwa faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan APD pada pengelasan informal adalah
pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersediaan APD,
pengawasan, hukuman dan penghargaan. Sedangkan Wibowo (2010), faktor
yang memiliki hubungan dengan perilaku penggunaan APD adalah
pengetahuan, pengawasan, dan kebijakan. Adapun Linggasari (2008),
faktornya adalah ketersediaan APD, pelatihan dan pengawasan.
4



Pengendalian bahaya dengan menggunakan APD juga tidak akan
maksimal jika pekerja sendiri tidak menggunakan padahal dari pihak
perusahaan atau pemilik usaha telah menyediakan. Menurut salah satu
penelitian yang dilakukan pada pekerjaan pengelasan industri informal di
daerah Depok hanya 50% pekerja yang berperilaku menggunakan APD saat
bekerja sedangkan 50% mempunyai perilaku tidak menggunakan APD saat
bekerja (Purwanto, 2009).
Penggunaan APD merupakan tahap akhir dari pengendalian bahaya.
Walaupun pengunaan APD akan menjadi maksimal apabila dilakukan
dengan pengendalian lain seperti eliminasi, subsitusi, engineering,
administratif sehingga bahaya dapat dikendalikan. Manfaat dari penggunaan
APD saat bekerja sangat besar dalam pencegahan kecelakaan kerja. Namun
dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD
saat bekerja.
Kelompok masyarakat pekerja sektor informal masih belum
mendapatkan perhatian dalam kesehatan kerjanya. Tindakan pencegahan
dan pengendalian yang ada belum disesuaikan dengan potensi bahaya yang
ada di tempat kerja. Pada umumnya fasilitas pelayanan keselamatan dan
kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh tenaga kerja pada industri skala
besar (jumlah pekerja lebih dari 500 orang). Pada industri kecil dan
menengah, fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan bersifat parsial
dan mungkin tidak ada sama sekali (Nur dalam Dian Rawar, 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi pekerja dalam menggunakan alat
pelindung diri yang disediakan perusahaan/pemilik usaha antara lain
5



ketidaknyamanan dalam menggunakan APD sehingga mengurangi kinerja
para pekerja bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang lain. Dengan
menggunakan APD pada saat bekerja maka mengurangi kemungkinan
kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penggunaan APD pada sektor informal
perlu diperhatikan oleh pekerja, perusahaan dan pemerintahan setempat.

1.2. Rumusan Masalah
Bahaya dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja dapat
muncul dari setiap tempat kerja dalam bentuk yang berbeda-beda. Pada
industri pengelasan informal, banyak terdapat bahaya dan risiko yang dapat
melukai para pekerja, mulai dari risiko kecil sampai besar dengan tingkat
paparan berbeda dari bahaya di pengelasan informal. Sehingga dalam
menunjang K3 di tempat pengelasan dan untuk mencegah kecelakaan,
diperlukan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Maret 2013 di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, diketahui
bahwa 6 dari 10 orang pekerja tidak menggunakan APD pada saat bekerja
dan diketahui bahwa 2 dari 4 bengkel las tidak mempunyai aturan atau
kebijakan khusus dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pemilihan
Kelurahan Gondrong sebagai tempat penelitian karena daerah tersebut
terdapat banyak pembangunan rumah, ruko dan bangunan lainnya yang
memerlukan jasa pengelasan. Sehingga bengkel las di Kelurahan ini juga
banyak mendapat pemesanan dari luar Kelurahan Gondrong sendiri
sehingga tempat ini dapat dijadikan tempat penelitian.
6



Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa masih banyak
pekerja pengelasan yang tidak menggunakan APD saat bekerja sehingga
kecelakaan kerja ringan sampai berat dapat membahayakan para pekerja.
Dengan demikian diperlukan adanya suatu penelitian yang menggambarkan
perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal
ini. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja sehingga tidak
menggunakan APD saat bekerja walaupun dari pihak perusahaan atau
pemilik usaha antara lain ketidaknyamanan jika menggunakan APD saat
bekerja. Tingginya kasus kecelakaan kerja diarea kerja diakibatkan
kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman (unsafe act) seperti tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat melakukan
pekerjaannya, hal ini juga yang berkaitan dengan behavior yang dimiliki
oleh pekerja tersebut.

1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku pekerja dalam penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) ditempat kerja.?
2. Bagaimana gambaran faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan,
Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dalam perilaku penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong.
3. Bagaimana gambaran faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong.
7



4. Bagaimana gambaran faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan
Penghargaan) pekerja dalam perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
5. Bagaimana hubungan faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan,
Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dengan perilaku penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong.
6. Bagaimana hubungan faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong.
7. Bagaimana hubungan faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan
Penghargaan) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan faktor-faktor perilaku pekerja dalam penggunaan
APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Tangerang.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku pekerja dalam penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan
Gondrong.?
2. Diketahuinya gambaran faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan,
Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dalam perilaku penggunaan
8



Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong.
3. Diketahuinya gambaran faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong.
4. Diketahuinya gambaran faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan
Penghargaan) pekerja dalam perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
5. Diketahuinya hubungan faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan,
Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dengan perilaku penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong.
6. Diketahuinya hubungan faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong.
7. Diketahuinya hubungan faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan
Penghargaan) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.






9



1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan referensi akademis berkaitan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada
pekerjaan pengelasan di Kelurahan Gondrong.
1.5.2. Manfaat Metodoligis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang metodologi
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan perilaku pekerja dalam
penggunaan APD.
1.5.3. Manfaat Aplikatif
1. Bagi industri, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan evaluasi mengenai faktor perilaku pekerja dalam penggunaan APD,
serta dapat melakukan upaya pencegahan terhadap risiko dan bahaya
kecelakaan di tempat kerja.
2. Bagi fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dalam pengembangan kurikulum program studi Kesehatan Masyarakat
khususnya pada konsentrasi K3.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan
perbandingan ataupun data dalam penelitian faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal.



10



1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujan untuk mengetahui hubungan antara faktor
yang mempengaruhi perilaku dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada pekerjaan pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
Penelitian ini perlu dilakukan karena masih kurangnya penggunaan APD
sebagai salah satu bentuk pengendalian dari bahaya yang terjadi ditempat
kerja sehingga para pekerja masih mengalami Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja. Penelitian ini menggunakan disain penelitian
kuantitatif dengan metode studi cross sectional. Penelitian akan
dilaksanakan oleh peneliti itu sendiri. Jumlah sampel yang diambil sebanyak
46 orang dari 12 bengkel las yang ada di Kelurahan Gondrong dengan
menggunakan teknik Accidental Sampling. Penelitian dilaksanakan pada
bulam Mei-Juni 2013. Penelitian ini menggunakan data primer yang
diperoleh dengan cara pengisian kuesioer dan lembar obsevasi, sedangkan
data sekunder yaitu jumlah tempat pengelasan informal. Observasi
dilakukan untuk melihat bagaimana penggunaan APD para pekerja pada
pekerjaan pengelasan di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
data pekerja, pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi,
pengawasan, dan fasilitas mengenai APD.






107

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelasan
2.1.1. Pengertian Pengelasan
Banyak institusi maupun para ahli yang mendefinisikan tentang
pengelasan. Namun secara umum pengelasan (welding) adalah salah satu
teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk
dan ligam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinyu.
Menurut Deutsche Industrie Normen (DIN) (2008) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair, dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las
adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan
menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia
yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan.
Menurut Wiryosumarto (2000), las adalah suatu cara untuk
menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan.
Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi yakni:
a. Bahwa benda cair tersebut dapat cair/lebur oleh panas.
b. Bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat
kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau menggagalkan
sambungan tersebut.
12



c. Bahwa cara-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan
tujuan penyambungan.

2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan
Sampai pada waktu sakarang ini banyak sekali pengklasifikasian
yang digunakan dalam bidang las. Ini disebabkan perlu adanya kesepakatan
dalah hal pengklasifikasian tersebut. Secara konvensional pengklasifikasian
berdasarkan kerja dan energi yang digunakan. Klasifikasi berdasarkan kerja
dibagi menjadi 3 yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan dibagi menjadi 3
yaitu pengelasan listrik, pengelasan kimia, dan pengelasan mekanik.
Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi
dua antara lain (Prabowo, 2007):
1. Las Oksi Asetilen
Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan
pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai
mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas
O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh
oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang sangat sangat tinggi
sehingga dapat mencairkan logam. Gas asetilen merupakan salah satu
jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan
tekanan. Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen
antara lain:
13



a. Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat
jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini
akan terjadi pada suhu 300C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh
sebab itu, gas asetilen tidak boleh disimpan atau digunakan pada
suhu diatas 300C.
b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses
pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600C jika berada
pada tekanan 1 atm atau 530C jika tekanan 3 atm. Jika terjadi
disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat
membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan.
2. Las listrik
Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan
jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-
permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang
dialiri listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan
yang cukup. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu
dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik.
Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang
sentuhan akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan
permukaan yang akan disambung.
Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada
nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan
antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang
digunakan sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin
14



besar tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga api listrik. Selain
penggunaan arus dan tegangan yang bisa membahayakan operator,
nyala busur listrik juga memancarkan sinar ultra violet dan sinar infra
merah yang berinteraksi sangat tinggi. Pancaran atau radiasi dari sinar
tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia (Prabowo,
2007).

2.1.3. Bahaya Pengelasan
Dalam melakukan pengelasan terdapat beberapa bahaya yang
berpotensi terjadinya antara lain (Yasari, 2008):
A. Bahaya Cahaya/Sinar
Cahaya dari busur las dapat digolongkan pada sifatnya yaitu cahaya
yang dapat dilihat, ultra violet dan infra merah. Cahaya tersebut tergolong
dalam radiasi bukan pengion (non-ionizing). Bahaya cahaya (radiasi cahaya)
ini dapat menimbulkan luka bakar, kerusakan mata dan kerusakan kulit.
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap,
tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh
lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan
terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6
sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24
jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.

15



b. Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa
dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan
segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi
sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
c. Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar
ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa.
Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas,
yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya
penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan.
B. Bahaya Asap dan Gas Las
Asap las (fume) yang ada selama pengelasan terutama terdiri dari
oksida logam. Asap ini terbentuk ketika uap logam terkondensasi dan
teroksidasi. Komposisi asap ini tergantung pada jenis logam induk, logam
pengisi, flux dalam permukaan atau kontaminasi pada permukaan logam.
Gas-gas berbahaya dapat menyebabkan kerusakan pada system pernafasan
juga bagian tubuh tertentu. Adapun gas-gas berbahaya yang terjadi pada
waktu pengelasan adalah gas CO, CO
2
, NO, NO
2
dan ozon.
a. Gas Karbon Monoksida
Gas ini mempunyai afinitas tinggi terhadap hemoglobin (Hb) yang akan
menurunkan daya penyerapan terhadap oksigen.
b. Gas Karbon Dioksida
16



Gas ini sebenarnya tidak berbahaya terhadap tubuh tetapi bila
konsentrasinya terlalu tinggi dapat membahayakan apabila operator
yang berada diruangan tertutup.
c. Gas Nitrogen Monoksida
Ikatan NO dan hemoglobin lebih kuat dari pada CO dan Hb, bahkan
mengikat oksigen yang dibawa hemoglobin. Hal ini dapat membahayak
sistem syaraf.
d. Gas Nitrogen Dioksida
Gas ini memberikan rangsangan yang kuat terhadap mata dan lapisan
pernafasan sehingga dapat menyebabkan sakit dan iritasi mata serta
mengalami gangguan pada pernafasan.
C. Bahaya Percikan Api
Selama dalam proses pengelasan menghasilkan percikan dan terak las.
Percikan dan terak las apabila mengenai kulit dapat menyebabkan luka
bakar. Oleh karena itu, juru las harus dilindungi terhindar dari hal ini
terutama apabila harus melakukan pengelasan tegak dan pengelasan diatas
kepala.
D. Bahaya Kebakaran
Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api
pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin,
gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran
juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena
hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran
listrik karena isolasi yang rusak.
17



E. Bahaya Ledakan
Dalam mengelas tangki bahan bakar, tangki harus bersih dari minyak,
gas yang mudah terbakar dan cat yang mudah terbakar sebelum melakukan
pengelasan. Apabila dalam hal ini pembersihannya kurang sempurna maka
akan terjadi ledakan yang cukup membahayakan. Untuk mencegah hal
tersebut, sebelum pengelasan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi ledakan.
F. Bahaya Jatuh
Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi
akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat
menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha
pencegahannya harus diperhatikan.
G. Bahaya Listrik
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya
arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya
dengan besar arus adalah sebagai berikut:
a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak
membahayakan.
b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan
menimbulkan rasa sakit.
c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga
orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain.
18



e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.

2.2. Perilaku Tidak Aman
2.2.1. Pengertian Perilaku Tidak Aman
Menurut Illyas (2000) dalam Pratiwi (2009) perilaku tidak aman
adalah perilaku yang dilakukan oleh pekerja yang menyimpang dari prinsip-
prinsip keselamatan atau tidak sesuai dengan prosedur kerja yang berisiko
untuk timbulnya masalah.
Menurut Kletz (2001) dalam Pratiwi (2009) menyatakan bahwa pada
dasarnya tindakan/perilaku tidak aman merupakan kesalahan manusia dalam
mengambil sikap/tindakan. Klasifikasi kesalahan manusia antara lain :
a. Kesalahan karena lupa
Kesalahan terjadi biasanya pada seseorang yang sebetulnya tahu,
mampu dan berniat, mengerjakan secara benar dan aman dan telah biasa
dilakukan, namun melakukan kesalahan karena lupa. Contoh : menekan
tombol yang salah, lupa membuka atau menutup keran.
b. Kesalahan karena tidak tahu
Kesalahan terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara
mengerjakan/mengoperasikan peralatan secara benar dan aman atau
terjadi kesalahan perhitungan. Hal tersebut terjadi disebabkan karena
kurang pelatihan, kurang/ salah instruksi, perubahan informasi.
c. Kesalahan karena tidak mampu
19



Kesalahan terjadi karena tidak mampu melakukan tugasnya. Contoh:
pekerjaan terlalu sulit, beban fisik maupun mental pekerjaan terlalu
berat, tugas/ informasi terlalu banyak.
d. Kesalahan karena kurang motivasi
Kesalahan karena kurang motivasi ini bisa terjadi karena hal-hal :
Dorongan pribadi (desire) : ingin cepat selesai, melalui jalan pintas,
ingin nyaman, malas memakai APD, menarik perhatian dengan
mengambil resiko berlebihan.
2.2.2. Klasifkasi perilaku tidak aman
Menurut Bird dan Germin (1990), factor penyebab dasar (basic
cause) terutama adalah factor manusia yang menyebabkan tindakan tidak
aman sehingga menimbulkan kejadian hampir celaka (near miss) dan
kecelakaan yaitu kemampuan fisik dan mental yang tidak sesuai, kurangnya
pengetahuan, kurangnya keterampilan, stress fisik dan mental, motivasi
yang tidak memadai. (Maanaiya, 2005).
Menurut Bird (1990) dalam Maanaiya (2005) tindakan tidak aman
meliputi sebagai berikut :
1. Pengoperasian peralatan pada kecepatan yang tidak pantas.
2. Mengoperasikan peralatan pada otoritas yang tidak pantas.
3. Penggunaan peralatan yang tidak sesuai.
4. Penggunaan peralatan yang cacat.
5. Tindakan yang menyebabkan alat keselamatan tidak dapat dioperasikan.
6. Kegagalan memberi isyarat atau untuk menjalani/mengamankan
peralatan.
20



7. Kegagalan menggunakan APD.
8. Penempatan peralatan/persediaan yang tidak sesuai.
9. Pengambilan posisi kerja yang tidak sesuai.
10. Memperbaiki/ merawat peralatan yang sedang bergerak.
11. Bercanda dalam bekerja.
12. Bekerja di bawah pengaruh alkohol.
13. Penggunaan obat-obat terlarang.
14. Merokok pada lokasi yang dilarang misalnya pada lokasi tempat
bekerja.

