PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA INDUSTRI PENGELASAN INFORMAL DI KELURAHAN GONDRONG, KECAMATAN CIPONDOH, KOTA TANGERANG TAHUN 2013 Skripsi Disusun untuk Memenuhi Syarat Sarjana Strata 1 Kesehatan Masyarakat
Oleh : Ilham Noviandry NIM : 108101000034 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H. 2013 M. i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PERMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, November 2013
ILHAM NOVIANDRY, NIM : 108101000034
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
xix + 113 halaman, 21 tabel, 5 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK Penggunaan APD merupakan tahap akhir dari pengendalian bahaya, walaupun pengunaan APD akan semakin maksimal apabila dilakukan dengan pengendalian lain seperti eliminasi, subsitusi, engineering dan administratif. Manfaat dari penggunaan APD saat bekerja sangat besar dalam pencegahan kecelakaan kerja, namun dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja. Disain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 46 orang dari 12 bengkel las yang ada di Kelurahan Gondrong dengan menggunakan teknik Accidental Sampling. Data dianalisis menggunakan Chi Square (X 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan APD, ada hubungan antara pelatihan dengan penggunaan APD, ada hubungan antara sikap penggunaan APD, ada hubungan antara pengawasan dengan penggunaan APD, ada hubungan antara hukuman dengan penggunaan APD, dan ada hubungan antara penghargaan penggunaan APD. Sedangkan tidak ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan APD, tidak ada hubungan antara komunikasi dengan penggunaan APD, tidak ada hubungan ketersediaan APD dengan penggunaan APD. Saran dari penelitian ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya dan risiko pengelasan, perlunya peningkatan pengawasan terhadap pekerja dengan memberikan penghargaan sehingga meningkatkan sikap, motivasi dan komunikasi mengenai penggunaan APD. Serta melakukan pengadaaan APD yang standar baik oleh pemilik usaha dan pemerintah setempat sehingga meningkatkan kesadaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) khususnya mengenai pengelasan.
Daftar Bacaan : 44 (2001-2012) Kata Kunci : Perilaku Pekerja, Alat Pelindung Diri (APD), Predisposing, Enabling, Reinforcing, Industri Pengelasan Informal
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT OF HEALTH AND WORK SAFETY Undergraduated Thesis, November 2013
ILHAM NOVIANDRY, NIM : 108101000034
Factors Associated With Workers Behavior in the Use of Personal Protective Equipment (PPE) In Informal Welding Industry in Gondrong, Cipondoh Subdistrict, Tangerang in year 2013
xix + 113 Pages, 21 Tables, 5 Pictures, 3 Attachment
ABSTRACT Used of PPE is final stage of hazard control , although used of PPE will be maximal if it is done with other controls such as elimination , substitution , engineering and administrative . Benefits used of PPE when working heavily in prevention of occupational accidents , but in the reality there are many workers who do not use PPE when working . Design study was a descriptive study with a quantitative approach using a cross -sectional study aimed to determine factors associated with behavior of workers in used of Personal Protective Equipment ( PPE ) to informal welding industry . Number of samples taken 46 people from 12 existing welding shop in Village Gondrong using accidental sampling technique . Data were analyzed using Chi Square ( X2 ) . Results showed that relationship between knowledge of use of PPE , there is a relationship between training with use of PPE , there is a relationship between attitude with use of PPE, there is a relationship between supervision with use of PPE , there is a relationship between punishment with use of PPE , and there is a relationship between use of PPE with award . While there is no relationship between motivation with use of PPE , there is no relationship between communication with use of PPE , there was no association between PPE availability with use of PPE . Suggestion of this research is to improve knowledge workers of dangers and risks of welding , need for increased surveillance of workers by giving awards to improve attitude , motivation and communication regarding use of PPE . As well as doing well in providing PPE standards by business owners and local governments to raise awareness of Health and Safety ( K3 ), particularly regarding welding . Reading List: 44 (2001-2012) Keywords: Behavior Workers, Personal Protective Equipment (PPE), Predisposing, Enabling, Reinforcing, Welding Industry Informal
iii
iv
v
vi
Riwayat Hidup Data Diri Nama : Ilham Noviandry TTL : Jakarta, 15 November 1990 Alamat : Jalan KH Dewantoro no. 34 RT 001/01, Gondrong, Cipondoh, Tangerang, Banten 15140 Telp : 0857189513689 E-mail : ilham_noviandry696969@yahoo.co.id
Pendidikan Formal 2008-2013 : Perminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2005-2008 : SMA Negeri 94 Jakarta 2002-2005 : SMP Negeri 187 Jakarta 1997-2002 : SD Negeri 2 Gondrong
Pendidikan Non-Formal 2011 : Training Penerapan E-KTP Massal Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia 2009 : Pelatihan Manajemen Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2008 : Training ESQ tingkat SMA se Jakarta Barat vii
Pengalaman Organisasi 2010-2012 : Direktur Lembaga Kesehatan Masyarakat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2010-2011 : Ketua Bidang Seni Budaya Komisariat DISTEKPERTUM Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2010-2011 : Ketua Bidang Olahraga dan Kesehatan Badan Pengurus Asrama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2009-2010 : Ketua Bidang Keilmuan Komisariat DISTEKPERTUM Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2009-2010 : Ketua Bidang Kebersihan Badan Pengurus Asrama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat 2006-2007 : Bidang 7K Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA Negeri 94 Jakarta 2005-2007 : Anggota Ikatan Remaja Muhammadiyah(IRM)Ranting Gondrong
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan kasih sayang serta kesempatan untuk belajar dan menambah ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridho-Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu dan membuat terselesaikanya laporan ini. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada : 1. Prof. Dr (HC). Dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat. 3. Bapak dr. Yuli Pranpanca Satar. MARS selaku pembimbing I dan Bapak Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembimbing II Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah membimbing dengan sabar dan tawakal dalam penulisan skripsi ini. ix
4. Bapak Ahmad Ghozali yang membantu penulis dalam urusan administrasi dan informasi mengenai kampus dan perkuliahan. Thanks Pak Ghozali... 5. Bapak H. Rudin beserta staf Kelurahan Gondrong yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan permohonan izin untuk melakukan penelitian. 6. Buat Bapak dan Ibu yang selalu ngomelin dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini. Serta Adikku Fauzan yang selalu meminjamkan laptop baik untu keperluan skripsi maupun keperluan lainnya. Hehehe.... 7. Buat Kakakku Uni Lili, Uni Wen, Uni Ita, Kk Rosi, Uda Opi, Uni Febi, Uni Tia, Rio, Uni Yuli, Uni Ari, Uni Yesi, Uda Oka, Uda Zal, Uni Del, Uda In, dan yang ada di seluruh Indonesia yang selalu memberikan semangat untuk mengerjakan skripsi ini. 8. Terima kasih buat Spesial One yang sudah memberikan semangat dan perhatiannya sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Thanks you Endah... 9. Buat temen-temenku dari K3 dan angkatan 2008 yang ada di perminatan Gizi, buat Bang Ludi, Bang Abu, Aa Asyari, Rizqi, Miftah, Irfan (Ciripa), Chusan yang temenin ngopi, Bayu, Iqbal. Buat Titi Ndut, Tetik, Icha, Unil, Neng Irma dan yang lainnya di kelas K3 yang selama ini semangat belajar dan mengerjakan tugas kelompok bersama. Juga buat Alumni dan Adik kelas yang selalu memberikan info buat penulis. 10. Buat temen Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah periode 2012-2013, pak Topeng Ketum Imm Ciputat, Pak Zuhri, Fauzi Bukho Medan, Bang Andre, Bung Koko, Mawmaw(Immawan), Mbak Zum, Bang Zaki, Mbak Kiki, Om Dimas Ndut, Bang Tole, Bang Adit, Bang Ichanuddin, beserta x
temen-teman Immawan dan Immawati yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Juga buat Adik-adikku di komisariat DISTEKPERTUM. Ari, Badra, Tsalis, Ivand, Vina, Elvin, Eci, dan yang lainnya, maaf tak bisa disebutkan satu per satu. Semoga IMM Jaya...!!!! Fastabiqul Khairot... 11. Semua pihak yang telah menyukseskan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.
Jakarta, November 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI Abstrsk i Pernyataan Persetujuan iii Panitia Ujian Skripsi iv Lembar Pernyataan v Riwayat Hidup vi Kata Pengantar viii Daftar Isi xi Daftar Gambar xvi Daftar Tabel xvii
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Pertanyaan Penelitian 6 1.4. Tujuan Penelitian 8 1.4.1. Tujuan Umum 8 1.4.2. Tujuan Khusus 8 1.5. Manfaat Penelitian 9 1.5.1. Manfaat Teoritis 9 1.5.2. Manfaat Metodoligis 9 1.5.3. Manfaat Aplikatif 9 1.6. Ruang Lingkup Penelitian 10
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Pengelasan 11 2.1.1. Pengertian Pengelasan 11 2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan 12 2.1.3. Bahaya Pengelasan 14 2.2. Perilaku Tidak Aman 18 2.2.1. Pengertian Perilaku Tidak Aman 18 2.2.2. Klasifikasi Perilaku Tidak Aman 19 2.3. Teori-Teori Mengenai Perilaku 20 2.3.1. Lawrence Green Theory 20 2.3.2. Social Cognitive Theory 21 2.3.3. Theory Ramsey 22 2.3.4. Model ABC dan Perilaku 24 2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kerja 27 2.4.1. Pengetahuan 27 2.4.2. Pelatihan 28 2.4.3. Sikap 29 2.4.4. Motivasi 31 2.4.5. Komunikasi 32 2.4.6. Ketersediaan Fasilitas 33 2.4.7. Pengawasan 34 2.4.8. Hukuman dan Penghargaan 35 2.5. Alat Pelindung Diri (APD) Pengelasan 37 2.5.1. Helm Pengaman (Safety Helmet) 37 xii
2.5.2. Kacamata Las (Googles) 38 2.5.3. Pelindung Muka (Face Shield) 38 2.5.4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron) 39 2.5.5. Sarung Tangan (Safety Glove) 39 2.5.6. Sepatu Kerja (Safety Shoes) 40 2.5.7. Kacamata Bening (Safety Spectacles) 41 2.5.8. Pelindung Telinga (Hearing Protection) 41 2.5.9. Alat Pelindung Hidung (Respirator) 42 2.6. Kerangka Teori 43
Bab III Kerangka Konsep 3.1. Kerangka Konsep 45 3.2. Varibel yang Tidak Diteliti 46 3.3. Definisi Operasional 48 3.4. Hipotesis Penelitian 51
Bab IV Metodologi Penelitian 4.1. Disain Penelitian 52 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 53 4.3. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian 53 4.3.1. Populasi 53 4.3.2. Sampel 53 4.3.3. Sampling Penelitian 53 4.4. Instrumen Penelitian 55 4.4.1. Kuesioner 55 4.4.2. Catatan Lapangan 57 4.4.3. Lembar Observasi 58 4.5. Metode Pengumpulan Data 58 4.6. Pengolahan Data 59 4.7. Teknik Analisis Data 60 4.7.1. Analisis Univariat 60 4.7.2. Analisis Bivariat 61
Bab V Hasil 5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian 62 5.2. Analisis Univariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 64 5.2.1. Gambaran Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 64 5.2.2. Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 64 5.2.3. Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. xiii
65
5.2.4. Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 66 5.2.5. Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 67
5.2.6. Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 67 5.2.7. Gambaran Ketersediaan APD dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 68 5.2.8. Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 69 5.2.9. Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 69 5.2.10. Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. 70 5.3. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 72 5.3.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 72 5.3.2. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 73 5.3.3. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 74 5.3.4. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 75 5.3.5. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 76 5.3.6. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 78 xiv
5.3.7. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 79 5.3.8. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 80 5.3.9. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. 81
Bab VI Penbahasan 6.1. Keterbatasan Penelitian 83 6.2. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal 85 6.3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 86 6.4. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 87 6.5. Hubungan Antara Sikap Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 89 6.6. Hubungan Antara Motivasi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 90 6.7. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 92 6.8. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 94 6.9. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 96 6.10. Hubungan Antara Hukuman Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. xv
98 6.11. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 99
Bab VII Kesimpulan dan Saran 7.1. Simpulan 102 7.2. Saran 105
Daftar Pustaka 107
Lampiran
xvi
Daftar Gambar Gambar Halaman Gambar 2.1 Gambar Social Cognitive Theory 21 Gambar 2.2 Model ABC dan Perilaku 25 Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori 44 Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep 47 Gambar 5.1 Bagan Struktur Organisasi Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang 60
xvii
Daftar Tabel Tabel Halaman Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional 48 Tabel 4.1 Perhitungan sampel per variable 55
Tabel 5.1 Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 64 Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 65 Tabel 5.3 Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 65 Tabel 5.4 Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 66 Tabel 5.5 Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 67 Tabel 5.6 Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 68 Tabel 5.7 Gambaran Ketersediaan APD dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 68
xviii
Tabel 5.8 Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 69 Tabel 5.9 Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 70 Tabel 5.10 Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 70 Tabel 5.11 Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 72 Tabel 5.12 Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 73 Tabel 5.13 Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 74 Tabel 5.14 Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 75 Tabel 5.15 Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 77 Tabel 5.16 Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 78 xix
Tabel 5.17 Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 79 Tabel 5.18 Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 80 Tabel 5.19 Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 82
107
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya kecelakaan kerja pada tempat kerja. Penggunaan alat pelindung diri sering dianggap tidak penting ataupun remeh oleh para pekerja, terutama pada pekerja yang bekerja pada sektor informal. Padahal penggunaan alat pelindung diri ini sangat penting dan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. Kedisiplinan para pekerja dalam mengunakan alat pelindung diri tergolong masih rendah sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja yang dapat membahayakan pekerja cukup besar. Angka kecelakaan kerja berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) tahun 2010, di seluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta kecelakaan dalam pekerjaan per tahun. Setiap hari, 6.300 orang meninggal karena kecelakaan kerja atau penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Sekitar 2,3 juta kematian per tahun terjadi di seluruh dunia. Angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong cukup tinggi. Berdasarkan data (Jamsostek, 2011), angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2011 mencapai 99.491 kasus. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 sebanyak 83.714 2
kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736 kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah terpadat di provinsi Banten. Didaerah ini terdapat banyak industri baik industri formal maupun industri informal. Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah ini menjadi salah satu penyumbang angka kecelakaan tertinggi untuk provinsi Banten. Adapun angka kecelakaan kerja di daerah Banten mencapai 209 kasus, meliputi 103 orang meningal dunia, 25 orang menderita luka berat, 92 orang mengalami luka ringan. Dari angka kecelakaan tersebut, hampir setengahnya dari jumlah kecelakaan kerja merupakan angka kematian akibat dari kecelakaan kerja (Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi, 2012). Diperkirakan pekerja di Indonesia berjumlah 95.7 juta orang yang terdiri dari 58.8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36.9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar 60% dari jumlah tersebut bekerja dalam sektor informal. Oleh karena itu pemerintah perlu dilakukan pengawasan dan pelaporan mengenai tingkat kecelakaan kerja di sektor informal dari risiko dan bahaya yang terdapat di tempat kerja selain pelaporan kecelakaan kerja dari sektor formal (Dwi, 2008). Kecelakaan kerja dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor antara lain adanya faktor lingkungan dan manusia. Faktor lingkungan terkait dengan peralatan, kebijakan, pengawasan, peraturan, dan prosedur kerja mengenai pelaksanaan K3. Sedangkan faktor manusia yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang tidak aman(Sumamur, 2010). 3
Upaya untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menghilangkan risiko atau mengendalikan sumber bahaya bahkan menggunakan alat pelindung diri (APD). Menurut ILO (1989), hierarki pengendalian bahaya terdapat 5 (lima) pengendalian bahaya yaitu eliminasi, subsitusi, engineering, administratif dan alat pelindung diri. Pencegahan tersebut difokuskan pada lingkungan kerja, peralatan dan terutama adalah pekerja (manusia). Penggunaan alat pelindung diri sudah seharusnya menjadi keharusan, namun tidak digunakan oleh pekerja. Hal ini disebabkan masih lemahnya kedisiplinan dan kesadaran para pekerja. Berdasarkan temuan bahaya di perusahaan yang ada di Indonesia bahwa 60% tenaga kerja cedera kepala karena tidak menggunakan helm pengaman, 90% tenaga kerja cedera wajah karena tidak menggunakan alat pelindung wajah, 77% tenaga kerja cedera kaki karena tidak menggunakan sepatu pengaman, dan 66% tenaga kerja cedera mata karena tidak menggunakan alat pelindung mata (Jamsostek, 2011). Penelitian Syaaf (2008) diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada pengelasan informal adalah pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersediaan APD, pengawasan, hukuman dan penghargaan. Sedangkan Wibowo (2010), faktor yang memiliki hubungan dengan perilaku penggunaan APD adalah pengetahuan, pengawasan, dan kebijakan. Adapun Linggasari (2008), faktornya adalah ketersediaan APD, pelatihan dan pengawasan. 4
Pengendalian bahaya dengan menggunakan APD juga tidak akan maksimal jika pekerja sendiri tidak menggunakan padahal dari pihak perusahaan atau pemilik usaha telah menyediakan. Menurut salah satu penelitian yang dilakukan pada pekerjaan pengelasan industri informal di daerah Depok hanya 50% pekerja yang berperilaku menggunakan APD saat bekerja sedangkan 50% mempunyai perilaku tidak menggunakan APD saat bekerja (Purwanto, 2009). Penggunaan APD merupakan tahap akhir dari pengendalian bahaya. Walaupun pengunaan APD akan menjadi maksimal apabila dilakukan dengan pengendalian lain seperti eliminasi, subsitusi, engineering, administratif sehingga bahaya dapat dikendalikan. Manfaat dari penggunaan APD saat bekerja sangat besar dalam pencegahan kecelakaan kerja. Namun dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja. Kelompok masyarakat pekerja sektor informal masih belum mendapatkan perhatian dalam kesehatan kerjanya. Tindakan pencegahan dan pengendalian yang ada belum disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja. Pada umumnya fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh tenaga kerja pada industri skala besar (jumlah pekerja lebih dari 500 orang). Pada industri kecil dan menengah, fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan bersifat parsial dan mungkin tidak ada sama sekali (Nur dalam Dian Rawar, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri yang disediakan perusahaan/pemilik usaha antara lain 5
ketidaknyamanan dalam menggunakan APD sehingga mengurangi kinerja para pekerja bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang lain. Dengan menggunakan APD pada saat bekerja maka mengurangi kemungkinan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penggunaan APD pada sektor informal perlu diperhatikan oleh pekerja, perusahaan dan pemerintahan setempat.
