CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK ( ANALISIS PEMBERITAAN KISRUH WISMA ATLIT DI MEDIA INDONESIA) Yoyoh Hereyah dosen komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta Jl.Meruya Selatan No.01 Kembangan Jakarta Barat Telepon (021) 5840816 e-mail: yoyohwibowo@yahoo.com Abstract: Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun disisi lain media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasan. Dalam penelitian ini, yang hendak diangkat adalah seputar kisruh di balik skandal wis- ma Atlit yang mencemari nama baik partai democrat meski sejumlah pihak mengkaitkan dengan scenario pemilu 2014. Realitas media yang ditampilkan dalam kasus yang menjerat sejumlah pet- inggi partai Demokrat sangat menarik untuk dikupas, khususnya menggunakan analisis framing. Keywords: Framing, Komunikasi politik, media massa, Partai Demokrat PENDAHULUAN
Saat ini, salah satu ciri masyarakat modern ditandai dengan ketergantungan mem- peroleh dan menggunakan media komunikasi. Selain dapat memberikan informasi yang dibu- tuhkan masyarakat, keberadaan media massa dapat menyembuhkan hati yang terluka dan melupakan kesulitan- Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan kepentingan, konfik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Realitas adalah hasil dari ciptaan manusia kre- atif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagaimana yang disebut oleh George Simmel, bahwa reali as dunia sosial itu berdiri sendiri di luar indi- vidu, yang menurut kesannya bahwa realitas itu ada dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya (Bungin,2008:12) Realitas atau kenyataan sosial (social reality) adalah realitas sosial suatu masyara- kat yang sedang melaksanakan berbagai penye- suaian modernitas sebagai konsekuensi keputu- san untuk menjadi suatu negara kebangsaan. Dalam penyiapan materi konstruksi, media massa memposisikan diri pada tiga hal antara lain Pertama, keberpihakan media massa ke- pada kapitalisme. Dalam arti media massa di- gunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin pencip- taan uang dan pelipatgandaan modal. Kedua, keberpihakan semu kepada ma- syarakat. Dalam bentuk simpati, empati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita dan menaikkan rating untuk kepentin- 70 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara gan kapitalis. Ketiga, Keberpihakan kepada kepent- ingan umum. Bentuk ini merupakan arti ses- ungguhnya yaitu visi setiap media massa, na- mun akhir-akhir ini visi tersebut tidak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slo- gan tentang visi ini tetap terdengar. (Ibid.196- 197) Antonio Gramsci melihat media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasi- kan. Ini berarti, di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat le- gitimasi dan kontrol atas wacana publik.
Namun disisi lain media juga bisa men- jadi alat resistensi terhadap kekuasan. (So- bur,2006:30) .Dalam penelitian ini, yang hen- dak diangkat adalah seputar kisruh di balik skandal wisma Atlit yang mencemari nama baik partai democrat meski sejumlah pihak meng- kaitkan dengan scenario pemilu 2014. Reali- tas media yang ditampilkan dalam kasus yang menjerat sejumlah petinggi partai Demokrat sangat menarik untuk dikupas, khususnya menggunakan analisis framing. 1,1 Fokus Masalah Dalam penelitian deskriptif kualita- tif ini masalah dibatasi dengan mengetahui bagaimana pemberitaan seputar penangkapan eks bendahara Partai Demokrat dan kisruh di balik pembangunan wisma Atlit yang melibat- kan sejumlah petinggi partai Demokrat. pada Surat Kabar Media Indonesia. Penulis akan menganalisis wacana pada berita yang dimuat pada Surat Kabar Media Indonesia dengan analisis framing Pan Kosjiki. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan kronologi pemberitaan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan ma- salah dari penelitian ini adalah : a.Bagaimana Surat Kabar Media Indonesia mengkonstruksikan berita-berita seputar kasus wisma Atlit yang melibatkan petinggi-petinggi Partai Demokrat? b.Bagaimana framing media dibalik pemberi- taan kasus tersebut dikaitkan dengan citra par- tai demokrat , karena Media Indonesia sebagai media yang dimiliki Suryo Palloh yang memi- liki ideology sendiri. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui bagaimana Surat Kabar Me- dia Indonesia mengkonstruksikan pemberi- taan bagaimana Surat Kabar Media Indonesia mengkonstruksikan berita-berita seputar kasus wisma Atlit yang melibatkan petinggi-petinggi Partai Demokrat? 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis dari penelitian deskrip- tif kualitatif ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengaplikasian teori jur- nalistik mengenai framing dan pembingkaian serta kosntruksi realitas sosial secara umum diintergrasikan pada perubahan sosial.. b. Manfaat Praktis Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan, umumnya bagi Surat Kabar Media Indonesia dalam setiap pemberitaannya. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konstruksi Realitas Setiap media massa memiliki karakter dan latar belakang tersendiri, baik dalam isi dan penge- masan beritanya, maupun tampilan serta tu- juan dasarnya. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing- masing media massa. Baik yang bermotif poli- tik, ekonomi, agama dan sebagainya. Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Realitas dalam 71 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara berita dibangun oleh adanya sejumlah fakta. Fakta dari suatu realitas itupun tidak selalu statis, melainkan memiliki dinamika yang mungkin berubah seiring dengan perubahan peristiwa itu sendiri. Dalam penjelasan ontolo- gi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun kebenaran suatu realitas bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifk yang dini- lai relevan oleh pelaku sosial.(Bungin,2008:11) Istilah konstruksi realitas menjadi terke- nal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1966) melalui bukunya The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge. Dimana buku tersebut mereka menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana in- dividu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara sub- jektif.(Ibid.13) Konstruksi sosial dalam masyarakat tak bisa terlepas dari kekuatan ekonomi dan peruba- han sosial yang terjadi pada masyarakat terse- but. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan media terhadap pemirsa atau hegemoni massa. Kekuatan hegemoni adalah kekuatan kapitalis yang menguasai individu melalui pen- guasaan intelektual dan massal. Media diman- faatkan kelompok elit dominan, sehingga pe- nyajian berita tidak lagi mencerminkan refeksi dari realitas sosial. Kedudukan media ataupun peneliti ti- dak independen, namun dikuasai oleh banyak kepentingan kelompok elit dominan sebagai ha- sil penelitian. Media menampilkan cara-cara dalam memandang suatu realitas, karena media dikua- sai oleh unsur kepentingan ideologi kelompok dominan yang berkuasa, yang pada akhirnya hasil pemberitaan atas kenyataan atau realitas sosial bisa dimanipulasi. Dimana media men- guasai individu melalui penciptaan kesadaran palsu, yaitu kesadaran yang diciptakan oleh media karena masyarakat mengkonsumsi berita atau informasi yang ditampilkan. Dengan masuknya unsur kapital, media massa mau tidak mau harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan (revenue) baik dari penjualan maupun iklan. Pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristi- wa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruk- si realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. (Sobur,2006:88) Berger dan Luckmann memulai penjela- san realitas sosial dengan memisahkan pemaha- man kenyataan dan pengetahuan. Men- gartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung ke- pada kehendak kita sendiri. Sementara, penge- tahuan didefnisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki kharakteristik secara spesifk.(Sobur, 2006:91). Dalam proses konstruksi realitas, baha- sa adalah unsur utama. Ia merupakan instru- men pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Ke- beradaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat se- mata untuk menggambarkan realitas, melain- kan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas realitas media yang akan muncul dibenak khalayak. Lewat konteks pemberitaan, pembaca dapat menyadari bahwa wartawan kadang menghidangkan madu dalam menu beritan- ya, kadang pula dalam berita yang lain menu- angkan racun. Oleh karena itu media massa harus memahami dan memaknai realitas yang ditonjolkan dalam pemberitaan. Dengan pe- nonjolan atau penekanan realitas tersebut ma- syarakat dapat dengan mudah mengingat dan mengerti. 2.2 Media dan Berita dilihat dari Paradig- ma Konstruktivis
Mills mengajukan pandangan yang pesimistik tentang media dalam bukunya The 72 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Power Elite dan memandang media sebagai pemimpin dunia palsu (pseudo world), yang menyajikan realitas eksternal dan pen- galaman internal serta penghancuran privasi dengan cara menghancurkan peluang untuk pertukaran opini yang masuk akal dan tidak terburu-buru serta manusiawi. Karena media memainkan peran penting dalam menjalankan kekuasaan, media membantu menciptakan salah satu problem besar dalam masyarakat kontem- porer, yakni pembangkangan atas kekuasaan oleh masyarakat.(Hard,2007:211-212). Berita dipandang bukanlah sesuatu yang netral dan menjadi ruang publik dari ber- bagai pandangan yang berseberangan dalam masyarakat. Sebaliknya media adalah ruang dimana kelompok dominan menyebarkan pen- garuhnya dengan meminggirkan kelompok lain yang tidak dominan.