Anda di halaman 1dari 12

ISLAM DAN NEGARA SEKULAR

DISKURSUS SYARIAH DI PUSAT


Oleh:
IRFAN FATAHUDDIN (D41113035
NUR MUHAMMAD IRSYAD (D4111300!
TEKNIK ELEKTRO
UNI"ERSITAS HASANUDDIN
#013$#014
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam pandangan hukum Tuhan, Islam berusaha untuk mengintegrasikan ruang lingkup
kehidupan kaisar, yaitu kehidupan politik, sosial dan ekonomi kedalam pandangan dunia
religius, yang mencakup segala hal. Karenanya hukum didalam Islam adalah aspek
integral dari petunjuk tuhan, dan bukan suatu unsur yang terpisah.
Bagi Islam syariah adalah cara untuk mengintegrasikan umat manusia. Ia adalah cara
dengan mana manusia memberikan arti religius bagi kehidupan sehari hari dan
mengintegrasikan kehidupan ini kedalam suatu pusat spiritual. Manusia hidup dalam
keanekaragaman, ia hidup dan bertindak menurut berbagai kecenderungan dalam dirinya,
beberapa diantaranya berasal dari keinginan heani, beberapa lagi berasal dari aspek
sentimental, rasional bahkan spiritual dalam dirinya. Manusia menghadapi keaneka
ragaman dalam dirinya dan pada saat yang sama ia hidup dalam masyarakat dimana ia
menjadi bagian dan melakukan kontak serta hubungan yang tidak terbatas dengan
anggota masyarakat lain. Kegiatan ini yang menjadi norma tindakan dan eksistensi dalam
kondisi manusia tidak dapat diintegrasikan dan tidak mempunyai makna kecuali dalam
syariah. !ukum tuhan adalah jaringan aturan dan sikap yang mengatur kehidupan
manusia dan didalam totalitas serta si"atnya yang mencakup segala hal, mampu
mengintegrasikan manusia dan masyarakat menurut prinsip yang dominan dalam Islam,
yaitu unitas atau tauhid, syariah adalah cara dengan mana unitas dapat diciptakan dalam
kehidupan manusia.
#enerapan syariah Islam pada "aktanya bukanlah masalah sederhana, didalamnya
terdapat percaturan yang hingga kini belum terpecahkan. Dikalangan ulama sendiri
misalnya, masih terjadi perdebatan mengenai apa yang dimaksud dengan syariah dan
bagaimana bentuk kongkrit rumusan syariah itu. seperti halnya yang terjadi di Indonesia
sering kita dapati antar golongan saling tuding dan klaim kebenaran atas golongannya
sendiri, sehingga syariah Islam bukan menjadi jalan tengah untuk menyatukan umat
akan tetapi karena perbedaan dalam pena"siran terhadap sumber pokok ajaran
menimbulkan perpecahan dan kon"lik. $kan tetapi dengan mengenyampingkan berbagai
keruetan diseputar de"inisi dan rumusan syariah, masalah yang muncul adalah akankah
asumsi tentang penegakan syariah secara struktural itu benar atau sebaliknya% untuk itu
disini penulis akan mencoba mencermati dan memaparkan tentang diskursus syariah
Islam yang terjadi di Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana bentuk hubungan antara Islam, &egara, dan Masyarakat di Indonesia%
2. Bagaimana peran aliran'aliran dan organisasi Islam dalam perkembangan Islam di
Indonesia%
3. Bagaimana menyikapi dikotomi dan dilema terhadap prospek #luralisme%
BAB II
PEMBAHASAN
A. B(&T)K !)B)&*$& $&T$+$ I,-$M, &(*$+$, D$& M$,.$+$K$T
,ejarah &egara Indonesia, baik sejak menjelang kemerdekaan maupun beberapa
puluh tahun setelahnya, memperlihatan baha hubungan antara Islam, &egara, dan
masyarakat terus menjadi perhatian para pembuat undang'undang, politisi, intlektual,
dan re"ormer dari berbagai aliran ideology dan politik. ,ejauh mana debat itu
melibatkan semua segmen masyarakat dan masyarakat sipil di Indonesia adalah isu
yang lebih kompleks lagi. Di Indonesia, seperti di &egara lain, elite intelektual yang
memiliki perspekti" dan pandangan yang berbeda biasanya mengklaim sebagai juru
bicara bangsa atau negara secara keseluruhan. Beberapa gerakan intelektual, semisal
gerakan pembaruan Islam &urcholis Madjid, dan mereka yang tergabung dalam
organisasi, seperti &), memiliki partisipasi yang sangat tinggi dan luas dalam
masyarakat sipil.