1.2. Rumusan Masalah Bahaya dan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja dapat muncul dari setiap tempat kerja dalam bentuk yang berbeda-beda. Pada industri pengelasan informal, banyak terdapat bahaya dan risiko yang dapat melukai para pekerja, mulai dari risiko kecil sampai besar dengan tingkat paparan berbeda dari bahaya di pengelasan informal. Sehingga dalam menunjang K3 di tempat pengelasan dan untuk mencegah kecelakaan, diperlukan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Maret 2013 di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, diketahui bahwa 6 dari 10 orang pekerja tidak menggunakan APD pada saat bekerja dan diketahui bahwa 2 dari 4 bengkel las tidak mempunyai aturan atau kebijakan khusus dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pemilihan Kelurahan Gondrong sebagai tempat penelitian karena daerah tersebut terdapat banyak pembangunan rumah, ruko dan bangunan lainnya yang memerlukan jasa pengelasan. Sehingga bengkel las di Kelurahan ini juga banyak mendapat pemesanan dari luar Kelurahan Gondrong sendiri sehingga tempat ini dapat dijadikan tempat penelitian. 6
Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa masih banyak pekerja pengelasan yang tidak menggunakan APD saat bekerja sehingga kecelakaan kerja ringan sampai berat dapat membahayakan para pekerja. Dengan demikian diperlukan adanya suatu penelitian yang menggambarkan perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal ini. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja sehingga tidak menggunakan APD saat bekerja walaupun dari pihak perusahaan atau pemilik usaha antara lain ketidaknyamanan jika menggunakan APD saat bekerja. Tingginya kasus kecelakaan kerja diarea kerja diakibatkan kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman (unsafe act) seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat melakukan pekerjaannya, hal ini juga yang berkaitan dengan behavior yang dimiliki oleh pekerja tersebut.
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ditempat kerja.? 2. Bagaimana gambaran faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dalam perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 3. Bagaimana gambaran faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 7
4. Bagaimana gambaran faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan) pekerja dalam perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 5. Bagaimana hubungan faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 6. Bagaimana hubungan faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 7. Bagaimana hubungan faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan faktor-faktor perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Tangerang. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.? 2. Diketahuinya gambaran faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dalam perilaku penggunaan 8
Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 3. Diketahuinya gambaran faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 4. Diketahuinya gambaran faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan) pekerja dalam perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 5. Diketahuinya hubungan faktor Predisposing (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap, Motivasi, dan Komunikasi) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 6. Diketahuinya hubungan faktor Enabling (Ketersediaan APD) pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 7. Diketahuinya hubungan faktor Reinforcing (Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan) pekerja dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
9
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Sebagai sumbangan referensi akademis berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada pekerjaan pengelasan di Kelurahan Gondrong. 1.5.2. Manfaat Metodoligis Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang metodologi penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan perilaku pekerja dalam penggunaan APD. 1.5.3. Manfaat Aplikatif 1. Bagi industri, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi mengenai faktor perilaku pekerja dalam penggunaan APD, serta dapat melakukan upaya pencegahan terhadap risiko dan bahaya kecelakaan di tempat kerja. 2. Bagi fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan kurikulum program studi Kesehatan Masyarakat khususnya pada konsentrasi K3. 3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan ataupun data dalam penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal.
10
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujan untuk mengetahui hubungan antara faktor yang mempengaruhi perilaku dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerjaan pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. Penelitian ini perlu dilakukan karena masih kurangnya penggunaan APD sebagai salah satu bentuk pengendalian dari bahaya yang terjadi ditempat kerja sehingga para pekerja masih mengalami Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja. Penelitian ini menggunakan disain penelitian kuantitatif dengan metode studi cross sectional. Penelitian akan dilaksanakan oleh peneliti itu sendiri. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 46 orang dari 12 bengkel las yang ada di Kelurahan Gondrong dengan menggunakan teknik Accidental Sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulam Mei-Juni 2013. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan cara pengisian kuesioer dan lembar obsevasi, sedangkan data sekunder yaitu jumlah tempat pengelasan informal. Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana penggunaan APD para pekerja pada pekerjaan pengelasan di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui data pekerja, pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, pengawasan, dan fasilitas mengenai APD.
107
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelasan 2.1.1. Pengertian Pengelasan Banyak institusi maupun para ahli yang mendefinisikan tentang pengelasan. Namun secara umum pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan ligam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinyu. Menurut Deutsche Industrie Normen (DIN) (2008) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair, dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan. Menurut Wiryosumarto (2000), las adalah suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Untuk berhasilnya penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yakni: a. Bahwa benda cair tersebut dapat cair/lebur oleh panas. b. Bahwa antara benda-benda padat yang disambung tersebut terdapat kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau menggagalkan sambungan tersebut. 12
c. Bahwa cara-cara penyambungan sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan penyambungan.
2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan Sampai pada waktu sakarang ini banyak sekali pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las. Ini disebabkan perlu adanya kesepakatan dalah hal pengklasifikasian tersebut. Secara konvensional pengklasifikasian berdasarkan kerja dan energi yang digunakan. Klasifikasi berdasarkan kerja dibagi menjadi 3 yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Sedangkan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan dibagi menjadi 3 yaitu pengelasan listrik, pengelasan kimia, dan pengelasan mekanik. Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain (Prabowo, 2007): 1. Las Oksi Asetilen Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gas asetilen merupakan salah satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan. Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen antara lain: 13
a. Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu 300C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh disimpan atau digunakan pada suhu diatas 300C. b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600C jika berada pada tekanan 1 atm atau 530C jika tekanan 3 atm. Jika terjadi disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan. 2. Las listrik Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan- permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang cukup. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan disambung. Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin 14
besar tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga api listrik. Selain penggunaan arus dan tegangan yang bisa membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar ultra violet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi. Pancaran atau radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia (Prabowo, 2007).
2.1.3. Bahaya Pengelasan Dalam melakukan pengelasan terdapat beberapa bahaya yang berpotensi terjadinya antara lain (Yasari, 2008): A. Bahaya Cahaya/Sinar Cahaya dari busur las dapat digolongkan pada sifatnya yaitu cahaya yang dapat dilihat, ultra violet dan infra merah. Cahaya tersebut tergolong dalam radiasi bukan pengion (non-ionizing). Bahaya cahaya (radiasi cahaya) ini dapat menimbulkan luka bakar, kerusakan mata dan kerusakan kulit. a. Sinar ultraviolet Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
15
b. Cahaya tampak Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara. c. Sinar inframerah Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan. B. Bahaya Asap dan Gas Las Asap las (fume) yang ada selama pengelasan terutama terdiri dari oksida logam. Asap ini terbentuk ketika uap logam terkondensasi dan teroksidasi. Komposisi asap ini tergantung pada jenis logam induk, logam pengisi, flux dalam permukaan atau kontaminasi pada permukaan logam. Gas-gas berbahaya dapat menyebabkan kerusakan pada system pernafasan juga bagian tubuh tertentu. Adapun gas-gas berbahaya yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas CO, CO 2 , NO, NO 2 dan ozon. a. Gas Karbon Monoksida Gas ini mempunyai afinitas tinggi terhadap hemoglobin (Hb) yang akan menurunkan daya penyerapan terhadap oksigen. b. Gas Karbon Dioksida 16
Gas ini sebenarnya tidak berbahaya terhadap tubuh tetapi bila konsentrasinya terlalu tinggi dapat membahayakan apabila operator yang berada diruangan tertutup. c. Gas Nitrogen Monoksida Ikatan NO dan hemoglobin lebih kuat dari pada CO dan Hb, bahkan mengikat oksigen yang dibawa hemoglobin. Hal ini dapat membahayak sistem syaraf. d. Gas Nitrogen Dioksida Gas ini memberikan rangsangan yang kuat terhadap mata dan lapisan pernafasan sehingga dapat menyebabkan sakit dan iritasi mata serta mengalami gangguan pada pernafasan. C. Bahaya Percikan Api Selama dalam proses pengelasan menghasilkan percikan dan terak las. Percikan dan terak las apabila mengenai kulit dapat menyebabkan luka bakar. Oleh karena itu, juru las harus dilindungi terhindar dari hal ini terutama apabila harus melakukan pengelasan tegak dan pengelasan diatas kepala. D. Bahaya Kebakaran Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak. 17
E. Bahaya Ledakan Dalam mengelas tangki bahan bakar, tangki harus bersih dari minyak, gas yang mudah terbakar dan cat yang mudah terbakar sebelum melakukan pengelasan. Apabila dalam hal ini pembersihannya kurang sempurna maka akan terjadi ledakan yang cukup membahayakan. Untuk mencegah hal tersebut, sebelum pengelasan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi ledakan. F. Bahaya Jatuh Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha pencegahannya harus diperhatikan. G. Bahaya Listrik Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan besar arus adalah sebagai berikut: a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak membahayakan. b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan menimbulkan rasa sakit. c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat. d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang lain. 18
e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh. f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
2.2. Perilaku Tidak Aman 2.2.1. Pengertian Perilaku Tidak Aman Menurut Illyas (2000) dalam Pratiwi (2009) perilaku tidak aman adalah perilaku yang dilakukan oleh pekerja yang menyimpang dari prinsip- prinsip keselamatan atau tidak sesuai dengan prosedur kerja yang berisiko untuk timbulnya masalah. Menurut Kletz (2001) dalam Pratiwi (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya tindakan/perilaku tidak aman merupakan kesalahan manusia dalam mengambil sikap/tindakan. Klasifikasi kesalahan manusia antara lain : a. Kesalahan karena lupa Kesalahan terjadi biasanya pada seseorang yang sebetulnya tahu, mampu dan berniat, mengerjakan secara benar dan aman dan telah biasa dilakukan, namun melakukan kesalahan karena lupa. Contoh : menekan tombol yang salah, lupa membuka atau menutup keran. b. Kesalahan karena tidak tahu Kesalahan terjadi karena orang tersebut tidak mengetahui cara mengerjakan/mengoperasikan peralatan secara benar dan aman atau terjadi kesalahan perhitungan. Hal tersebut terjadi disebabkan karena kurang pelatihan, kurang/ salah instruksi, perubahan informasi. c. Kesalahan karena tidak mampu 19
Kesalahan terjadi karena tidak mampu melakukan tugasnya. Contoh: pekerjaan terlalu sulit, beban fisik maupun mental pekerjaan terlalu berat, tugas/ informasi terlalu banyak. d. Kesalahan karena kurang motivasi Kesalahan karena kurang motivasi ini bisa terjadi karena hal-hal : Dorongan pribadi (desire) : ingin cepat selesai, melalui jalan pintas, ingin nyaman, malas memakai APD, menarik perhatian dengan mengambil resiko berlebihan. 2.2.2. Klasifkasi perilaku tidak aman Menurut Bird dan Germin (1990), factor penyebab dasar (basic cause) terutama adalah factor manusia yang menyebabkan tindakan tidak aman sehingga menimbulkan kejadian hampir celaka (near miss) dan kecelakaan yaitu kemampuan fisik dan mental yang tidak sesuai, kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, stress fisik dan mental, motivasi yang tidak memadai. (Maanaiya, 2005). Menurut Bird (1990) dalam Maanaiya (2005) tindakan tidak aman meliputi sebagai berikut : 1. Pengoperasian peralatan pada kecepatan yang tidak pantas. 2. Mengoperasikan peralatan pada otoritas yang tidak pantas. 3. Penggunaan peralatan yang tidak sesuai. 4. Penggunaan peralatan yang cacat. 5. Tindakan yang menyebabkan alat keselamatan tidak dapat dioperasikan. 6. Kegagalan memberi isyarat atau untuk menjalani/mengamankan peralatan. 20
7. Kegagalan menggunakan APD. 8. Penempatan peralatan/persediaan yang tidak sesuai. 9. Pengambilan posisi kerja yang tidak sesuai. 10. Memperbaiki/ merawat peralatan yang sedang bergerak. 11. Bercanda dalam bekerja. 12. Bekerja di bawah pengaruh alkohol. 13. Penggunaan obat-obat terlarang. 14. Merokok pada lokasi yang dilarang misalnya pada lokasi tempat bekerja.
2.3. Teori-teori Mengenai Perilaku 2.3.1. Lawrence Green Theory Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005), faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor yaitu: a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, pengetahuan, motivasi, kepercayaan, nilai dan tradisi. b. Faktor Pemungkin (enabling factors), adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku antara lain sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya kesehatan. c. Faktor Penguat (reinforcement factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain peraturan, undang-undang, pengawasan.
21
2.3.2. Social Cognitive Theory Social Cognitive Theory merupakan teori perilaku kesehatan yang dikembangkan oleh Albert Bandura tahun 1963. Menurut Bandura (1977) dalam Syaaf (2008), teori social kognitif terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu individu, sosial, dan lingkungan, dimana satu sama lain saling berhubungan dan menentukan (triadic reciprocity).
Gambar 2.1 Gambar Social Cognitive Theory Bandura menguraikan bahwa individu atau pribadi mempunyai kemampuan dasar manusiawi yang sifatnya kognitif. Setiap individu memiliki karakteristik tertentu antara lain emosi, bertindak, keyakinan, harapan, pengaturan diri, kemampuan belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan juga memiliki karakteristik tersendiri misalnya karakteristik fisik, sosial, budaya, politik.