(Eriyanto,2002:23). realitas. Wartawan bukanlah robot yang meli- put apa adanya, apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpi- hakan pada suatu kelompok atau nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu adalah bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi reali- tas.Khalayak menjadi subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca. Dalam bahasa Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan ter- dapat dalam pesan atau berita yang dibaca oleh pembaca. Karenanya, setiap orang bisa mempu- nyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama.(Eriyanto,2002:19-36). Di sini penulis akan meneliti media dan berita dari paradigma konstruktivis dimana posisi Media Indonesia dimiliki oleh kelompok yang dominan dan dapat memajukan kelompok lain. Posisi nilai dan ideologi wartawan me- dia yang tidak terpisahkan dari mulai proses peliputan hingga pelaporan. Lalu hasilnya itu mencerminkan ideologi wartawan dan kepent- ingan sosial, ekonomi, dan politik tertentu. 2.3 Wacana dan Ideologi media massa Indonesia, sebagai salah satu bangsa di dunia, tentu tak lepas dari terpaan globalisasi yang berhembus dari dan ke seluruh penjuru dunia. Terpaan tersebut mencakup dalam pem- bentukan wacana dalam media massa. Pemben- tukan wacana merupakan media perjumpaan sekaligus konsentrasi antara pihak yang domi- nan dan pihak yang resisten. Pihak dominan membangun wacana dan hegemonik. Michael Faucoult (2000) mengemuka- kan bahwa setiap pembentukan wacana pada dasarnya merupakan sebentuk pemberlakuan kekuasaan. Tanpa disadari gagasan dan konsep yang digulirkan mengandung kuasa. Maksudnya, gagasan tersebut menjadi kekuatan yang dapat menaklukkan kesadaran orang untuk mengikuti gagasan dan konsep tersebut. Sehingga wacana mampu mengontrol, mengarahkan dan meminta seseorang untuk melaksanakan sesuatu yang diinginkan. Wacana secara ideologi dapat menggusur gagasan orang atau kelompok tertentu. Karena yang dihadapi adalah teks sebagai sarana seka- ligus media melalui mana satu kelompok men- gunggulkan diri sendiri dan memarjinalkan kelompok lain. Eriyanto menempatkan ideologi seb- agai konsep sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini menurutnya karena teks percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi adalah sebuah rekayasa men- tal. Ideologi itu terjadi disebabkan kekuatan yang membentuk ideologi itu memerlukannya untuk dapat mempertahankan posisi dan kekua- tannya. Menurut Magnis Suseno, ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang menganggapnya sah. Ideologi melayani kepentingan kelas berkuasa karena memberikan legitimasi kepada suatu keadaan yang sebenarnya tidak memiliki legitimasi. (So- bur,2004:243). Media berperan mendefnisikan 73 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Dimana fungsi per- tama dalam ideologi di media adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media ber- fungsi menjaga nilai-nilai kelompok dan men- gontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu di- jalankan. Alex sobur mengatakan istilah ideologi memang mempunyai dua pengertian yang ber- tolak belakang. Secara positif, ideologi dipersep- si sebagai suatu pandangan dunia yang men- gatakan yang menyatakan nilai-nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai kesadaran palsu yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan untuk memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. 2.4 Hakikat Framing Framing dipandang sebagai sebuah strategi penyusunan realitas sedemikian rupa sehingga dihasilkan sebuah wacana. Pada mu- lanya analisis framing dipakai untuk mema- hami bagaimana anggota-anggota masyarakat mengorganisasikan pengalamannya sewaktu melakukan interaksi sosial. (Poloma, dalam Er- ving Gofman, 1974,247-248) Dalam sebuah wacana selalu ada fakta yang ditonjolkan, disembunyikan, bahkan di- hilangkan sampai terbentuk satu urutan cerita yang mempunyai makana sesuai frame yang dipilih. Dalam konteks ini relevan dibicarakan proses-proses framing media massa. Dimana dalam penyajian suatu berita atau realitas di- mana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan ter- hdap aspek-aspek tertentu saja, dengan mengu- nakan istilah-istilah yang punya konotasi ter- tentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan ilustrasi lainya. Konsep framing atau frame sendiri bukan berasal dari ilmu Komunikasi, melain- kan konsep yang dipinjam dari ilmu Kognitif. Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Me- dia, menjelaskan dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara- cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.(Sobur, 2001, 162). Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercay- aan yang mengorganisir pandangan politik, ke- bijakan dan wacana, dan menyediakan kategori- kategori standar untuk mengapresiasi realitas. (Sudibyo,2002,219). Framing merupakan strategi pembentu- kan dan operasionalisasi wacana media, karena media massa pada dasarnya adalah wahana dis- kusi atau koservasi tentang suatu masalah yang melibatkan dan mempertemukan tiga pihak, yakni wartawan, sumber berita dan khalayak. Konsep framing dalam studi media ban- yak mendapat pengaruh dari lapangan psikolo- gi dan sosiologi.