2.3. Teori-teori Mengenai Perilaku
2.3.1. Lawrence Green Theory
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005), faktor
perilaku ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, pengetahuan, motivasi, kepercayaan, nilai dan tradisi.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors), adalah faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku antara lain sarana dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya kesehatan.
c. Faktor Penguat (reinforcement factors), faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku antara lain peraturan, undang-undang,
pengawasan.

21



2.3.2. Social Cognitive Theory
Social Cognitive Theory merupakan teori perilaku kesehatan yang
dikembangkan oleh Albert Bandura tahun 1963. Menurut Bandura (1977)
dalam Syaaf (2008), teori social kognitif terdapat 3 (tiga) faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu individu, sosial, dan lingkungan,
dimana satu sama lain saling berhubungan dan menentukan (triadic
reciprocity).






Gambar 2.1
Gambar Social Cognitive Theory
Bandura menguraikan bahwa individu atau pribadi mempunyai
kemampuan dasar manusiawi yang sifatnya kognitif. Setiap individu
memiliki karakteristik tertentu antara lain emosi, bertindak, keyakinan,
harapan, pengaturan diri, kemampuan belajar, dan lain-lain. Sedangkan
faktor lingkungan juga memiliki karakteristik tersendiri misalnya
karakteristik fisik, sosial, budaya, politik.



Behavior

Complying,
Coaching,
Recognizing,
Communication
Person

Knowledge, skill,
Abilities,
Motivate,
Intelegence
Environment

Equipment, Tools,
SOP, House
Keeping
22



2.3.3. Theory Ramsey
Ramsey dalam Vitriyansyah P. (2012) mengemukakan bahwa perilaku
pekerja yang aman atau terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan
kecelakaan, dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu:
a. Pengamatan (perception)
b. Kognitif (cognition)
c. Pengambilan Keputusan (decision making)
d. Kemampuan (ability)
Ramsey mengemukakan sebuah model yang mengkaji faktor-faktor
pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Pada tahapan pertama,
seseorang akan mengamati suatu bahaya yang akan mengancam. Bila ia
tidak mengamati atau salah mengamati adanya bahaya maka ia tidak akan
menampilkan perilaku kerja yang aman. Sedang bilamana bahaya kerja
teramati sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan atau
pemahaman bahwa hal yang diamati tersebut membahayakan maka perilaku
yang aman juga tidak terampil.
Pada tahapan ketiga, perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil
bilamana seseorang tidak memiliki keputusan untuk menghindari walaupun
yang bersangkutan telah melihat dan mengetahui bahwa yang dihadapi
tersebut merupakan sesuatu yang membahayakan. Dan pada tahapan
keempat, perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil bilamana
seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menghindar dari bahaya.
Tahap pertama, pengamatan seseorang terhadap bahaya dipengaruhi
oleh:
23



1. Kecakapan sensoris (sensory skill)
2. Preseptual (preseptual skill)
3. Kesiagaan mental (state of alertness)
Tahap kedua, pengenalan seseorang terhadap faktor bahaya yang
diamati atau teramati akan tergantung:
1. Pengalaman (experience)
2. Pelatihan (training)
3. Kemampuan mental (mental ability)
4. Daya ingat (memory ability)
Tahap ketiga, keputusan seseorang untuk menghindari kecelakaan
akan dipengaruhi oleh:
1. Pengalaman (experience)
2. Pelatihan (training)
3. Sikap (attitude)
4. Motivasi (motivation)
5. Kepribadian (personality)
6. Kecenderungan menghadapi resiko (risk taking tendency)
Tahap ke empat, kemampuan seseorang untuk menghindari
kecelakaan dipengaruhi oleh:
1. Ciri dan kemampuan diri (physical characteristic and ability)
2. Kemampuan motorik (psychomotor skill)
3. Proses fisiologis (psysiological procces)
Dari keempat tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa keseluruhan
faktor, sebagian besar merupakan faktor individu yang masih dapat
24



ditingkatkan melalui berbagai strategi pendidikan dan pelatihan yang
sesuai.namun perlu disadari pula bahwa perilaku kerja aman masih
memungkinkan terjadinya suatu kecelakaan kerja.
2.3.4. Model ABC dan Perilaku
Menurut model ABC , perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian
peristiwa anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilaku dan secara
kausal terhubung dengan perilaku itu sendiri) dan diikuti oleh konsekuensi
(hasil nyata dari perilaku bagi individu) yang dapat meningkatkan atau
menurunkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang kembali. Analisis
ABC membantu dalam mengidentifikasi cara-cara untuk mengubah perilaku
dengan memastikan keberadaan anteseden yang tepat dan konsekuensi yang
mengandung perilaku yang diharapakan Anteseden yang juga disebut
sebagai aktivator dapat memunculkan suatu perilaku untuk mendapatkan
konsekuensi yang diharapkan (reward) atau menghindari konsekuensi yang
tidak diharapkan ( penalty).
Dengan demikian, anteseden mengarahkan suatu perilaku dan
konsekuensi menentukan apakah perilaku tersebut akan muncul kembali.
Konsekuensi dapat menguatkan atau melemahkan perilaku sehingga dapat
meningkatkan atau mengurangi frekuensi kemunculan perilaku tersebut.
Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan atau menurunkan
kemungkinan perilaku akan muncul kembali dalam kondisi yang serupa.
Anteseden adalah penting namun tidak cukup berpengaruh untuk
menghasilkan perilaku. Konsekuensi menjelaskan mengapa orang
25



mengadopsi perilaku tertentu (Fleming dan. Lardner, 2002 dalam Syaaf
2008).
Model ABC dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat
dan selamat. Hubungan antara anteseden, perilaku, dan konsekuensi dapat
dilihat pada gambar. Panah dua arah diantara perilaku dan konsekuensi
menegaskan bahwa konsekuensi mempengaruhi kemungkinan perilaku
tersebut akan muncul kembali.


Gambar 2.2 Model ABC dan Perilaku
a. Anteseden
Anteseden adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap
atau pemicu perilaku. Anteseden yang secara reliable mengisyaratkan
waktu untuk menjalankan sebuah perilaku dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya suatu perilaku pada saat dan tempat yang
tepat. Anteseden dapat bersifat alamiah (dipicu oleh peristiwa-peritiwa
lingkungan) dan terencana (dipicu oleh pesan/peringatan yang dibuat
oleh komunikator).
Meskipun anteseden diperlukan untuk memicu perilaku, namun
kehadirannya tidak menjamin kemunculan suatu perilaku. Sebagai
contoh, adanya peraturan dan prosedur keselamatan belum tentu
memunculkan perilaku aman. Bagaimanapun anteseden yang memiliki
efek jangka panjang seperti pengetahuan sangat penting untuk
menciptakan perilaku aman. Anteseden adalah penting untuk
Anteseden Behavior Concequence
26



memunculkan perilaku, tetapi pengaruhnya tidak cukup untuk membuat
perilaku tersebut bertahan selamanya.
b. Konsekuensi
Konsekuensi adalah peristiwa lingkungan yang mengikuti sebuah
perilaku, yang juga menguatkan, melemahkan atau menghentikan suatu
perilaku. Secara umum, orang cenderung mengulangi perilaku-perilaku
yang membawa hasil-hasil positif dan menghindari perilaku-perilaku
yang memberikan hasil-hasil negatif.
Konsekuensi didefinisikan sebagai hasil nyata dari perilaku
individu yang mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan
muncul kembali. Dengan demikian, frekuensi suatu perilaku dapat
meningkat atau menurun dengan menetapkan konsekuensi yang
mengikuti perilaku tersebut. (Fleming dan Lardner, 2002 dalam Syaaf,
2008).
Konsekuensi dapa berupa pembuktian diri, penerimaan atau
penolakan dari rekan kerja, sanksi, umpan balik, cedera atau cacat,
penghargaan, kenyamanan atau ketidaknyamanan, rasa terimakasih,
penghematan waktu.
Ada tiga macam konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, yaitu
penguatan positif, peguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif
dan penguatan negatif memperbesar kemungkinan suatu perilaku untuk
muncul kembali sedangkan hukuman memperkecil kemungkinan suatu
perilaku untuk muncul kembali (Fleming dan Lardner, 2002 dalam
Syaaf, 2008)
27



Penguatan positif dapat berupa mendapatkan sesuatu yang
diinginkan seperti umpan balik positif terhadap pencapaian, dikenal
oleh atasan, pujian dari rekan kerja, dan penghargaan. Penguatan
negative dapat berupa terhindar dari sesuatu yang tidak diingiinkan
seperti terhindar dari pengucilan oleh rekan kerja, terhindar dari rasa
sakit, terhindar dari kehilangan insentif, dan terhindar dari denda.
Hukuman dapat berupa mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan
atau kehilangan sesuatu yang dimiliki atau diinginkan seperti
kehilangan keuntungan, aksipendisiplinan, rasa sakit/cedera, perasaaan
bersalah (Fleming dan Lardner, 2002 dalam Syaaf, 2008).

2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kerja
Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan perilaku kerja yang dapat mempengaruhi pekerja
dalam melakukan suatu pekerjaan, antara lain:
2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior).
Notoatmodjo (2003) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa
28



sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di
sini sikap subjek sudah mulai terbentuk.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui
bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang baik tanpa
penggunaan APD lebih sedikit yaitu (83,8%) daripada responden yang
memiliki pengetahuan baik yang menggunakan APD (91,8%). Hasil
uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan APD dengan pengetahuan P = 0,000 (Pvalue <0,05).
2.4.2. Pelatihan
Salah satu cara yang baik untuk mempromosikan keselamatan di
tempat kerja adalah dengan memberikan pelatihan bagi pekerja.
Pelatihan keselamatan awal harus menjadi bagian proses orientasi
29



pekerja baru. Pelatihan selanjutnya diarahkan pada pembentukan
pengetahuan yang baru, spesifik dan lebih dalam serta memperbaharui
pengetahuan yang sudah ada.
Pelatihan memberikan manfaat ganda dalam promosi
keselamatan. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman
kerja terhadap hazard dan risiko. Dengan adanya peningkatan
kesadaran terhadap risiko, pekerja dapat menghindari kondisi tertentu
dengan mengenali pajanan dan memodifikasinya dengan mengubah
prosedur kerja menjadi lebih aman.
Latihan keselamatan adalah penting mengingat kebanyakan
kecelakaan terjadi pada pekerja baru yang belum terbiasa bekerja
dengan selamat. Pentingnya segi keselamatan harus ditekankan
kepada tenaga kerja oleh pelatih, pimpinan kelompok atau instruktur
(Sumamur 2009).
Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui
bahwa responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan tanpa
memakai APD lebih sedikit (34,0%) daripada responden yang pernah
mengikuti pelatihan memakai APD (66,7%). Hasil uji Chi Square
menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan
APD dengan pelatihan P = 0,938 (Pvalue >0,05).
2.4.3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
30



tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yakni:
1. Menerima (Receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan
itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
terhadap suatu masalah
4. Bertangguang jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
merupakan tingkat sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaiamana pendapat
atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak
setuju, sangat tidak setuju).
Berdasarkan penelitian Linggasari (2008), diketahui bahwa
responden yang memiliki sikap kurang baik dalam penggunaan APD
31



sebanyak 60 responden (69,8%), sedangkan responden yang memiliki
sikap baik dalam penggunaan APD sebanyak 12 responden (55,0%).
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,06 (P value <0,05) dengan
(95%CI) maka tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku
penggunaan APD.
2.4.4. Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri
individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu
akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam
menghadapi situasi (situation) kerja di perusahaan. Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan
yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi
perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positip terhadap
situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk
mencapai kinerja maksimal. Dalam penggunaan APD, motivasi
dibutuhkan untuk memberitahukan betapa pentingnya melindungi diri
dari bahaya yang ada di tempat kerja.
32



Berdasarkan penelitian Asriyani (2011), diketahui bahwa
responden yang memiliki motivasi kurang baik tanpa penggunaan
APD sebanyak 35 responden (55,5%), sedangkan responden yang
memiliki motivasi baik dalam penggunaan APD sebanyak 12
responden (19,1%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 (P
value <0,05) maka ada hubungan antara motivasi dengan perilaku
penggunaan APD.
2.4.5. Komunikasi
Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses
pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambing atai
symbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang
lain. Agar terjadi komunikasi yang efektif perlu keterlibatan beberapa
unsur komunikasi, yaitu komunikator, komunikan pesan, saluran atau
media.
Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat
menggunakan berbagai meda baik lisan maupun tertulis. Pesan harus
mudah diingat oleh penerima. Daya ingat rata-rata melalui berbgai
media adalah sebagai berikut: 10% apa yang dibaca, 20% apa yang
didengar, 30% apa yang dilihat, 50% apa yang didengar dan dilihat,
70% apa yang dikatakan, 90% apa yang dikatakan dan dikerjakan.
Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan
dalam pelaksanaan pekerjaan, Komunikasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga
pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat.
33



Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), diketahui bahwa
responden yang memiliki komunikasi baik dalam penggunaan APD
(85,7%), sedangkan responden yang memiliki komunikasi kurang baik
tanpa penggunaan APD (18,2%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai
p = 0,072 (P value >0,05) maka tidak ada hubungan komunikasi
dengan perilaku penggunaan APD.
2.4.6. Ketersediaan Fasilitas
Penggunaan APD merupakan penyambung dari berbagai upaya
pencegahan kecelakaan lainnya atau ketika tidak ada metode atau
praktek lain yang mungkin untuk dilakukan (Roughton, 2002). Aneka
alat-alat APD adalah kaca mata (goggles), safety shoes, sarung tangan,
topi pengaman, pelindung telinga, pelindung paru-paru, dan lain-lain.
Desain dan pembuatan APD harus memenuhi standar-standar tertentu
dan sudah diuji terlebih dahulu kemampuan perlindungannya
(Sumamur, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat terbentuk dari tiga
faktor, salah satunya faktor pendukung (enabling) yaitu ketersediaan
fasilitas atau sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini
merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana
suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika
tidak terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya sikap tersebut.
Berdasarkan penelitian Asriyani (2011), diketahui bahwa
responden yang menyatakan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)
tidak lengkap dan memiliki sikap yang kurang baik (69,8%),
34



sedangkan responden yang menyatakan ketersediaan Alat Pelindung
Diri (APD) lengkap dan memiliki sikap yang baik (88,1%). Hasil uji
Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 (P value <0,05) dengan (95%CI)
maka ada hubungan antara ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD)
dengan perilaku penggunaan APD di PT Telekomunikasi, Tbk
Pekanbaru.
2.4.7. Pengawasan
Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa
tulisan yang menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tetapi
tidak mengawasi tindakan aktivitasnya. Pekerja akan cenderung
melupakan kewajibannya dalam beberapa hari atau minggu
(Roughton, 2002 dalam Syaaf, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan
pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja.
Menurut Roughton (2002) dalam Syaaf (2008), beberapa tipe
individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja yaitu :
a. Pengawas (Supervisor)
Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan
terlebih dahulu mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan
juga pengendaliannya.
b. Pekerja
Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam
proses keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai
potensi bahaya dan cara melindungi diri dan rekan kerjanya dari
bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam pengawasan
35



membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan
potensi hazard.

c. Safety Professional
Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk
tentang metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan
untuk bertanggung jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan
dalam program pencegahan dan pengendalian bahaya.

Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui
bahwa responden yang menyatakan tidak ada pengawasan dalam
penggunaan APD lebih sedikit yaitu 72,3% daripada responden yang
menyatakan ada pengawasan (92,4%). Hasil uji Chi Square
menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD
dengan adanya pengawasan P =0,000 (Pvalue<0,05) dengan OR
32,533(10,535-100,468)
2.4.8. Hukuman dan Penghargaan
Menurut Geller (2001) dalam Syaaf (2008) hukuman adalah
konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk
akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan
atau melemahkan perilaku. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk
meghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai
control terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari
insiden.
36



Sedangkan penghargaan menurut Geller (2001) dalam Syaaf
(2008) adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau
kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan
memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagaimana
mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik kepada setiap
orang karena penghargaan membentuk parasaan percaya diri,
penghargaan diri, pengendalian diri, optimistisme, dan rasa memiliki.
Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), diketahui bahwa
responden yang menyatakan tidak ada kebijakan dalam penggunaan
APD lebih sedikit yaitu 86,5% daripada responden yang menyatakan
ada kebijakan (93,2%). Hasil uji Chi Square menunjukan ada
hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan kebijakan
P = 0,000 (P value<0.05).
Menurut Wilde dalam Syaaf (2008) penekanan pada hukuman
dapat memotivasi perilaku seseorang dalam keselamatan, namun bukti
dari efektifitasnya tidak diketahui dengan pasti. Adapun kelemahan
dari hukuman ini adalah :
a. Efek Atribusi. Sebagai contoh, menilai seseorang sebagai
karakteristik yang tidak diharapkan dapat merangsang seseorang
untuk berperilaku seperti mereka benar-benar memiliki
karakteristik itu. Menilai seseorang tidak bertanggung jawab akan
membuat mereka berperilaku seperti itu.
b. Penekanan pada pengendalian proses pembentukan perilaku.
Sebagai contoh menggunakan alat pelindung diri atau mematuhi
37



batas kecepatan kerja daripada menekankan pada hasil akhir yang
ingin dicapai yaitu keselamatan. Pengendalian proses tidak praktis
untuk didesain dan diimplementasikan serta tidak dapat
merangkum seluruh perilaku yang tidak diharapkan dari pekerja
dalam setiap waktu.
c. Hukuman membawa efek samping negatif. Hukuman
menimbulkan disfungsi iklim organisasi yang tidak ditandai oleh
dendam, tidak mau bekerja sama, sikap antagonis, bahkan
sabotase. Hasilnya, perilaku yang tidak diharapkan mungkin akan
muncul.

2.5. Alat Pelindung Diri (APD) Pengelasan
Menurut Sriwirdharto (1987) dalam Vitriyansyah P. (2012), Alat
pelindung diri (APD) yang digunakan dalam proses pengelasan meliputi:
A. APD Pengelasan Utama
1. Helm Pengaman (Safety Helm)
Alat pelindung kepala (safety helmet) digunakan untuk
melindungi pekerja dari bahaya terbentur oleh benda tajam atau benda
keras yang dapat meyebabkan luka gores, terpotong, tertusuk,
kejatuhan benda, atau terpukul oleh benda-benda yang melayang di
udara. Safety helmet juga berfungsi untuk melindungi rambut pekerja
dari bahaya terjepit mesin yang berputar, bahaya panas radiasi, dan
percikan bahan kimia. Di Indonesia belum ada standar/klasifikasi
untuk safety helmet.
38



Di Amerika terdapat 4 jenis safety helmet yaitu:
a. Kelas A : untuk penggunaan umum dan untuk tegangan listrik yang
terbatas.
b. Kelas B : tahan terhadap tegangan listrik tinggi
c. Kelas C : tanpa perlindungan terhadap tegangan listrik, biasanya
terbuat dari logam.
d. Kelas D : yang digunakan untuk pemadam kebakaran.
Adapun fungsi dari Helm pengaman antara lain:
a. Tumbukan langsung benda keras dengan kepala
b. Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan
terbakarnya daerah kepala.
2. Kacamata Las (Googles)
Pelindung mata digunakan untuk menghindati pengaruh radiasi
energy seperti sinar ultra violet, sinar infra merah dan lain-lain yang
dapat merusak mata. Para pekerja yang kemungkinan dapat terkena
bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar las potong dengan
menggunakan gas dan percikan dari sinar las yang memijar harus
menggunakan pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga
menghasilkan radiasi sinar tergantung pada pada temperature tertentu.
3. Pelindung Muka (Face Shield)
Pelindung muka digunakan untuk melindungi seluruh muka
terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan
dan lainnya, yang tidak dapat dilindung hanya dengan pelindung mata
39



saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat berbentuk
helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding).


4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron)
Pakaian kerja yang digunakan waktu pengelasan berfungsi untuk
melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu pengelasan.
Sedangkan bagian dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap
pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk
sinar yang sangat tajam. Pelindung dada dipakai setelah baju las.
Pakaian kerja khusus untuk pekerja dengan sumber-sumber
berbahaya tertentu seperti :
a. Tahan radiasi panas : Pakaian kerja untuk radiasi panas harus
dilapisi bahan yang merefleksikan panas biasanya aluminium dan
berkilap, sedangkan pakaian kerja untuk panas konveksi terbuat
dari katun yang mudah menyerap keringat serta longgar.
b. Tahan radiasi mengion : Pakaian harus dilengkapi dengan timbal
dan biasanya berupa apron.
c. Tahan cairan dan bahan-bahan kimiawi : Pakaian kerja terbuat dari
plastik atau karet.
5. Sarung Tangan (Safety Glove)
Pekerjaan pengelasan selalu berhadapan dengan benda-benda
panas dan arus listrik. Untuk melindung jari-jari tangan dan kulit dari
benda panas dan sengatan listrik dingin, radiasi elektromagnetik, dan
40



radiasi mengion, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan
infeksi, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan
panas dan bersifat isolasi terhadap listrik. Menurut bentuknya alat
pelindung tangan dan jari dapat dibedakan menjadi:
a. Sarung tangan (gloves).
b. Mitten : sarungan tangan dengan ibu jari terpisah sedang jari lain
menjadi satu.
c. Hand pad : melindungi telapak tangan.
d. Sleeve : untuk pergelangan tangan sampai lengan, biasanya
digabung dengan sarung tangan.
Bahan untuk sarung tangan bermacam-macam bahannya, sesuai
dengan fungsinya :
a. Bahan asbes, katun, wool untuk panas dan api.
b. Bahan kulit untuk panas, listrik, luka dan lecet.
c. Bahan karet alam atau sintetik untuk kelembaban air dan bahan
kimia.
d. Bahan PVC (Poli Vinil Chloride) untuk zat kimia, asam kuat dan
oksidator.
6. Sepatu Kerja (Safety Shoes)
Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dan kulit
dari benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan
cairan logam serta goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat dari
sepatu kerja yaitu kuat dan tahan api, tinggi dengan ujung sepatu dari
baja dan bahan dari kulit.
41



Safety shoes yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis
risikonya seperti :
a. Untuk melindungi jari-jari kaki terhadap benturan dan tertimpa
benda-benda keras, safety shoes dilengkapi dengan penutup jari
dari baja atau campuran baja dengan karbon.
b. Untuk mencegah tergelincir dipakai sol anti slip luar dari karet
alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaan kasar).
c. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi
dengan logam.
d. Terhadap bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau
direkat, tidak boleh menggunakan paku.
Untuk pekerja yang bekerja dengan mesin-mesin berputar tidak
diperkenankan menggunakan sepatu yang menggunakan tali.

B. APD Pengelasan Tambahan
1. Kacamata Bening (Safety Spectacles)
Kacamata ini mempunyai lensa yang terbuat dari gelas atau
plastik yang tahan terhadap benturan, dengan atau tanpa pelindung
samping. Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak,
karena terak sangat rapuh dan keras pada waktu dingin.
2. Pelindung Telinga (Hearing Protection)
Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari
kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja,
persiapan pengelasan dan lain sebagainya yang dapat merusak telinga.
42





3. Alat Pelindung Hidung (Respirator)
Alat pelindung hidung (Masker dan respirator) digunakan untuk
melindungi saluran pernapasan dari pernapasan secara inhalasi
terhadap sumber-sumber bahaya di udara pada tempat kerja seperti
kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan
uap logam), pencemaran oleh gas atau uap sehingga tidak terjadi
penyakit akibat kerja (PAK).
Berdasarkan jenisnya masker dibagi menjadi 2 yaitu masker
debu dan masker karbon:
a. Masker debu : Melindungi dari debu phylon, buffing, grinding,
serutan kayu dan debu lain yang tidak terlalu beracun. Masker
debu tidak dapat melindungi dari uap kimia, asap cerobong dan
asap dari pengelasan.
b. Masker karbon : Melindungi dari bahan kimia yang daya toxicnya
rendah yang memiliki absorben dari karbon aktif.
Respirator berdasarkan jenisnya dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Respirator untuk memurnikan udara : Respirator yang bersifat
memurnikan udara dibagi menjadi 3 jenis, yaitu respirator yang
mengandung bahan kimia, respirator dengan filter mekanik,
respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia.
43



b. Respirator untuk supply udara : Supply udaranya berasal dari
saluran udara bersih atau kompresor, alat pernapasan yang
mengandung udara (self contained breathing apparatus).

2.6. Kerangka Teori
Berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) dibagi atas faktor lingkungan dan individu. Menurut
Lawrence Green dalam Arianto (2010) faktor yang berhubungan dengan
pemakaian APD adalah faktor individu berupa pengetahuan, pelatihan dan
faktor lingkungan berupa pengawasan dan kebijakan. Sedangkan menurut
teori Social Cognitive dalam Purwanto (2009), faktor yang berhubungan
dengan perilaku pemakaian APD adalah faktor individu berupa
pengetahuan, kemampuan, motivasi, intelegensia, komunuikasi, pelatihan,
pengambilan keputusan dan faktor lingkungan berupa perlengkapan,
peralatan, SOP, House Keeping. Menurut Syaaf (2008), faktor yang
berhubungan dengan pemakaian APD adalah faktor individu berupa
pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi dan faktor lingkungan
berupa ketersediaan fasilitas, pengawasan, hukuman dan penghargaan.






44



Kerangka Teori Menurut Lawrence Green














Gambar 2.3
Bagan Kerangka Teori
Sumber:
Lawrence Green dalam Arianto (2010), teori Social Cognitive dalam Purwanto
(2009), Syaaf (2008).






Faktor Predisposing
- Pengetahuan
- Pelatihan
- Kemampuan
- Motivasi
- Intelegensia
- Komunuikasi
- Pengambilan
keputusan
- Sikap
-

Faktor Enabling
- Perlengkapan
- Peralatan
- House Keeping.
Perilaku
Penggunaan Alat
Pelindung Diri
(APD)
Faktor Reinforcing
- Pengawasan
- Kebijakan
- SOP
- Hukuman dan
Penghargaan
107

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada umunya perilaku timbul karena suatu alasan tertentu dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor penentu (internal dan eksernal) dan proses
terbentuknya perilaku tersebut dapat terjadi karena faktor belajar dan naluri.
Kerangka konsep ini berdasarkan pada kerangka teori yang telah
diungkapkan oleh beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
antara lain;
1. Faktor Predisposing: Pengetahuan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009;
Syaaf, 2008), Pelatihan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009; Syaaf, 2008),
Kemampuan (Purwanto, 2009), Motivasi (Purwanto, 2009; Syaaf, 2008),
Intelegensia (Purwanto, 2009), Komunuikasi (Purwanto, 2009; Syaaf,
2008), Pengambilan keputusan (Purwanto, 2009) dan Sikap (Purwanto,
2009; Syaaf, 2008).
2. Faktor Enabling berupa Perlengkapan, Peralatan, House Keeping
(Purwanto, 2009)
3. Faktor Reinforcing berupa Pengawasan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009;
Syaaf, 2008), Kebijakan (Arianto, 2010), SOP (Purwanto, 2009) ,
Hukuman dan penghargaan (Syaaf, 2008).


46



3.2. Variabel yang tidak Diteliti
Dalam penelitian ini, Kemampuan, Intelegensia, Pengambilan
keputusan, Kebijakan, SOP, House Keeping tidak diteliti.
a. Kemampuan
Variabel ini tidak diteliti karena kemampuan seseorang yang baik tidak
dapat diukur dengan standar atau ketentuan tertentu. Kemampuan tidak
dapat dijabarkan dengan pengalaman, lama bekerja, usia dan jenis
pekerjaan tertentu yang sesuai keahlian masing-masing pekerja.
b. I ntelegensia
Variabel ini tidak diteliti karena Intelegensia seseorang yang baik tidak
dapat menentukan apakah pekerja dapat bekerja dengan baik dan
selamat.
c. Pengambilan Keputusan
Variabel ini tidak diteliti karena pengambilan keputusan dilakukan oleh
pemilik usaha atau industri, sedangkan penelitian ini ditujukan untuk
pekerja yang memakai/tidak memakai APD.
d. SOP
Variabel ini tidak diteliti karena SOP yang sesuai dengan standar
pengelasan pada sektor informal tidak ditemukan dan tidak diketahui
oleh pemilik usaha atau industri.
e. House Keeping
Variabel ini tidak diteliti karena House Keeping merupakan bagian dari
SOP sehingga jika SOP tidak ditemukan dan diketahui sehingga House
47



Keeping yang sesuai dengan standar dan ketentuan tertentu pada
pengelasan informal tidak diketahui.

Penelitian ini memiliki kerangka konsep yang terdiri dari beberapa
faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu pekerja dan lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut maka gambar dibawah ini adalah kerangka konsep
pada penelitian ini.