#eran Islam yang subtanti" dan simbolis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia
merupakan kunci perdebatan tengan de"enisi hubungan Islam, &egara, dan
masyarakat setelah kemerdekaan. ,arekat Islam /,I0 yang didirikan pada 1211
menggunakan Islam sebagai struktur pemersatu dalam memobilisasi kesadaran
nasional. Ketika konsepe nasionalisme !india Belanda diajukan oleh Kongres
&asional !india Belanda pada tahun 1233, beberapa pemimpin gerakan seperti
Tjokroaminoto dan M.&atsir, berusaha untuk melegitimasi baha nasionalisme yang
muncul saat itu memiliki karakter keislaman. ,ebaliknya, &asionalis ,ekular, seperti
,oekarno dan ,oetomo, menempatkan sekularisme dalam kerangka dan sejarah yang
netral dari agama. ,ejak akhir 1234, 5isi kelompok kedua lebih dominan, meskipun
ideologi kelompok pertama tidaklah punah.
Kontro5ersi seputar penghapusan tujuh kata dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan #iagam 6akarta dan pancasila terus berlanjut hingga masa pasca'kemerdekaan.
Isu ini sangat penting dan merupakan sumber argument bagi para Islamis untuk
mempertanyakan &egara model #ancasila, sekaligus juga menjadi alasan bagi otoritas
&egara untuk mengonsolidasikan kekuasaannya dengan mengorbankan demokrasi.
#erdebatan tentang Islam dan negara telah menghancurkan beberapa aspek demokrasi
konstitusional, tidak hanya di aal pertumbuhannya tetapi juga selama masa orde
baru bahkan hingga hari ini.
#ada saaat kemerdekaan, hokum sebagai objek dan arena kontestasi menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam debatmengenai peran Islam dalam negara baru dan
mengenai identitas negara baru. ,istem peradilan Belanda yang membedakan antara
orang Indonesia dan orang (ropa langsung dihapuskan, namun tidaklah merubah
materi hokum secara umum. Kelompok pluralis dan uni"ormis berbeda pendapat
mengenai hokum adat tradisional, sementara kelompok nasionalis secular dan
nasionalis Islam berbeda pendapat soal hokum Islam. #ara uni"ormis, yang
memandang hukum adat sebagai sesuatu yang terbelakang dan anti'modern,
berargumen baha sistem hukum yang seragam yang mere"leksikan kesatuan
Indonesia merupakan kondisi yang diperlukan untuk memodernisasikan Indonesia.
Kalangan pluralis, yang beranggapan baha adat merupakan bagian dari identitas
keindonesiaan dan kebanggaan nasional, berpendapat baha sistem hukum yang
plural yang sesuai dengan kondisi sosial yang majemuk di Indonesia lebih
mere"leksikan kondisi masyarakat Indonesia yang sebenarnya. Berbeda dengan adat,
hukum Islam tidaklah terpengaruh oleh penyeragaman hukum, karena hukum Islam
kuat tidak hanya secara local, tapi juga nasional.