Behavior
Complying, Coaching, Recognizing, Communication Person
2.3.3. Theory Ramsey Ramsey dalam Vitriyansyah P. (2012) mengemukakan bahwa perilaku pekerja yang aman atau terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan kecelakaan, dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu: a. Pengamatan (perception) b. Kognitif (cognition) c. Pengambilan Keputusan (decision making) d. Kemampuan (ability) Ramsey mengemukakan sebuah model yang mengkaji faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Pada tahapan pertama, seseorang akan mengamati suatu bahaya yang akan mengancam. Bila ia tidak mengamati atau salah mengamati adanya bahaya maka ia tidak akan menampilkan perilaku kerja yang aman. Sedang bilamana bahaya kerja teramati sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman bahwa hal yang diamati tersebut membahayakan maka perilaku yang aman juga tidak terampil. Pada tahapan ketiga, perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil bilamana seseorang tidak memiliki keputusan untuk menghindari walaupun yang bersangkutan telah melihat dan mengetahui bahwa yang dihadapi tersebut merupakan sesuatu yang membahayakan. Dan pada tahapan keempat, perilaku kerja yang aman juga tidak akan tampil bilamana seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menghindar dari bahaya. Tahap pertama, pengamatan seseorang terhadap bahaya dipengaruhi oleh: 23
1. Kecakapan sensoris (sensory skill) 2. Preseptual (preseptual skill) 3. Kesiagaan mental (state of alertness) Tahap kedua, pengenalan seseorang terhadap faktor bahaya yang diamati atau teramati akan tergantung: 1. Pengalaman (experience) 2. Pelatihan (training) 3. Kemampuan mental (mental ability) 4. Daya ingat (memory ability) Tahap ketiga, keputusan seseorang untuk menghindari kecelakaan akan dipengaruhi oleh: 1. Pengalaman (experience) 2. Pelatihan (training) 3. Sikap (attitude) 4. Motivasi (motivation) 5. Kepribadian (personality) 6. Kecenderungan menghadapi resiko (risk taking tendency) Tahap ke empat, kemampuan seseorang untuk menghindari kecelakaan dipengaruhi oleh: 1. Ciri dan kemampuan diri (physical characteristic and ability) 2. Kemampuan motorik (psychomotor skill) 3. Proses fisiologis (psysiological procces) Dari keempat tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa keseluruhan faktor, sebagian besar merupakan faktor individu yang masih dapat 24
ditingkatkan melalui berbagai strategi pendidikan dan pelatihan yang sesuai.namun perlu disadari pula bahwa perilaku kerja aman masih memungkinkan terjadinya suatu kecelakaan kerja. 2.3.4. Model ABC dan Perilaku Menurut model ABC , perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian peristiwa anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilaku dan secara kausal terhubung dengan perilaku itu sendiri) dan diikuti oleh konsekuensi (hasil nyata dari perilaku bagi individu) yang dapat meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang kembali. Analisis ABC membantu dalam mengidentifikasi cara-cara untuk mengubah perilaku dengan memastikan keberadaan anteseden yang tepat dan konsekuensi yang mengandung perilaku yang diharapakan Anteseden yang juga disebut sebagai aktivator dapat memunculkan suatu perilaku untuk mendapatkan konsekuensi yang diharapkan (reward) atau menghindari konsekuensi yang tidak diharapkan ( penalty). Dengan demikian, anteseden mengarahkan suatu perilaku dan konsekuensi menentukan apakah perilaku tersebut akan muncul kembali. Konsekuensi dapat menguatkan atau melemahkan perilaku sehingga dapat meningkatkan atau mengurangi frekuensi kemunculan perilaku tersebut. Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perilaku akan muncul kembali dalam kondisi yang serupa. Anteseden adalah penting namun tidak cukup berpengaruh untuk menghasilkan perilaku. Konsekuensi menjelaskan mengapa orang 25
mengadopsi perilaku tertentu (Fleming dan. Lardner, 2002 dalam Syaaf 2008). Model ABC dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat dan selamat. Hubungan antara anteseden, perilaku, dan konsekuensi dapat dilihat pada gambar. Panah dua arah diantara perilaku dan konsekuensi menegaskan bahwa konsekuensi mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali.
Gambar 2.2 Model ABC dan Perilaku a. Anteseden Anteseden adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap atau pemicu perilaku. Anteseden yang secara reliable mengisyaratkan waktu untuk menjalankan sebuah perilaku dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya suatu perilaku pada saat dan tempat yang tepat. Anteseden dapat bersifat alamiah (dipicu oleh peristiwa-peritiwa lingkungan) dan terencana (dipicu oleh pesan/peringatan yang dibuat oleh komunikator). Meskipun anteseden diperlukan untuk memicu perilaku, namun kehadirannya tidak menjamin kemunculan suatu perilaku. Sebagai contoh, adanya peraturan dan prosedur keselamatan belum tentu memunculkan perilaku aman. Bagaimanapun anteseden yang memiliki efek jangka panjang seperti pengetahuan sangat penting untuk menciptakan perilaku aman. Anteseden adalah penting untuk Anteseden Behavior Concequence 26
memunculkan perilaku, tetapi pengaruhnya tidak cukup untuk membuat perilaku tersebut bertahan selamanya. b. Konsekuensi Konsekuensi adalah peristiwa lingkungan yang mengikuti sebuah perilaku, yang juga menguatkan, melemahkan atau menghentikan suatu perilaku. Secara umum, orang cenderung mengulangi perilaku-perilaku yang membawa hasil-hasil positif dan menghindari perilaku-perilaku yang memberikan hasil-hasil negatif. Konsekuensi didefinisikan sebagai hasil nyata dari perilaku individu yang mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Dengan demikian, frekuensi suatu perilaku dapat meningkat atau menurun dengan menetapkan konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut. (Fleming dan Lardner, 2002 dalam Syaaf, 2008). Konsekuensi dapa berupa pembuktian diri, penerimaan atau penolakan dari rekan kerja, sanksi, umpan balik, cedera atau cacat, penghargaan, kenyamanan atau ketidaknyamanan, rasa terimakasih, penghematan waktu. Ada tiga macam konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, yaitu penguatan positif, peguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif dan penguatan negatif memperbesar kemungkinan suatu perilaku untuk muncul kembali sedangkan hukuman memperkecil kemungkinan suatu perilaku untuk muncul kembali (Fleming dan Lardner, 2002 dalam Syaaf, 2008) 27
Penguatan positif dapat berupa mendapatkan sesuatu yang diinginkan seperti umpan balik positif terhadap pencapaian, dikenal oleh atasan, pujian dari rekan kerja, dan penghargaan. Penguatan negative dapat berupa terhindar dari sesuatu yang tidak diingiinkan seperti terhindar dari pengucilan oleh rekan kerja, terhindar dari rasa sakit, terhindar dari kehilangan insentif, dan terhindar dari denda. Hukuman dapat berupa mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan atau kehilangan sesuatu yang dimiliki atau diinginkan seperti kehilangan keuntungan, aksipendisiplinan, rasa sakit/cedera, perasaaan bersalah (Fleming dan Lardner, 2002 dalam Syaaf, 2008).
2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kerja Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku kerja yang dapat mempengaruhi pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan, antara lain: 2.4.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior). Notoatmodjo (2003) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa 28
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang baik tanpa penggunaan APD lebih sedikit yaitu (83,8%) daripada responden yang memiliki pengetahuan baik yang menggunakan APD (91,8%). Hasil uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan pengetahuan P = 0,000 (Pvalue <0,05). 2.4.2. Pelatihan Salah satu cara yang baik untuk mempromosikan keselamatan di tempat kerja adalah dengan memberikan pelatihan bagi pekerja. Pelatihan keselamatan awal harus menjadi bagian proses orientasi 29
pekerja baru. Pelatihan selanjutnya diarahkan pada pembentukan pengetahuan yang baru, spesifik dan lebih dalam serta memperbaharui pengetahuan yang sudah ada. Pelatihan memberikan manfaat ganda dalam promosi keselamatan. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman kerja terhadap hazard dan risiko. Dengan adanya peningkatan kesadaran terhadap risiko, pekerja dapat menghindari kondisi tertentu dengan mengenali pajanan dan memodifikasinya dengan mengubah prosedur kerja menjadi lebih aman. Latihan keselamatan adalah penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja baru yang belum terbiasa bekerja dengan selamat. Pentingnya segi keselamatan harus ditekankan kepada tenaga kerja oleh pelatih, pimpinan kelompok atau instruktur (Sumamur 2009). Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui bahwa responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan tanpa memakai APD lebih sedikit (34,0%) daripada responden yang pernah mengikuti pelatihan memakai APD (66,7%). Hasil uji Chi Square menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan pelatihan P = 0,938 (Pvalue >0,05). 2.4.3. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus 30
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1. Menerima (Receiving) Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah 4. Bertangguang jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Berdasarkan penelitian Linggasari (2008), diketahui bahwa responden yang memiliki sikap kurang baik dalam penggunaan APD 31
sebanyak 60 responden (69,8%), sedangkan responden yang memiliki sikap baik dalam penggunaan APD sebanyak 12 responden (55,0%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,06 (P value <0,05) dengan (95%CI) maka tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku penggunaan APD. 2.4.4. Motivasi Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja di perusahaan. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positip terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Dalam penggunaan APD, motivasi dibutuhkan untuk memberitahukan betapa pentingnya melindungi diri dari bahaya yang ada di tempat kerja. 32
Berdasarkan penelitian Asriyani (2011), diketahui bahwa responden yang memiliki motivasi kurang baik tanpa penggunaan APD sebanyak 35 responden (55,5%), sedangkan responden yang memiliki motivasi baik dalam penggunaan APD sebanyak 12 responden (19,1%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 (P value <0,05) maka ada hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan APD. 2.4.5. Komunikasi Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambing atai symbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Agar terjadi komunikasi yang efektif perlu keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yaitu komunikator, komunikan pesan, saluran atau media. Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan berbagai meda baik lisan maupun tertulis. Pesan harus mudah diingat oleh penerima. Daya ingat rata-rata melalui berbgai media adalah sebagai berikut: 10% apa yang dibaca, 20% apa yang didengar, 30% apa yang dilihat, 50% apa yang didengar dan dilihat, 70% apa yang dikatakan, 90% apa yang dikatakan dan dikerjakan. Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan, Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat. 33
Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), diketahui bahwa responden yang memiliki komunikasi baik dalam penggunaan APD (85,7%), sedangkan responden yang memiliki komunikasi kurang baik tanpa penggunaan APD (18,2%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,072 (P value >0,05) maka tidak ada hubungan komunikasi dengan perilaku penggunaan APD. 2.4.6. Ketersediaan Fasilitas Penggunaan APD merupakan penyambung dari berbagai upaya pencegahan kecelakaan lainnya atau ketika tidak ada metode atau praktek lain yang mungkin untuk dilakukan (Roughton, 2002). Aneka alat-alat APD adalah kaca mata (goggles), safety shoes, sarung tangan, topi pengaman, pelindung telinga, pelindung paru-paru, dan lain-lain. Desain dan pembuatan APD harus memenuhi standar-standar tertentu dan sudah diuji terlebih dahulu kemampuan perlindungannya (Sumamur, 2009). Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat terbentuk dari tiga faktor, salah satunya faktor pendukung (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu tindakan jika tidak terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya sikap tersebut. Berdasarkan penelitian Asriyani (2011), diketahui bahwa responden yang menyatakan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) tidak lengkap dan memiliki sikap yang kurang baik (69,8%), 34
sedangkan responden yang menyatakan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap dan memiliki sikap yang baik (88,1%). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 (P value <0,05) dengan (95%CI) maka ada hubungan antara ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan perilaku penggunaan APD di PT Telekomunikasi, Tbk Pekanbaru. 2.4.7. Pengawasan Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa tulisan yang menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tetapi tidak mengawasi tindakan aktivitasnya. Pekerja akan cenderung melupakan kewajibannya dalam beberapa hari atau minggu (Roughton, 2002 dalam Syaaf, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan peraturan di tempat kerja. Menurut Roughton (2002) dalam Syaaf (2008), beberapa tipe individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja yaitu : a. Pengawas (Supervisor) Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan juga pengendaliannya. b. Pekerja Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam proses keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara melindungi diri dan rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam pengawasan 35
membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi hazard.
c. Safety Professional Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan untuk bertanggung jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program pencegahan dan pengendalian bahaya.
Berdasarkan penelitian Arianto Wibowo (2010), diketahui bahwa responden yang menyatakan tidak ada pengawasan dalam penggunaan APD lebih sedikit yaitu 72,3% daripada responden yang menyatakan ada pengawasan (92,4%). Hasil uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan adanya pengawasan P =0,000 (Pvalue<0,05) dengan OR 32,533(10,535-100,468) 2.4.8. Hukuman dan Penghargaan Menurut Geller (2001) dalam Syaaf (2008) hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk meghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai control terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden. 36
Sedangkan penghargaan menurut Geller (2001) dalam Syaaf (2008) adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan sebagaimana mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik kepada setiap orang karena penghargaan membentuk parasaan percaya diri, penghargaan diri, pengendalian diri, optimistisme, dan rasa memiliki. Berdasarkan penelitian Syaaf (2008), diketahui bahwa responden yang menyatakan tidak ada kebijakan dalam penggunaan APD lebih sedikit yaitu 86,5% daripada responden yang menyatakan ada kebijakan (93,2%). Hasil uji Chi Square menunjukan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan kebijakan P = 0,000 (P value<0.05). Menurut Wilde dalam Syaaf (2008) penekanan pada hukuman dapat memotivasi perilaku seseorang dalam keselamatan, namun bukti dari efektifitasnya tidak diketahui dengan pasti. Adapun kelemahan dari hukuman ini adalah : a. Efek Atribusi. Sebagai contoh, menilai seseorang sebagai karakteristik yang tidak diharapkan dapat merangsang seseorang untuk berperilaku seperti mereka benar-benar memiliki karakteristik itu. Menilai seseorang tidak bertanggung jawab akan membuat mereka berperilaku seperti itu. b. Penekanan pada pengendalian proses pembentukan perilaku. Sebagai contoh menggunakan alat pelindung diri atau mematuhi 37
batas kecepatan kerja daripada menekankan pada hasil akhir yang ingin dicapai yaitu keselamatan. Pengendalian proses tidak praktis untuk didesain dan diimplementasikan serta tidak dapat merangkum seluruh perilaku yang tidak diharapkan dari pekerja dalam setiap waktu. c. Hukuman membawa efek samping negatif. Hukuman menimbulkan disfungsi iklim organisasi yang tidak ditandai oleh dendam, tidak mau bekerja sama, sikap antagonis, bahkan sabotase. Hasilnya, perilaku yang tidak diharapkan mungkin akan muncul.
