Anda di halaman 1dari 12

1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penerimaan pajak sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembiayaan kegiatan pembangunan. Hal ini dikarenakan pemasukan yang berasal
dari pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang besar jumlahnya.
Pajak digunakan sebagai alat utama membiayai pengeluaran pemerintah. Pajak
juga menjadi bagian utama dari kebijakan fiskal yang dijadikan pemerintah
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan sehingga dapat
mencapai tujuan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu pemerintah
juga sangat membutuhkan pajak untuk menekankan pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat. Perpajakan dalam jangka panjang berperan sebagai sumber
biaya pembangunan yang jumlahnya akan semakin besar.
Ditinjau dari segi mikroekonomi, pajak merupakan peralihan uang (harta)
dari sektor swasta atau individu ke sektor masyarakat atau pemerintah tanpa
adanya imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Pajak mengurangi
pendapatan, dan hal tersebut akan mengurangi daya beli individu dimana
pengurangan daya beli individu mempunyai dampak besar pada ekonomi
individu, sehingga pajak dapat mengubah pola konsumsi dan pola hidup individu
(Soemitro, 2004:2).
2

Kontribusi pajak penting artinya dalam penyelenggaraan pembangunan
Negara disamping penerimaan lain seperti Kekayaan Alam, Laba Dari Badan
Usaha Milik Negara, Retribusi, Bea Cukai, dan sumber lainnya. Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun, senantiasa
memberikan tugas kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menaikkan penerimaan
pajak kepada negara. Kebijakan tersebut rasional, karena kenyataannya rasio
antara jumlah wajib pajak dengan jumlah penduduk serta jumlah usaha masih
sangat kecil. Tahun-tahun yang akan datang pajak akan diproyeksikan menjadi
salah satu pilar utama penerimaan negara secara mandiri (Soeprapto, Kedaulatan
Rakyat, 4 Agustus 2001;8).
Penilaian mengenai keberhasilan penerimaan pajak perlu memperhatikan
pencapaian sasaran administrasi perpajakan, antara lain peningkatan kepatuhan
para pembayar pajak, dan pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam untuk
mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal (Nasucha, 2004).
Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 telah
menggulirkan Reformasi Administrasi Perpajakan Jangka Menengah (3-5 tahun)
sebagai prioritas reformasi perpajakan dengan tujuan tercapainya tingkat
kepatuhan sukarela yang tinggi, tingkat kepercayaan terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi, dan produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi.
Pajak sebagai sumber utama peneriman negara perlu terus ditingkatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang
perpajakan harus ditunjang dengan kualitas layanan yang mendukung
3

peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sistem
perpajakan yang berlaku di Indonesia didasarkan pada peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang mengatur
mengenai pelaksanaan ketentuan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan. Mulai
berlakunya Undang-undang perpajakan yaitu Undang-undang Nomor 9, Undang-
undang Nomor 10, Undang-undang Nomor 11 diharapkan penerimaan dari sektor
pajak dapat ditingkatkan. Undang-undang perpajakan tahun 1994 menganut
sistem self assessment yang memiliki arti wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, melaporkan dan membayar sendiri pajak yang terutang. Undang-
Undang tahun 1994 telah disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang- undang
Nomor 16, Undang-undang Nomor 17, Undang-undang Nomor 18, Undang-
undang Nomor 19, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000. Penyempurnaan
tersebut berjalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta kebijakan
pemerintah yang antara lain berbunyi : Sistem perpajakan terus disempurnakan,
pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus makin mampu dan
bersih.
Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang
dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta
pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dalam rangka menjamin kelangsungan
pembangunan nasional, sektor pajak menjadi salah satu tumpuan bagi penerimaan
4

negara. Kebijakan perpajakan yang diterapkan memberikan pengaruh pada
perekonomian Indonesia yang mengandalkan pajak sebagai penerimaan utama.