&amun, ini tidak berarti baha hukum Islam tidak terpengaruh oleh
perkembangan'perkembangan sejak kemerdekaan karena telah ada semacam
inter5ensi dan regulasi negara berkaitan dengan Islam sejak masa itu. )paya'upaya
yang dilakukan oleh negara terkait dengan masalah penting, misalnya mengenai siapa
yang berhak meakili Islam dan berdasarkan hak itu ditetapkan.
$kibat control negara atas pengadilan agama, negara menginter5ensi apa yang
dipersepsi sebagai ruang pri5at. Kompilasi !ukum Islam /K!I0 yang menjadi
pedoman para hakim yang ada di lingkungan lembaga peradilan agama dalam
menyelesaikan kasus, menjadi hukum yang mengikat di Indonesia. !ukum keluarga
juga diperlakukan sebagai !ukum ,ipil &egara yang memperlihatkan cara pandang
pemerintah terhadapnya dan K!I kemudian memiliki kekuatan dan status sebagai
doktrin Islam. Menurut beberapa ahli, akibat dari inter5ensi negara dalam domain
agama ini, agama Islam di Indonesia setidaknya bila dikaitkan dengan sistem hukum
tunduk kepada kekuasaan eksekuti" negara. 7toritas tertinggi, dengan demikian
dimiliki oleh lembaga ini dan bukan oleh ahyu. #ada tingkat praksis, syariah
sekarang telah betul'betul dire"ormasi atau bahkan disederhanakan dalam K!I.
B. #(+$& $-I+$&'$-I+$& D$& 7+*$&I,$,I I,-$M
,elain negara, gerakan'gerakan seperti Muhammadiyah dan &), mere"leksikan
perkembangan penting dalam doktrin dan teologi islam masyarakat Indonesia.
Muhammadiyah dengan pengikut yang berasal dari kelaspedagang kota pernah
menekankan pembersihan Islam dari segala unsur sinkretis, sementara &) yang
berakar di kalangan pneduduk pedesaan lebih menekankan pemaduan antara unsur
praktik Islam tradisional dan sinkretis. ,eperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
sarjana'sarjana semisal !asbi $l',hiddie8y dan !a9airin, dengan mengajukan
kerangka re"ormasi, berusaha untuk mengungkapkan pentingnya pende"inisian ulang
peran Islam. Tulisan'tulisan $l',hiddie8y yang muncul sejak 12:4'an, misalnya,
menyerukan perlunya "i8ih khusus Indonesia, yang berbeda dengan "i8ih tradisional,
tapi tetap bersumber pada metodologi dan sumber'sumber syariah dan berakar dalam
nilai'nilai komunitas lokal.
Intelektualisme Islam pada masa paca'kemerdekaan juga relati5e lebih kuat di
kalangan akti5is organisasi mahasisa, semisal !MI /!impunan Mahasisa Islam,
didirikan pada 12:;0. Beberapa tokoh muda !MI seperti Djohan (""endy, Mansyur
!amid, $hmad <ahib, dan Daam +ahardjo, mengemukakan beberapa ide penting
dan menjadikan ide'ide tersebut sebaagai perspekti" politik keagamaan baru dalam
melihat hubungan Islam dan &egara. #ertama, dalam pandangan mereka, tidak ada
bukti yang jelas baha $l'=uran dan ,unnah meajibkan umat Islam untuk
mendirikan negara Islam. Kedua, mereka mengakui baha Islam tidak berisi
seperangkat prinsip'prinsip sosial politik ataupun sebuah ideologi. Ketiga, karena
Islam dianggap sebagai sesuatu yang tak terbatas oleh aktu dan )ni5ersal,
pemahaman umat Islam terhadapnya tidak boleh terpaku hanya pada emahaman yang
"ormal den legal saja, apalagi jika pemahaman itu berasal dari ruang dan aktu
tertentu. Keempat, mereka sangat percaya baha hanya $llah yang memiliki
kebenaran yang absolut. Dengan demiian, sangatlah tidak mungkin bagi manusia
untuk memahami realitas absolut dari Islam.