2.5. Alat Pelindung Diri (APD) Pengelasan Menurut Sriwirdharto (1987) dalam Vitriyansyah P. (2012), Alat pelindung diri (APD) yang digunakan dalam proses pengelasan meliputi: A. APD Pengelasan Utama 1. Helm Pengaman (Safety Helm) Alat pelindung kepala (safety helmet) digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya terbentur oleh benda tajam atau benda keras yang dapat meyebabkan luka gores, terpotong, tertusuk, kejatuhan benda, atau terpukul oleh benda-benda yang melayang di udara. Safety helmet juga berfungsi untuk melindungi rambut pekerja dari bahaya terjepit mesin yang berputar, bahaya panas radiasi, dan percikan bahan kimia. Di Indonesia belum ada standar/klasifikasi untuk safety helmet. 38
Di Amerika terdapat 4 jenis safety helmet yaitu: a. Kelas A : untuk penggunaan umum dan untuk tegangan listrik yang terbatas. b. Kelas B : tahan terhadap tegangan listrik tinggi c. Kelas C : tanpa perlindungan terhadap tegangan listrik, biasanya terbuat dari logam. d. Kelas D : yang digunakan untuk pemadam kebakaran. Adapun fungsi dari Helm pengaman antara lain: a. Tumbukan langsung benda keras dengan kepala b. Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan terbakarnya daerah kepala. 2. Kacamata Las (Googles) Pelindung mata digunakan untuk menghindati pengaruh radiasi energy seperti sinar ultra violet, sinar infra merah dan lain-lain yang dapat merusak mata. Para pekerja yang kemungkinan dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar las potong dengan menggunakan gas dan percikan dari sinar las yang memijar harus menggunakan pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga menghasilkan radiasi sinar tergantung pada pada temperature tertentu. 3. Pelindung Muka (Face Shield) Pelindung muka digunakan untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan dan lainnya, yang tidak dapat dilindung hanya dengan pelindung mata 39
saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat berbentuk helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding).
4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron) Pakaian kerja yang digunakan waktu pengelasan berfungsi untuk melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu pengelasan. Sedangkan bagian dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk sinar yang sangat tajam. Pelindung dada dipakai setelah baju las. Pakaian kerja khusus untuk pekerja dengan sumber-sumber berbahaya tertentu seperti : a. Tahan radiasi panas : Pakaian kerja untuk radiasi panas harus dilapisi bahan yang merefleksikan panas biasanya aluminium dan berkilap, sedangkan pakaian kerja untuk panas konveksi terbuat dari katun yang mudah menyerap keringat serta longgar. b. Tahan radiasi mengion : Pakaian harus dilengkapi dengan timbal dan biasanya berupa apron. c. Tahan cairan dan bahan-bahan kimiawi : Pakaian kerja terbuat dari plastik atau karet. 5. Sarung Tangan (Safety Glove) Pekerjaan pengelasan selalu berhadapan dengan benda-benda panas dan arus listrik. Untuk melindung jari-jari tangan dan kulit dari benda panas dan sengatan listrik dingin, radiasi elektromagnetik, dan 40
radiasi mengion, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka, lecet dan infeksi, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan panas dan bersifat isolasi terhadap listrik. Menurut bentuknya alat pelindung tangan dan jari dapat dibedakan menjadi: a. Sarung tangan (gloves). b. Mitten : sarungan tangan dengan ibu jari terpisah sedang jari lain menjadi satu. c. Hand pad : melindungi telapak tangan. d. Sleeve : untuk pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan. Bahan untuk sarung tangan bermacam-macam bahannya, sesuai dengan fungsinya : a. Bahan asbes, katun, wool untuk panas dan api. b. Bahan kulit untuk panas, listrik, luka dan lecet. c. Bahan karet alam atau sintetik untuk kelembaban air dan bahan kimia. d. Bahan PVC (Poli Vinil Chloride) untuk zat kimia, asam kuat dan oksidator. 6. Sepatu Kerja (Safety Shoes) Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dan kulit dari benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat dari sepatu kerja yaitu kuat dan tahan api, tinggi dengan ujung sepatu dari baja dan bahan dari kulit. 41
Safety shoes yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis risikonya seperti : a. Untuk melindungi jari-jari kaki terhadap benturan dan tertimpa benda-benda keras, safety shoes dilengkapi dengan penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon. b. Untuk mencegah tergelincir dipakai sol anti slip luar dari karet alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaan kasar). c. Untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing, sol dilapisi dengan logam. d. Terhadap bahaya listrik, sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat, tidak boleh menggunakan paku. Untuk pekerja yang bekerja dengan mesin-mesin berputar tidak diperkenankan menggunakan sepatu yang menggunakan tali.
B. APD Pengelasan Tambahan 1. Kacamata Bening (Safety Spectacles) Kacamata ini mempunyai lensa yang terbuat dari gelas atau plastik yang tahan terhadap benturan, dengan atau tanpa pelindung samping. Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak, karena terak sangat rapuh dan keras pada waktu dingin. 2. Pelindung Telinga (Hearing Protection) Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja, persiapan pengelasan dan lain sebagainya yang dapat merusak telinga. 42
3. Alat Pelindung Hidung (Respirator) Alat pelindung hidung (Masker dan respirator) digunakan untuk melindungi saluran pernapasan dari pernapasan secara inhalasi terhadap sumber-sumber bahaya di udara pada tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam), pencemaran oleh gas atau uap sehingga tidak terjadi penyakit akibat kerja (PAK). Berdasarkan jenisnya masker dibagi menjadi 2 yaitu masker debu dan masker karbon: a. Masker debu : Melindungi dari debu phylon, buffing, grinding, serutan kayu dan debu lain yang tidak terlalu beracun. Masker debu tidak dapat melindungi dari uap kimia, asap cerobong dan asap dari pengelasan. b. Masker karbon : Melindungi dari bahan kimia yang daya toxicnya rendah yang memiliki absorben dari karbon aktif. Respirator berdasarkan jenisnya dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Respirator untuk memurnikan udara : Respirator yang bersifat memurnikan udara dibagi menjadi 3 jenis, yaitu respirator yang mengandung bahan kimia, respirator dengan filter mekanik, respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia. 43
b. Respirator untuk supply udara : Supply udaranya berasal dari saluran udara bersih atau kompresor, alat pernapasan yang mengandung udara (self contained breathing apparatus).
2.6. Kerangka Teori Berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dibagi atas faktor lingkungan dan individu. Menurut Lawrence Green dalam Arianto (2010) faktor yang berhubungan dengan pemakaian APD adalah faktor individu berupa pengetahuan, pelatihan dan faktor lingkungan berupa pengawasan dan kebijakan. Sedangkan menurut teori Social Cognitive dalam Purwanto (2009), faktor yang berhubungan dengan perilaku pemakaian APD adalah faktor individu berupa pengetahuan, kemampuan, motivasi, intelegensia, komunuikasi, pelatihan, pengambilan keputusan dan faktor lingkungan berupa perlengkapan, peralatan, SOP, House Keeping. Menurut Syaaf (2008), faktor yang berhubungan dengan pemakaian APD adalah faktor individu berupa pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi dan faktor lingkungan berupa ketersediaan fasilitas, pengawasan, hukuman dan penghargaan.
44
Kerangka Teori Menurut Lawrence Green
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Teori Sumber: Lawrence Green dalam Arianto (2010), teori Social Cognitive dalam Purwanto (2009), Syaaf (2008).
Faktor Predisposing - Pengetahuan - Pelatihan - Kemampuan - Motivasi - Intelegensia - Komunuikasi - Pengambilan keputusan - Sikap -
Faktor Enabling - Perlengkapan - Peralatan - House Keeping. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Faktor Reinforcing - Pengawasan - Kebijakan - SOP - Hukuman dan Penghargaan 107
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada umunya perilaku timbul karena suatu alasan tertentu dan dipengaruhi oleh berbagai faktor penentu (internal dan eksernal) dan proses terbentuknya perilaku tersebut dapat terjadi karena faktor belajar dan naluri. Kerangka konsep ini berdasarkan pada kerangka teori yang telah diungkapkan oleh beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa banyak faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) antara lain; 1. Faktor Predisposing: Pengetahuan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009; Syaaf, 2008), Pelatihan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009; Syaaf, 2008), Kemampuan (Purwanto, 2009), Motivasi (Purwanto, 2009; Syaaf, 2008), Intelegensia (Purwanto, 2009), Komunuikasi (Purwanto, 2009; Syaaf, 2008), Pengambilan keputusan (Purwanto, 2009) dan Sikap (Purwanto, 2009; Syaaf, 2008). 2. Faktor Enabling berupa Perlengkapan, Peralatan, House Keeping (Purwanto, 2009) 3. Faktor Reinforcing berupa Pengawasan (Arianto, 2010; Purwanto, 2009; Syaaf, 2008), Kebijakan (Arianto, 2010), SOP (Purwanto, 2009) , Hukuman dan penghargaan (Syaaf, 2008).
46
3.2. Variabel yang tidak Diteliti Dalam penelitian ini, Kemampuan, Intelegensia, Pengambilan keputusan, Kebijakan, SOP, House Keeping tidak diteliti. a. Kemampuan Variabel ini tidak diteliti karena kemampuan seseorang yang baik tidak dapat diukur dengan standar atau ketentuan tertentu. Kemampuan tidak dapat dijabarkan dengan pengalaman, lama bekerja, usia dan jenis pekerjaan tertentu yang sesuai keahlian masing-masing pekerja. b. I ntelegensia Variabel ini tidak diteliti karena Intelegensia seseorang yang baik tidak dapat menentukan apakah pekerja dapat bekerja dengan baik dan selamat. c. Pengambilan Keputusan Variabel ini tidak diteliti karena pengambilan keputusan dilakukan oleh pemilik usaha atau industri, sedangkan penelitian ini ditujukan untuk pekerja yang memakai/tidak memakai APD. d. SOP Variabel ini tidak diteliti karena SOP yang sesuai dengan standar pengelasan pada sektor informal tidak ditemukan dan tidak diketahui oleh pemilik usaha atau industri. e. House Keeping Variabel ini tidak diteliti karena House Keeping merupakan bagian dari SOP sehingga jika SOP tidak ditemukan dan diketahui sehingga House 47
Keeping yang sesuai dengan standar dan ketentuan tertentu pada pengelasan informal tidak diketahui.
Penelitian ini memiliki kerangka konsep yang terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu pekerja dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka gambar dibawah ini adalah kerangka konsep pada penelitian ini.
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Sumber: Lawrence Green dalam Arianto (2010), teori Social Cognitive dalam Purwanto (2009), Syaaf (2008). Faktor Predisposing Pengetahuan Pelatihan Sikap Motivasi Komunikasi Faktor Enabling Ketersediaan APD Perilaku Penggunaan APD Faktor Reinforcing Pengawasan Hukuman Penghargaan 48
3.3. Definisi Operasional VARIABEL INDEPENDENT No. Variabel Independent Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran 1 Pengetahuan Semua informasi yang akan mempengaruhi pekerja mengenai potensi bahaya yang ada di tempat kerja sehingga mengetahui manfaat dalam penggunaan APD pada waktu bekerja. Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor pengetahuan 12 dari 17 (skor total). 1. Kurang, jika skor pengetahuan <12 dari 17 (skor total). 2 Pelatihan Kegiatan yang pernah dilakukan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan para pekerja tentang APD yang diselenggarakan oleh pemilik usaha maupun pemerintah. Kuesioner Ordinal 0. Pernah 1. Tidak Pernah 3 Sikap Pendapat atau pernyataan mengenai pandangan pekerja terhadap penggunaan APD di tempat kerja. Kuesioner Ordinal 0. Setuju, jika skor sikap 17 dari 25 (skor total). 1. Tidak Setuju, jika skor sikap <17 dari 25 (skor total). 4 Motivasi Hal yang membuat pekerja memakai atau tidak memakai APD dengan atau tanpa paksaan di tempat kerja.
Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor motivasi 5 dari 7 (skor total). 1. Kurang baik, jika skor motivasi <5 dari 7 (skor total). 49
VARIABEL INDEPENDENT No. Variabel Independent Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran 5 Komunikasi Antar Individu Proses interaksi antar individu yang mempengaruhi perilaku sehingga menjadikan sebuah perilaku penggunaan APD. Kuesioner Ordinal 0. Baik, jika skor komunikasi 4 dari 5 (skor total). 1. Kurang baik, jika skor komunikasi < 4 dari 5 (skor total). 6 Ketersediaan APD Ketersediaan APD yang dibutuhkan oleh pekerja yang bekerja di tempat yang berpotensi bahaya. Lembar Observasi dan Kuesioner Ordinal 0. Lengkap. Jika tersedia APD 4 dari APD Pengelasan Utama (Kacamata Las, Sarung Tangan, Pelindung Muka, Pakaian Kerja). 1. Kurang lengkap, jika tersedia APD <4 dari APD Pengelasan Utama (Kacamata Las, Sarung Tangan, Pelindung Muka, Pakaian Kerja). 7 Pengawasan Kegiatan yang dilakukan untuk memantau pekerjaan dalam menggunakan APD saat bekerja.
Kuesioner Ordinal 0. Ada 1. Tidak 50
VARIABEL INDEPENDENT No. Variabel Independent Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran 8 Hukuman Suatu tindakan yang diambil perusahaan/unit usaha kepada pekerja jika terbukti melaksanakan pekerjaan dengan tidak baik dan tidak aman.
Kuesioner Ordinal 0. Ada 1. Tidak Ada. 9 Penghargaan Suatu tindakan yang diambil perusahaan/unit usaha kepada pekerja jika terbukti melaksanakan pekerjaan dengan baik dan aman. Kuesioner Ordinal 0. Ada 1. Tidak Ada VARIABEL DEPENDENT No. Variabel Dependent Definisi Operasional Alat Pengukuran Skala Hasil Pengukuran 1 Perilaku Penggunaan APD Perilaku dimana pekerja melakukan atau tidak melakukan tindakan berupa penggunaan APD yang tersedia di tempat kerja saat bekerja. Lembar Obsevasi Ordinal 0. Menggunakan APD 1. Tidak Menggunakan APD
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional 51
3.4. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara faktor Predisposing (pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi dan komunikasi) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 2. Ada hubungan antara faktor Enabling (ketersediaan APD) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong. 3. Ada hubungan antara faktor Reinforcing (pengawasan, hukuman dan penghargaan) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong.
107
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Disain Penelitian Disain penelitian ini adalah bersifat dengan pendekatan kuantitatif menggunakan disain penelitian cross sectional. Pengambilan data dari variabel dependen dan independen dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan disain penelitian cross sectional oleh peneliti karena lebih mudah dilakukan, waktu yang digunakan efisien dan sesuai dengan penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada indsutri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013. Penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku seperti apa yang mempengaruhi penggunaan APD pada pekerja industri pengelasan informal. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui korelasi antara faktor- faktor-faktor perilaku dengan perilaku penggunaan APD dengan cara mengisi kuesioner, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu serta mengkaji keadaan subjek pada waktu penulisan berlangsung atau informasi yang dikumpulkan hanya pada waktu tertentu. Pemilihan disain ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya penelitian kuantitatif digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam penggunaan APD.
53
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pekerjaan pengelasan industri informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013.