Gambar 3.1
Bagan Kerangka Konsep

Sumber:
Lawrence Green dalam Arianto (2010), teori Social Cognitive dalam Purwanto
(2009), Syaaf (2008).
Faktor Predisposing
Pengetahuan
Pelatihan
Sikap
Motivasi
Komunikasi
Faktor Enabling
Ketersediaan
APD
Perilaku
Penggunaan
APD
Faktor Reinforcing
Pengawasan
Hukuman
Penghargaan
48



3.3. Definisi Operasional
VARIABEL INDEPENDENT
No. Variabel
Independent
Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran
1 Pengetahuan Semua informasi yang akan mempengaruhi
pekerja mengenai potensi bahaya yang ada di
tempat kerja sehingga mengetahui manfaat
dalam penggunaan APD pada waktu bekerja.
Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor pengetahuan
12 dari 17 (skor total).
1. Kurang, jika skor pengetahuan
<12 dari 17 (skor total).
2 Pelatihan Kegiatan yang pernah dilakukan untuk
menambah keterampilan dan pengetahuan
para pekerja tentang APD yang
diselenggarakan oleh pemilik usaha maupun
pemerintah.
Kuesioner Ordinal 0. Pernah
1. Tidak Pernah
3 Sikap Pendapat atau pernyataan mengenai
pandangan pekerja terhadap penggunaan
APD di tempat kerja.
Kuesioner Ordinal 0. Setuju, jika skor sikap 17
dari 25 (skor total).
1. Tidak Setuju, jika skor sikap
<17 dari 25 (skor total).
4 Motivasi Hal yang membuat pekerja memakai atau
tidak memakai APD dengan atau tanpa
paksaan di tempat kerja.

Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor motivasi 5
dari 7 (skor total).
1. Kurang baik, jika skor
motivasi <5 dari 7 (skor total).
49



VARIABEL INDEPENDENT
No. Variabel
Independent
Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran
5 Komunikasi
Antar
Individu
Proses interaksi antar individu yang
mempengaruhi perilaku sehingga menjadikan
sebuah perilaku penggunaan APD.
Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor komunikasi 4
dari 5 (skor total).
1. Kurang baik, jika skor
komunikasi < 4 dari 5 (skor
total).
6 Ketersediaan
APD
Ketersediaan APD yang dibutuhkan oleh
pekerja yang bekerja di tempat yang
berpotensi bahaya.
Lembar
Observasi dan
Kuesioner
Ordinal 0. Lengkap. Jika tersedia APD
4 dari APD Pengelasan
Utama (Kacamata Las, Sarung
Tangan, Pelindung Muka,
Pakaian Kerja).
1. Kurang lengkap, jika tersedia
APD <4 dari APD Pengelasan
Utama (Kacamata Las, Sarung
Tangan, Pelindung Muka,
Pakaian Kerja).
7 Pengawasan Kegiatan yang dilakukan untuk memantau
pekerjaan dalam menggunakan APD saat
bekerja.

Kuesioner Ordinal 0. Ada
1. Tidak
50



VARIABEL INDEPENDENT
No. Variabel
Independent
Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran
8 Hukuman Suatu tindakan yang diambil perusahaan/unit
usaha kepada pekerja jika terbukti
melaksanakan pekerjaan dengan tidak baik
dan tidak aman.

Kuesioner Ordinal 0. Ada
1. Tidak Ada.
9 Penghargaan Suatu tindakan yang diambil perusahaan/unit
usaha kepada pekerja jika terbukti
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan
aman.
Kuesioner Ordinal 0. Ada
1. Tidak Ada
VARIABEL DEPENDENT
No. Variabel
Dependent
Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran
1 Perilaku
Penggunaan
APD
Perilaku dimana pekerja melakukan atau
tidak melakukan tindakan berupa penggunaan
APD yang tersedia di tempat kerja saat
bekerja.
Lembar
Obsevasi
Ordinal 0. Menggunakan APD
1. Tidak Menggunakan APD

Tabel 3.1
Tabel Definisi Operasional
51



3.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor Predisposing (pengetahuan, pelatihan,
sikap, motivasi dan komunikasi) dengan perilaku penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan
Gondrong.
2. Ada hubungan antara faktor Enabling (ketersediaan APD) dengan
perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong.
3. Ada hubungan antara faktor Reinforcing (pengawasan, hukuman dan
penghargaan) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.














107

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Disain Penelitian
Disain penelitian ini adalah bersifat dengan pendekatan kuantitatif
menggunakan disain penelitian cross sectional. Pengambilan data dari
variabel dependen dan independen dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Pemilihan disain penelitian cross sectional oleh peneliti karena lebih mudah
dilakukan, waktu yang digunakan efisien dan sesuai dengan penelitian ini
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja dalam penggunaan
APD pada indsutri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013. Penelitian ini digunakan untuk
menganalisis perilaku seperti apa yang mempengaruhi penggunaan APD
pada pekerja industri pengelasan informal.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui korelasi antara faktor-
faktor-faktor perilaku dengan perilaku penggunaan APD dengan cara
mengisi kuesioner, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
waktu serta mengkaji keadaan subjek pada waktu penulisan berlangsung
atau informasi yang dikumpulkan hanya pada waktu tertentu.
Pemilihan disain ini didasarkan pada beberapa pertimbangan,
diantaranya penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui hubungan
antara faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam
penggunaan APD.

53



4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pekerjaan pengelasan industri informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Waktu
penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013.

4.3. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada
pengelasan sektor informal di Kelurahan Gondrong. Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang. Jumlah populasi pada industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong sebanyak 56 orang dari 15 bengkel las yang ada.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi
dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah para
pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang. Pemilihan responden ini dilakukan setelah observasi terlebih
dahulu sehingga dapat diketahui jumlah populasi sehingga diketahui jumlah
responden yang dilakukan penelitian ini.
4.3.3. Sampling Penelitian
Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling.
Metode ini dipilih karena pekerja yang dijadikan objek penelitian
merupakan pekerja yang sedang ada ditempat kerja dan bersedia menjadi
responden. Hal ini dikarenakan ada sebagian dari bengkel las yang jam buka
54



tidak menentu bahkan tidak buka selama penelitian ini. Berdasarkan
kesesuaian dengan jumlah populasi dan responden yang bersedia mengikuti
penelitian ini pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong
sebanyak 46 orang dari 12 bengkel las yang ada.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95%
dengan memakai derajat kemaknaan () 5% dan kekuatan uji 90%.
Perhitungan sampel akan dilakukan berdasarkan variabel yang akan diteliti
yang telah diteliti oleh penelitian sebelumnya. Apapun perhitungan sampel
akan digunakan rumus uji hipotesis 2 proporsi:


Keterangan
n : Jumlah Sampel
P : Rata-rata populasi {(P1+P2)/2)
P1 : Populasi yang menggunakan Alat Pelindung Diri P1
P2 : Populasi yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri P2
Z1-/2 : Derajat kemaknaan pada 5% =1,96
Z2- : Kekuatan uji 1- yaitu 90% = 1,28











55



Tabel 4.1
Perhitungan sampel per variabel


Variabel Diketahui Sampel Total
Pengetahuan P1 = 91,8 % = 0,918
P2 = 82,3 % = 0,823
P =
240 x 2 = 480
Pelatihan P1 = 66,7% = 0,667
P2 = 34 % = 0,34
P =
21 x 2 = 42
Sikap P1 = 19,1 % = 0,191
P2 = 55,5 % = 0,555
P =
17 x 2 = 34
Motivasi P1 = 42,8 % = 0,428
P2 = 67,8 % = 0,678
P =
36 x 2 = 72
Komunikasi P1 = 18,2 % = 0,182
P2 = 85,7 % = 0,857
P =
5 x 2 = 10

Pengawasan P1 = 92,4 % = 0,924
P2 = 72,3 % = 0,723
P =
41 x 2 = 82
Ketersediaan APD P1 = 88,1 % = 0,881
P2 = 69,7 % = 0,697
P =
5 x 2 = 10
Hukuman dan
Penghargaan
P1 = 93,2 % = 0,932
P2 = 86,5% = 0,865
P =
307 x 2 = 614

4.4. Instrumen Penelitian
4.4.1. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu pedoman yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan dari salah
satu responden. Kuesioner yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
akan ditanyakan kepada responden. Kuesioner dibuat berdasarkan pola
penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti berdasarkan penelitian
sebelumnya dan ditambah dengan litaratur yang lain. Kuesioner yang akan
digunakan peneliti dapat dilihat dalam lampiran. Kuesioner ini meliputi
56



pertanyaan yang mengukur tentang pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi,
komunikasi, ketersediaan APD, pengawasan, hukuman dan penghargaan.
Seluruh variabel penelitian, baik variabel dependen dan variabel
independen kemudian dilakukan proses scoring. Scoring yaitu pemberian
skor jawaban responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga
dapat digabungkan menjadi satu variabel. Proses scoring untuk masing-
masing variabel sebagai berikut:
1. Untuk variabel pengetahuan ada 20 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai
dengan 17 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 17. Pengetahuan
dikategorikan baik apabila mempunyai jumlah nilai 12,sedangkan
dikategorikan kurang baik apabila nilainya < 12.
2. Untuk variabel pelatihan ada 4 pertanyaan. Pelatihan dikategorikan
pernah apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan
dikategorikan tidak pernah apabila menjawab Tidak pada pertanyaan
no. 1.
3. Untuk variabel Sikap ada 5 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan 5
diberi skor 1-5 dengan penilaian Sangat Setuju = 5, Cukup Setuju =
4, Setuju = 3, Kurang Setuju = 2, Tidak Setuju = 1. Mempunyai
jumlah nilai 25. Sikap dikategorikan setuju apabila mempunyai jumlah
nilai 17, sedangkan dikategorikan setuju apabila nilainya <17.
4. Untuk variabel motivasi ada 7 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan
7 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 7. Motivasi dikategorikan
baik apabila mempunyai jumlah nilai 5, sedangkan dikategorikan
kurang baik apabila nilainya < 5.
57



5. Untuk variabel komunikasi ada 5 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai
dengan 5 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 5. Komunikasi
dikategorikan baik apabila mempunyai jumlah nilai 4,sedangkan
dikategorikan kurang baik apabila nilainya < 4.
6. Untuk variabel ketersediaan APD ada 7 pertanyaan. Ketersediaan APD
dikategorikan Lengkap apabila memiliki APD 4 (Kacamata Las,
Sarung Tangan, Pelindung Muka dan Pakaian Kerja), sedangkan
dikategorikan Kurang Lengkap apabila memiliki APD < 4 (Kacamata
Las, Sarung Tangan, Pelindung Muka dan Pakaian Kerja).
7. Untuk variabel pengawasan ada 5 pertanyaan. Pengawasan
dikategorikan ada apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1,
sedangkan dikategorikan tidak ada apabila menjawab Tidak pada
pertanyaan no. 1.
8. Untuk variabel hukuman ada 4 pertanyaan. Hukuman dikategorikan ada
apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan dikategorikan
tidak ada apabila menjawab Tidak pada pertanyaan no. 1.
9. Untuk variabel penghargaan ada 5 pertanyaan. Penghargaan
dikategorikan ada apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1,
sedangkan dikategorikan tidak ada apabila menjawab Tidak pada
pertanyaan no. 1.
4.4.2. Cacatan Lapangan
Catatan lapangan bermanfaat untuk catatan hasil keterangan dari
responden selain kuesioner.

58



4.4.3. Lembar Observasi
Lembar observasi bermanfaat bagi peneliti pada saat pengamatan
langsung di lapangan sehingga membantu peneliti dalam mengamati objek
penelitian (responden).

4.5. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer didapatkan melalui kuesioner kepada responden
penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun oleh
peneliti. Selain itu, data primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari
hasil observasi menggunakan lembar observasi.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah observasi (pengamatan), dan wawancara.
a. Observasi (pengamatan)
Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar
pengamatan untuk mengamati secara langsung penggunaan APD
dan keadaan disekitar pekerja.
b. Angket/Kuesioner
Kuesoner dalam penelitian ini akan dilakukan kepada responden
dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan
reabilitas kepada para responden. Pembagian kuesioner kepada para
responden dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
Pengetahuan, Pelatihan keselamatan dari resiko, Sikap, Motivasi,
59



Komunikasi antar Individu Pengawasan, Ketersediaan fasilitas
APD, Hukuman dan Penghargaan.
2. Data Sekunder : Didapatkan berupa profil Kelurahan Gondrong dan
jumlah bengkel las yang ada di Kelurahan Gondrong.

4.6. Pengolahan Data
1. Mengkode data (Data Coding)
Mengklasifikasikan, memberi kode data untuk masing-masing nomor
pada kuesioner/angket. Coding merupakan kegiatan merubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.
Kode pada penelitian ini adalah:
a. Perilaku Penggunaan APD: 0. Menggunakan APD; 1. Tidak
Menggunakan APD
b. Pengetahuan : 0. Baik; 1. Kurang Baik
c. Pelatihan : 0. Pernah; 1. Tidak Pernah
d. Sikap : 0. Setuju; 1. Tidak Setuju
e. Motivasi : 0. Baik; 1. Kurang Baik
f. Komunikasi Antar Individu: 0. Baik; 1. Kurang Baik
g. Ketersediaan APD : 0. Lengkap; 1. Kurang Lengkap
h. Pengawasan : 0. Ada; 1. Tidak Ada
i. Hukuman : 0. Ada; 1. Tidak Ada
j. Penghargaan : 0. Ada; 1. Tidak Ada


60



2. Mengedit Data (Data Editing)
Memastikan data yang diperoleh adalah data yang lengkap sehingga
dapat diolah dengan memeriksa kelengkapan dan ketepatan pengisian
kuesioner/angket.
3. Memasukkan Data (Data Entry)
Memasukkan data dalam program atau fasilitas data berdasarkan
klasifikasi dengan computer (SPSS).
4. Membersihkan Data (Data Cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan
data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data
tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.7. Teknik Analisis Data
4.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat (deskriptif) ini adalah untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Pada
umumnya tujuan dari analisis univariat adalah untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi dan proporsi dari variable dependen dan independen
yang ada pada suatu penelitian. Variabel yang diteliti tersebut adalah
variabel pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersediaan
APD, pengawasan, hukuman dan penghargaan.