(Eriyanto, 2001,71). Eriyanto selanjutnya menjabarkan mengenai kedua hal yang mempengaruhi tersebut: Pertama soal Dimensi Psikologis. Framing sangat berhubungan dengan dimensi psikologi. Framing adalah upaya atau strategi yang dilakukan wartawan untuk menekankan dan membuat pesan menjadi bermakna, lebih mencolok, dan diperhatikan oleh publik. Upaya membuat pesan (dalam hal ini teks berita) lebih menonjol dan mencolok ini, pada taraf paling awal tidak dapat dilepaskan dari aspek psikolo- gis. Secara psikologis, orang cenderung menyederhanakan realitas dan dunia yang kompleks itu bukan hanya agar lebih sederha- na dan dapat dipahami, tetapi juga agar lebih mempunyai perspektif/dimensi tertentu. Orang cenderung melihat dunia ini dalam perspektif tertentu, pesan atau realitas juga cenderung dilihat dalam kerangka berpikir tertentu. Kare- nanya, realitas yang sama bisa digambarkan se- cara berbeda oleh orang yang berbeda, karena orang mempunyai pandangan atau perspektif yang berbeda pula (Eriyanto,2001,79-80). Kedua soal Dimensi Sosiologis. Se- 74 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara lain psikologi, konsep framing juga banyak mendapat pengaruh dari lapangan sosiologi. Garis sosiologi ini terutama dapat ditarik dari Alfred Schut, Erving Gofman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologis, frame dilihat teru- tama untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat nerita memben- tuk secara bersama-sama. Ini menempatkan media sebagai organisasi yang kompleks yang menyertakan di dalamnya praktik professional. Pendekatan semacam ini membedakan pekerja media sebagai individu sebagai mana dalam pendekatan psikologis. Melihat berita dan me- dia seperti ini, berarti menempatkan berita seb- agai institusi sosial. Berita ditempatkan, dicari, dan disebarkan lewat praktik professional dalam organisasi. Karenanya, hasil dari suatu proses berita adalah produk dari proses institusional. Praktik ini menyertakan hubungan dengan institusi dimana berita itu dilaporkan. Berita adalah produk dari institusi social, dan melekat dalam hubungannya dengan institusi lainnya. Berita adalah produk dari profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian analisis framing dengan meminjam model kerangka framing Pan dan Kosicki. Mod- el ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang di- hubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber, latar informasi, pe- makaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peris- tiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks. 2.5 Framing Pan dan Kosicki Dalam pendekatan ini perangkat fram- ing dibagi menjadi empat struktur besar. Per- tama, struktur sintaksis, Kedua, struktur skrip, Ketiga, struktur tematik; dan Keempat, struk- tur retoris. (Sobur, 2001,176) Struktur sintaksis bisa diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa dan pernyataan. Opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita (headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip; dan sebagainya). Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam preposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara kes- eluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. Struktur retoris berhubungan den- gan cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata lain, struktur retoris melihat pe- makaian pilihan kata, idiom, grafk, gambar, yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kualitaif. Menurut Sugiyono (2005 : 1) metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan un- tuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, tehnik pengumpulan data dilakukan secara tringgulasi (gabungan), analisis bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. 75 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara 3.2. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri peneliti pada penelitian kuali- tatif bekerja sebagai perencana, pelaksana pen- gumpulan data, analisis, penafsir dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian (Moleong, 2000 :121) 3.3 Paradigma Penelitian Paradigma didefnisikan Guba sebagai ..........a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or frst principles ......a world view that defnes, for its holder, the nature of the world ....., (dalam Denzin dan Lincoln, 1994:107). Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dalam melihat bagaimana media meng- konstruksi dan menggambarkan kisruh dibalik wisma Atlit yang melibatkan petinggi Partai Demokrat. 