,ebagai proyek intelektual, gerakan re"ormasi Islam sangat terlibat dalam
persoalan peran Islam dalam negara dan masyarakat. Menurut &urcholis Madjid,
agara pembaharuan Islam di Indonesia bias terujud, umat islam harus bias
membedakan antara nilai'nilai transenden dan nilai'nilai temporer. Ia berpendapat
baha hierarki nilai itu justru sering terbalik delaam persepsi umat islam yang di
dalamnya nilai'nilai transenden dianggap temporal, sedangkan temporal dianggap
transenden. $kibatnya, islam dianggap sama nilainya dengan tradisi. )ntuk merespon
kebingungan ini, Madjid mengajukan agar umat islam harus menganggap baha
dunia dan segala urusan temporal yang ada di dalamnya adalah sebagaimana adanya
karena melihat dunia dan isinya sebagai sesuatu yang sacral justru bertentangan
dengan prinsip monoteisme dalam Islam. Madjid juga berpendapat baha ada yang
sacral dalam persoalan negara islam, partai politik Islam, atau Ideologi Islam. Dengan
demikan, umat islam harus bias untuk mensekularisasi atau mendeklarasi persepsi
mereka tentang isu'isu duniai tersebut. Dalam kerangka pemikiran seperti itulah
Madjid memperkenalkan jargon >Islam Yes, Partai Islam No.
#ada aal 12?4'an, kelompok modernis muda menarik minat kalangan muda &).
Meski orientasi mereka tradisionalis, mereka menyadari pentingnya usaha
demokratisasi dan pluralisasi budaya organisasi mereka. Dengan demikian, politi
>ci5il Muslim@ berkembang tidak hanya di lingkungan modernis, teteapi juga di
kalangan tradisionalis. *erakan ini tidak bertuuan mendirikan negara Islam,
melainkan membangun masyarakat sipil Islam dengan nilai'nilai Islam tentang
keadilan, kebebasan, dan penerimaan terhadap perbedaan. #ada tahun 1224'an, Ikatan
Aendekiaan Muslim Indonesia /IAMI0 didirikan dengan dukungan ,oeharto dan
arahan !abibie. 7rganisasi ini memiliki anggota yang beragam dan muncul sejumlah
spekulasi mengenai kemungkinan manipulasi IAMI oleh negara.
Kesimpulannya, persoalan hubungan Islam, negara, dan masyarakat di Indonesia
masih kontro5ersial, sering kali bersi"at simbolik yang menyelubungi persoalan poitik
dan sosial lainnya, tanpa adanya kejelasan sikap dan pandangan para tokohnya, yang
mendasari penolakan terhadap klaim dan penegasan pihak lain yang ditentangnya.
,elain itu, meskipun Islam tidak pernah menjadi agama resmi negara, diskursus
keislaman memengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan negara, kendati masih
adanya ambi5alensi di kalangan kelompok Islam sendiri. ,ebagai contoh, pemerintah
mendukung penerapan syariat di aceh sebagai bagian dari paket otonomi daerah,
tetapi aturan ini tidak dapat diterapkan secaran konsisten karena adanya kekurang
sepakatan di kalangan pemimpin $ceh mengenai apa sesungguhnya makna aturan
tersebut. #ada saat yang sama, dengan merosotnya kredibilitas #ancasila sejak
lengsernya ,oeharto, terbuka pintu bagi partai'partai Islam untuk memainkan peran
lebih besar dalam negara. $mbi5alensi ini berdampak serius pada ketahanan dan
perkembangan negeri ini secara keseluruhan, mungkin karena tidak adanya jaaban
yang jelas mengenai mana yang harus dipilih antara pemisahan total atau penyatuan
total.
C. DIK7T7MI K(-I+) D$& DI-(M$ .$&* T$K #(+-)
Debat seputar hubungan antara hubungan antara islam, negara, dan masyarakat di
Indonesia cenderung memunculkan dikotomi yang keliru dan dilemma yang tak perlu.