61



4.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan dependen menggunakan uji Chi square. Uji statistik
dengan uji Chi square dimanfaatkan untuk menghubungkan variabel
kategorik. Jika Pvalue nilai (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dan
variabel dependen. Sebaliknya jika Pvalue > nilai (0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel
independen dan variabel dependen. Adapun persamaan Chi Square adalah
sebagai berikut:
Persamaan Chi-Square (X
2
)


Keterangan :
X
2
= Chi Square
O = Nilai Observasi (yang diamati)
E = Nilai Ekspetasi (yang diharapkan)









107

BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Kelurahan Gondrong merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Cipondoh yang mempunyai mempunyai luas wilayah terluas
dengan luas wilayah 4.029 km
2
. Sedangkan jumlah KK di Kelurahan
Gondrong ada 3.519 KK.
Adapun Kelurahan Gondrong mempunyai batas wilayah adalah
sebagai berikut:
Utara : Kelurahan Ketapang
Selatan : Kelurahan Neroktog & Pondok Bahar
Barat : Kelurahan Petir
Timur : Kelurahan Kenanga

Kelurahan Gondrong jumlah penduduk terbanyak yaitu 13.515 orang
dengan jumlah laki-laki sebanyak 7.138 orang dan perempuan sebanyak
6.377 orang. Penduduk di Kelurahan Gondrong tersebar di 6 RW dan 33
RT.
Visi dan misi Kelurahan Gondrong sebagai berikut:
A. Visi
Mewujudkan kelurahan Gondrong yang bersikap jujur, tanggung jawab
dan amanah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
B. Misi
1. Memberikan pelayanan publik yang prima (Good Governance).
2. Menegakkan 5 (lima) Komitmen Pembangunan Masyarakat Kota
Tangerang yang berakhlakul karimah.
3. Memberikan pengayoman kepada masyarakat tanpa memandang
kelas dan golongan sesuai dengan hak dan kewajiban.
63



Jumlah pekerja yang berada di kantor kelurahan Gondrong berjumlah
13 orang, jumlah PNS berjumlah 7 orang dan TKS (Tenaga Kerja Sukarela)
berjumlah 6 orang. Adapun struktur organisasi Kelurahan Gondrong adalh
sebagai berikut:


















Bagan 5.1. Struktur organisasi Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang.
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Kelurahan Gondrong







Lurah
Jabatan
Fungsional
Staf Tata
Pemerintahan
Kasie. Tata
Pemerintahan
Staf Sekretaris
Sekretaris
Staf Ekonomi dan
Pembangunan
Kasie. Ekonomi
dan Pembangunan
Staf Pemberdayaan
Masyarakat
Kasie. Pemberdayaan
Masyarakat
64



5.2. Analisis Univariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri
Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013.
5.2.1. Gambaran Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
Para pekerja industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013, didapatkan hasil
presentase perilaku pekerja dalam penggunaan APD yang dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 5.1
Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Penggunaan APD N %
Menggunakan 24 52,2 %
Tidak Menggunakan 22 47,8 %

Berdasarkan tabel 5.1 bahwa perilaku pekerja dalam penggunaan APD
pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang menggunakan APD lebih
banyak yaitu 24 orang (52,2%) daripada pekerja yang tidak menggunakan
APD yaitu 22 orang (47,8%).

5.2.2. Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran pengetahuan dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
65



Tabel 5.2
Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pengetahuan N %
Baik 36 78,3 %
Kurang Baik 10 21,7 %

Berdasarkan tabel 5.2 bahwa pengetahuan dalam penggunaan APD
pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki pengetahuan baik
lebih banyak yaitu 36 orang (78,3%) daripada pekerja yang memiliki
pengetahuan kurang baik yaitu 10 orang (21,7%).

5.2.3. Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran pelatihan dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.3
Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pelatihan N %
Pernah 21 45,7 %
Tidak Pernah 25 54,3%

Berdasarkan tabel 5.3 bahwa pelatihan dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
66



Kota Tangerang tahun 2013 yang pernah mendapatkan pelatihan lebih
sedikit yaitu 21 orang (45,7%) daripada pekerja yang tidak pernah
mendapatkan pelatihan yaitu 25 orang (54,3%).

5.2.4. Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran sikap dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.4
Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Sikap N %
Setuju 39 84,8 %
Kurang Setuju 7 15,2 %

Berdasarkan tabel 5.4 bahwa sikap dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki sikap setuju lebih banyak yaitu
39 orang (84,8%) daripada pekerja yang memiliki sikap tidak setuju yaitu 7
orang (15,2%).




67



5.2.5. Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran motivasi dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.5
Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Motivasi N %
Baik 29 63,0 %
Kurang Baik 17 27,0 %

Berdasarkan tabel 5.5 bahwa motivasi dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki motivasi lebih banyak yaitu 29
orang (63,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki motivasi yaitu 17 orang
(37,0%).

5.2.6. Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran komunikasi dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:






68



Tabel 5.6
Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Komunikasi N %
Baik 28 60,9 %
Kurang Baik 18 39,1 %

Berdasarkan tabel 5.1 bahwa komunikasi dalam penggunaan APD
pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki komunikasi baik
lebih banyak yaitu 28 orang (60,9%) daripada pekerja yang memiliki
komunikasi kurang baik yaitu 8 orang (39,1%).

5.2.7. Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri dalam Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran ketersediaan APD dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.7
Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri dalam Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Ketersediaan APD N %
Lengkap 22 57,8 %
Tidak Lengkap 24 52,2 %

Berdasarkan tabel 5.7 bahwa ketersediaan APD dalam penggunaan
APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
69



Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki APD lengkap lebih
sedikit yaitu 22 orang (47,8%) daripada pekerja yang memiliki APD kurang
lengkap yaitu 24 orang (52,2%).

5.2.8. Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran pengawasan dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.8
Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pengawasan N %
Ada 17 37,0 %
Tidak Ada 29 63,0 %
Berdasarkan tabel 5.8 bahwa pengawasan dalam penggunaan APD
pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki pengawasan lebih
sedikit yaitu 17 orang (37,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki
pengawasan yaitu 29 orang (63,0%).

5.2.9. Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran hukuman dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
70



Tabel 5.9
Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Hukuman N %
Ada 27 58,7 %
Tidak Ada 19 41,3 %

Berdasarkan tabel 5.9 bahwa hukuman dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki hukuman lebih banyak yaitu 27
orang (58,7%) daripada pekerja yang tidak memiliki hukuman yaitu 19
orang (41,3%).

5.2.10. Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun gambaran penghargaan dalam penggunaan APD pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.10
Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Penghargaan N %
Ada 27 58,7 %
Tidak Ada 19 41,3 %

Berdasarkan tabel 5.10 bahwa hukuman dalam penggunaan APD pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki penghargaan lebih banyak yaitu
71



27 orang (58,7%) daripada pekerja yang tidak memiliki penghargaan yaitu
19 orang (41,3%).






















72



5.3. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri
Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.11
Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pengetahuan
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
n % n % N %
Baik 24 66,7 12 33,3 36 100
0,000 Kurang Baik 0 0 10 100 10 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.11 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki
pengetahuan baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih
banyak yaitu 24 orang (66,7%) daripada pekerja yang memiliki pengetahuan
kurang baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 10
orang (100%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi
Square (X
2
) pada variabel pengetahuan didapatkan pvalue yaitu 0,000 yang
berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara proporsi pekerja dengan pengetahuan baik dan pekerja
dengan pengetahuan kurang baik dalam menggunakan Alat Pelindung Diri
73



(APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini,
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.

5.3.2. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara pelatihan dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12
Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pelatihan
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Pernah 19 90,5 2 9,5 21 100
0,000 Tidak Pernah 5 20,0 20 80,0 25 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.12 diatas diketahui bahwa pekerja yang pernah
mengikuti pelatihan yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih
sedikit yaitu 19 orang (90,5%) daripada pekerja yang tidak pernah
mengikuti pelatihan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
yaitu 20 orang (80,0%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan
menggunakan uji Chi Square (X
2
) pada variabel pelatihan didapatkan
pvalue yaitu 0,000 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan
74



bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang pernah
mengikuti pelatihan dan pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan
dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara pelatihan
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013.

5.3.3. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara sikap dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13
Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Sikap
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Setuju 24 58,5 15 41,5 39 100
0,003 Tidak Setuju 0 0 7 100 7 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.13 diatas diketahui bahwa pekerja yang bersikap
setuju yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 24
orang (58,5%) daripada pekerja yang bersikap tidak setuju yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 7 orang (100%).
75



Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X
2
)
pada variabel sikap didapatkan pvalue yaitu 0,003 yang berarti nilai Pvalue
< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
proporsi pekerja yang bersikap setuju dan pekerja yang bersikap tidak setuju
dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara sikap dengan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun
2013.

5.3.4. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara motivasi dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14
Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Motivasi
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Baik 16 55,2 13 44,8 29 100
0,595 Kurang Baik 8 47,1 9 52,9 17 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.14 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki
motivasi baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak
76



yaitu 16 orang (55,2%) daripada pekerja yang memiliki motivasi kurang
baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 9 orang
(52,9%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi
Square (X
2
) pada variabel motivasi didapatkan pvalue yaitu 0,595 yang
berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara proporsi pekerja yang memiliki motivasi baik dan
pekerja motivasi kurang baik dalam menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, tidak
terdapat hubungan antara motivasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.

5.3.5. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara komunikasi dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.15.
Tabel 5.15
Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Komunikasi
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Baik 15 53,6 13 46,4 28 100
0,813 Kurang Baik 9 50,0 9 50,0 17 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

77



Berdasarkan tabel 5.15 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki
komunikasi baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih
banyak yaitu 15 orang (53,6%) daripada pekerja yang memiliki komunikasi
kurang baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 9
orang (50,0%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi
Square (X
2
) pada variabel komunikasi didapatkan pvalue yaitu 0,813 yang
berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara proporsi pekerja yang memiliki komunikasi baik dan
pekerja yang memiliki komunikasi kurang baik dalam menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam
penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara komunikasi dengan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun
2013.

5.3.6. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara ketersedian APD dengan
perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.16.







78



Tabel 5.16
Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Ketersediaan
APD
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Lengkap 15 62,5 9 37,5 24 100
0,143
Kurang
Lengkap
9 40,9 13 59,1 22 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.16 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di
bengkel las dengan APD lengkap yang menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) adalah sama yaitu 15 orang (62,5%) dengan pekerja yang bekerja di
bengkel las dengan APD kurang lengkap yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu 13 orang (59,1%). Berdasarkan hasil uji
statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X
2
) pada variabel
ketersediaan APD didapatkan pvalue yaitu 0,143 yang berarti nilai Pvalue >
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara proporsi pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap
dan pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap dalam
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal. Maka dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara
ketersediaan APD dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013.

79



5.3.7. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara pengawasan dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.17.
Tabel 5.17
Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Pengawasan
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Ada 13 76,5 4 23,5 17 100
0,012 Tidak Ada 11 37,9 18 62,1 29 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.17 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di
bengkel las yang memiliki pengawasan yang menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) lebih sedikit yaitu 13 orang (76,5%) daripada pekerja yang
bekerja di bengkel las yang tidak memiliki pengawasan yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 18 orang (62,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X
2
)
pada variabel pengawasan didapatkan pvalue yaitu 0,012 yang berarti nilai
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara proporsi pekerja yang bekerja di bengkel yang memiliki pengawasan
dan pekerja yang bekerja di bengkel yang tidak memiliki pengawasan dalam
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara pengawasan
80



dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013.

5.3.8. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara hukuman dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.18.
Tabel 5.18
Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Hukuman
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Ada 17 70,8 7 29,2 24 100
0,008 Tidak Ada 7 31,8 15 68,2 22 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.18 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di
bengkel las memiliki hukuman yang menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) lebih banyak yaitu 17 orang (70,8%) daripada pekerja yang bekerja
di bengkel las tidak memiliki hukuman yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji
statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X
2
) pada variabel
pengetahuan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi
81



pekerja yang bekerja di bengkel memiliki hukuman dan pekerja yang
bekerja di bengkel tidak memiliki hukuman dalam menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam
penelitian ini, terdapat hubungan antara hukuman dengan penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.

5.3.9. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal.
Adapun hasil statistik hubungan antara penghargaan dengan perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
dapat dilihat pada tabel 5.19.
Tabel 5.19
Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

Penghargaan
Penggunaan APD
Total
Pvalue
Memakai Tidak
Memakai
N % N % N %
Ada 17 70,8 7 29,2 24 100
0,008 Tidak Ada 7 31,8 15 68,2 22 100
Total 24 52,2 22 47,8 46 100

Berdasarkan tabel 5.18 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di
bengkel las memiliki penghargaan yang menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) lebih banyak yaitu 17 orang (70,8%) daripada pekerja yang bekerja
di bengkel las tidak memiliki penghargaan yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji
82



statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X
2
) pada variabel
penghargaan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi
pekerja yang bekerja di bengkel memiliki penghargaan dan pekerja yang
bekerja di bengkel tidak memiliki penghargaan dalam menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam
penelitian ini, terdapat hubungan antara penghargaan dengan penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.

















107

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tanggerang tidak terlepas dari keterbatasan yang terjadi,
serta kemungkinan bias yang tidak dapat dihindarkan, walaupun telah
diupayakan untuk mengatasinya. Adapun keterbatasan tersebut diantaranya :
1. Model penelitian yang dilakukan penulis adalah model perilaku
individu (personal behavior). Perilaku individu dipengaruhi oleh
banyak sekali faktor yang sangat kompleks dan biasanya sulit untuk
dilakukan pengukuran serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Ini
sangat bergantung kepada bentuk perilaku yang akan diteliti.
Berdasarkan alasan-alasan di atas penulis membatasi konsep penelitian
ini hanya kepada faktor-faktor yang dapat diukur dan diperkirakan
mempunyai hubungan dengan perilaku individu, dalam penelitian ini
adalah perilaku penggunaan APD.
2. Penelitian ini lebih bersikap subyektif yaitu tentang perilaku, sehingga
hasilnya hanya sebatas pada industri dimana penelitian ini dilakukan
dan perilaku sebagai variabel penelitian bukan hal yang bersifat
menetap, sehingga hasil pengukuran yang dilakukan pada saat
84



pengambilan data bukan hasil yang sama pada penelitian sebelumnya
atau setelahnya.
3. Adanya kemungkinan terjadi bias karena faktor kesalahan
interpretasi/pemahaman responden dalam menangkap maksud dari
pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga dampak yang didapat adalah
ketidaksesuaian antara jawaban yang diharapkan dari pertanyaan yang
diajukan. Kemungkinan responden lupa dalam menjawab maksud
pertanyaan yang sebenarnya atau bahkan sengaja memberikan jawaban
yang tidak sebenarnya.
4. Masih ada beberapa responden disaat dilakukan pemberian kuesioner
yang takut memberikan jawaban, sehingga jawaban yang diberikan
tidak sesuai dengan kondisi yang ada karena khawatir memberikan
dampak negatif terhadap pekerjaannya. Hal ini bisa menyebabkan bias
informasi seperti yang disebutkan pada keterbatasan penelitian.
5. Adanya kesulitan dalam menentukan deskripsi isi dari kuesioner yang
benar-benar mencakup seluruh permasalahan penelitian karena tidak
adanya standar yang baku mengenai penelitian perilaku seseorang.







