Global warming atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan nama pemanasan global merupakan proses naiknya suhu rata-rata atmosfer, laut serta daratan bumi. Meningkatnya suhu tersebut menyebabkan bumi yang kita diami ini terasa lebih panas dan saat siang hari kita merasakan pana yang berlebihan. Kenaikan suhu bumi ini dimungkinkan diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat dari ulah dan aktivitas manusia itu sendiri. Dengan adanya global warming banyak sekali kerusakan yang dapat ditimbulkan, bukan hanya satu namun bisa mencapai seluruh struktur yang berada di bumi itu sendiri. Global warming bukanlah persoalan bagi pemerintah melainkan persoalan bagi seluruh umat penduduk bumi, bayangkan jika seandainya kutub utara dan selatan mencair apakah kita hanya akan menggantungkan nasib kita ke pemerintah saja? Global warming menjadi tanggung jawab kita masing- masing, semua masyarakat harus berperan aktif untuk mencegah atau melambatnya proses global warming. Menaiknya suhu secara global (global warming) juga diperkirakan akan menimbulkan perubahan yang lain seperti halnya menyebabkan cuaca yang ekstrem dan menaikkan tinggi permukaan air laut. Selain itu perngaruh yang lain juga bisa di lihat dengan punahnya berbagai macam hewan, berpengaruhnya terhadap hasil pertanian dn hilangnya gletser. Ada banyak tindakan yang dilakukan oleh manusia tanpa menyadari bawhwa yang dilakukan tersebut ebenarnya membahayakan bumi, kebanyakan dari manusia hanya memikirkan keuntungan yang sesaat namun tidak memikirkan kerugian yang dapat ditimbulkan dalam jangka waktu yang panjang. Global warming itu berbahaya? Ya tentu saja global warming itu sangatlah berbahaya. Dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi akan bisa menyebabkan perubahan suhu yang sangat ekstrem masih ditambah lagi dengan kemungkinan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Jika seandainya es kutub utara dan selatan mencair bisa di tebak negara manakah yang akan pertama kali tenggelam? Indonesia negara kepulauan seperti ini sangat rentan untuk mudah tenggelam. Terlebih Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil yang sangat mungkin untuk tenggelam. Tidak hanya itu perubahan cuaca yang ekstrem kadang juga menimbulkan berbagai macam penyakit baru yang sebelumnya belum pernah ada di muka bumi.
1. Penyebab global warming Perlu anda ketahui bahwa suhu rata-rata permukaan di bumi ini meningkat 0.74 0.18 C dalam waktu 100 tahun terakhir ini. Kenapa ini bisa terjadi? Berikut adalah beberapa penyebab utama terjadinya Global Warming, yaitu : a. Efek rumah kaca Semua sumber energi yang ada di bumi ini berasal dari energi Matahari yang sebagian besar berupa radiasi gelombang pendek. Ketika energi tersebut dampai di Bumi, ia akan berubah menjadi panas yang bisa menghangatkan bumi. Namun tidak semua panas yang sampai di bumi akan diserap, sebagian lagi akan dipantulkan kembali ke luar angkasa. Namun sebagian dari panas yang dipantulkan ini tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi karena menumpuknya gas rumah kaca (Karbon Dioksida, Metana, Sulfur Dioksida dan uap air). Hal ini terjadi karena gas-gas tersebut mampu menyerap dan memantulkan energi panas dalam bentuk radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya energi panas tadi akan terus tersimpan di permukaan bumi. Proses ini terus terjadi dari waktu ke waktu, dan akibatnya suhu rata-rata permukaan bumi pun terus meningkat.
b. Efek umpan balik Salah satu penyebab Global Warming adalah adanya efek umpan balik. Contoh terjadinya efek umpan balik ini adalah pada proses penguapan air. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi serta lautan akan menyebabkan meningkatnya penguapan air ke atmosfer. Seperti yang sudah disebutkan di atas tadi, uap air sendiri termasuk gas rumah kaca yang memicu terjadinya Global Warming. Ini mengakibatkan pemanasan akan terus menerus berlangsung dan menambah uap air di atmosfer hingga kesetimbangan konsentrasi uap air tercapai.
c. Variasi matahari Beberapa Ilmuan berpendapat bahwa variasi dari matahari, yang kemudian diperkuat oleh efek umpan balik dari awan, mampu memberikan kontribusi dalam pemanasan global saat ini. Aktivitas matahari yang meningkat dapat menyebabkan meningkatnya suhu stratosfer (salah satu lapisan di atmosfer). Fenomena variasi matahari serta aktivitas gunung berapi di berbagai belahan bumi ini diperkirakan telah menyebabkan efek pemanasan sejak era pra-industri sampai tahun 1950, serta menimbulkan efek pendinginan sejak th 1950.