Tabel 1. Penerimaan Dalam Negeri 2002-2012 (Dalam Milyar Rupiah)
Tahun
Penerimaan Pajak PNBP
Penerimaan Dalam
Negeri
Nilai Persen (%) Nilai Persen (%) Nilai Persen (%)
2002 210.090 72,96% 88.440 27,04% 287.950 100%
2003 242.050 73,39% 98.880 26,61% 329.810 100%
2004 280.560 71,87% 122.550 28,87% 390.370 100%
2005 347.031 70,26% 146.888 29,74% 493.919 100%
2006 409.200 65,69% 226.950 34,31% 622.920 100%
2007 490.989 69.53% 215.120 30,47% 706.108 100%
2008 658.700 69,85% 320.600 30,15% 942.960 100%
2009 652.122 74,81% 219.518 25,19% 871.640 100%
2010 722.940 74,98% 270.000 25,02% 964.050 100%
2011 873.735 72,91% 324.547 27,09% 1.198.282 100%
2012 1.021.800 74,78% 344.600 25,22% 1.366.400 100%
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam membuat kebijakan harus
membuat kebijakan yang sederhana dan konsisten. Sejalan dengan hal ini,
diharapkan Wajib Pajak dapat mengerti dan memahami kebijakan yang telah
dibuat. Peraturan yang kurang dapat dipahami akan memberikan pengaruh besar
terhadap berjalannya sebuah kebijakan tersebut. Pengaruh yang mungkin dapat
terjadi, yaitu apabila kompleksitas peraturan dapat menimbulkan tingginya biaya
yang harus dipikul oleh Wajib Pajak.
Pajak mempunyai fungsi regulerend dan fungsi budgetair. Fungsi budgetair
adalah pajak yang berfungsi untuk memasukkan uang ke kas negara. Berdasarkan
fungsi budgetair, adanya kedisiplinan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi
5

kewajiban perpajakan yang berlaku sangat dibutuhkan. Persoalan mengenai
kepatuhan pajak telah menjadi persoalan yang penting di Indonesia karena jika
Wajib Pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan
tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak yang pada akhirnya akan
merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak.
Menurut Hidayati (2008), penyebab rendahnya kepatuhan pajak dapat
disebabkan oleh kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak. Sistem self
assessment yang berlaku di Indonesia dengan Wajib Pajak diberikan kepercayaan
penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan menghitung,
membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Sistem self assessment dapat
berjalan dengan baik, apabila pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak
menjalankan salah satu fungsinya yaitu fungsi pelayanan. Rendahnya tingkat
kepatuhan wajib pajak disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya yaitu
kualitas pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak. Untuk meningkatkan
kualitas pelayanan tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan sarana-
prasarana maupun sistem informasi terutama pembentukan perilaku pegawai yang
berdasarkan prinsip budaya kerja profesional dengan rambu-rambu kode etik
pegawai, yang siap melayani masyarakat selaku wajib pajak. Peningkatan kualitas
pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pada wajib pajak sebagai
pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan (Supadmi,
2009:215).
Pelayanan sendiri pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan
yang diberikan kepada Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
6

membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan pajak
termasuk dalam pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah,
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan undang-undang dan tidak berorientasi pada profit atau laba. Ada lima
dimensi kualitas pelayanan jasa yang dapat dirincikan sebagai berikut: tangibles
(bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance
(jaminan) dan empathy. Pengertian empathy dalam hal ini yaitu memberikan
perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi.
Menurut Risnawati (2009), Direktorat Jendral Pajak perlu meningkatkan
pelayanan pajak yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, agar menunjang kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan tercapainya tujuan pemerintah
untuk melaksanakan pembangunan dan roda pemerintah berjalan dengan baik.
Melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 tentang
Pelayanan Prima ditegaskan beberapa ketentuan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan petugas pajak kepada Wajib Pajak yaitu waktu
pelayanan yang sesuai dengan peraturan, pegawai yang berhubungan langsung
dengan Wajib Pajak harus menjaga sopan santun, dalam merespon permasalahan
dan memberikan informasi kepada Wajib Pajak harus secara jelas dan lengkap,
lebih baik bila petugas dapat menjelaskan berapa lama Wajib Pajak harus
menunggu. Apabila petugas terpaksa tidak dapat menerima laporan atau surat
yang disampaikan oleh Wajib Pajak misalnya karena kurang lengkap, maka
7

petugas harus menjelaskannya secara jelas dan ramah sampai Wajib Pajak
memahami dengan baik.
Pelayanan yang baik dari petugas pajak kepada Wajib Pajak harus dilakukan
dengan prima. Hal ini bukan tanpa alasan, karena Wajib Pajak dalam memenuhi
hak dan kewajiban perpajakannya mengeluarkan sejumlah biaya yang biasa
disebut dengan compliance cost. Idealnya, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Wajib Pajak tersebut tidak memberatkan wajib pajak dan tidak menjadi faktor
penghambat Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Tax compliance cost bukan hanya dalam artian uang (direct money cost), tetapi
juga waktu (time cost) dan pikiran (psychological cost). Tingginya biaya
kepatuhan pajak dapat menyebabkan Wajib Pajak enggan untuk membayar pajak.
Penelitian Prasetyo (2008) menyimpulkan bahwa biaya kepatuhan pajak
mempunyai pengaruh negatif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Artinya jika biaya
kepatuhan pajak semakin tinggi maka kepatuhan pajak semakin rendah.
Biaya yang dimaksudkan disini bukan hanya biaya dalam artian uang, tapi
juga waktu dan pikiran. Dalam memenuhi kewajiban perpajakan, Wajib Pajak
harus mengeluarkan uang selain untuk membayar pajak terutang minimal untuk
biaya perjalanan dan administrasi ke bank atau kantor pos untuk melakukan
penyetoran. Selain itu Wajib Pajak juga harus meluangkan waktu untuk membaca
petunjuk pengisian SPT, mengisinya dan mengirimkannya ke Kantor Pelayanan
Pajak. Wajib Pajak juga dibebani pikiran takut jika pemahamannya atas peraturan
perpajakan berbeda dengan pemahaman petugas pajak kemudian dituduh
melakukan tax evasion (Prayoga, 2007). Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance)
8

dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri,
kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan
dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam
pembayaran tunggakan. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidak patuhan
secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, seperti tax
evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana
pajak ke kas Negara (Sofyan, 2005:29).
Untuk memperoleh kepatuhan dari Wajib Pajak, Suandy (2000:95)
menjelaskan beberapa prasyarat yang dibutuhkan yaitu : Kesadaran Wajib Pajak,
kejujuran Wajib Pajak, Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak, dan
kedisiplinan dari Wajib Pajak. Nurmantu (2003:160) mengemukakan, salah satu
faktor yang menentukan tinggi rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam
rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak adalah jumlah biaya-biaya yang
harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak yang disebut dengan Compliance Cost.
Idealnya, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya tidak memberatkan Wajib Pajak dan tidak
menghambat Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya.
Sejak lama masalah tersebut mendapat perhatian para pemikir dunia sebagai salah
satu prinsip pemajakan yang dituangkan dalam prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam pemungutan pajak, seperti yang dilakukan oleh Adam Smith
pada permulaan abad XVII dan E.R.A Seligman pada permulaan abad XX
(Prasetyo,2005).
9

Nurmantu (2003:95), mengemukakan empat prinsip yang perlu diperhatikan
dalam pemungutan pajak yang terdiri dari prinsip-prinsip reveneu productivity,
social justice, economic goals, serta ease administration and compliance. Salah
satu kaidah dalam prinsip ease administration and compliance menyatakan bahwa
biaya-biaya penghitungan, pengawasan, dan penagihan pajak harus ditekan
serendah-rendahnya. Biaya yang harus diminimalkan tersebut tidak hanya melalui
biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah (atau disebut administrative cost),
melainkan juga biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka
pemenuhan kewajiban pajaknya (atau compliance cost). Selain merupakan
disintensif bagi tingkat kepatuhan wajib pajak, tingginya tingkat compliance cost
juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat high cost
economy dalam suatu negara.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melihat bahwa kualitas
pelayanan yang didapat oleh Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakannya mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan biaya
kepatuhan Wajib Pajak akan memberikan beban pajak yang besar terhadap Wajib
Pajak yang memiliki penghasilan yang rendah daripada biaya yang harus
dikeluarkan untuk memenuhi kewajiban pajak mereka yang akan berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib pajak itu sendiri. Sehingga penulis tertarik untuk
meneliti masalah tentang biaya kepatuhan pajak yang berjudul Pengaruh
Kualitas Pelayanan Dan Biaya Kepatuhan Terhadap Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Singosari).
10

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan, maka secara
singkat masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi?
2. Apakah variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian dan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk menjelaskan apakah variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan
pajak secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Untuk menjelaskan apakah variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan
pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi.



11

D. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, antara lain:
1. Aspek Akademis
Dapat dijadikan acuan atau bahan informasi dan menambah wawasan untuk
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tingkat kualitas pelayanan dan
biaya kepatuhan dalam mengoptimalkan tingkat kepatuhan pajak khususnya
Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Aspek Praktis
Sebagai penerapan dari ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dan
sebagai saran kepada Ditjen Pajak pada umumnya dan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama dalam menentukan strategi untuk mengoptimalkan tingkat kepatuhan
Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai isi skripsi ini, disusun
sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kontribusi penelitian, serta sistematika pembahasan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan uraian dasar teori atau landasan berpijak yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini, baik berupa teori, konsep atau pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli di bidangnya.

12

BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai bagaimana penelitian untuk skripsi
dilakukan, diantaranya dengan menentukan jenis penelitian, fokus penelitian,
lokasi dan situs penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian, dan analisis data.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Akan diberikan hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang isi dari
penelitian data-data yang diperoleh dari sumber data berdasarkan fokus penelitian
yang telah ditetapkan kemudian dianalisis dan diinterprestasikan sesuai dengan
konsep dan teori.
BAB V: PENUTUP
Bab terakhir dari penelitian ini mengemukakan kesimpulan dari seluruh
tulisan-tulisan yang ada pada skripsi ini disertai saran-saran yang diberikan
sebagai masukan untuk pihak-pihak yang memerlukan.

Anda mungkin juga menyukai