85



6.2. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri
Pengelasan Informal.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang
berbahaya. APD digunakan pekerja untuk melindungi sebagian atau seluruh
tubuhnya dari adanya potensi bahaya kecelakaan kerja. Penggunaan APD
dilakukan apabila usaha penanggulangan bahaya secara eliminasi, subsitusi,
engineering, administratif tidak maksimal dalam mengendalikan bahaya
yang ada ditempat kerja. Hasil penelitian yang dilakukan pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang tahun 2013 menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan
APD lebih banyak yaitu 24 orang (52,2%) daripada pekerja yang tidak
menggunakan APD yaitu 22 orang (47,8%).
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2008)
didapatkan hanya 50% pekerja yang berperilaku menggunakan APD saat
bekerja sedangkan 50% mempunyai perilaku tidak menggunakan APD saat
bekerja.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pekerja yang
menggunakan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 lebih banyak.
Hal ini menunjukkan bahwa pekerja memiliki awarness terhadap upaya
pencegahan dan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja. Sehingga
sangat penting jika pekerja menggunakan APD saat bekerja agar
mengurangi dampak dari bahaya yang ada di tempat kerja.
86



6.3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang pengetahuannya baik dan menggunakan APD
sebanyak 24 orang (66,7%), pekerja yang pengetahuannya baik namun tidak
menggunakan APD sebanyak 12 orang (33,3%), pekerja yang
pengetahuannya kurang baik tidak ada yang menggunakan APD sedangkan
pekerja yang pengetahuannya kurang baik dan tidak menggunakan APD
sebanyak 10 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) didapatkan pvalue sebesar 0,000 yang berarti Pvalue < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal
di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun
2013.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto
Wibowo (2010) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan APD dengan pengetahuan.
Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Green dalam
Notoadmojo (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah
satu faktor berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau
menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD).
Pendapat ini juga dikemukakan oleh Bandura (1963) dalam Syaaf (2008)
87



yang mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan faktor individu
(person) yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila
pekerja mempunyai sifat kognitif dalam menilai sesuatu(penggunaan APD).
Pengetahuan yang didapat pekerja merupakan pengalaman dan
pelatihan yang didapat dari tempat kerja sebelumnya (perusahaan).
Sehingga perilaku penggunaan APD yang ditunjukkan oleh pekerja di
bengkel las merupakan kesadaran pekerja. Pengetahuan yang didapatkan
merupakan analisis pekerja terhadap bahaya yang terjadi sehingga
penggunaan APD didasarkan kemampuan pekerja untuk menjabarkan,
membedakan, memisahkan dan mengelompokkan bahaya yang ada ditempat
kerja. Walaupun mengetahui bahaya dan risiko yang mengharuskan
penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.

6.4. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan menggunakan
APD sebanyak 19 orang (90,5%), pekerja yang pernah mengikuti pelatihan
namun tidak menggunakan APD sebanyak 2 orang (9,5%), pekerja yang
tidak pernah mengikuti pelatihan dan menggunakan APD sebanyak 5 orang
(20,0%) sedangkan pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak
menggunakan APD sebanyak 20 orang (80,0%).
88



Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel pelatihan didapatkan pvalue yaitu 0,000 yang berarti nilai
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pelatihan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang Tahun 2013.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo
(2010) didapatkan P = 0,938 (Pvalue >0,05) sehingga menunjukkan tidak
ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan pengetahuan.
Kemungkinan bias pada variabel ini adalah pelatihan yang didapatkan
pekerja tidak hanya mengenai penggunaan APD ditempat kerja, tetapi juga
mengenai keterampilan dalam melakukan pengelasan dan bahaya yang
terdapat dibengkel las.
Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Ramsey dalam Benny
(2012) yang menyatakan pelatihan merupakan salah satu bagian dari
pengamatan (cognition) dan mengambil keputusan (decision making)
sesorang terhadap risiko bahaya yang ada. Pendapat ini juga dikemukakan
oleh Bandura dalam Syaaf (2008) yang mengemukakan bahwa pelatihan
merupakan faktor perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang, bila pekerja pernah mengikuti sehingga dapat menilai potensi
bahaya dalam penggunaan APD.
Pelatihan yang pernah didapatkan adalah mengenai keterampilan
dalam menggunakan perlatan pengelasan. Adapun pelatihan mengenai
89



Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) khususnya mengenai APD tidak
pernah dilakukan. Sehingga pengetahuan pengelasan dilakukan secara lisan.

6.5. Hubungan Sikap Pekerja Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang bersikap setuju dan menggunakan APD
sebanyak 24 orang (61,5%), pekerja yang bersikap setuju namun tidak
menggunakan APD sebanyak 15 orang (38,5%), pekerja yang bersikap tidak
setuju tidak ada yang menggunakan APD sedangkan pekerja yang bersikap
tidak setuju dan tidak menggunakan APD sebanyak 7 orang (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel sikap didapatkan pvalue yaitu 0,003 yang berarti nilai
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan
informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang
Tahun 2013.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linggasari
(2008) didapatkan P = 0,06 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada
hubungan antara sikap dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias
pada variabel ini adalah sikap para pekerja dalam penggunaan APD tidak
hanya hanya dipengaruhi dari internal individu berupa kesadaran diri
melainkan eksternal individu berupa lingkungan sekitar individu.
90



Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Green dalam
Notoadmojo (2005) yang menyatakan sikap merupakan salah satu faktor
berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat
individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini
juga dikemukakan oleh Ramsey dalam Benny (2012) yang mengemukakan
bahwa sikap merupakan salah satu bagian dari mengambil keputusan
(decision making) seseorang terhadap risiko bahaya yang ada.
Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi mempermudah
terjadinya perilaku. Adapun sikap melalui tahapan yaitu: menerima bahwa
penggunaan APD sebagai salah satu pengendalian bahaya, kemudian
merespon penggunaan APD dengan melakukan tindakan pencegahan,
setelah itu menghargai pendapat mengenai penggunaan APD sebagai salah
satu upaya keselamatan bekerja sehingga pekerja bertanggung jawab apabila
mengalami kecelakaan karena tidak menggunakan APD. Sikap setuju yang
terdapat dalam penelitian ini dapat diartikan pekerja setuju dalam
penggunaan APD di tempat kerja. Walaupun pekerja bersikap setuju dalam
penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.

6.6. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang motivasinya baik dan menggunakan APD
sebanyak 16 orang (55,2%), pekerja yang motivasinya baik namun tidak
91



menggunakan APD sebanyak 13 orang (44,8%), pekerja yang motivasinya
kurang baik dan menggunakan APD sebanyak 8 orang (47,1%) sedangkan
pekerja yang motivasinya kurang baik dan tidak menggunakan APD
sebanyak 9 orang (52,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel motivasi didapatkan pvalue yaitu 0,595 yang berarti nilai
Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
motivasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang Tahun 2013.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asriyani (2011)
didapatkan P = 0,002 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan
antara motivasi dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada
variabel ini adalah motivasi pekerja dalam menggunakan APD tidak hanya
dipengaruhi dari kenyamanan dan keamanan dari APD yang digunakan
melainkan juga ada ketentuan dan peraturan dari pemilik usaha untuk
menggunakan APD ditempat kerja sehingga tidak diketahui faktor
pendukung mana yang paling kuat hubungan dengan perilaku penggunaan
APD.
Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Green dalam
Notoadmojo (2005) yang menyatakan motivasi merupakan salah satu faktor
berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat
individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD).
92



Hal ini mungkin dikarenakan motivasi tiap pekerja berbeda sehingga
para pekerja mempunyai alasan masing-masing dalam penggunaan APD.
Adapun motivasi pekerja dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja
karena bekerja di bengkel las tidak memiliki bahaya tinggi sehingga pekerja
tidak termotivasi dalam menggunakan APD. Walaupun mempunyai
motivasi dalam penggunaan APD di tempat kerja, masih ada pekerja yang
tidak menggunakan APD.

6.7. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang komunikasinya baik dan menggunakan APD
sebanyak 15 orang (53,6%), pekerja yang komunikasinya baik namun tidak
menggunakan APD sebanyak 13 orang (46,4%), pekerja yang
komunikasinya kurang baik dan menggunakan APD sebanyak 9 orang
(50,0%) sedangkan pekerja yang komunikasinya kurang baik dan tidak
menggunakan APD sebanyak 9 orang (50,0%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel komunikasi didapatkan pvalue yaitu 0,813 yang berarti
nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara komunikasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013.
93



Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008)
didapatkan P = 0,072 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan tidak ada
hubungan antara komunikasi dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan
bias pada variabel ini adalah komunikasi yang dilakukan pekerja tidak
hanya mengenai penggunaan APD, tetapi juga pembicaraan mengenai hal
yang bersifat individu.
Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Bandura dalam
Syaaf (2008) yang mengemukakan bahwa motivasi merupakan faktor
perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila
pekerja memiliki motivasi maka pekerja akan menggunakan APD dalam
upaya pencegahan dan pengendalian risiko dan bahaya. Sementara itu,
Ramsey dalam Benny (2012) yang mengemukakan bahwa motivasi
merupakan salah satu bagian dari mengambil keputusan (decision making)
sesorang terhadap risiko bahaya yang ada.
Hal ini mungkin dikarenakan bentuk komunikasi yang dilakukan
bersifat pribadi bukan mengenai pelaporan dan identifikasi risiko dan
bahaya. Juga kemungkinan komunikasi yang dilakukan dapat mengganggu
pada saat bekerja sehingga dapat mengurangi kinerja dalam melakukan
pengelasan. Walaupun pekerja mempunyai komunilasi yang baik di tempat
kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.




94



6.8. Hubungan Antara Ketersediaan Alat Pelindung Diri Dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan
Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap
dan menggunakan APD sebanyak 15 orang (62,5%), pekerja yang bekerja di
bengkel las dengan APD lengkap namun tidak menggunakan APD sebanyak
9 orang (37,5%), pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang
lengkap dan menggunakan APD sebanyak 9 orang (40,9%) sedangkan
pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap dan tidak
menggunakan APD sebanyak 13 orang (59,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel ketersediaan APD didapatkan pvalue yaitu 0,143 yang
berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara ketersediaan APD dengan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong,
Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asriyani (2011)
didapatkan P = 0,002 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan
antara ketersediaan APD dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias
pada variabel ini adalah ketersediaan APD di tempat kerja tidak hanya APD
yang tersedia tidak lengkap dan standar, tetapi juga ketentuan dari pemilik
usaha sehingga menjadi penentuan dalam pengadaan APD ditempat kerja.
95



Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Green dalam
Notoadmojo (2005) yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah
satu faktor pemungkin (enabling factors) yang mendorong atau
menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bandura dalam Syaaf (2008)
yang mengemukakan bahwa ketersediaan APD merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila
pekerja menggunakan APD yang ada maka dapat mencegah risiko dan
bahaya yang ada di tempat kerja.
Hal ini mungkin karena APD Utama yang tersedia di tempat kerja
tidak lengkap karena industri pengelasan informal biasanya tidak
mempunyai risiko dan bahaya yang cukup tinggi dikarenakan presepsi
mengenai APD tertentu berdasarkan potensi bahaya yang ada dari pemilik
usaha dan pekerja. Adapun APD Utama kurang lengkap dipakai para
pekerja dikarenakan frekuensi dari bahaya yang ada (biasanya risiko rendah)
sering terjadi di tempat kerja. Walaupun tersedia peralatan APD utama
maupun APD tambahan di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak
menggunakan APD. Namun ada beberapa pekerja yang memiliki inisiatif
menggunakan APD yang mereka punya sendiri.




96



6.9. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai
pengawasan dan menggunakan APD sebanyak 13 orang (76,5%), pekerja
yang bekerja di bengkel las yang mempunyai pengawasan namun tidak
menggunakan APD sebanyak 4 orang (23,5%), pekerja yang bekerja di
bengkel las yang tidak mempunyai pengawasan dan menggunakan APD
sebanyak 11 orang (37,9%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las
yang tidak mempunyai pengawasan dan tidak menggunakan APD sebanyak
18 orang (62,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel pengawasan didapatkan pvalue yaitu 0,012 yang berarti
nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pengawasan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang Tahun 2013.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo
(2010) didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada
hubungan bermakna antara pengawasan dan perilaku penggunaan APD.
Kemungkinan bias pada variabel ini adalah pengawasan yang dilakukan
tidak hanya bersifat khusus yaitu penggunaan APD, tetapi juga pengawasan
97



yang bersifat umum yaitu pengawasan terhadap kinerja para pekerja di
bengkel las dan kondisi bengkel las.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005)
yang menyatakan pengawasan merupakan salah satu faktor penguat
(reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk
berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD).
Namun hubungan tersebut dimungkinkan karena pekerja takut
mendapatkan hukuman apabila tidak menggunakan APD saat ada
pengawasan dari pengawas baik dari pihak bengkel las maupun dari pihak
pemerintahan selaku pembuatan kebijakan dan SIUP. Walaupun memiliki
pengawasan dalam penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak
menggunakan APD. Pengawasan yang ada di bengkel las dilakukan
sebagian besar dilakukan oleh pemilik usaha pengelasan. Sehingga
pelanggaran yang mungkin terjadi tidak diketahui oleh pengawas (pemilik
usaha).
Dalam ketersediaan APD diperlukan juga kebijakan atau peraturan
yang berhubungan dengan bengkel las tidak hanya sebagai usaha sektor
informal yang memerlukan SIUP, tetapi juga bengkel las sebagai home
industry yang mempunyai kapasitas produksi yang kecil dengan jumlah
pekerja yang juga sedikit. Sehingga dalam menyediakan APD di tempat
kerja tidak hanya disediakan oleh bengkel las tetapi juga disuplai dari
pemegang kebijakan (pemerintah setempat).

98



6.10. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai
hukuman dan menggunakan APD sebanyak 17 orang (70,8%), pekerja yang
bekerja di bengkel las yang mempunyai hukuman namun tidak
menggunakan APD sebanyak 7 orang (29,2%), pekerja yang bekerja di
bengkel las tidak mempunyai hukuman dan menggunakan APD sebanyak 4
orang (31,8%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak
mempunyai hukuman dan tidak menggunakan APD sebanyak 15 orang
(68,2%).
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square
(X
2
) pada variabel hukuman didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
hukuman dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri
pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota
Tangerang Tahun 2013.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008)
didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan
bermakna antara hukuman dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan
bias pada variabel ini adalah hukuman yang diberikan kepada para pekerja
hanya bersifat ringan yaitu berupa teguran saja dan pengurangan pendapatan
para pekerja.
99



Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005)
yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah satu faktor penguat
(reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk
berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukan
melalui Model ABC, hukuman sebagai konsekuensi dari peristiwa
lingkungan yang memberikan hasil negatif akibat suatu pekerjaan yang
dilakukan.
Peraturan yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada para pekerja
bersifat lisan, sehingga terdapat kemungkinan pekerja melakukan
pelanggaran. Kalau terjadi pelanggaran, hukuman yang diberikan tidak
signifikan atau berarti karena hukuman hanya berupa teguran saja. Adapun
bengkel las memiliki hukuman terhadap penggunaan APD di tempat kerja,
masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.

6.11. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan
Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013
didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai
penghargaan dan menggunakan APD sebanyak 17 orang (70,8%), pekerja
yang bekerja di bengkel las yang mempunyai penghargaan namun tidak
menggunakan APD sebanyak 7 orang (29,2%), pekerja yang bekerja di
bengkel las mempunyai penghargaan dan menggunakan APD sebanyak 4
orang (31,8%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las yang
100



mempunyai penghargaan dan tidak menggunakan APD sebanyak 15 orang
(68,2%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi
Square (X
2
) pada variabel penghargaan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang
berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara penghargaan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh,
Kota Tangerang Tahun 2013.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008)
didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan
bermakna antara penghargaan dan perilaku penggunaan APD.
Kemungkinan bias pada variabel ini adalah penghargaan yang diberikan
kepada pekerja hanya bersifat stimulant untuk bekerja lebih giat berupa
pujian dan bertambahnya pendapatan dari pemilik usaha.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005)
yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah satu faktor penguat
(reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk
berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukan
melalui Model ABC, penghargaan sebagai konsekuensi dari peristiwa
lingkungan yang memberikan hasil positif akibat suatu pekerjaan yang
dilakukan.
Peraturan yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada para pekerja
bersifat lisan, sehingga terdapat kemungkinan pekerja melakukan pekerjaan
dengan baik. Kalau pekerja melakukan pekerjaan dengan baik, reward yang
diberikan tidak signifikan atau berarti karena penghargaan hanya berupa
101



penambahan pendapatan saja. Adapun bengkel las memiliki penghargaan
terhadap penggunaan APD di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak
menggunakan APD.