$dalah sebuah kekeliruan apabila kita membayangkan adanya dikotomi yang tajam
antara negara Islam dan negara sekular hana dengan melihat adanya intuisi politik
sekular, terutama dalam kondisi masyarakat Muslim deasa ini. &amun, telah
ditekankan sejak aal baha sekularisme tidak berarti peminggiran Islam dari
kehidupan public atau membatasi perannya terbatas pada domain personal atau pri5at.
Keseimbangan yang tepat bias dicapai dengan melakukan pemisahan kelembagaan
Islam dari negara dengan tetap mengatur peran politik Islam sehingga umat Islam bias
mengajukan kepada negara agar mengadopsi prinsip'prinsip syariah sebagai kebijakan
public dan menetapkannya menjadi undang'undang atau peraturan melalui public
reason, dengan tetap tunduk pada prinsip'prinsip !ak $sasi Manusia dan konstitusi,
yang memang penting baik Muslim maupun non'muslim. 6ika pendekatan ini diambil,
maka umat Islam tidak harus memilih antara negara Islam yang menerapkan syariah
atau negara sekular yang betul'betul menolak syariah. ,eperti yang sudah
diungkapkan sebelumna, pandangan mengenai negara Islam sebetulnya berdasarkan
klaim yang keliru sebab prinsip'prisip syariah yang akan diterapkan oleh negara pada
dasarnya hanya mempresentasikan pandangan elit yang akhirnya hanya akan menjadi
kebijakan negara dan bukan hukum Islam. ,ebaliknya, negara sekular yang benar'
benar mena"ikan agama dalam kebijakan public dan undang'undang juga berdasarkan
pada klaim yang keliru karena Islam atau agama lain tidak bisa dipisahkan dari
politik.
#enting untuk dicatat baha memisahkan agama dari adat istiadat atau budaya
dalam pengalama historis maupun kontemporer masyarakat Indonesia adalah sesuatu
yang tidak mungkin karena masyarakat Indonesia tidak dapathidup dalam kategori
analisis yang abstrak semacam itu. ,eperti yang sudah dicatat sebelumnya, kebijakan
pemerintah colonial belanda tentang hukum mere"leksikan pengaturan antara adat dan
syariah yang disesuaikan dengan konteks sekaligus mere"leksikan kombinasi budaya
lokal dan kepentingan politik praktis pada saat itu sekaligus kepentingan jangka
panjang pemerintahan kolonial. &amun, bila sekularissme dipahaami sebagai tradisi
koeksistensi, toleransi, dan pluralisme, realitas masyarakat Indonesia sebetulnya telah
sesuai dngan sekularisme yang telah dide"inisikan.
#erdebatan seputar sekularisme pada masa pre'kemeredekaan dan yang terus
berlanjut hingga masa sesuadahnya bisa disederhanakan ke dalam dua "aksi yaitu
nasionalis sekular dan nasionalis yang netral agama dan nasionalis Islam. Debat ini
terus berlangsung selama masa pergerakan, sejak tuntutan parlemen Indonesia hingga
masa persiapan kemerdekaan. ,eperti yang sudah disebutkan sebelumnya, momen
kunci dalam perdebatan ini adalah momen prokalamasi kemerdekaan Indonesia, saat
tujuh kata tentang keajiban menjalankan syariah dihapuskan dari #ancasila. Tanpa
itu, Indonesia tidak mungkin menjadi negara kesatuan yang independen atau
menikmati stabilitas politik dan perkembangan ekonomi sejak masa kemerdekaan.
$kan tetapi, debat tersebut terus berlanjut dalam majelis konstituante sebelum majelis
tersebut akhirnya dibubarkan pada 12B2, bahkan hingga masa orde baru.