2. Dampak global warming Para ilmuwan telah menggunakan berbagai teknologi yang canggih untuk mempelajari global warming. Berdasarkan berbagai analisa, para ilmuwan telah memperkirakan beberapa dampak global warming yang terjadi di bumi. Berikut adalah beberapa dampak global warming tersebut:
a. Iklim tidak stabil Ilmuwan memperkirakan, selama proses global warming berlangsung bagian utara bumi akan memanas lebih cepat dibandingkan daerah lain. Hal ini menyebabkan banyak gunung es mencair dan daratan di daerah tersebut akan mengecil. Es yang terapung di perairan utara tersebut pun akan berkurang. Akibatnya, daerah yang dulunya mengalami hujan salju ringan, mungkin beberapa waktu yang akan datang tidak akan mengalaminya lagi akibat global warming.
b. Meningkatnya permukaan laut Ketika suhu atmosfer meningkat, suhu lapisan permukaan laut juga ikut meningkat. Akibatnya, volume air laut akan meningkat karena efek anomali air dan tinggi permukaan laut pun semakin meningkat. Selain itu sebagai akibat dari global warming, telah banyak es di kutub yang mencair (terutama di sekitar Greenland). Mencairnya es tersebut juga mampu memperbesar volume air laut di bumi. Selama abad 20, tinggi permukaan air laut di seluruh dunia telah naik sekitar 10 25 cm. Ilmuwan juga telah memprediksi bahwa pada abad ke-21 tinggi permukaan lau akan terus naik sekitar 9 88 cm.
c. Peningkatan suhu global Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa bumi yang lebih hangat mampu menghasilkan lebih banyak berbagai macam hasil pangan dari sebelumnya, namun kenyataanya hal tersebut tidak berlaku samadi semua tempat. Bagian selatan Kanada misalnya, daerah tersebut memang akan mendapatkan keuntungan dengan curah hujan yang lebih tinggi akibat menghangatnya bumi karena musim tanam akan menjadi lebih lama. Namun di lain pihak, berbagai lahan pertanian semi kering di wilayah Afrika mungkin akan mengalami kerugian yang besar akibat kurangnya air irigasi jika suhu global terus meningkat.
d. Gangguan ekologis Akibat pemanasan global, binatang di alam liar lebih memilih untuk bermigrasi atau pindah ke arah kutub atau ke pegunungan mencari tempat yang lebih dingin. Tumbuhan pun akan merubah arah laju pertumbuhannya guna mencari habitat baru. Namun migrasi ini akan terganggu oleh pembangunan yang dilakukan manusia di habitat alami mereka. Hewan yang bermigrasi ke arah kutub namun kemudian terhalangi oleh kota-kota maupun lahan pertanian mungkin akan mati.
3. Cara mengatasi global warming
a. Jangan menebang pohon Pohon merupakan penghasil gas O2 (oksigen) terbesar di dunia. setiap hari kita bernafas membutuhkan Oksigen,dan pohon-pohonlah yang setiap harinya menyediakan oksigen untuk kita. Semakin sdikit pohon akan menyebabkan gas CO2 (karbon dioksida) bisa dengan leluasa berkeliaran dan akhirnya membuat bumi semakin panas. Terlepas dari itu kita bernafas menggunakan oksigen tanpa adanya oksigen mungkin kita tidak akan bisa hidup sampai sekarang.
b. Kurangi menggunakan kendaraan pribadi Banyaknya pemakaian kendaraan pribadi akan menyebabkan borosnya penggunaan bahan bakar. Kita semua tau bahwa setiap kendaraan berbahan bakar minyak akan mengeluarkan gas pembuangan berupa CO2 dan CO, gas-gas ini bila dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan efek gas rumah kaca yang akhirnya membuat terjadinya global warming semakin parah. Selama anda masih bisa untuk menggunakan kendaraan umum gunakanlah kendaraan umum, hanya gunakan kendaraan pribadi saat anda memang benar-benar membutuhkannya
c. Beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak dengan kendaraan berbahan bakar alami dan ramah lingkungan. Kendaraan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan misalnya adalah kendaraan dengan bahan bakar listrik. Listrik selain harganya lebih murah ternyata juga lebih ramah terhadap lingkungan jika dibanding dengan bahan bakar minyak. Dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar listrik anda tak perlu lagi risau saat harga BBM (Bahan bakar Minyak) naik.