4.3. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian 4.3.1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada pengelasan sektor informal di Kelurahan Gondrong. Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Jumlah populasi pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong sebanyak 56 orang dari 15 bengkel las yang ada. 4.3.2. Sampel Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah para pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Pemilihan responden ini dilakukan setelah observasi terlebih dahulu sehingga dapat diketahui jumlah populasi sehingga diketahui jumlah responden yang dilakukan penelitian ini. 4.3.3. Sampling Penelitian Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Metode ini dipilih karena pekerja yang dijadikan objek penelitian merupakan pekerja yang sedang ada ditempat kerja dan bersedia menjadi responden. Hal ini dikarenakan ada sebagian dari bengkel las yang jam buka 54
tidak menentu bahkan tidak buka selama penelitian ini. Berdasarkan kesesuaian dengan jumlah populasi dan responden yang bersedia mengikuti penelitian ini pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong sebanyak 46 orang dari 12 bengkel las yang ada. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan memakai derajat kemaknaan () 5% dan kekuatan uji 90%. Perhitungan sampel akan dilakukan berdasarkan variabel yang akan diteliti yang telah diteliti oleh penelitian sebelumnya. Apapun perhitungan sampel akan digunakan rumus uji hipotesis 2 proporsi:
Keterangan n : Jumlah Sampel P : Rata-rata populasi {(P1+P2)/2) P1 : Populasi yang menggunakan Alat Pelindung Diri P1 P2 : Populasi yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri P2 Z1-/2 : Derajat kemaknaan pada 5% =1,96 Z2- : Kekuatan uji 1- yaitu 90% = 1,28
55
Tabel 4.1 Perhitungan sampel per variabel
Variabel Diketahui Sampel Total Pengetahuan P1 = 91,8 % = 0,918 P2 = 82,3 % = 0,823 P = 240 x 2 = 480 Pelatihan P1 = 66,7% = 0,667 P2 = 34 % = 0,34 P = 21 x 2 = 42 Sikap P1 = 19,1 % = 0,191 P2 = 55,5 % = 0,555 P = 17 x 2 = 34 Motivasi P1 = 42,8 % = 0,428 P2 = 67,8 % = 0,678 P = 36 x 2 = 72 Komunikasi P1 = 18,2 % = 0,182 P2 = 85,7 % = 0,857 P = 5 x 2 = 10
Pengawasan P1 = 92,4 % = 0,924 P2 = 72,3 % = 0,723 P = 41 x 2 = 82 Ketersediaan APD P1 = 88,1 % = 0,881 P2 = 69,7 % = 0,697 P = 5 x 2 = 10 Hukuman dan Penghargaan P1 = 93,2 % = 0,932 P2 = 86,5% = 0,865 P = 307 x 2 = 614
4.4. Instrumen Penelitian 4.4.1. Kuesioner Kuesioner adalah suatu pedoman yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan dari salah satu responden. Kuesioner yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan ditanyakan kepada responden. Kuesioner dibuat berdasarkan pola penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti berdasarkan penelitian sebelumnya dan ditambah dengan litaratur yang lain. Kuesioner yang akan digunakan peneliti dapat dilihat dalam lampiran. Kuesioner ini meliputi 56
pertanyaan yang mengukur tentang pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersediaan APD, pengawasan, hukuman dan penghargaan. Seluruh variabel penelitian, baik variabel dependen dan variabel independen kemudian dilakukan proses scoring. Scoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu variabel. Proses scoring untuk masing- masing variabel sebagai berikut: 1. Untuk variabel pengetahuan ada 20 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan 17 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 17. Pengetahuan dikategorikan baik apabila mempunyai jumlah nilai 12,sedangkan dikategorikan kurang baik apabila nilainya < 12. 2. Untuk variabel pelatihan ada 4 pertanyaan. Pelatihan dikategorikan pernah apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan dikategorikan tidak pernah apabila menjawab Tidak pada pertanyaan no. 1. 3. Untuk variabel Sikap ada 5 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan 5 diberi skor 1-5 dengan penilaian Sangat Setuju = 5, Cukup Setuju = 4, Setuju = 3, Kurang Setuju = 2, Tidak Setuju = 1. Mempunyai jumlah nilai 25. Sikap dikategorikan setuju apabila mempunyai jumlah nilai 17, sedangkan dikategorikan setuju apabila nilainya <17. 4. Untuk variabel motivasi ada 7 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan 7 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 7. Motivasi dikategorikan baik apabila mempunyai jumlah nilai 5, sedangkan dikategorikan kurang baik apabila nilainya < 5. 57
5. Untuk variabel komunikasi ada 5 pertanyaan, pertanyaan 1 sampai dengan 5 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 5. Komunikasi dikategorikan baik apabila mempunyai jumlah nilai 4,sedangkan dikategorikan kurang baik apabila nilainya < 4. 6. Untuk variabel ketersediaan APD ada 7 pertanyaan. Ketersediaan APD dikategorikan Lengkap apabila memiliki APD 4 (Kacamata Las, Sarung Tangan, Pelindung Muka dan Pakaian Kerja), sedangkan dikategorikan Kurang Lengkap apabila memiliki APD < 4 (Kacamata Las, Sarung Tangan, Pelindung Muka dan Pakaian Kerja). 7. Untuk variabel pengawasan ada 5 pertanyaan. Pengawasan dikategorikan ada apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan dikategorikan tidak ada apabila menjawab Tidak pada pertanyaan no. 1. 8. Untuk variabel hukuman ada 4 pertanyaan. Hukuman dikategorikan ada apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan dikategorikan tidak ada apabila menjawab Tidak pada pertanyaan no. 1. 9. Untuk variabel penghargaan ada 5 pertanyaan. Penghargaan dikategorikan ada apabila menjawab Ya pada pertanyaan no. 1, sedangkan dikategorikan tidak ada apabila menjawab Tidak pada pertanyaan no. 1. 4.4.2. Cacatan Lapangan Catatan lapangan bermanfaat untuk catatan hasil keterangan dari responden selain kuesioner.
58
4.4.3. Lembar Observasi Lembar observasi bermanfaat bagi peneliti pada saat pengamatan langsung di lapangan sehingga membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian (responden).
4.5. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer didapatkan melalui kuesioner kepada responden penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun oleh peneliti. Selain itu, data primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi menggunakan lembar observasi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan), dan wawancara. a. Observasi (pengamatan) Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengamati secara langsung penggunaan APD dan keadaan disekitar pekerja. b. Angket/Kuesioner Kuesoner dalam penelitian ini akan dilakukan kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reabilitas kepada para responden. Pembagian kuesioner kepada para responden dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang Pengetahuan, Pelatihan keselamatan dari resiko, Sikap, Motivasi, 59
Komunikasi antar Individu Pengawasan, Ketersediaan fasilitas APD, Hukuman dan Penghargaan. 2. Data Sekunder : Didapatkan berupa profil Kelurahan Gondrong dan jumlah bengkel las yang ada di Kelurahan Gondrong.
4.6. Pengolahan Data 1. Mengkode data (Data Coding) Mengklasifikasikan, memberi kode data untuk masing-masing nomor pada kuesioner/angket. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Kode pada penelitian ini adalah: a. Perilaku Penggunaan APD: 0. Menggunakan APD; 1. Tidak Menggunakan APD b. Pengetahuan : 0. Baik; 1. Kurang Baik c. Pelatihan : 0. Pernah; 1. Tidak Pernah d. Sikap : 0. Setuju; 1. Tidak Setuju e. Motivasi : 0. Baik; 1. Kurang Baik f. Komunikasi Antar Individu: 0. Baik; 1. Kurang Baik g. Ketersediaan APD : 0. Lengkap; 1. Kurang Lengkap h. Pengawasan : 0. Ada; 1. Tidak Ada i. Hukuman : 0. Ada; 1. Tidak Ada j. Penghargaan : 0. Ada; 1. Tidak Ada
60
2. Mengedit Data (Data Editing) Memastikan data yang diperoleh adalah data yang lengkap sehingga dapat diolah dengan memeriksa kelengkapan dan ketepatan pengisian kuesioner/angket. 3. Memasukkan Data (Data Entry) Memasukkan data dalam program atau fasilitas data berdasarkan klasifikasi dengan computer (SPSS). 4. Membersihkan Data (Data Cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
4.7. Teknik Analisis Data 4.7.1. Analisis Univariat Analisis univariat (deskriptif) ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Pada umumnya tujuan dari analisis univariat adalah untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari variable dependen dan independen yang ada pada suatu penelitian. Variabel yang diteliti tersebut adalah variabel pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, komunikasi, ketersediaan APD, pengawasan, hukuman dan penghargaan.
61
4.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen menggunakan uji Chi square. Uji statistik dengan uji Chi square dimanfaatkan untuk menghubungkan variabel kategorik. Jika Pvalue nilai (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya jika Pvalue > nilai (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel independen dan variabel dependen. Adapun persamaan Chi Square adalah sebagai berikut: Persamaan Chi-Square (X 2 )
Keterangan : X 2 = Chi Square O = Nilai Observasi (yang diamati) E = Nilai Ekspetasi (yang diharapkan)
107
BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Kelurahan Gondrong merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cipondoh yang mempunyai mempunyai luas wilayah terluas dengan luas wilayah 4.029 km 2 . Sedangkan jumlah KK di Kelurahan Gondrong ada 3.519 KK. Adapun Kelurahan Gondrong mempunyai batas wilayah adalah sebagai berikut: Utara : Kelurahan Ketapang Selatan : Kelurahan Neroktog & Pondok Bahar Barat : Kelurahan Petir Timur : Kelurahan Kenanga
Kelurahan Gondrong jumlah penduduk terbanyak yaitu 13.515 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 7.138 orang dan perempuan sebanyak 6.377 orang. Penduduk di Kelurahan Gondrong tersebar di 6 RW dan 33 RT. Visi dan misi Kelurahan Gondrong sebagai berikut: A. Visi Mewujudkan kelurahan Gondrong yang bersikap jujur, tanggung jawab dan amanah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. B. Misi 1. Memberikan pelayanan publik yang prima (Good Governance). 2. Menegakkan 5 (lima) Komitmen Pembangunan Masyarakat Kota Tangerang yang berakhlakul karimah. 3. Memberikan pengayoman kepada masyarakat tanpa memandang kelas dan golongan sesuai dengan hak dan kewajiban. 63
Jumlah pekerja yang berada di kantor kelurahan Gondrong berjumlah 13 orang, jumlah PNS berjumlah 7 orang dan TKS (Tenaga Kerja Sukarela) berjumlah 6 orang. Adapun struktur organisasi Kelurahan Gondrong adalh sebagai berikut:
Bagan 5.1. Struktur organisasi Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang. Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Kelurahan Gondrong
Lurah Jabatan Fungsional Staf Tata Pemerintahan Kasie. Tata Pemerintahan Staf Sekretaris Sekretaris Staf Ekonomi dan Pembangunan Kasie. Ekonomi dan Pembangunan Staf Pemberdayaan Masyarakat Kasie. Pemberdayaan Masyarakat 64
5.2. Analisis Univariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 5.2.1. Gambaran Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Para pekerja industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013, didapatkan hasil presentase perilaku pekerja dalam penggunaan APD yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.1 Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Penggunaan APD N % Menggunakan 24 52,2 % Tidak Menggunakan 22 47,8 %
Berdasarkan tabel 5.1 bahwa perilaku pekerja dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang menggunakan APD lebih banyak yaitu 24 orang (52,2%) daripada pekerja yang tidak menggunakan APD yaitu 22 orang (47,8%).
5.2.2. Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran pengetahuan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 65
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pengetahuan N % Baik 36 78,3 % Kurang Baik 10 21,7 %
Berdasarkan tabel 5.2 bahwa pengetahuan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu 36 orang (78,3%) daripada pekerja yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu 10 orang (21,7%).
5.2.3. Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran pelatihan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.3 Gambaran Pelatihan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pelatihan N % Pernah 21 45,7 % Tidak Pernah 25 54,3%
Berdasarkan tabel 5.3 bahwa pelatihan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, 66
Kota Tangerang tahun 2013 yang pernah mendapatkan pelatihan lebih sedikit yaitu 21 orang (45,7%) daripada pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan yaitu 25 orang (54,3%).
5.2.4. Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran sikap dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.4 Gambaran Sikap dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Sikap N % Setuju 39 84,8 % Kurang Setuju 7 15,2 %
Berdasarkan tabel 5.4 bahwa sikap dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki sikap setuju lebih banyak yaitu 39 orang (84,8%) daripada pekerja yang memiliki sikap tidak setuju yaitu 7 orang (15,2%).
67
5.2.5. Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran motivasi dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.5 Gambaran Motivasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Motivasi N % Baik 29 63,0 % Kurang Baik 17 27,0 %
Berdasarkan tabel 5.5 bahwa motivasi dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki motivasi lebih banyak yaitu 29 orang (63,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki motivasi yaitu 17 orang (37,0%).
5.2.6. Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran komunikasi dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
68
Tabel 5.6 Gambaran Komunikasi dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Komunikasi N % Baik 28 60,9 % Kurang Baik 18 39,1 %
Berdasarkan tabel 5.1 bahwa komunikasi dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki komunikasi baik lebih banyak yaitu 28 orang (60,9%) daripada pekerja yang memiliki komunikasi kurang baik yaitu 8 orang (39,1%).
5.2.7. Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran ketersediaan APD dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.7 Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Ketersediaan APD N % Lengkap 22 57,8 % Tidak Lengkap 24 52,2 %
Berdasarkan tabel 5.7 bahwa ketersediaan APD dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan 69
Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki APD lengkap lebih sedikit yaitu 22 orang (47,8%) daripada pekerja yang memiliki APD kurang lengkap yaitu 24 orang (52,2%).
5.2.8. Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran pengawasan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.8 Gambaran Pengawasan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pengawasan N % Ada 17 37,0 % Tidak Ada 29 63,0 % Berdasarkan tabel 5.8 bahwa pengawasan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki pengawasan lebih sedikit yaitu 17 orang (37,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki pengawasan yaitu 29 orang (63,0%).
5.2.9. Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran hukuman dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 70
Tabel 5.9 Gambaran Hukuman dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013 Hukuman N % Ada 27 58,7 % Tidak Ada 19 41,3 %
Berdasarkan tabel 5.9 bahwa hukuman dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki hukuman lebih banyak yaitu 27 orang (58,7%) daripada pekerja yang tidak memiliki hukuman yaitu 19 orang (41,3%).
5.2.10. Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Adapun gambaran penghargaan dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.10 Gambaran Penghargaan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Penghargaan N % Ada 27 58,7 % Tidak Ada 19 41,3 %
Berdasarkan tabel 5.10 bahwa hukuman dalam penggunaan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 yang memiliki penghargaan lebih banyak yaitu 71
27 orang (58,7%) daripada pekerja yang tidak memiliki penghargaan yaitu 19 orang (41,3%).
72
5.3. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 5.3.1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pengetahuan Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai n % n % N % Baik 24 66,7 12 33,3 36 100 0,000 Kurang Baik 0 0 10 100 10 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.11 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki pengetahuan baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 24 orang (66,7%) daripada pekerja yang memiliki pengetahuan kurang baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 10 orang (100%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pengetahuan didapatkan pvalue yaitu 0,000 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja dengan pengetahuan baik dan pekerja dengan pengetahuan kurang baik dalam menggunakan Alat Pelindung Diri 73
(APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.2. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara pelatihan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Hubungan Antara Pelatihan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pelatihan Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Pernah 19 90,5 2 9,5 21 100 0,000 Tidak Pernah 5 20,0 20 80,0 25 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.12 diatas diketahui bahwa pekerja yang pernah mengikuti pelatihan yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih sedikit yaitu 19 orang (90,5%) daripada pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 20 orang (80,0%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pelatihan didapatkan pvalue yaitu 0,000 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan 74
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara pelatihan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.3. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara sikap dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13 Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Sikap Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Setuju 24 58,5 15 41,5 39 100 0,003 Tidak Setuju 0 0 7 100 7 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.13 diatas diketahui bahwa pekerja yang bersikap setuju yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 24 orang (58,5%) daripada pekerja yang bersikap tidak setuju yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 7 orang (100%). 75
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel sikap didapatkan pvalue yaitu 0,003 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang bersikap setuju dan pekerja yang bersikap tidak setuju dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara sikap dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.4. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara motivasi dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.14. Tabel 5.14 Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Motivasi Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Baik 16 55,2 13 44,8 29 100 0,595 Kurang Baik 8 47,1 9 52,9 17 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.14 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki motivasi baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak 76
yaitu 16 orang (55,2%) daripada pekerja yang memiliki motivasi kurang baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 9 orang (52,9%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel motivasi didapatkan pvalue yaitu 0,595 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang memiliki motivasi baik dan pekerja motivasi kurang baik dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.5. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara komunikasi dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Komunikasi Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Baik 15 53,6 13 46,4 28 100 0,813 Kurang Baik 9 50,0 9 50,0 17 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
77
Berdasarkan tabel 5.15 diatas diketahui bahwa pekerja yang memiliki komunikasi baik yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 15 orang (53,6%) daripada pekerja yang memiliki komunikasi kurang baik yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 9 orang (50,0%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel komunikasi didapatkan pvalue yaitu 0,813 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang memiliki komunikasi baik dan pekerja yang memiliki komunikasi kurang baik dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara komunikasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.6. Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara ketersedian APD dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.16.