107

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di
industri pengelasan informal Kelurahan Gondrong, Kecamatan
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 bahwa pekerja pengelasan di
bengkel las informal yang menggunakan APD adalah sebanyak 24
orang. Sedangkan pekerja pengelasan di bengkel las informal yang
tidak menggunakan APD adalah sebanyak 22 orang.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja dalam penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh
2.1. Faktor Predisposing
a. Gambaran pekerja yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak
yaitu 36 orang (78,3%) daripada pekerja yang memiliki pengetahuan
kurang baik yaitu 10 orang (21,7%) dalam penggunaan APD.
b. Gambaran pekerja yang pernah mendapatkan pelatihan lebih sedikit
yaitu 21 orang (45,7%) daripada pekerja yang tidak pernah
mendapatkan pelatihan yaitu 25 orang (54,3%) dalam penggunaan
APD.
c. Gambaran pekerja yang memiliki sikap setuju lebih banyak yaitu 39
orang (84,8%) daripada pekerja yang memiliki sikap tidak setuju
yaitu 7 orang (15,2%) dalam penggunaan APD.
103



d. Gambaran pekerja yang memiliki motivasi lebih banyak yaitu 29
orang (63,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki motivasi yaitu
17 orang (37,0%) dalam penggunaan APD.
e. Gambaran pekerja yang memiliki komunikasi baik lebih banyak
yaitu 28 orang (60,9%) daripada pekerja yang memiliki komunikasi
kurang baik yaitu 8 orang (39,1%) dalam penggunaan APD.
2.2. Faktor Enabling
a. Gambaran pekerja yang bekerja dengan APD lengkap lebih sedikit
yaitu 22 orang (47,8%) daripada pekerja yang bekerja dengan APD
kurang lengkap yaitu 24 orang (52,2%) dalam penggunaan APD.
2.3. Faktor Reinforcing
a. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki
pengawasan lebih sedikit yaitu 17 orang (37,0%) daripada pekerja
yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki pengawasan yaitu
29 orang (63,0%) dalam penggunaan APD.
b. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki
hukuman lebih banyak yaitu 27 orang (58,7%) daripada pekerja
yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki hukuman yaitu 19
orang (41,3%).
c. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki
penghargaan lebih banyak yaitu 27 orang (58,7%) daripada pekerja
yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki penghargaan yaitu
19 orang (41,3%).
104



3. Hubungan antara faktor Predisposing (pengetahuan, pelatihan, sikap,
motivasi dan komunikasi) dengan perilaku pekerja dalam penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD).
a. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Terdapat hubungan antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
c. Terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku pekerja dalam
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
d. Tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
e. Tidak terdapat hubungan antara komunikasi dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
4. Tidak terdapat hubungan antara faktor Enabling (ketersediaan APD)
dengan perilaku pekerja dalam pengunaan Alat Pelindung Diri (APD).
5. Hubungan antara faktor Reinforcing (pengawasan, hukuman dan
penghargaan) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
a. Terdapat hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
b. Terdapat hubungan antara hukuman dengan perilaku pekerja dalam
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
c. Terdapat hubungan antara penghargaan dengan perilaku pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

105



7.2. Saran
1. Bagi industri pengelasan informal
a. Meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai risiko dan bahaya
yang ada ditempat kerja dengan cara memberikan informasi dan
pengalaman yang dimiliki dalam mengenali potensi bahaya ditempat
kerja sebelum pekerja melakukan pengelasan.
b. Memperhatikan sikap para pekerja yang setuju dalam penggunaan
APD dengan menyediakan peralatan APD yang standar dan nyaman
digunakan oleh pekerja di tempat kerja sehingga pekerja dapat
bekerja dengan aman.
c. Perlu adanya pemberian reward dan punisment bagi pekerja yang
telah bekerja dengan baik sesuai dengan peraturan yang ada,
sehingga pekerja mempunyai motivasi untuk melakukan pekerjaaan
dengan aman dan baik.
d. Perlu melakukan peningkatan intensitas pengawasan sesering
mungkin dan menjalin komunikasi yang dilakukan oleh pemilik
usaha sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara pemilik usaha
dan pekerja.
e. Pemilik usaha harus mempersiapkan APD yang lengkap dan sesuai
dengan standar sebelum pekerja melakukan pengelasan agar pekerja
sebagai investasi peralatan usaha tidak mengalami hal yang tidak
diinginkan.
106



f. Melakukan pembinaan kepada para pemilik usaha dan pekerja di
bengkel las agar semua pihak mulai menyadari bahwa pekerja
merupakan investasi yang berharga.

2. Bagi pemerintah Daerah setempat
a. Pemerintah diharapkan memberikan pengarahan dalam penggunaan
APD dengan memasukkan bagian APD dalam aturan dan Surat Izin
Usaha dan Pembangunan (SIUP).
b. Perlu meningkatkan pelatihan yang telah ada dengan memperhatikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dilingkungan industri
pengelasan informal.
c. Lebih memperhatikan industri pengelasan informal guna
meningkatkan kesadaran akan pentingnya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3). Hal ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan
RI no. 25 tahun 1997 Bab XI mengenai Tenaga Kerja di Dalam
Hubungan Kerja Sektor Informal dan di Luar Hubungan Kerja pasal
158-160.
d. Melakukan pengawasan berkala dan sesering mungkin pada industri
pengelasan informal agar dapat meningkatkan keselamatan dan
kesejahteraan pekerja.
e. Penyediaan APD yang tidak bisa disediakan oleh pemilik usaha
sebagai upaya pemerintah mewujudkan kebijakan dan peraturan
mengenai izin usaha (SIUP).

107

DAFTAR PUSTAKA
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Ciputat: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Anonim. Personal Protective Equipment (PPE) Guide Volume 1: General PPE
F417-207-000. Washington: Washington State Department of Labor and
Industries. Dapat diakses di : http://www.phpa.com.au/About-us/Corporate-
Governance/Document-Library/pdf/PR_-_HS020_-
_Personal_Protective_Equipment_(PPE)_P.aspx. Diakses pada 14 April 2013
pukul 21.31 WIB
Anonim. Tapi APD Bukan Hiasan. Online pada
http://www.semengresik.com/ina/post/APD-Bukan-Hiasan.aspx. diakses
pada 18 April 2013
Asriyani. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Penggunaan Alat
Pelindung Diri Pada Pekerja Bagian Sistem Telepon Otomatis (STO) PT.
Telekomunikasi,Tbk Riau-Daratan Kota Pekanbaru. Jakarta: Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional
(Veteran) Jakarta.
Astute, Yunani Sri. 2001. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi
Perawat Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Untuk Mengikuti Pendidikan, Suatu
Studi Kasus di Tiga RSJ di Jawa Barat. Depok: Skripsi Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
108



Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC.
Budiono, Sugeng. 2005. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja :
Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Cassell, Erin, dkk. Gear Up: Motivation and Barriers to the Wearing of Personal
Protective Equipment by Youth Skaters in Council Skateparks. Monash:
Monash University Journal. 2005. Dapat diakses di :
http://www.health.vic.gov.au/injury/downloads/skaters.pdf. Diakses pada 10
April 2013 pukul 14.49 WIB
Chahaya S., Indra. 2006. Perilaku tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri Serta
Keluhan Kesehatan Petugas Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas,
Kota Medan hal 167-173. Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU.
Jurnal Volume X, Nomor 2, Desember 2006, Halaman 101 205
Terakreditasi No. 26/DIKTI/Kep/2005. ISSN 1410-6434.
Departemen Kesehatan, 2002, Perencanaan Strategis Program Kesehatan Kerja
2002-2004. Jakarta: Litbangkes Depertemen Kesehatan.
Deutsche Industrie Normen (DIN). 2008. Pengelasan. Germany: Deutsche
Industrie Normen. Dapat diakses melalui http://www.din.de/. Diakses pada
16 April 2013 pukul 21.03 WIB.
Dwi. 2008. Kecelakaan kerja RI terbesar kedua. 3 April 2008. [Publised 15
January 2009]. Dapat diakses melalui:
109



http://finance.groups.yahoo.com/group/fpsmi/message/1953. Diakses pada
10 April 2013 pukul 14.15 WIB
Gardiner dkk. 2007. Occupational Helath. United Kingdom: Blackwell
Publishing Ltd.
Harson, Wiryosumarto. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya
Paramita. Dapat diakses : http://www.kesmas-
unsoed.info/2011/01/hubungan-perilaku-keselamatan-dan.html. 27
Februari 2013 jam 10.14 WIB.
International Labour Office. 1989. Buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
ILO. 2010. World Of Work Report. Dapat diakses http://www.ilo.org/. Diakses
pada 27 November 2013 jam 13.25 WIB
Jamsostek. 2011. Kasus Kecelakaan Kerja Tahun 2011. Dapat diakses
http://www.jamsostek.co.id/content_file/ar_jamsostek_lores_8812.pdf.
Diakses pada 27 November 2013 jam 13.05 WIB.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi. 2012. Tipe Kecelakaan Kerja di
Indonesia Menurut Provinsi Triwulan II Tahun 2012. Dapat diakses
melalui http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/. Diakses pada 27
November 2013 pukul 21.13 WIB.
Leka, Stavroula & Houdmont, Jonathan. 2010. Occupational Helath Psycology.
United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
110



Lewis, Joan & Thornbory, Greta. 2010. Employment Law & Occupational Helath.
United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
Linggasari. 2008. Faktor faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri di Departemen Engineering PT. Kiat Pulp & Paper Tbk.
Tangerang tahun 2008. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Maanaiya, Imam, 2005, Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Tindakan Tidak
Aman (Unsafe Act/Substandarf Practice) Pekerja di Bagian Press PT.
YIMM. Depok: Thesis Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
____________________. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta
____________________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Prabowo, Riyadi. 2007. Analisis Risiko Kegiatan Proses Pengelasan Dengan
Menggunakan Mesim Las PSW (Portable Spot Welding) welding PT.
Indomobil Suzuki International Plant Tambun II Tahun 2007. Depok:
Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Purwanto, Bambang Y. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Las di Jalan
111



Raya Kelapa Dua Tanggerang. Depok: Skripsi Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Rawar P., Dian. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital
Paru Pada Pekerja Bengkel Las di Pisangan Ciputat Tahun 2010. Jakarta:
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/ Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Sandjaja, B., Heriyanto, Albertus. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Pretasi
Pustaka Publisher.
Santoso. 2010. Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Setyawati. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan APD pada
Lingkungan Pekerjaan. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Volume
IV edisi ke-5 tahun 2008,Halaman 87-98. Jakarta: Program Studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional (Veteran)
Jakarta.
Sigit Atmanto, Ireng. 2011. BEHAVIORAL DETERMINANTS WORKERS IN THE
USE OF PPE BASED ON HAZARD ASSESSMENT IN FOUNDRY
COMPANY CEPER KLATEN. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi ke-2 Tahun 2011. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim
Semarang. ISBN. 978-602-99334-0-6.
112



Simatupang, Erni Maria. 2011. Pengaruh Pelatihan Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara III
PERSERO) Medan. Medan: Tesis Program Pascasarjana Univesitas
Sumatera Utara. Dapat diakses melalui :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23728. Diakses pada 16 April
2013 pukul 20.13 WIB.
Sriwidharto. 1996. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
Strank, Jeremy. 2006. The A-Z of Health and Saftey. London: Thorogoud
Publishing Ltd.
Strank, Jeremy. 2007. Human Factors & Behavioural Saftey. United Kingdom:
Elsevier Publishing Ltd.
Sumamur. 2010. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV Sagung Seto.
Suratman M. 2001. Teknik Mengelas Asetilen, Brazing dan Las Busur Listrik.
Bandung : Pustaka Grafika.
Syaaf, Fathul Mashuri. 2008. Analisis Perilaku Beresiko (at-risk behavior) pada
pekerja unit usaha las sector informal di Kota X. Depok: Skripsi Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Taylor, Geoffrey. 2004. Enchanging Occupational Safety & Health. United
Kingdom: Elsevier Publishing Ltd.
113



Vitriyansyah P., Benny. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Pekerja Pengelasan Industri Informal Dalam Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) di Jalan Raya Bogor-Dermaga, Kota Bogor tahun
2011. Depok. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Wibowo, Arianto. 2010. Faktor faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. Antam,Tbk
Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Jakarta:
Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
Jakarta.
Yasari. 2008. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Dan Kejadian Dermatitis
Akibat Kerja Pada Pekerja Pengangkut Sampah di PT. USB Kota Jambi.
Yogyakarta: Thesis Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.











107




LAMPIRAN
















Responden [] [] []

PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal
di Kelurahan Gondrong Tahun 2013
Petunjuk pengisian
Lingkarilah jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda
Isilah titik-titik yang ada deng jelas
Jawablah setiap pertanyaan yang ada di kuesioner ini dengan benar, jujur dan apa
adanya.
Setiap jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan mempengaruhi penilaian
terhadap kinerja Anda di tempat kerja.