3.4. Jenis Penelitian Dalam melihat konstruksi media menge- nai citra partai democrat terkait kisruh wisna Atlit peneliti menggunakan pendekatan pene- litian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami realitas yang diteliti dengan pendekatan menyeluruh, tidak melakukan pengukuran pada realitas. Secara umum, makna pendekatan pene- litian adalah cara pandang peneliti dalam melihat permasalahan penelitian . Menurut Denzin dan Lincoln (1994:4), istilah kualitatif menunjuk pada suatu penekanan pada proses- proses dan makna-makna yang tidak diuji atau diukur secara ketat dari segi kuantitas, jumlah, intensitas ataupun frekuensi. Penelitian kualitatif memberi penekan- an pada sifat bentukan sosial realitas, hubungan akrab antara peneliti dan objek yang diteliti, dan kendala-kendala situasional yang menyertai penelitian. Penelitian kualitatif mencari jawa- ban atas pertanyaan yang menekankan pada bagaimana pengalaman sosial dibentuk. Suatu penelitian kualitatif dilandasi oleh beberapa asumsi dasar tentang realitas sosial, hubungan peneliti dengan realitas sosial dan cara peneliti mengungkap realitas sosial tersebut.Peneliti kualitatif dapat mengungkap kebenaran ten- tang realitas sosial yaitu dengan menangkap pandangan subjektif dari orang yang diteliti. Oleh karenanya, dalam penelitian kualitatif hubungan antara peneliti dengan ob- jek yang diteliti adalah hubungan yang setara (Subjek-Subjek). 3.5. Pemilihan Media Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah Media Indonesia online. Pemilihan me- dia ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa media tersebut memiliki latar belakang visi dan misi serta ideologi yang berbeda dengan partai demokrat sehingga menarik untuk diteliti. 3.6. Teknik Analisis Data Dalam pendekatan ini, perangkat fram- ing (Eriyanto,2002,176) dibagi menjadi empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis, Kedua, struktur skrip, Ketiga, struktur tema- tik; dan Keempat, struktur retoris. Struktur sintaksis bisa diamati dari bagan berita. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa dan pernyataan. Opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan kisah berita. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan berita (headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip; dan sebagainya). Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam preposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan meli- hat bagaimana pemahaman itu diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih kecil. 76 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Struktur retoris berhubungan den- gan cara wartawan menekankan arti tertentu. Dengan kata lain, struktur retoris melihat pe- makaian pilihan kata, idiom, grafk, gambar, yang juga dipakai guna memberi penekanan pada arti tertentu. Sintaksis. Dalam pengertian umum; sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur piramida terbalik yang dimulai dengan judul headline, lead, episode, latar, dan penutup. Dalam bentuk piramida terbalik ini, bagian yang atas ditampilkan lebih penting dibandingkan dengan bagian bawahn- ya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut akan dibawa. Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjo- lan yang tinggi yang menunjukkan kecender- ungan berita. Skrip. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W+1 H (who, what, when, where, dan how). Meskipun pola ini tidak sela- lu dapat dijumpai dalam setiap berita yang dit- ampilkan, kategori informasi ini yang diharap- kan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting. Skrip adalah salah satu dari strate- gi wartawan dalam mengkonstruksi berita: bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Tematik. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Di sini, berarti struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis oleh seorang wartawan. Ada beber- apa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik, antara lain : Detail. Elemen wacana detail berhubun- gan dengan control informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Hal yang mengun- tungkan komunikator/pembuat teks akan diu- raikan secara detail dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan detail infor- masinya akan dikurangi. Maksud. Elemen maksud melihat infor- masi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, yakni me- nyajikan informasi dengan kata-kata yang tegas dan menunjuk langsung kepada fakta. Seba- liknya informasi yang merugikan akan diurai- kan secara tersamar, implisit dan tersembunyi dengan menyajikan informasi yang memakai kata tersamar, eufemistik dan berbelit-belit. Nominalisasi. Elemen nominalisasi ber- hubungan dengan pertanyaan apakah komuni- kator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal (berdiri sendiri) ataukah sebagai suatu kelompok (komunitas). Nominalisasi dapat memberi kepada khalayak adanya generalisasi. Koherensi: pertalian atau jalinan antar kata, preposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau preposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggu- nakan koherensi, sehingga fakta yang tidak ber- hubungan sekalipun dapat menjadi berhubun- gan ketika seseorang menghubungkannya. Bentuk Kalimat. Bentuk kalimat me- nentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur ak- tif, seseorang menjadi subjek dari pernyataan- nya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Termasuk ke dalam bagian bentuk kalimat ini adalah apakah berita itu memakai bentuk deduktif atau in- duktif. Dalam bentuk kalimat deduktif, aspek kemenonjolan lebih kentara, sementara dalam bentuk induktif inti dari kalimat ditempatkan tersamar atau tersembunyi. 