d. Mematikan lampu di siang hari Saat bepergian ke daerah PLN saya sering sekali melihat sebuah poster dengan tulisan "Kunang-kunang aja kalau siang matiin lampu". Masa kita mau kalah sama kunang-kunang? Matikan lampu disaat siang hari, meskipun anda sanggup untuk membayar tagihan listriknya namun kepedulian akan lingkungan juga sangatlah penting
e. Menggunakan lampu hemat energy lampu hemat energi sangat beragam jenisnya, ada lampu energi dengan bentuk XL seperti Philip. Akhir-akhir ini muncul lagi lampu hemat energi terbarukan yang pembuatannya berasal dari gabungan lampu LED (Light Emiting Diode). Lampu hemat energi sejenis LED akan mampu menghemat energi bahkan lebih dari 60% sehingga kebutuhan energi dalam negeri akan bisa tercukupi. Selain itu penggunaan energi yang berlebihan juga akan menimbulkan terjadinya pemanasan global. Sekarang kita bayangkan, di Indonesia masih banyak pembangkit listrik tenaga batubara. Jika kita menggunakan energi secara boros tentu saja pembakaran batubara akan semakin banyak, namun jika kita bisa berhemat maka pembakaran batubara bisa di hemat pula. Pembakaran batubara ternyata juga menyumbangkan gas penyebab Global warming yang sangat besar.
f. Melakukan Reboisasi (penanaman kembali hutan gundul) Banyak tindakan yang telah dilakukan manusia seperti merusak hutan hanya untuk mencari keuntungan sesaat. Tanpa disadari hutan yang fungsinya sangatlah fital bagi manusia setiap harinya terus dirusak oleh sebagian manusia yang tidak bertanggung jawab. Solusinya adalah dengan menegaskan perundangan tentang perhutanan dan melakukan Reboisasi terhadap hutan yang sudah gundul. Selain aksi dari penebangan hutan secara liar hutan gundul juga bisa disebabkan karena kebakaran dan tanah longsor. Selain bisa mencegah terjadinya Global Warming hutan juga bisa mencegah terjadinya banjir, tanah longsor dan akan menjadikan suhu menjadi sejuk dan segar.
g. Tanmalah Pohon di Pekarangan rumah anda Anda memiliki rumah dengan pekarangan yang tidak digunakan? Manfaatkanlah pekarangan tersebut untuk menanam berbagai macam tanaman. Anda tak harus menanam pohon jati atau mahoni, anda bisa menanam tanaman hias atau tanaman lain yang memiliki daun hijau serta memiliki potensi untuk bisa menghasilkan oksigen. Bayangkan jika semua masyarakat melakukan hal yang serupa maka kebutuhan akan oksigen akan sedikit demi sedikit terpenuhi.
h. Membangun rumah dengan fentilasi yang cukup Rumah merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, dengan rumah kita bisa hidup dengan tenang dan damai. Saat membangun rumah harap perhatikan fentilasi dan tata cahaya yang tepat. Jangan sampai anda malam hari harus menyalakan AC karena alasan panas dan fentilasi yang kurang. Saat siang hari pula desainlah rumah anda agar bisa terang tanpa harus menghidupkan lampu dan desain pula agar sejuk tanpa harus menghidupkan AC atau kipas angin.
B. KESEPAKATAN
Perubahan iklim dari tahun ke tahun adalah sebuah kepastian. Perubahan alam terjadi seiring dengan berkembangnya peradaban dan bertambahnya jumlah manusia yang menghuni bumi. Karena itu, pelestarian lingkungan akibat perubahan iklim atau climate change bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu negara, akan tetapi seluruh negara yang ada di muka bumi. Kesadaran ini pula yang kemudian menggugah lahirnya pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pembentukan lembaga tingkat dunia ini diawali dari pertemuan KTT Bumi (Earth Summit) pada tanggal 3 - 14 Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil yang dihadiri oleh perwakilan 172 negara. Konferensi ini dihadiri 35.000 peserta yang terdiri dari kepala negara, peneliti, LSM, wartawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya. Isu utama yang didiskusikan waktu itu adalah isu lingkungan, termasuk di dalamnya pemanasan global, kerusakan hutan dan spesies langka, serta pengembangan industri yang ramah lingkungan. Salah satu hasil konferensi yang fenomenal adalah dirumuskannya kerangka kerja internasional mengenai perubahan iklim atau lebih dikenal dengan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Lembaga ini memiliki tujuan meningkatkan kerjasama secara berkesinambungan dengan mengadakan berbagai konferensi yang dibuat melalui pertemuan atau forum- forum bilateral, regional dan multilateral seperti G8, G20, dan MEF (Major Economic Forum), dan juga dengan sejumlah organisasi LSM tingkat internasional, perwakilan- perwakilan antar negara dan organisasi kemasyaraktan. Menurut Ketua Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia Rachmat Witoelar, UNFCCC merupakan lembaga independen dan bukan merupakan bagian dari PBB. Otoritas tertinggi UNFCCC dipegang oleh pertemuan anggota yang dilakukan setiap tahunnya yang dikenal dengan nama Conference of Parties (COP) sejak tahun 1995. COP dipimpin oleh seorang presiden yang secara bergantian dipimpin oleh perwakilan masing-masing kawasan atau regional PBB yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Bagian Timur dan Tengah, Eropa barat dan daerah lainnya. Dan, Rachmat Witoelar adalah Presiden COP 13/CMP 3 yang diselenggarakan di Bali, Indonesia, pada tahun 2007.