78
Tabel 5.16 Hubungan Antara Ketersediaan APD Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Ketersediaan APD Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Lengkap 15 62,5 9 37,5 24 100 0,143 Kurang Lengkap 9 40,9 13 59,1 22 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.16 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) adalah sama yaitu 15 orang (62,5%) dengan pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 13 orang (59,1%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel ketersediaan APD didapatkan pvalue yaitu 0,143 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap dan pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara ketersediaan APD dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
79
5.3.7. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara pengawasan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17 Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Pengawasan Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Ada 13 76,5 4 23,5 17 100 0,012 Tidak Ada 11 37,9 18 62,1 29 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.17 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki pengawasan yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih sedikit yaitu 13 orang (76,5%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki pengawasan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 18 orang (62,1%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pengawasan didapatkan pvalue yaitu 0,012 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang bekerja di bengkel yang memiliki pengawasan dan pekerja yang bekerja di bengkel yang tidak memiliki pengawasan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara pengawasan 80
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.8. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara hukuman dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.18. Tabel 5.18 Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Hukuman Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Ada 17 70,8 7 29,2 24 100 0,008 Tidak Ada 7 31,8 15 68,2 22 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.18 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di bengkel las memiliki hukuman yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 17 orang (70,8%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las tidak memiliki hukuman yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pengetahuan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi 81
pekerja yang bekerja di bengkel memiliki hukuman dan pekerja yang bekerja di bengkel tidak memiliki hukuman dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara hukuman dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
5.3.9. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal. Adapun hasil statistik hubungan antara penghargaan dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.19. Tabel 5.19 Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013
Penghargaan Penggunaan APD Total Pvalue Memakai Tidak Memakai N % N % N % Ada 17 70,8 7 29,2 24 100 0,008 Tidak Ada 7 31,8 15 68,2 22 100 Total 24 52,2 22 47,8 46 100
Berdasarkan tabel 5.18 diatas diketahui bahwa pekerja yang bekerja di bengkel las memiliki penghargaan yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 17 orang (70,8%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las tidak memiliki penghargaan yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji 82
statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel penghargaan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang bekerja di bengkel memiliki penghargaan dan pekerja yang bekerja di bengkel tidak memiliki penghargaan dalam menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal. Maka dalam penelitian ini, terdapat hubungan antara penghargaan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
107
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tanggerang tidak terlepas dari keterbatasan yang terjadi, serta kemungkinan bias yang tidak dapat dihindarkan, walaupun telah diupayakan untuk mengatasinya. Adapun keterbatasan tersebut diantaranya : 1. Model penelitian yang dilakukan penulis adalah model perilaku individu (personal behavior). Perilaku individu dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yang sangat kompleks dan biasanya sulit untuk dilakukan pengukuran serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Ini sangat bergantung kepada bentuk perilaku yang akan diteliti. Berdasarkan alasan-alasan di atas penulis membatasi konsep penelitian ini hanya kepada faktor-faktor yang dapat diukur dan diperkirakan mempunyai hubungan dengan perilaku individu, dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan APD. 2. Penelitian ini lebih bersikap subyektif yaitu tentang perilaku, sehingga hasilnya hanya sebatas pada industri dimana penelitian ini dilakukan dan perilaku sebagai variabel penelitian bukan hal yang bersifat menetap, sehingga hasil pengukuran yang dilakukan pada saat 84
pengambilan data bukan hasil yang sama pada penelitian sebelumnya atau setelahnya. 3. Adanya kemungkinan terjadi bias karena faktor kesalahan interpretasi/pemahaman responden dalam menangkap maksud dari pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga dampak yang didapat adalah ketidaksesuaian antara jawaban yang diharapkan dari pertanyaan yang diajukan. Kemungkinan responden lupa dalam menjawab maksud pertanyaan yang sebenarnya atau bahkan sengaja memberikan jawaban yang tidak sebenarnya. 4. Masih ada beberapa responden disaat dilakukan pemberian kuesioner yang takut memberikan jawaban, sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang ada karena khawatir memberikan dampak negatif terhadap pekerjaannya. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi seperti yang disebutkan pada keterbatasan penelitian. 5. Adanya kesulitan dalam menentukan deskripsi isi dari kuesioner yang benar-benar mencakup seluruh permasalahan penelitian karena tidak adanya standar yang baku mengenai penelitian perilaku seseorang.
85
6.2. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal. Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. APD digunakan pekerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya kecelakaan kerja. Penggunaan APD dilakukan apabila usaha penanggulangan bahaya secara eliminasi, subsitusi, engineering, administratif tidak maksimal dalam mengendalikan bahaya yang ada ditempat kerja. Hasil penelitian yang dilakukan pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 menunjukkan bahwa pekerja yang menggunakan APD lebih banyak yaitu 24 orang (52,2%) daripada pekerja yang tidak menggunakan APD yaitu 22 orang (47,8%). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2008) didapatkan hanya 50% pekerja yang berperilaku menggunakan APD saat bekerja sedangkan 50% mempunyai perilaku tidak menggunakan APD saat bekerja. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pekerja yang menggunakan APD pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja memiliki awarness terhadap upaya pencegahan dan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja. Sehingga sangat penting jika pekerja menggunakan APD saat bekerja agar mengurangi dampak dari bahaya yang ada di tempat kerja. 86
6.3. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang pengetahuannya baik dan menggunakan APD sebanyak 24 orang (66,7%), pekerja yang pengetahuannya baik namun tidak menggunakan APD sebanyak 12 orang (33,3%), pekerja yang pengetahuannya kurang baik tidak ada yang menggunakan APD sedangkan pekerja yang pengetahuannya kurang baik dan tidak menggunakan APD sebanyak 10 orang (100%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) didapatkan pvalue sebesar 0,000 yang berarti Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo (2010) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan pengetahuan. Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukakan oleh Bandura (1963) dalam Syaaf (2008) 87
yang mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan faktor individu (person) yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja mempunyai sifat kognitif dalam menilai sesuatu(penggunaan APD). Pengetahuan yang didapat pekerja merupakan pengalaman dan pelatihan yang didapat dari tempat kerja sebelumnya (perusahaan). Sehingga perilaku penggunaan APD yang ditunjukkan oleh pekerja di bengkel las merupakan kesadaran pekerja. Pengetahuan yang didapatkan merupakan analisis pekerja terhadap bahaya yang terjadi sehingga penggunaan APD didasarkan kemampuan pekerja untuk menjabarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan bahaya yang ada ditempat kerja. Walaupun mengetahui bahaya dan risiko yang mengharuskan penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
6.4. Hubungan Antara Pelatihan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan menggunakan APD sebanyak 19 orang (90,5%), pekerja yang pernah mengikuti pelatihan namun tidak menggunakan APD sebanyak 2 orang (9,5%), pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan menggunakan APD sebanyak 5 orang (20,0%) sedangkan pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan APD sebanyak 20 orang (80,0%). 88
Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pelatihan didapatkan pvalue yaitu 0,000 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo (2010) didapatkan P = 0,938 (Pvalue >0,05) sehingga menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan pengetahuan. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah pelatihan yang didapatkan pekerja tidak hanya mengenai penggunaan APD ditempat kerja, tetapi juga mengenai keterampilan dalam melakukan pengelasan dan bahaya yang terdapat dibengkel las. Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Ramsey dalam Benny (2012) yang menyatakan pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengamatan (cognition) dan mengambil keputusan (decision making) sesorang terhadap risiko bahaya yang ada. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Bandura dalam Syaaf (2008) yang mengemukakan bahwa pelatihan merupakan faktor perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja pernah mengikuti sehingga dapat menilai potensi bahaya dalam penggunaan APD. Pelatihan yang pernah didapatkan adalah mengenai keterampilan dalam menggunakan perlatan pengelasan. Adapun pelatihan mengenai 89
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) khususnya mengenai APD tidak pernah dilakukan. Sehingga pengetahuan pengelasan dilakukan secara lisan.
6.5. Hubungan Sikap Pekerja Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang bersikap setuju dan menggunakan APD sebanyak 24 orang (61,5%), pekerja yang bersikap setuju namun tidak menggunakan APD sebanyak 15 orang (38,5%), pekerja yang bersikap tidak setuju tidak ada yang menggunakan APD sedangkan pekerja yang bersikap tidak setuju dan tidak menggunakan APD sebanyak 7 orang (100%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel sikap didapatkan pvalue yaitu 0,003 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linggasari (2008) didapatkan P = 0,06 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan antara sikap dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah sikap para pekerja dalam penggunaan APD tidak hanya hanya dipengaruhi dari internal individu berupa kesadaran diri melainkan eksternal individu berupa lingkungan sekitar individu. 90
Hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan sikap merupakan salah satu faktor berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ramsey dalam Benny (2012) yang mengemukakan bahwa sikap merupakan salah satu bagian dari mengambil keputusan (decision making) seseorang terhadap risiko bahaya yang ada. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi mempermudah terjadinya perilaku. Adapun sikap melalui tahapan yaitu: menerima bahwa penggunaan APD sebagai salah satu pengendalian bahaya, kemudian merespon penggunaan APD dengan melakukan tindakan pencegahan, setelah itu menghargai pendapat mengenai penggunaan APD sebagai salah satu upaya keselamatan bekerja sehingga pekerja bertanggung jawab apabila mengalami kecelakaan karena tidak menggunakan APD. Sikap setuju yang terdapat dalam penelitian ini dapat diartikan pekerja setuju dalam penggunaan APD di tempat kerja. Walaupun pekerja bersikap setuju dalam penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
6.6. Hubungan Antara Motivasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang motivasinya baik dan menggunakan APD sebanyak 16 orang (55,2%), pekerja yang motivasinya baik namun tidak 91
menggunakan APD sebanyak 13 orang (44,8%), pekerja yang motivasinya kurang baik dan menggunakan APD sebanyak 8 orang (47,1%) sedangkan pekerja yang motivasinya kurang baik dan tidak menggunakan APD sebanyak 9 orang (52,9%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel motivasi didapatkan pvalue yaitu 0,595 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asriyani (2011) didapatkan P = 0,002 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan antara motivasi dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah motivasi pekerja dalam menggunakan APD tidak hanya dipengaruhi dari kenyamanan dan keamanan dari APD yang digunakan melainkan juga ada ketentuan dan peraturan dari pemilik usaha untuk menggunakan APD ditempat kerja sehingga tidak diketahui faktor pendukung mana yang paling kuat hubungan dengan perilaku penggunaan APD. Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan motivasi merupakan salah satu faktor berpengaruh (predisposing factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). 92
Hal ini mungkin dikarenakan motivasi tiap pekerja berbeda sehingga para pekerja mempunyai alasan masing-masing dalam penggunaan APD. Adapun motivasi pekerja dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja karena bekerja di bengkel las tidak memiliki bahaya tinggi sehingga pekerja tidak termotivasi dalam menggunakan APD. Walaupun mempunyai motivasi dalam penggunaan APD di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
6.7. Hubungan Antara Komunikasi Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang komunikasinya baik dan menggunakan APD sebanyak 15 orang (53,6%), pekerja yang komunikasinya baik namun tidak menggunakan APD sebanyak 13 orang (46,4%), pekerja yang komunikasinya kurang baik dan menggunakan APD sebanyak 9 orang (50,0%) sedangkan pekerja yang komunikasinya kurang baik dan tidak menggunakan APD sebanyak 9 orang (50,0%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel komunikasi didapatkan pvalue yaitu 0,813 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara komunikasi dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. 93
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008) didapatkan P = 0,072 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan tidak ada hubungan antara komunikasi dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah komunikasi yang dilakukan pekerja tidak hanya mengenai penggunaan APD, tetapi juga pembicaraan mengenai hal yang bersifat individu. Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Bandura dalam Syaaf (2008) yang mengemukakan bahwa motivasi merupakan faktor perilaku yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja memiliki motivasi maka pekerja akan menggunakan APD dalam upaya pencegahan dan pengendalian risiko dan bahaya. Sementara itu, Ramsey dalam Benny (2012) yang mengemukakan bahwa motivasi merupakan salah satu bagian dari mengambil keputusan (decision making) sesorang terhadap risiko bahaya yang ada. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk komunikasi yang dilakukan bersifat pribadi bukan mengenai pelaporan dan identifikasi risiko dan bahaya. Juga kemungkinan komunikasi yang dilakukan dapat mengganggu pada saat bekerja sehingga dapat mengurangi kinerja dalam melakukan pengelasan. Walaupun pekerja mempunyai komunilasi yang baik di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
94
6.8. Hubungan Antara Ketersediaan Alat Pelindung Diri Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap dan menggunakan APD sebanyak 15 orang (62,5%), pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD lengkap namun tidak menggunakan APD sebanyak 9 orang (37,5%), pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap dan menggunakan APD sebanyak 9 orang (40,9%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las dengan APD kurang lengkap dan tidak menggunakan APD sebanyak 13 orang (59,1%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel ketersediaan APD didapatkan pvalue yaitu 0,143 yang berarti nilai Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara ketersediaan APD dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asriyani (2011) didapatkan P = 0,002 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan antara ketersediaan APD dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah ketersediaan APD di tempat kerja tidak hanya APD yang tersedia tidak lengkap dan standar, tetapi juga ketentuan dari pemilik usaha sehingga menjadi penentuan dalam pengadaan APD ditempat kerja. 95
Hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah satu faktor pemungkin (enabling factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bandura dalam Syaaf (2008) yang mengemukakan bahwa ketersediaan APD merupakan faktor lingkungan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang, bila pekerja menggunakan APD yang ada maka dapat mencegah risiko dan bahaya yang ada di tempat kerja. Hal ini mungkin karena APD Utama yang tersedia di tempat kerja tidak lengkap karena industri pengelasan informal biasanya tidak mempunyai risiko dan bahaya yang cukup tinggi dikarenakan presepsi mengenai APD tertentu berdasarkan potensi bahaya yang ada dari pemilik usaha dan pekerja. Adapun APD Utama kurang lengkap dipakai para pekerja dikarenakan frekuensi dari bahaya yang ada (biasanya risiko rendah) sering terjadi di tempat kerja. Walaupun tersedia peralatan APD utama maupun APD tambahan di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD. Namun ada beberapa pekerja yang memiliki inisiatif menggunakan APD yang mereka punya sendiri.
96
6.9. Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai pengawasan dan menggunakan APD sebanyak 13 orang (76,5%), pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai pengawasan namun tidak menggunakan APD sebanyak 4 orang (23,5%), pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak mempunyai pengawasan dan menggunakan APD sebanyak 11 orang (37,9%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak mempunyai pengawasan dan tidak menggunakan APD sebanyak 18 orang (62,1%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel pengawasan didapatkan pvalue yaitu 0,012 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengawasan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arianto Wibowo (2010) didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengawasan dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah pengawasan yang dilakukan tidak hanya bersifat khusus yaitu penggunaan APD, tetapi juga pengawasan 97
yang bersifat umum yaitu pengawasan terhadap kinerja para pekerja di bengkel las dan kondisi bengkel las. Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan pengawasan merupakan salah satu faktor penguat (reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Namun hubungan tersebut dimungkinkan karena pekerja takut mendapatkan hukuman apabila tidak menggunakan APD saat ada pengawasan dari pengawas baik dari pihak bengkel las maupun dari pihak pemerintahan selaku pembuatan kebijakan dan SIUP. Walaupun memiliki pengawasan dalam penggunaan APD, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD. Pengawasan yang ada di bengkel las dilakukan sebagian besar dilakukan oleh pemilik usaha pengelasan. Sehingga pelanggaran yang mungkin terjadi tidak diketahui oleh pengawas (pemilik usaha). Dalam ketersediaan APD diperlukan juga kebijakan atau peraturan yang berhubungan dengan bengkel las tidak hanya sebagai usaha sektor informal yang memerlukan SIUP, tetapi juga bengkel las sebagai home industry yang mempunyai kapasitas produksi yang kecil dengan jumlah pekerja yang juga sedikit. Sehingga dalam menyediakan APD di tempat kerja tidak hanya disediakan oleh bengkel las tetapi juga disuplai dari pemegang kebijakan (pemerintah setempat).