77 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Kata ganti. Elemen kata ganti meru- pakan elemen untuk memanipulasi bahasa den- gan menciptakan suatu imajinasi. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekank- an arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris un- tuk membuat citra, meningkatkan kemenonjo- lan pada sisi tertentu dan meningkatkan gam- baran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu ke- benaran. Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai oleh wartawan. Yang paling pent- ing adalah leksikon, pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau meng- gambarkan peristiwa. Leksikon, pemilihan dan pemakaian kata yang dipakai tersebut tidak dipakai semata-mata hanya karena kebetu- lan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fak- ta/realitas. Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafs. Dalam wacana berita, grafs ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Elemen grafk memberikan efek kognitif, ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukkan apakah suatu infor- masi itu dianggap penting dan menarik sehing- ga harus dipusatkan/difokuskan. Elemen struktur retoris lainnya adalah pengandaian. Elemen wacana pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pengandaian adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenara- nnya. Pengandaian hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya ti- dak perlu dipertanyakan. Dalam menyampaikan wacana, wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan dan metafora yang dimaksudkan sebagai orna- ment atau bumbu dari suatu berita. Pemakaian metafora tertentu juga bisa menjadi petun- juk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora itu menjadi landasan berpikir, alasan pembenar atau bahkan bahan yang ditekankan kepada publik, karenanya metafora merupakan salah satu elemen dalam struktur retoris. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Deskripsi Objek Penelitian :Media Indo- nesia Media Indonesia pertama kali diterbit- kan pada tanggal 19 January 1970. Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indo- nesia baru bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Hary- ono, Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indone- sia. Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah pe- rubahan SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SI- UPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Kare- na perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa pers tidak semata menanggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai badan usaha. Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh, mantan pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu : kekuatan pengalaman ber- gandeng dengan kekuatan modal dan sema ngat. Maka pada tahun tersebut lahirlah Me- dia Indonesia dengan manajemen baru dibawah 78 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara PT. Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh sebagai Direktur Utama se- dangkan Teuku Yousli Syah sebagai Pemimpin Umum, danPemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas u saha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun 1995, bertepatan dengan usianya ke 25 Media Indonesia menempati kan- tor barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi, Perpustakaan, Iklan, Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penun- jang karyawan. Tahun 1997, Djafar H. Assegaf yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Be- sar di Vietnam dan sebagai wartawan yang per- nah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai un- tuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaf dipercaya sebagai Corporate Advisor. Para pimpinan Media Indonesia saat ini adalah : Direktur Utama dijabat oleh Les- tari Moerdijat, Direktur Pemberitaan dijabat olehUsman Kansong dan di bidang usaha dip- impin oleh Alexander Stefanus selaku Direktur Pengembangan Bisnis. 