Debat mengenai sekularisme dan perannya dalam negara dan masyarakat
Indonesia dipengaruhi oleh 5isi ,oekarno mengenai hubungan agama dan negara
seperti yang tercantum dalam tulisan'tulisannya, termasuk kritik terhadap tulisannya
oleh Muhammad &atsir, yang menyerukan peran yang lebih besar bagi Islam dalam
negara Indonesia. Dalam artikel berjudul >Mengapa Turki Memisahkan $gama Dari
&egara%@ ,oekarno dengan nada setuju mengutip perkataan $ttarturk, >aku nyatakan
Islam bebas dari negara karena aku ingin agar Islam menjadi agama yang kuat, dan
aku nyatakan negara bebas dari Islam karena aku ingin agar negara ini menjadi
lembaga yang kuat@. ,ambil menjelaskan pernyataan itu, ,oekarno berargumen
baha ketika agama independen dari negara, ia akan mandiri, dan baha kepentingan
agama dan negara itu tidak sama, dan baha penyatuan otoritas negara dan agama itu
akan mengurangi kebebasan negara untuk membuat keputusan. ,ebagai contoh,
,oekarno memahami baha $ttarturk menekankan pentingnya penalaran ekonomis
daripada teologi konser5ati" yang "atalistik yang telah membuat masyarakat Turki
menjadi jumud. Catalisme yang berakar dalam agama di kalangan masyarakat Turki
telah menyebabkan krisis ekonomi dan sikap hidup yang pasi" karena pandangan ini
menjusti"ikasi status 8uo sebagai sesuatu yang telah dikehendaki Tuhan dan bukan
sebagai akibat dari perbuatan manusia.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian'uraian di atas, dapat kita pahami baha ,ekularisme ialah
memisahkan agama dari kehidupan indi5idu atau sosial dalam artian agama tidak
boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. ,alah satu
bentuk sekularisme di dunia adalah yang terjadi di &egara Turki, dimana negara dan
agama saling dipisahkan.
,ekularisme di Dunia Islam bukanlah menjadi sesuatu yang asing lagi. Dapat
dikatakan baha sekularisme kini telah menjadi bagian dari tubuhnya atau bahkan
menjadi tubuhnya itu sendiri. Ibarat sebuah 5irus yang menyerang tubuh manusia, dia
sudah menyerang apa saja dari bagian tubuhnya itu. Bahkan yang lebih hebat, 5irus
itu telah menghabisi seluruh tubuh inangnya dan menjelma menjadi ujud sosok
baruD bak sebuah monster yang besar dan mengerikan sehingga sudah sulit sekali
dikenali ujud aslinya.
Begitulah kondisi umat Islam saat ini dengan sekularismenya. #erkembangan
sekularisme sudah seperti gurita yang telah menyebar dan membelit kemana'mana.
!ampir tidak ada sisi kehidupan umat ini yang terlepas dari pengaruh sekularisme.
$kibatnya, umat sudah tidak menyadarinya lagi.
Menurut al'$ttas, Islam menolak penerapan apapun mengenai konsep'konsep
sekular, sekularisasi maupun sekularisme, karena semua itu bukan milik Islam dan
berlaanan dengannya dalam segala hal. Dengan kata lain, Islam menolak secara total
mani"estasi dan arti sekularisasi baik eksplisit maupun implisit, sebab sekularisasi
bagaikan racun yang bersi"at mematikan terhadap keyakinan yang benar /iman0.
!al senada dikemukakan almarhum #ro" Dr ! Mohammad +asjidi. +asjidi
beranggapan baha sekularisme dan sekularisasi membaa pengaruh merugikan bagi
Islam dan umatnya. Karena itu, keduanya harus dihilangkan. Baginya, pemikiran baru
itu memang dapat menimbulkan dampak positi", seperti membebaskan umat dari
kebodohan.
D$CT$+ #),T$K$
$nnaim, $bdullahi $hmed.344;.Islam dan &egara ,ekular /Menegosiasikan Masa
Depan ,yariah0. Bandung E #enerbit Mi9an #ustaka

Anda mungkin juga menyukai