1. Dua Badan UNFCCC UNFCCC memiliki dua badan permanen yang masing-masing menangani urusan tertentu. Badan pertama yaitu penasehat sains dan teknologi atau Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA). Badan ini memiliki tanggung jawab memberi masukan atau saran pada COP dalam bidang ilmiah, teknologi dan metodologi. Tugas utama badan ini mempromosikan pengembangan dan transfer teknologi yang ramah lingkungan dan melakukan pekerjaan teknis. Juga meningkatkan pedoman dalam menyiapkan komunikasi nasional dan inventarisasi emisi. Selain itu SBSTA juga memainkan peranan penting sebagai penghubung antara informasi ilmiah yang disediakan oleh para ahli di IPCC dan kebijakan yang berorientasi terhadap kebutuhan COP. Badan ini juga kerap meminta informasi ilmiah lainnya kepada IPCC dan juga melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan lainnya untuk berbagi informasi mengenai pembangunan berkelanjutan. Badan yang kedua yaitu badan pelaksana atau Subsidiary Body for Implementation (SBI). SBI bertanggung jawab dalam hal memberikan memberikan saran kepada COP dalam segala hal yang berkaitan dengan penerapan konvensi. Tugas utamanya adalah untuk menguji informasi dari inventarisasi komunikasi nasional dan inventarisasi emisi yang dikeluarkan oleh negara anggota dengan tujuan untuk menaksir efektifitas konvensi secara menyeluruh. Jika menengok sejarahnya, sepanjang COP 1 dan COP 2 hampir tidak ada kesepakatan yang berarti dalam upaya penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca). Sedangkan pada COP 3, event ini menjadi ajang perjuangan negosiasi antara negara- negara Annex 1 seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Italia, Jepang, dan Australia yang lebih dulu mengemisikan GRK (gas rumah kaca) sejak revolusi industri tahun 1850-an dengan negara-negara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim. Negara-negara maju memiliki kepentingan bahwa pembangunan di negara mereka tidak dapat lepas dari konsumsi energi dari sektor kelistrikan, transportasi, dan industri. Untuk mengakomodasikan kepentingan antara kedua pihak tersebut Protokol Kyoto adalah satu-satunya kesepakatan internasional untuk berkomitmen dalam mengurangi emisi GRK yang mengatur soal pengurangan emisi tersebut dengan lebih tegas dan terikat secara hukum, papar Rahmat Witoelar (Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim Republik Indonesia). Pada saat pertemuan otoritas tertinggi tahunan dalam UNFCCC ke-3 (Conference of Parties 3 - COP) yang diadakan di Kyoto (Jepang), suatu perangkat aturan yang disebut Protokol Kyoto diadopsi sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi GRK. Kepentingan protokol tersebut adalah mengatur pengurangan emisi GRK dari semua negara-negara yang meratifikasi (mengadopsi) aturan. Protokol Kyoto ditetapkan tanggal 12 Desember 1997, kurang lebih 3 tahun setelah Konvensi Perubahan Iklim mulai menegosiasikan bagaimana negara-negara peratifikasi konvensi harus mulai menurunkan emisi GRK mereka. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi atau pengeluaran CO2 dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diterapkan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata suhu global antara 0,02C dan 0,28C pada tahun 2050.
2. Indonesia Punya DNPI Di Indonesia, penanggulangan masalah perubahan iklim dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat madani, dunia pendidikan, masing-masing individu maupun pemangku kepentingan lainnya. Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian perubahan iklim dan untuk memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian perubahan iklim, Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008. Lembaga ini diketuai oleh mantan Menteri Lingkungan Hidup era 2004 - 2009 Prof. Rachmat Witoelar. Menurut Rachmat, visi dari lembaga ini adalah mewujudkan pembangunan rendah emisi karbon yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim dengan dukungan sistem pendanaan dan alih teknologi yang tepat guna. Berdasar Perpres No. 46 Tahun 2008, tugas pokok dan fungsi DNPI meliputi: merumuskan kebijakan nasional, strategi program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; mengoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan; merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim; dan memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim. Kesadaran ini pula yang kemudian menggugah lahirnya pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pembentukan lembaga tingkat dunia ini diawali dari pertemuan KTT Bumi (Earth Summit) pada tanggal 3 - 14 Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil yang dihadiri oleh perwakilan 172 negara. Konferensi ini dihadiri 35.000 peserta yang terdiri dari kepala negara, peneliti, LSM, wartawan.