4.2. Hasil Penelitian Dari sejumlah berita yang dianalisis peneliti mendapatkan temuan sebagai berikut: Kamis, 10 2011 16:45 WIB Kasus Proyek Wisma Atlit Nazaruddin: Anas Koruptornya Penulis : Amahl S Azwar (MI/M Irfan/rj) JAKARTA--MICOM: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kembali menyerang bekas koleganya, Ketua Umum Partai De- mokrat Anas Urbaningrum. Ia menyebut Anas sebagai koruptor sekaligus otak dalam kasus suap wisma Atlit. Memang Anas (Urbaningrum) korup- tornya, ujar Nazaruddin yang didampingi kuasa hukumnya, Elza Syarief, usai penyera- han fsik dirinya sebagai tersangka kasus wisma Atlit ke penuntutan oleh penyidik Komisi Pem- berantasan Korupsi, Kamis (10/11). Nazaruddin sebelumnya mendatangi KPK sekitar pukul 13:15 WIB untuk menan- datangani dokumen pelimpahan berkas ke penuntutan. Menurut mantan anggota DPR itu, Anas merupakan pihak yang layak menjadi tersangka baru di kasus suap wisma Atlit. Saat ditanya mengenai dugaan aliran dana dari proyek wisma Atlit ke partai-partai politik, Nazaruddin kembali melempar bola panas ke Anas Urbaningrum. Menurut dia, Anas merupakan pihak yang mengomandoi se- luruh pergerakan di kasus wisma Atlit. Tanyakan saja ke Pak Anas. Pak Anas yang tahu. Karena, itu semua dia yang memer- intahkan, sambung dia. Meskipun demikian, Nazaruddin me- milih bungkam saat ditanya mengenai nama- nama politikus lain yang layak menjadi ter- sangka. Seperti diketahui, beberapa nama yang pernah dipanggil KPK sebagai saksi untuk ka- sus wisma Atlit adalah anggota DPR I Wayan Koster (Fraksi PDI-Perjuangan) dan Angelina Sondakh (Partai Demokrat). Nazaruddin tidak berkomentar mengenai bekas rekannya di parle- men itu. Tanyakan saja ke KPK, tukasnya se- belum memasuki mobil tahanan. (SZ/OL-10) 79 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Analisis Berita 1. Judul: NAZARUDDIN : ANAS KORUPTORNYA struktur perangkat framing unit yang dia- mati bukti dalam teks sintak- sis Skemaberita Headline Nazaruddin: Anas Koruptornya Lead Mantan bendahara Umum Partai Demokrat Muhamad Nazaruddin kembali menyerang bekas koleganya, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Ia menyebut Anas sebagai koruptor sekaligus otak dalam kasus suap wisma Alet Latar Informasi Ada keterkaitan erat Anas dalam kasus korupsi wisma Atlit Pengutipan nara- sumber Yang dikutip oleh media ini adalah Mantan bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin Penutup Penutup yang dipakai adalah penutup yang menggantung: Tan- yakan saja ke KPK, tukasnya sebelum memasuki mobil tahanan Skrip Kelengkapan berita who What Where why How Nazaruddin Menyebut Anas Urbaningrum Koruptor dalam kasusWis- ma Atlit di gedung KPK Jakarta karena Anas merupakan pihak yang mengomandoi seluruh pergerakan dari kasus wisma Atlit Media menyebut Nazaruddin seolah hanya melempar bola panas, yang coba dikaitkan dengan petingi Partai Demokrat Tematik Detail Elemen wacana detail berhubun- gan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komu- nikator) meski melempar bola panas, Media mengambarkan Nazaruddin tak mau menyebutkan informasi terkait dengan dugaan pelaku suap di tubuh Partai Demokrat secara langsung. Bahkan dia meminta pers agar langsung menanyakan hal tersebut kepada Anas (paragraf kelima dari atas) maksud kalimat Maksud dari kalimat itu adalah ada keterkaitan kasus wisma Atlit dengan petinggi Partai Demokrat khususnya Anas Urbaningrum mengingat posisi Anas sebagai ketua, adalah menjadi komandan Nominalisasi Elemen nomina lisasi berhubungan dengan pertanyaan apakah komunikator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal (berdiri sendiri) ataukah se bagai suatu kelom- pok (komunitas). Ketua Umum Partai Demokrat koherensi saat ditanya......(paragraf 4 dari atas) meskipun demikian...(paragraf 6 dari atas) seperti diketahui....(paragraf 7 ) Bentuk kalimat kalimat aktif ....menyerang..(paragraf 1) ....mendatangi KPK (paragraf 3) ....kembali melempar (paragraf 4 ) ....memilih bungkam (paragraf 6) Kalimat Pasif ....saat ditanya (paragraf 4) ....seperti diketahui (paragraf 7) 80 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Retoris Grafs gambar/foto diperkuat dengan foto Nazaruddin yang tengah berbicara dengan mata serta raut wajah bersemangat Metafor kata-kata ungkapan sebagai otak...(paragraf 1) melempar bola panas... Framing berita 2: Kamis, 10 2011 17:00 WIB Kasus Proyek Wisma Atlit Nazaruddin Serang Anas, Ketua KPK No Comment Penulis : Amahl S Azwar
JAKARTA--MICOM: Ketua Komisi Pember- antasan Korupsi Busyro Muqoddas memilih untuk tidak berkomentar alias no comment saat dimintai tanggapan tentang tuduhan terakhir tersangka kasus wisma Atlit Muhammad Naza- ruddin. Sebelumnya diberitakan, mantan ben- dahara umum Partai Demokrat itu menyebut Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urban- ingrum patut menjadi tersangka sebelumnya pada kasus suap tersebut. Saya no comment saja, ujar Busyro, dalam pesan singkat yang diterima Media In- donesia, Kamis (10/11). Nazaruddin sebelumnya menuding Anas sebagai sebagai koruptor sekaligus otak dalam kasus suap terhadap Sekretaris Kement- erian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora). Hal ini diutarakan Nazaruddin setelah penyerahan fsik dirinya sebagai tersangka kasus wisma Atlit ke penuntutan oleh penyidik KPK, Kamis (10/11) hari ini. Di sela-sela peluncuran bukunya di ge- dung Komisi Yudisial, Selasa (8/11), Busyro mengatakan lembaga pemburu koruptor itu