98
6.10. Hubungan Antara Hukuman Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai hukuman dan menggunakan APD sebanyak 17 orang (70,8%), pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai hukuman namun tidak menggunakan APD sebanyak 7 orang (29,2%), pekerja yang bekerja di bengkel las tidak mempunyai hukuman dan menggunakan APD sebanyak 4 orang (31,8%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak mempunyai hukuman dan tidak menggunakan APD sebanyak 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel hukuman didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara hukuman dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008) didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan bermakna antara hukuman dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah hukuman yang diberikan kepada para pekerja hanya bersifat ringan yaitu berupa teguran saja dan pengurangan pendapatan para pekerja. 99
Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah satu faktor penguat (reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukan melalui Model ABC, hukuman sebagai konsekuensi dari peristiwa lingkungan yang memberikan hasil negatif akibat suatu pekerjaan yang dilakukan. Peraturan yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada para pekerja bersifat lisan, sehingga terdapat kemungkinan pekerja melakukan pelanggaran. Kalau terjadi pelanggaran, hukuman yang diberikan tidak signifikan atau berarti karena hukuman hanya berupa teguran saja. Adapun bengkel las memiliki hukuman terhadap penggunaan APD di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
6.11. Hubungan Antara Penghargaan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 didapatkan para pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai penghargaan dan menggunakan APD sebanyak 17 orang (70,8%), pekerja yang bekerja di bengkel las yang mempunyai penghargaan namun tidak menggunakan APD sebanyak 7 orang (29,2%), pekerja yang bekerja di bengkel las mempunyai penghargaan dan menggunakan APD sebanyak 4 orang (31,8%) sedangkan pekerja yang bekerja di bengkel las yang 100
mempunyai penghargaan dan tidak menggunakan APD sebanyak 15 orang (68,2%). Berdasarkan hasil uji statistik, dengan menggunakan uji Chi Square (X 2 ) pada variabel penghargaan didapatkan pvalue yaitu 0,008 yang berarti nilai Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penghargaan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaaf (2008) didapatkan P = 0,000 (Pvalue <0,05) sehingga menunjukkan ada hubungan bermakna antara penghargaan dan perilaku penggunaan APD. Kemungkinan bias pada variabel ini adalah penghargaan yang diberikan kepada pekerja hanya bersifat stimulant untuk bekerja lebih giat berupa pujian dan bertambahnya pendapatan dari pemilik usaha. Hasil ini sesuai dengan pendapat Green dalam Notoadmojo (2005) yang menyatakan ketersediaan APD merupakan salah satu faktor penguat (reinforcement factors) yang mendorong atau menghambat individu untuk berperilaku (dalam hal ini penggunaan APD). Pendapat ini juga dikemukan melalui Model ABC, penghargaan sebagai konsekuensi dari peristiwa lingkungan yang memberikan hasil positif akibat suatu pekerjaan yang dilakukan. Peraturan yang diterapkan oleh pemilik usaha kepada para pekerja bersifat lisan, sehingga terdapat kemungkinan pekerja melakukan pekerjaan dengan baik. Kalau pekerja melakukan pekerjaan dengan baik, reward yang diberikan tidak signifikan atau berarti karena penghargaan hanya berupa 101
penambahan pendapatan saja. Adapun bengkel las memiliki penghargaan terhadap penggunaan APD di tempat kerja, masih ada pekerja yang tidak menggunakan APD.
107
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan 1. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di industri pengelasan informal Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tahun 2013 bahwa pekerja pengelasan di bengkel las informal yang menggunakan APD adalah sebanyak 24 orang. Sedangkan pekerja pengelasan di bengkel las informal yang tidak menggunakan APD adalah sebanyak 22 orang. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh 2.1. Faktor Predisposing a. Gambaran pekerja yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu 36 orang (78,3%) daripada pekerja yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu 10 orang (21,7%) dalam penggunaan APD. b. Gambaran pekerja yang pernah mendapatkan pelatihan lebih sedikit yaitu 21 orang (45,7%) daripada pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan yaitu 25 orang (54,3%) dalam penggunaan APD. c. Gambaran pekerja yang memiliki sikap setuju lebih banyak yaitu 39 orang (84,8%) daripada pekerja yang memiliki sikap tidak setuju yaitu 7 orang (15,2%) dalam penggunaan APD. 103
d. Gambaran pekerja yang memiliki motivasi lebih banyak yaitu 29 orang (63,0%) daripada pekerja yang tidak memiliki motivasi yaitu 17 orang (37,0%) dalam penggunaan APD. e. Gambaran pekerja yang memiliki komunikasi baik lebih banyak yaitu 28 orang (60,9%) daripada pekerja yang memiliki komunikasi kurang baik yaitu 8 orang (39,1%) dalam penggunaan APD. 2.2. Faktor Enabling a. Gambaran pekerja yang bekerja dengan APD lengkap lebih sedikit yaitu 22 orang (47,8%) daripada pekerja yang bekerja dengan APD kurang lengkap yaitu 24 orang (52,2%) dalam penggunaan APD. 2.3. Faktor Reinforcing a. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki pengawasan lebih sedikit yaitu 17 orang (37,0%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki pengawasan yaitu 29 orang (63,0%) dalam penggunaan APD. b. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki hukuman lebih banyak yaitu 27 orang (58,7%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki hukuman yaitu 19 orang (41,3%). c. Gambaran pekerja yang bekerja di bengkel las yang memiliki penghargaan lebih banyak yaitu 27 orang (58,7%) daripada pekerja yang bekerja di bengkel las yang tidak memiliki penghargaan yaitu 19 orang (41,3%). 104
3. Hubungan antara faktor Predisposing (pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi dan komunikasi) dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). a. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). b. Terdapat hubungan antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). c. Terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). d. Tidak terdapat hubungan antara motivasi dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). e. Tidak terdapat hubungan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). 4. Tidak terdapat hubungan antara faktor Enabling (ketersediaan APD) dengan perilaku pekerja dalam pengunaan Alat Pelindung Diri (APD). 5. Hubungan antara faktor Reinforcing (pengawasan, hukuman dan penghargaan) dengan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). a. Terdapat hubungan antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). b. Terdapat hubungan antara hukuman dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). c. Terdapat hubungan antara penghargaan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
105
7.2. Saran 1. Bagi industri pengelasan informal a. Meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai risiko dan bahaya yang ada ditempat kerja dengan cara memberikan informasi dan pengalaman yang dimiliki dalam mengenali potensi bahaya ditempat kerja sebelum pekerja melakukan pengelasan. b. Memperhatikan sikap para pekerja yang setuju dalam penggunaan APD dengan menyediakan peralatan APD yang standar dan nyaman digunakan oleh pekerja di tempat kerja sehingga pekerja dapat bekerja dengan aman. c. Perlu adanya pemberian reward dan punisment bagi pekerja yang telah bekerja dengan baik sesuai dengan peraturan yang ada, sehingga pekerja mempunyai motivasi untuk melakukan pekerjaaan dengan aman dan baik. d. Perlu melakukan peningkatan intensitas pengawasan sesering mungkin dan menjalin komunikasi yang dilakukan oleh pemilik usaha sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara pemilik usaha dan pekerja. e. Pemilik usaha harus mempersiapkan APD yang lengkap dan sesuai dengan standar sebelum pekerja melakukan pengelasan agar pekerja sebagai investasi peralatan usaha tidak mengalami hal yang tidak diinginkan. 106
f. Melakukan pembinaan kepada para pemilik usaha dan pekerja di bengkel las agar semua pihak mulai menyadari bahwa pekerja merupakan investasi yang berharga.
2. Bagi pemerintah Daerah setempat a. Pemerintah diharapkan memberikan pengarahan dalam penggunaan APD dengan memasukkan bagian APD dalam aturan dan Surat Izin Usaha dan Pembangunan (SIUP). b. Perlu meningkatkan pelatihan yang telah ada dengan memperhatikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dilingkungan industri pengelasan informal. c. Lebih memperhatikan industri pengelasan informal guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Hal ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan RI no. 25 tahun 1997 Bab XI mengenai Tenaga Kerja di Dalam Hubungan Kerja Sektor Informal dan di Luar Hubungan Kerja pasal 158-160. d. Melakukan pengawasan berkala dan sesering mungkin pada industri pengelasan informal agar dapat meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan pekerja. e. Penyediaan APD yang tidak bisa disediakan oleh pemilik usaha sebagai upaya pemerintah mewujudkan kebijakan dan peraturan mengenai izin usaha (SIUP).
107
DAFTAR PUSTAKA Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Ciputat: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Anonim. Personal Protective Equipment (PPE) Guide Volume 1: General PPE F417-207-000. Washington: Washington State Department of Labor and Industries. Dapat diakses di : http://www.phpa.com.au/About-us/Corporate- Governance/Document-Library/pdf/PR_-_HS020_- _Personal_Protective_Equipment_(PPE)_P.aspx. Diakses pada 14 April 2013 pukul 21.31 WIB Anonim. Tapi APD Bukan Hiasan. Online pada http://www.semengresik.com/ina/post/APD-Bukan-Hiasan.aspx. diakses pada 18 April 2013 Asriyani. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Bagian Sistem Telepon Otomatis (STO) PT. Telekomunikasi,Tbk Riau-Daratan Kota Pekanbaru. Jakarta: Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional (Veteran) Jakarta. Astute, Yunani Sri. 2001. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Perawat Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Untuk Mengikuti Pendidikan, Suatu Studi Kasus di Tiga RSJ di Jawa Barat. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 108
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Budiono, Sugeng. 2005. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja : Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Cassell, Erin, dkk. Gear Up: Motivation and Barriers to the Wearing of Personal Protective Equipment by Youth Skaters in Council Skateparks. Monash: Monash University Journal. 2005. Dapat diakses di : http://www.health.vic.gov.au/injury/downloads/skaters.pdf. Diakses pada 10 April 2013 pukul 14.49 WIB Chahaya S., Indra. 2006. Perilaku tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri Serta Keluhan Kesehatan Petugas Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan hal 167-173. Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU. Jurnal Volume X, Nomor 2, Desember 2006, Halaman 101 205 Terakreditasi No. 26/DIKTI/Kep/2005. ISSN 1410-6434. Departemen Kesehatan, 2002, Perencanaan Strategis Program Kesehatan Kerja 2002-2004. Jakarta: Litbangkes Depertemen Kesehatan. Deutsche Industrie Normen (DIN). 2008. Pengelasan. Germany: Deutsche Industrie Normen. Dapat diakses melalui http://www.din.de/. Diakses pada 16 April 2013 pukul 21.03 WIB. Dwi. 2008. Kecelakaan kerja RI terbesar kedua. 3 April 2008. [Publised 15 January 2009]. Dapat diakses melalui: 109
http://finance.groups.yahoo.com/group/fpsmi/message/1953. Diakses pada 10 April 2013 pukul 14.15 WIB Gardiner dkk. 2007. Occupational Helath. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Harson, Wiryosumarto. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita. Dapat diakses : http://www.kesmas- unsoed.info/2011/01/hubungan-perilaku-keselamatan-dan.html. 27 Februari 2013 jam 10.14 WIB. International Labour Office. 1989. Buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. ILO. 2010. World Of Work Report. Dapat diakses http://www.ilo.org/. Diakses pada 27 November 2013 jam 13.25 WIB Jamsostek. 2011. Kasus Kecelakaan Kerja Tahun 2011. Dapat diakses http://www.jamsostek.co.id/content_file/ar_jamsostek_lores_8812.pdf. Diakses pada 27 November 2013 jam 13.05 WIB. Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi. 2012. Tipe Kecelakaan Kerja di Indonesia Menurut Provinsi Triwulan II Tahun 2012. Dapat diakses melalui http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/. Diakses pada 27 November 2013 pukul 21.13 WIB. Leka, Stavroula & Houdmont, Jonathan. 2010. Occupational Helath Psycology. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. 110
Lewis, Joan & Thornbory, Greta. 2010. Employment Law & Occupational Helath. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Linggasari. 2008. Faktor faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri di Departemen Engineering PT. Kiat Pulp & Paper Tbk. Tangerang tahun 2008. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Maanaiya, Imam, 2005, Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act/Substandarf Practice) Pekerja di Bagian Press PT. YIMM. Depok: Thesis Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta ____________________. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta ____________________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta Prabowo, Riyadi. 2007. Analisis Risiko Kegiatan Proses Pengelasan Dengan Menggunakan Mesim Las PSW (Portable Spot Welding) welding PT. Indomobil Suzuki International Plant Tambun II Tahun 2007. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Purwanto, Bambang Y. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Las di Jalan 111
Raya Kelapa Dua Tanggerang. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rawar P., Dian. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Bengkel Las di Pisangan Ciputat Tahun 2010. Jakarta: Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/ Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Sandjaja, B., Heriyanto, Albertus. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Pretasi Pustaka Publisher. Santoso. 2010. Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Setyawati. 2008. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan APD pada Lingkungan Pekerjaan. Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Volume IV edisi ke-5 tahun 2008,Halaman 87-98. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional (Veteran) Jakarta. Sigit Atmanto, Ireng. 2011. BEHAVIORAL DETERMINANTS WORKERS IN THE USE OF PPE BASED ON HAZARD ASSESSMENT IN FOUNDRY COMPANY CEPER KLATEN. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-2 Tahun 2011. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang. ISBN. 978-602-99334-0-6. 112
Simatupang, Erni Maria. 2011. Pengaruh Pelatihan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Perkebunan Nusantara III PERSERO) Medan. Medan: Tesis Program Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara. Dapat diakses melalui : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23728. Diakses pada 16 April 2013 pukul 20.13 WIB. Sriwidharto. 1996. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: PT.Pradnya Paramita. Strank, Jeremy. 2006. The A-Z of Health and Saftey. London: Thorogoud Publishing Ltd. Strank, Jeremy. 2007. Human Factors & Behavioural Saftey. United Kingdom: Elsevier Publishing Ltd. Sumamur. 2010. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto. Suratman M. 2001. Teknik Mengelas Asetilen, Brazing dan Las Busur Listrik. Bandung : Pustaka Grafika. Syaaf, Fathul Mashuri. 2008. Analisis Perilaku Beresiko (at-risk behavior) pada pekerja unit usaha las sector informal di Kota X. Depok: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Taylor, Geoffrey. 2004. Enchanging Occupational Safety & Health. United Kingdom: Elsevier Publishing Ltd. 113
Vitriyansyah P., Benny. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pekerja Pengelasan Industri Informal Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Jalan Raya Bogor-Dermaga, Kota Bogor tahun 2011. Depok. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Wibowo, Arianto. 2010. Faktor faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. Antam,Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Jakarta: Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Jakarta. Yasari. 2008. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Dan Kejadian Dermatitis Akibat Kerja Pada Pekerja Pengangkut Sampah di PT. USB Kota Jambi. Yogyakarta: Thesis Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
107
LAMPIRAN
Responden [] [] []
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Industri Pengelasan Informal di Kelurahan Gondrong Tahun 2013 Petunjuk pengisian Lingkarilah jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda Isilah titik-titik yang ada deng jelas Jawablah setiap pertanyaan yang ada di kuesioner ini dengan benar, jujur dan apa adanya. Setiap jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda di tempat kerja.