Tangerang, 2013
Tertanda,



Responden



Pertanyaan Penelitian
A. Karakteristik Pekerja (Diisi oleh Peneliti)
1. Nama Responden
2. Umur Responden tahun (sejak tahun lahir) [] []
3. Pendidikan Terakhir Responden (Lingkari salah satu)
a. Tidak Sekolah e. Tamat SMP
b. Tidak Tamat SD f. Tidak Tamat SMA
c. Tamat SD g. Tamat SMA
d. Tidak Tamat SMP h. Tamat Perguruan Tinggi (S1,S2,S3)
[]
4. Lama Bekerja tahun (sejak tahun bekerja) [] []
B. Pengetahuan (Diisi oleh Peneliti)
1. Apa Anda tahu tentang bahaya dan risiko dalam pengelasan.?
a. Ya, sebutkan ____________________________
b. Tidak
2. Apakah menurut Anda ini termasuk Alat Pelindung Diri.?
a. Helm Pengaman (Safety Helmet)
b. Kacamata Las (Googles)
c. Pelindung Muka (Face Shield)
d. Kacamata Bening (Safety Spectacles)
e. Pelindung Telinga (Hearing Protection)
f. Alat Pelindung Hidung (Respirator)
g. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron)
h. Sarung Tangan (Safety Glove)
i. Sepatu Kerja (Safety Shoes)

[]



[]
[]
[]
[]
[]
[]
[]
[]
[]




3. Apakah kegunaan Alat Pelindung Diri menurut Anda.?
a. Seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga keja untuk
melindungi selurh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
b. Alat untuk digunakan saat bekerja.
c. Untuk mengurangi dampak kecelakaan kerja
4. Apakah Anda mengetahui tujuan dan fungsi alat-alat Pelindung
diri.?
a. Ya, sebutkan ___________________________
b. Tidak
5. Kapan Anda menggunakan Alat Pelindung Diri.?
a. Saat bekerja, jelaskan ___________________
b. Sebelum bekerja
6. Menurut Anda, Apakah ada petunjuk penggunaan APD.?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah APD adalah salah satu cara mengendalikan bahaya.?
a. Ya b. Tidak

[]

[]
[]

[]


[]


[]

[]
C. Pelatihan (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang Kesehatan
dan Keselamatan Kerja khususnya tentang APD.?
a. Ya b. Tidak Langsung ke no. 4
2. Menurut Anda, dengan mengikuti pelatihan tersebut akan
mempermudah pemahaman mengenai APD.?
a. Ya b. Tidak
3. Dengan adanya pelatihan apakah akan menambah keterampilan
Anda dalam bekerja.?
a. Ya, jelaskan ______________________
b. Tidak
[]


[]


[]





4. Selama Anda bekerja berapa kali anda pernah mengikuti
pelatihan.? ______ kali
[] []
D. Sikap (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah pendapat Anda tentang penggunaan APD saat
bekerja.?
a. Sangat Setuju
b. Cukup Setuju
c. Setuju
d. Kurang Setuju
e. Tidak Setuju
2. Apakah pendapat Anda tentang APD dapat mengurangi bahaya
kecelakaan.?
a. Sangat Setuju
b. Cukup Setuju
c. Setuju
d. Kurang Setuju
e. Tidak Setuju
3. Apakah pendapat Anda sebelum melakukan pekerjaan,
dilakukan pengarahan (safety briefing).?
a. Sangat Setuju
b. Cukup Setuju
c. Setuju
d. Kurang Setuju
e. Tidak Setuju
4. Ketika pengawas datang, apakah pendapat Anda bekerja
menggunakan APD.?
a. Sangat Setuju
b. Cukup Setuju
c. Setuju
d. Kurang Setuju
e. Tidak Setuju

[]





[]





[]





[]







5. Ketika pemilik usaha datang, setujukah Anda selalu bekerja
menggunakan APD.?
a. Sangat Setuju
b. Cukup Setuju
c. Setuju
d. Kurang Setuju
e. Tidak Setuju
[]
E. Motivasi (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah Anda tidak pernah melakukan tindakan
berisiko/berbahaya.?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda mempunyai motivasi untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan cepat dengan bekerja secara aman.?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Anda menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) karena
alasan nyaman.?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah suasana kerja mendorong Anda untuk melakukan
tindakan aman.?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Anda hanya mengikuti peraturan K3 jika sedang
diawasi oleh pengawas.?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Anda mematuhi peraturan/prosedur kerja ketika Anda
melakukan pekerjaan.?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah Anda melakukan identifikasi bahaya sebelum Anda
melakukan pekerjaan.?
a. Ya b. Tidak
[]

[]


[]


[]

[]


[]


[]



F. Komunikasi (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah di tempat kerja Anda diberikan hak untuk melaporkan
risiko pekerjaan, perilaku tidak aman yang terjadi di tempat
kerja kepada pihak pengawas.?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda pernah melaporkan perilaku tidak aman yang
Anda lihat di tempat kerja kepada pihak pengawas.?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah pihak pengawas melakukan komunikasi potensi
bahaya atau risiko di tempat kerja kepada Anda.?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah pihak pengawas menyampaikan hasil penyelidikan
kecelakaan kepada pekerja.?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Anda diberikan hak untuk melaporkan kepada pihak
atasan jika melihat rekan kerja dengan perilaku tidak aman atau
melanggar prosedur kerja.?
a. Ya b. Tidak
[]


[]


[]


[]


[]

G. Ketersediaan APD (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah ditempat ada bekerja tersedia APD.?
a. Ya b. Tidak Langsung ke Point H
2. Sebelum Anda bekerja, apakah Anda diperkenalkan APD
untuk bekerja.?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah ada ketentuan dari pemilik usaha tentang penggunaan
APD.?
a. Ya b. Tidak


[]


[]


[]





4. Apakah selalu ada inspeksi ketika sedang bekerja agar tidak
terjadi penyimpangan dalam melaksanakan prosedur kerja.?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah pengawas selalu mengingatkan Anda untuk bekerja
dengan menggunakan APD.?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah APD yang digunakan sesuai dengan standar yang ada.?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah Anda memakai APD tersebut di tempat Anda bekerja.?
a. Ya b. Tidak
[]


[]


[]

[]
H. Pengawasan Penggunaan APD (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah ada pengawasan pada pekerjaan yang terdapat di
tempat kerja Anda.?
a. Ya b. Tidak Langsung ke poin I
2. Berapa jumlah pengawas yang ada di tempat bekerja Anda.?
_______ orang
3. Berapa kali pengawasan yang dilakukan oleh pengawas di
tempat kerja Anda selama seminggu.?
_______ kali
4. Apakah pengawas selalu mengingatkan Anda untuk bekerja
dengan menggunakan APD.?
a. Ya b. Tidak
5. Ketika pengawas datang, setujukah Anda selalu bekerja
menggunakan APD.?
a. Ya b. Tidak



[]


[]

[] []


[]

[]




I. Hukuman (Diisi oleh Peneliti)
1. Apakah ada peraturan penggunaan APD yang digunakan di
tempat kerja Anda
a. Ya b. Tidak Langsung ke Poin J
2. Jika pekerja melakukan pelangggaran, apakah harus dikenakan
sanksi yang tegas.?
a. Ya b. Tidak
3. Menurut Anda, jika sudah tidak sesuai dengan APD yang
digunakan maka pekerja perlu diberikan hukuman.?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah Anda mematuhi peraturan yang ada di tempat Anda
bekerja.?
a. Ya b. Tidak
[]

[]

[]

[]

[]
J. Penghargaan (Diisi oleh Peneliti)
5. Apakah ada peraturan penggunaan APD yang digunakan di
tempat kerja Anda
a. Ya b. Tidak Selesai
6. Jika pekerja melakukan prestasi, apakah diberikan hadiah.?
a. Ya b. Tidak
7. Menurut Anda, jika sudah sesuai dengan APD yang digunakan
maka pekerja perlu diberikan penghargaan.?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah Anda mematuhi peraturan yang ada di tempat Anda
bekerja.?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah APD harus digunakan dibawah pengawasan seorang
pengawas.?
a. Ya b. Tidak
[]

[]

[]

[]

[]







LEMBAR OBSERVASI PERILAKU
No. Alat Pelindung Diri (APD) Memakai Tidak Memakai Keterangan
APD Pengelasan Utama
1. Helm Pengaman (Safety Helm)
2. Kacamata Las (Googles)
3. Pelindung Muka (Face Shield)
4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron)
5. Sarung Tangan (Safety Glove)
6. Sepatu Kerja (Safety Shoes)
APD Pengelasan Tambahan
7. Kacamata Bening (Safety Spectacles)
8. Pelindung Telinga (Hearing Protection)
9. Alat Pelindung Hidung (Respirator)

No. Responden :
Nama Responden :
Nama Bengkel Pengelasan :





Analisis Univariat

Frequencies

[DataSet1] D:\Skripsi Ilham 4.sav

Statistics

Pakai_APD Pengetahuan Pelatihan Sikap Motivasi Komunikasi Sedia_APD Pengawasan Hukuman Penghargaan
N Valid 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table
Pakai_APD

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memakai APD 24 52.2 52.2 52.2
Tidak Memakai APD 22 47.8 47.8 100.0
Total 46 100.0 100.0


Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 36 78.3 78.3 78.3
Kurang Baik 10 21.7 21.7 100.0
Total 46 100.0 100.0


Pelatihan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Pernah 21 45.7 45.7 45.7
Tidak Pernah 25 54.3 54.3 100.0
Total 46 100.0 100.0








Sikap

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Setuju 39 84.8 84.8 84.8
Kurang Setuju 7 15.2 15.2 100.0
Total 46 100.0 100.0


Motivasi

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 29 63.0 63.0 63.0
Kurang Baik 17 37.0 37.0 100.0
Total 46 100.0 100.0


Komunikasi

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 28 60.9 60.9 60.9
Kurang Baik 18 39.1 39.1 100.0
Total 46 100.0 100.0


Sedia_APD

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Lengkap 24 52.2 52.2 52.2
Tidak Lengkap 22 47.8 47.8 100.0
Total 46 100.0 100.0


Pengawasan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



Valid Ada 17 37.0 37.0 37.0
Tidak Ada 29 63.0 63.0 100.0
Total 46 100.0 100.0



Hukuman

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada 24 52.2 52.2 52.2
Tidak Ada 22 47.8 47.8 100.0
Total 46 100.0 100.0


Penghargaan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada 24 52.2 52.2 52.2
Tidak Ada 22 47.8 47.8 100.0
Total 46 100.0 100.0
































Analisis Bivariat

Pengetahuan * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Pengetahuan Baik Count 24 12 36
% within Pengetahuan 66.7% 33.3% 100.0%
Kurang Baik Count 0 10 10
% within Pengetahuan .0% 100.0% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Pengetahuan 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 13.939
a
1 .000

Continuity Correction
b
11.396 1 .001

Likelihood Ratio 17.854 1 .000

Fisher's Exact Test

.000 .000
Linear-by-Linear Association 13.636 1 .000

N of Valid Cases
b
46

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,78.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval




Lower Upper
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.333 .210 .529
N of Valid Cases 46






Pelatihan * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Pelatihan Pernah Count 19 2 21
% within Pelatihan 90.5% 9.5% 100.0%
Tidak Pernah Count 5 20 25
% within Pelatihan 20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Pelatihan 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 22.718
a
1 .000

Continuity Correction
b
19.981 1 .000

Likelihood Ratio 25.454 1 .000

Fisher's Exact Test

.000 .000
Linear-by-Linear Association 22.224 1 .000

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,04.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval




Lower Upper
Odds Ratio for Pelatihan
(Pernah / Tidak Pernah)
38.000 6.564 219.975
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
4.524 2.040 10.029
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.119 .031 .451
N of Valid Cases 46




Sikap * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Sikap Setuju Count 24 15 39
% within Sikap 61.5% 38.5% 100.0%
Kurang Setuju Count 0 7 7
% within Sikap .0% 100.0% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Sikap 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.007
a
1 .003

Continuity Correction
b
6.710 1 .010

Likelihood Ratio 11.713 1 .001

Fisher's Exact Test

.003 .003
Linear-by-Linear Association 8.811 1 .003

N of Valid Cases
b
46

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,35.
b. Computed only for a 2x2 table





Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.385 .259 .572
N of Valid Cases 46







Motivasi * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Motivasi Baik Count 16 13 29
% within Motivasi 55.2% 44.8% 100.0%
Kurang Baik Count 8 9 17
% within Motivasi 47.1% 52.9% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Motivasi 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .283
a
1 .595

Continuity Correction
b
.051 1 .821

Likelihood Ratio .283 1 .595

Fisher's Exact Test

.761 .410
Linear-by-Linear Association .277 1 .599

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13.



Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .283
a
1 .595

Continuity Correction
b
.051 1 .821

Likelihood Ratio .283 1 .595

Fisher's Exact Test

.761 .410
Linear-by-Linear Association .277 1 .599

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
Odds Ratio for Motivasi (Baik
/ Kurang Baik)
1.385 .417 4.602
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
1.172 .642 2.140
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.847 .463 1.548
N of Valid Cases 46



Komunikasi * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Komunikasi Baik Count 15 13 28
% within Komunikasi 53.6% 46.4% 100.0%
Kurang Baik Count 9 9 18
% within Komunikasi 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 24 22 46



Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Komunikasi Baik Count 15 13 28
% within Komunikasi 53.6% 46.4% 100.0%
Kurang Baik Count 9 9 18
% within Komunikasi 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Komunikasi 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .056
a
1 .813

Continuity Correction
b
.000 1 1.000

Likelihood Ratio .056 1 .813

Fisher's Exact Test

1.000 .526
Linear-by-Linear Association .055 1 .815

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,61.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
Odds Ratio for Komunikasi
(Baik / Kurang Baik)
1.154 .353 3.776
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
1.071 .602 1.907
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.929 .505 1.708
N of Valid Cases 46








Sedia_APD * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Sedia_APD Lengkap Count 15 9 24
% within Sedia_APD 62.5% 37.5% 100.0%
Tidak Lengkap Count 9 13 22
% within Sedia_APD 40.9% 59.1% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Sedia_APD 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.144
a
1 .143

Continuity Correction
b
1.366 1 .242

Likelihood Ratio 2.160 1 .142

Fisher's Exact Test

.237 .121
Linear-by-Linear Association 2.098 1 .148

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
Odds Ratio for Sedia_APD
(Lengkap / Tidak Lengkap)
2.407 .736 7.877
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
1.528 .847 2.756



For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.635 .340 1.183
N of Valid Cases 46



Pengawasan * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Pengawasan Ada Count 13 4 17
% within Pengawasan 76.5% 23.5% 100.0%
Tidak Ada Count 11 18 29
% within Pengawasan 37.9% 62.1% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Pengawasan 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.379
a
1 .012

Continuity Correction
b
4.928 1 .026

Likelihood Ratio 6.636 1 .010

Fisher's Exact Test

.016 .012
Linear-by-Linear Association 6.241 1 .012

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
Odds Ratio for Pengawasan
(Ada / Tidak Ada)
5.318 1.381 20.484



For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
2.016 1.181 3.442
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.379 .154 .935
N of Valid Cases 46




Hukuman * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Hukuman Ada Count 17 7 24
% within Hukuman 70.8% 29.2% 100.0%
Tidak Ada Count 7 15 22
% within Hukuman 31.8% 68.2% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Hukuman 52.2% 47.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.002
a
1 .008

Continuity Correction
b
5.526 1 .019

Likelihood Ratio 7.186 1 .007

Fisher's Exact Test

.017 .009
Linear-by-Linear Association 6.850 1 .009

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval




Lower Upper
Odds Ratio for Hukuman
(Ada / Tidak Ada)
5.204 1.481 18.289
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
2.226 1.147 4.322
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.428 .215 .849
N of Valid Cases 46




Penghargaan * Pakai_APD
Crosstab

Pakai_APD
Total

Memakai APD
Tidak Memakai
APD
Penghargaan Ada Count 17 7 24
% within Penghargaan 70.8% 29.2% 100.0%
Tidak Ada Count 7 15 22
% within Penghargaan 31.8% 68.2% 100.0%
Total Count 24 22 46
% within Penghargaan 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests

Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.002
a
1 .008

Continuity Correction
b
5.526 1 .019

Likelihood Ratio 7.186 1 .007

Fisher's Exact Test

.017 .009
Linear-by-Linear Association 6.850 1 .009

N of Valid Cases
b
46

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate




Value
95% Confidence Interval

Lower Upper
Odds Ratio for Penghargaan
(Ada / Tidak Ada)
5.204 1.481 18.289
For cohort Pakai_APD =
Memakai APD
2.226 1.147 4.322
For cohort Pakai_APD =
Tidak Memakai APD
.428 .215 .849
N of Valid Cases 46

Anda mungkin juga menyukai