membuka kemungkinan adanya tersangka baru di dalam kasus suap wisma Atlit. Saat didesak, mantan ketua Komisi Yudisial itu mengatakan tersangka berikutnya berasal dari kalangan kader partai politik. Seperti diketahui, beberapa nama yang pernah dipanggil KPK sebagai saksi untuk ka- sus wisma Atlit adalah anggota DPR I Wayan Koster (fraksi PDI-Perjuangan) dan Angelina Sondakh (Partai Demokrat). KPK juga pernah memanggil politikus Demokrat, Andi Malla- rangeng yang juga Menteri Pemuda dan Olah- raga. Meskipun demikian, Busyro pada Selasa (8/11) mengatakan belum tentu nama-nama yang per- nah dipanggil KPK bakal menjadi tersangka baru kasus wisma Atlit. (SZ/OL-10) 81 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Struktur Perangkat Framing Unit yang diamati Bukti dalam teks SINTAKSIS SKEMA BERITA headline KASUS PROYEK WISMA ATLET NAZARUDDIN SERANG ANAS,KETUA KPK NO COMMENT Lead Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas memilih untuk tidak berkomentar alias no Comment saat dimintai tanggapan tentang tuduhan terakhir tersangka kasus Wisma Atlit Muhammad Nazaruddin. Latar Informasi Sebelumnya Nazaruddin mengatakan bahwa Anas adalah koruptor dalam kasus wisma Atlit karena dia adalah sebagai ketua partai yang mengomandani semuanya pengutipan narasumber Mengutip Ketua KPK Busyro Muqoddas meski yang bersangkutan tidak berkomentar alias no comment Penutup Meskipun demikian, Busyro padaSelasa (8/11) mengatakan belum tentu nama-nama yang pernah dipanggil KPK bakal menjadi tersangka baru kasus Wisma Atlit SKRIP Kelengkapan berita who what where When why How Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas Tidak berkomentar atas tudingan Nazaruddin soal keterlibatan Anas dalam kasus korupsi Wisma Atlit Di gedung Komisi Yudisial Jakarta Kamis 10/11 tak ada tanggapan Dia memilih no comment, dalam pesan singkat yang diterima Media Indonesia, Kamis 10/11 Tematik Detail Tidak ada detail mengingat isu utama dari Media soal keterlibatan Anas tidak ditanggapi oleh ketua KPK RETORIS Leksikon Idiom No comment Tuduhan terakhir Koruptor sekaligus otak (paragraf 4) Tersangka baru (paragraf 8) Metafor Sekaligus otak dalam kasus suap (paragraf 4) Pemburu koruptor (paragraf 5)
Framing berita : Media Indonesia membingkai pemberitaan meski Nazaruddin bernyanyi dan menyerang Anas Urbaningrum Ketua KPK tidak berkomentar. 82 CITRA PARTAI DEMOKRAT DI MEDIA CETAK Yoyoh Hereyah Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara 4.3. Pembahasan Dari dua berita yang dianalisis menggunakan framing Pan Kosciki, jelas terlihat ada upaya menggiring opini bahwa seharusnya KPK juga menyentuh Anas Urbaningrum, karena secara logis sebagai ketua umum Partai Demokrat, tidak mungkin dia tidak mengetahui apa pun yang terjadi di partainya. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Dari sisi sintaksis dan Skrip, terlihat jelas pemilihan narasumber, lead dan headline media Indonesia mengarah pada pencitraan negative terhadap Anas Urbaningrum sebagai ketua Umum Partai Demokrat Framing pertama, Media Indonesia membingkai persoalan tudingan Nazaruddin bahwa Anas terlibat dalam kasus korupsi Wis- ma Atlit, bahkan Anas adalah koruptor karena dialah pihak yang mengomandoi semua yang terlibat dalam proyek tersebut. Framing: Media Indonesia membingkai pemberitaan meski Nazaruddin bernyanyi dan menyerang Anas Urbaningrum Ketua KPK ti- dak berkomentar. 5.2 Saran Penelitian ini bisa dikembangkan men- jadi lebih mendalam dengan menggunakan par- adigm kritis atau menggunakan Teknik Anali- sis Wacana Kritis, mengingat persoalan ada apa dibalik pemberitaan macam itu agak suit bila hanya dilihat dari analisis teks semata. DAFTAR PUSTAKA Berger, Peter & Thomas,1967 The Social Con- struction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge.NY, A Double Day Anchor Book Bungin, Burhan,2008 Konstruksi Sosial Media Massa Realitas Sosial Media, Iklan Televisi & Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman , Prenada Media Chesney,Robert, (1998) Konglomerasi Media Massa dan ancaman terhadap Demokrasi:Aliansi Jurnalis Independen. Curran, James. (1997). Mass Media and De- mocracy: A Reappraisal. James Curran And Michael Gurevitch (ed), Mass Media and Society. Third Edition. London: Arnold Denzin, Norman K. and Yvonna S. Lincoln, eds., 1994, Handbook of Qualitative Research, Thousand Oaks, CA: Sage Eriyanto, 2002, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKiS, Jakarta
Hamad, Ibnu 2004,Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, Jakarta:Granit Hardt, Hanno, 2007, Myths for the Masses: An Essay on Mass Communication, Wiley-Blackwell Hartley,John (1982) Understanding News, London & New York: Lexy J Moleong, 2000, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya. Bandung Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, Bandung Sobur, Alex, Analisis Teks Media Sugiyono. 2005, Memahami Penelitian Kuali- tatif. Bandung ; CV Alfabeta 83