Tangerang, 2013 Tertanda,
Responden
Pertanyaan Penelitian A. Karakteristik Pekerja (Diisi oleh Peneliti) 1. Nama Responden 2. Umur Responden tahun (sejak tahun lahir) [] [] 3. Pendidikan Terakhir Responden (Lingkari salah satu) a. Tidak Sekolah e. Tamat SMP b. Tidak Tamat SD f. Tidak Tamat SMA c. Tamat SD g. Tamat SMA d. Tidak Tamat SMP h. Tamat Perguruan Tinggi (S1,S2,S3) [] 4. Lama Bekerja tahun (sejak tahun bekerja) [] [] B. Pengetahuan (Diisi oleh Peneliti) 1. Apa Anda tahu tentang bahaya dan risiko dalam pengelasan.? a. Ya, sebutkan ____________________________ b. Tidak 2. Apakah menurut Anda ini termasuk Alat Pelindung Diri.? a. Helm Pengaman (Safety Helmet) b. Kacamata Las (Googles) c. Pelindung Muka (Face Shield) d. Kacamata Bening (Safety Spectacles) e. Pelindung Telinga (Hearing Protection) f. Alat Pelindung Hidung (Respirator) g. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron) h. Sarung Tangan (Safety Glove) i. Sepatu Kerja (Safety Shoes)
[]
[] [] [] [] [] [] [] [] []
3. Apakah kegunaan Alat Pelindung Diri menurut Anda.? a. Seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga keja untuk melindungi selurh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. b. Alat untuk digunakan saat bekerja. c. Untuk mengurangi dampak kecelakaan kerja 4. Apakah Anda mengetahui tujuan dan fungsi alat-alat Pelindung diri.? a. Ya, sebutkan ___________________________ b. Tidak 5. Kapan Anda menggunakan Alat Pelindung Diri.? a. Saat bekerja, jelaskan ___________________ b. Sebelum bekerja 6. Menurut Anda, Apakah ada petunjuk penggunaan APD.? a. Ya b. Tidak 7. Apakah APD adalah salah satu cara mengendalikan bahaya.? a. Ya b. Tidak
[]
[] []
[]
[]
[]
[] C. Pelatihan (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya tentang APD.? a. Ya b. Tidak Langsung ke no. 4 2. Menurut Anda, dengan mengikuti pelatihan tersebut akan mempermudah pemahaman mengenai APD.? a. Ya b. Tidak 3. Dengan adanya pelatihan apakah akan menambah keterampilan Anda dalam bekerja.? a. Ya, jelaskan ______________________ b. Tidak []
[]
[]
4. Selama Anda bekerja berapa kali anda pernah mengikuti pelatihan.? ______ kali [] [] D. Sikap (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah pendapat Anda tentang penggunaan APD saat bekerja.? a. Sangat Setuju b. Cukup Setuju c. Setuju d. Kurang Setuju e. Tidak Setuju 2. Apakah pendapat Anda tentang APD dapat mengurangi bahaya kecelakaan.? a. Sangat Setuju b. Cukup Setuju c. Setuju d. Kurang Setuju e. Tidak Setuju 3. Apakah pendapat Anda sebelum melakukan pekerjaan, dilakukan pengarahan (safety briefing).? a. Sangat Setuju b. Cukup Setuju c. Setuju d. Kurang Setuju e. Tidak Setuju 4. Ketika pengawas datang, apakah pendapat Anda bekerja menggunakan APD.? a. Sangat Setuju b. Cukup Setuju c. Setuju d. Kurang Setuju e. Tidak Setuju
[]
[]
[]
[]
5. Ketika pemilik usaha datang, setujukah Anda selalu bekerja menggunakan APD.? a. Sangat Setuju b. Cukup Setuju c. Setuju d. Kurang Setuju e. Tidak Setuju [] E. Motivasi (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah Anda tidak pernah melakukan tindakan berisiko/berbahaya.? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Anda mempunyai motivasi untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dengan bekerja secara aman.? a. Ya b. Tidak 3. Apakah Anda menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) karena alasan nyaman.? a. Ya b. Tidak 4. Apakah suasana kerja mendorong Anda untuk melakukan tindakan aman.? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Anda hanya mengikuti peraturan K3 jika sedang diawasi oleh pengawas.? a. Ya b. Tidak 6. Apakah Anda mematuhi peraturan/prosedur kerja ketika Anda melakukan pekerjaan.? a. Ya b. Tidak 7. Apakah Anda melakukan identifikasi bahaya sebelum Anda melakukan pekerjaan.? a. Ya b. Tidak []
[]
[]
[]
[]
[]
[]
F. Komunikasi (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah di tempat kerja Anda diberikan hak untuk melaporkan risiko pekerjaan, perilaku tidak aman yang terjadi di tempat kerja kepada pihak pengawas.? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Anda pernah melaporkan perilaku tidak aman yang Anda lihat di tempat kerja kepada pihak pengawas.? a. Ya b. Tidak 3. Apakah pihak pengawas melakukan komunikasi potensi bahaya atau risiko di tempat kerja kepada Anda.? a. Ya b. Tidak 4. Apakah pihak pengawas menyampaikan hasil penyelidikan kecelakaan kepada pekerja.? a. Ya b. Tidak 5. Apakah Anda diberikan hak untuk melaporkan kepada pihak atasan jika melihat rekan kerja dengan perilaku tidak aman atau melanggar prosedur kerja.? a. Ya b. Tidak []
[]
[]
[]
[]
G. Ketersediaan APD (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah ditempat ada bekerja tersedia APD.? a. Ya b. Tidak Langsung ke Point H 2. Sebelum Anda bekerja, apakah Anda diperkenalkan APD untuk bekerja.? a. Ya b. Tidak 3. Apakah ada ketentuan dari pemilik usaha tentang penggunaan APD.? a. Ya b. Tidak
[]
[]
[]
4. Apakah selalu ada inspeksi ketika sedang bekerja agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan prosedur kerja.? a. Ya b. Tidak 5. Apakah pengawas selalu mengingatkan Anda untuk bekerja dengan menggunakan APD.? a. Ya b. Tidak 6. Apakah APD yang digunakan sesuai dengan standar yang ada.? a. Ya b. Tidak 7. Apakah Anda memakai APD tersebut di tempat Anda bekerja.? a. Ya b. Tidak []
[]
[]
[] H. Pengawasan Penggunaan APD (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah ada pengawasan pada pekerjaan yang terdapat di tempat kerja Anda.? a. Ya b. Tidak Langsung ke poin I 2. Berapa jumlah pengawas yang ada di tempat bekerja Anda.? _______ orang 3. Berapa kali pengawasan yang dilakukan oleh pengawas di tempat kerja Anda selama seminggu.? _______ kali 4. Apakah pengawas selalu mengingatkan Anda untuk bekerja dengan menggunakan APD.? a. Ya b. Tidak 5. Ketika pengawas datang, setujukah Anda selalu bekerja menggunakan APD.? a. Ya b. Tidak
[]
[]
[] []
[]
[]
I. Hukuman (Diisi oleh Peneliti) 1. Apakah ada peraturan penggunaan APD yang digunakan di tempat kerja Anda a. Ya b. Tidak Langsung ke Poin J 2. Jika pekerja melakukan pelangggaran, apakah harus dikenakan sanksi yang tegas.? a. Ya b. Tidak 3. Menurut Anda, jika sudah tidak sesuai dengan APD yang digunakan maka pekerja perlu diberikan hukuman.? a. Ya b. Tidak 4. Apakah Anda mematuhi peraturan yang ada di tempat Anda bekerja.? a. Ya b. Tidak []
[]
[]
[]
[] J. Penghargaan (Diisi oleh Peneliti) 5. Apakah ada peraturan penggunaan APD yang digunakan di tempat kerja Anda a. Ya b. Tidak Selesai 6. Jika pekerja melakukan prestasi, apakah diberikan hadiah.? a. Ya b. Tidak 7. Menurut Anda, jika sudah sesuai dengan APD yang digunakan maka pekerja perlu diberikan penghargaan.? a. Ya b. Tidak 8. Apakah Anda mematuhi peraturan yang ada di tempat Anda bekerja.? a. Ya b. Tidak 9. Apakah APD harus digunakan dibawah pengawasan seorang pengawas.? a. Ya b. Tidak []
[]
[]
[]
[]
LEMBAR OBSERVASI PERILAKU No. Alat Pelindung Diri (APD) Memakai Tidak Memakai Keterangan APD Pengelasan Utama 1. Helm Pengaman (Safety Helm) 2. Kacamata Las (Googles) 3. Pelindung Muka (Face Shield) 4. Pakaian Kerja dan Pelindung Dada (Apron) 5. Sarung Tangan (Safety Glove) 6. Sepatu Kerja (Safety Shoes) APD Pengelasan Tambahan 7. Kacamata Bening (Safety Spectacles) 8. Pelindung Telinga (Hearing Protection) 9. Alat Pelindung Hidung (Respirator)
No. Responden : Nama Responden : Nama Bengkel Pengelasan :
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Memakai APD 24 52.2 52.2 52.2 Tidak Memakai APD 22 47.8 47.8 100.0 Total 46 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik 36 78.3 78.3 78.3 Kurang Baik 10 21.7 21.7 100.0 Total 46 100.0 100.0
Pelatihan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pernah 21 45.7 45.7 45.7 Tidak Pernah 25 54.3 54.3 100.0 Total 46 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Setuju 39 84.8 84.8 84.8 Kurang Setuju 7 15.2 15.2 100.0 Total 46 100.0 100.0
Motivasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik 29 63.0 63.0 63.0 Kurang Baik 17 37.0 37.0 100.0 Total 46 100.0 100.0
Komunikasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik 28 60.9 60.9 60.9 Kurang Baik 18 39.1 39.1 100.0 Total 46 100.0 100.0
Sedia_APD
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Lengkap 24 52.2 52.2 52.2 Tidak Lengkap 22 47.8 47.8 100.0 Total 46 100.0 100.0
Pengawasan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada 17 37.0 37.0 37.0 Tidak Ada 29 63.0 63.0 100.0 Total 46 100.0 100.0
Hukuman
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ada 24 52.2 52.2 52.2 Tidak Ada 22 47.8 47.8 100.0 Total 46 100.0 100.0
Penghargaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ada 24 52.2 52.2 52.2 Tidak Ada 22 47.8 47.8 100.0 Total 46 100.0 100.0
Analisis Bivariat
Pengetahuan * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Pengetahuan Baik Count 24 12 36 % within Pengetahuan 66.7% 33.3% 100.0% Kurang Baik Count 0 10 10 % within Pengetahuan .0% 100.0% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Pengetahuan 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 13.939 a 1 .000
Continuity Correction b 11.396 1 .001
Likelihood Ratio 17.854 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000 Linear-by-Linear Association 13.636 1 .000
N of Valid Cases b 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,78. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .333 .210 .529 N of Valid Cases 46
Pelatihan * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Pelatihan Pernah Count 19 2 21 % within Pelatihan 90.5% 9.5% 100.0% Tidak Pernah Count 5 20 25 % within Pelatihan 20.0% 80.0% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Pelatihan 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 22.718 a 1 .000
Continuity Correction b 19.981 1 .000
Likelihood Ratio 25.454 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000 Linear-by-Linear Association 22.224 1 .000
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,04. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Pelatihan (Pernah / Tidak Pernah) 38.000 6.564 219.975 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 4.524 2.040 10.029 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .119 .031 .451 N of Valid Cases 46
Sikap * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Sikap Setuju Count 24 15 39 % within Sikap 61.5% 38.5% 100.0% Kurang Setuju Count 0 7 7 % within Sikap .0% 100.0% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Sikap 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 9.007 a 1 .003
Continuity Correction b 6.710 1 .010
Likelihood Ratio 11.713 1 .001
Fisher's Exact Test
.003 .003 Linear-by-Linear Association 8.811 1 .003
N of Valid Cases b 46
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,35. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .385 .259 .572 N of Valid Cases 46
Motivasi * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Motivasi Baik Count 16 13 29 % within Motivasi 55.2% 44.8% 100.0% Kurang Baik Count 8 9 17 % within Motivasi 47.1% 52.9% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Motivasi 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square .283 a 1 .595
Continuity Correction b .051 1 .821
Likelihood Ratio .283 1 .595
Fisher's Exact Test
.761 .410 Linear-by-Linear Association .277 1 .599
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square .283 a 1 .595
Continuity Correction b .051 1 .821
Likelihood Ratio .283 1 .595
Fisher's Exact Test
.761 .410 Linear-by-Linear Association .277 1 .599
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Motivasi (Baik / Kurang Baik) 1.385 .417 4.602 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 1.172 .642 2.140 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .847 .463 1.548 N of Valid Cases 46
Komunikasi * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Komunikasi Baik Count 15 13 28 % within Komunikasi 53.6% 46.4% 100.0% Kurang Baik Count 9 9 18 % within Komunikasi 50.0% 50.0% 100.0% Total Count 24 22 46
Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Komunikasi Baik Count 15 13 28 % within Komunikasi 53.6% 46.4% 100.0% Kurang Baik Count 9 9 18 % within Komunikasi 50.0% 50.0% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Komunikasi 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square .056 a 1 .813
Continuity Correction b .000 1 1.000
Likelihood Ratio .056 1 .813
Fisher's Exact Test
1.000 .526 Linear-by-Linear Association .055 1 .815
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,61. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Komunikasi (Baik / Kurang Baik) 1.154 .353 3.776 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 1.071 .602 1.907 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .929 .505 1.708 N of Valid Cases 46
Sedia_APD * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Sedia_APD Lengkap Count 15 9 24 % within Sedia_APD 62.5% 37.5% 100.0% Tidak Lengkap Count 9 13 22 % within Sedia_APD 40.9% 59.1% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Sedia_APD 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 2.144 a 1 .143
Continuity Correction b 1.366 1 .242
Likelihood Ratio 2.160 1 .142
Fisher's Exact Test
.237 .121 Linear-by-Linear Association 2.098 1 .148
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Sedia_APD (Lengkap / Tidak Lengkap) 2.407 .736 7.877 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 1.528 .847 2.756
For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .635 .340 1.183 N of Valid Cases 46
Pengawasan * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Pengawasan Ada Count 13 4 17 % within Pengawasan 76.5% 23.5% 100.0% Tidak Ada Count 11 18 29 % within Pengawasan 37.9% 62.1% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Pengawasan 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 6.379 a 1 .012
Continuity Correction b 4.928 1 .026
Likelihood Ratio 6.636 1 .010
Fisher's Exact Test
.016 .012 Linear-by-Linear Association 6.241 1 .012
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,13. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Pengawasan (Ada / Tidak Ada) 5.318 1.381 20.484
For cohort Pakai_APD = Memakai APD 2.016 1.181 3.442 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .379 .154 .935 N of Valid Cases 46
Hukuman * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Hukuman Ada Count 17 7 24 % within Hukuman 70.8% 29.2% 100.0% Tidak Ada Count 7 15 22 % within Hukuman 31.8% 68.2% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Hukuman 52.2% 47.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 7.002 a 1 .008
Continuity Correction b 5.526 1 .019
Likelihood Ratio 7.186 1 .007
Fisher's Exact Test
.017 .009 Linear-by-Linear Association 6.850 1 .009
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Hukuman (Ada / Tidak Ada) 5.204 1.481 18.289 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 2.226 1.147 4.322 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .428 .215 .849 N of Valid Cases 46
Penghargaan * Pakai_APD Crosstab
Pakai_APD Total
Memakai APD Tidak Memakai APD Penghargaan Ada Count 17 7 24 % within Penghargaan 70.8% 29.2% 100.0% Tidak Ada Count 7 15 22 % within Penghargaan 31.8% 68.2% 100.0% Total Count 24 22 46 % within Penghargaan 52.2% 47.8% 100.0% Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 7.002 a 1 .008
Continuity Correction b 5.526 1 .019
Likelihood Ratio 7.186 1 .007
Fisher's Exact Test
.017 .009 Linear-by-Linear Association 6.850 1 .009
N of Valid Cases b 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,52. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Odds Ratio for Penghargaan (Ada / Tidak Ada) 5.204 1.481 18.289 For cohort Pakai_APD = Memakai APD 2.226 1.147 4.322 For cohort Pakai_APD = Tidak Memakai APD .428 .215 .849 N of Valid Cases 46