Anda di halaman 1dari 13

FUNGSI & PERANAN PERS Dalam Kehidupan politik

I. PENGERTIAN PERS
A. Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris,
yang berarti menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan
dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
B. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk
mencetak buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat
kabar dan majalah yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat
kabaran.
C. Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
II. FUNGSI PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi
pers adalah sebagai berikut :
A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi
tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat
kabar karena memerlukan informasi.
B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass
Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita
bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:


1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan
pemerintah.
E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak
dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual
sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal
dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.
III. PERANAN PERS
Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adal;ah sebagai
berikut :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar.
4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA
A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap
masyarakat indonesia, karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk
membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus
diperangi. Menuru Suruhum pemerintah mengeluarkan selain KUHP tetapi
belanda mengeluarkan atruan yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang
memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan
penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap
berbahaya. Kemudian belanda juga mengeluarkan Peraturan yang bernama
Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap
siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan
terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau
sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda.
Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan
pasistis, dimana orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang
tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi
keagamaan , pendidikan, politik. Hal ini
menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa
keuntungan antara lain :


1. Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia
2. bertambah. Terutama dalam penggunaan alat cetak yang canggih
3. ketimbang Zaman belanda.
2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang
disajikanoleh sumber-sumber resmi Jepang.
B. Di Masa Orde Lama
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan
kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi
pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara
1950. Awl pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan terhadap
pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi
pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional.
Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan
terhadap pers terus berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar
Republik, Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po di
Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin dari pidato Menteri
Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan .....Hak
kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsadalam
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan
memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada
batasnya yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian
indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME.
C. PERS DI MASA ORDE BARU
Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang
jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini
mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan
kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25
Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang
orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan objektif, penyalur
aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan
terjadinya pristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga
pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa malari beberapa surat
kabar dilarang terbit termasuk Kompas. Pers pasca peristiwa malari cenderung
pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Pers tidak
pernah melakukan kontrol sosial disaat
itu. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang
harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai
politik.
D. PERS DI ERA REFORMASI
Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999
tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan
pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi
diadakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat
2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan
cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur
apabila demimkepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang
dinyatakan oleh pengadilan.
V. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK
JURNALISTIK
A. Landasan Hukum Pers Indonesia
1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-Undang.
2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan
21 yang bebunyi :
-Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
-Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :
-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.
-Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :
-Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat
yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warganegara.
B. DEWAN PERS
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1
menyatakan Dewan Pers yang independen dibentuk dalam upaya
mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah :
1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan
pemerintah.
7. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususun
peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan.
8. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).
C. ANGGOTA DEWAN PERS
Keangotaan dewan pers terdiri dari :
1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan
2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.
3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang
dipilih oleh arganisasi perusahaan pers;
4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.
5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.
6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu
periode.
D. LANDASAN PERS NASIONAL :
1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945
4. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.
5.
4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik
6. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.
7.
VI. KEBEBASAN PERS
Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru
sehingga rawan gangguan. Secara umum ada dua macam
gangguan :
1. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka
dengan adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan
pers.
8. Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan
yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan
dengan fungsi dan peranan yang diembannya. Oleh karena
9. itu tantangan terberat bagi wartwan adalah kebebasan pers itu sendiri.
Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya
pengendalian kebebasan pers, yaitu :
a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah
sangat jelas menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel,
setiap warganegar dapat malakukan perusahaan pers (UU No. 11 tahun
1966). Namun muncul UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok pers. Di
dalamnya mengatur tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta
menteri penerangan dapat membatalkan SIUPP walaupun
b. tidak menggunakan istilah breidel.
b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur,
mengirimkan teguran tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan
majalah, kekerasan fisik pada wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan
membunuh wartawan.
c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat
menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri,
menteror, penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.
d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian
berita yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-
iming keuntungan yang lebih besar.
Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi
yang tidak akurat, tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina,
memfitnah, menyebarkan kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan,
mengeksploitasi kekerasan, dll.
VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS
1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi
dari pada kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu.
Negara adalah hal yang sangat penting yang dapat membuat manusia menjadi
manusia seutuhnya anpa Negara manusia menjadi
primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat
penguasa untuk menyampaikan keinginannya kepada rakyat.
Prinsip-prinsipnya :
a. Media selamanya tunduk pada penguasa
b. Sensor dibenarkan tak dapat diterima.
c. Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya
kebijakannya d. Wartawan tidak memiliki
kebebasannya
2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan
sarana penyalur hati nurani rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap
terhadap kebijakan pemerintah. Pers berhadapan dengan
pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah. Teori ini
menganggab sensor sebagai hal yang Inkonstitusional.
Tugas-tugasnya :
a. Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)
b. Melayani kehidupan politik
c. Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)
d. Menjaga hak warga Negara (control social)
e. Memberi hiburan.
Ciri-cirinya :
a. Publikasi bebas dari penyensoran
b.Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian
c. Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana
d.Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala
hal .
e. Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran
sepanjang menyangkut opini dan keyakinan.
f. Tidak ada batas hukum dalam mencari berita
g. Wartawan mempunyai otonomi professional.
3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus
disertai dengan tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi
oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu
harus disertai tanggung jawab kepada masyarakat.
4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang
berkuasa dan bagian integral dari negara sehingga pers itu
tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah :
a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.
b. Media tidak dimiliki secara pribadi.
c. Masyarakat berhak melakukan sensor.
VIII. KODE ETIK JURNALISTIK
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia
yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana
masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna
memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia
juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman
masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk
dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk
memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan
moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan
publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati
Kode Etik Jurnalisti:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata
untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
e. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan
dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar,
foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain
sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-
masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda
dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa
interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan
sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan
waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi
pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang
yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi
tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari
pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan
kesepakatan

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan
permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka
atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat
jasmani. Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya
selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada
maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi
pokok. Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi
yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.


Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan
dan atau perusahaan pers.
Sejarah surat kabar Indonesia
Lebih dari 200 tahun surat kabar menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya
media penyampai berita kepada khalayak dan sebagai sumber satu-satunya bagi
khalayak dalam mengakses informasi yang sama secara bersamaan. Surat kabar
pertama kali diterbitkan di Eropa pada abad ke-17. Di Indonesia sendiri, surat
kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah masyarakat
hingga sekarang. Sejarah mencatat bahwa produk mesin cetak Johann Gutenberg
ini, telah mengambil peran yang cukup signifikan dalam perkembangan surat
kabar di Indonesia dari berbagai aspek kehidupan keterkaitannya sebagai media
massa yang berpengaruh di masyarakat. Berikut adalah paparan singkat mengenai
surat kabar di Indonesia.
Dua Babak Sejarah
Pada dasarnya, sejarah surat kabar di Indonesia terbagi dalam dua babak yakni
babak pertama yang biasa disebut babak putih dan babak kedua antara tahun 1854
hingga Kebangkitan Nasional. Kedua babak inilah yang amat berperan dalam
perkembangan surat kabar di Indonesia. Babak pertama adalah babak putih, yaitu
saat Indonesia masih dalam keadaan terjajah oleh kolonialisme Belanda. Disebut
babak putih karena surat kabar pada waktu itu mutlak milik orang-orang Eropa,
berbahasa Belanda dan diperuntukkan bagi pembaca berbahasa Belanda.
Kontennya hanya seputar kehidupan orang-orang Eropa dan tidak mempunyai
kaitan kehidupan pribumi. Babak ini berlangsung antara tahun 1744-1854. Babak
kedua yang berlangsung antara tahun 1854 hingga Kebangkitan Nasional secara
kasar dapat dibagi dalam tiga periode, yakni:
Antara tahun 1854-1860
Dalam periode ini surat kabar dengan bahasa Belanda masih memegang peranan
penting dalam dunia pers Indonesia, namun surat kabar dengan bahasa Melayu
telah terbit bernama Slompret Melajoe di Semarang yang diterbitkan oleh H.C.
Klinkert.
Antara tahun 1860-1880
Surat kabar dengan bahasa pra-Indonesia dan Melayu mulai banyak bermunculan
tetapi yang menjadi pemimpin surat kabar-surat kabar ini semuanya adalah orang-
orang dari peranakan Eropa.
Antara tahun 1881 sampai Kebangkitan Nasional
Periode ini mempunyai ciri tersendiri karena para pekerja pers terutama para
redakturnya tidak lagi dari peranakan Eropa tetapi mulai banyak peranakan
Tionghoa dan Indonesia atau biasa disebut dengan pribumi.
Lima Periode Surat Kabar Indonesia
Surat kabar di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang yang secara
singkat terbagi dalam enam periode, yakni zaman Belanda, zaman Jepang, zaman
kemerdekaan, zaman Orde Lama, zaman Orde Baru dan zaman reformasi. Berikut
uraian singkat keenam periode bersejarah tersebut:
Zaman Belanda
Pada tahun 1744 dilakukanlah percobaan pertama untuk menerbitkan media massa
dengan diterbitkannya surat kabar pertama pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Van Imhoff dengan nama Bataviasche Nouvelles, tetapi surat kabar ini
hanya mempunyai masa hidup selama dua tahun. Kemudian pada tahun 1828
diterbitkanlah Javasche Courant di Jakarta yang memuat berita-berita resmi
pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Mesin
cetak pertama di Indonesia juga datang melalui Batavia (Jakarta) melalui seorang
Nederland bernama W. Bruining dari Rotterdam yang kemudian menerbitkan
surat kabar bernama Het Bataviasche Advertantie Blad yang memuat iklan-iklan
dan berita-berita umum yang dikutip dari penerbitan resmi di Nederland
(Staatscourant).
Di Surabaya sendiri pada periode ini telah terbit Soerabajasch Advertantiebland
yang kemudian berganti menjadi Soerabajasch Niews en Advertantiebland.
Sedang di Semarang terbit Semarangsche Advertetiebland dan De Semarangsche
Courant. Secara umum serat kabar-surat kabar yang muncul saat itu tidak
mempunyai arti secara politis karena cenderung pada iklan dari segi konten.
Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar tiap harinya. Setiap surat kabar
yang beredar harulah melalui penyaringan oleh pihak pemerintahan Gubernur
Jenderal di Bogor. Tidak hanya itu, surat kabar Belandapun terbit di daerah
Sumatera dan Sulawesi. Di Padang terbit Soematra Courant, Padang
Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makasar (Ujung Pandang) terbit Celebes
Courant dan Makassarsch Handelsbland.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda telah terbit sekitar 16
surat kabar dalam bahasa Belanda dan 12 surat kabar dalam bahasa Melayu
seperti, Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di
Bogor), Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya)
dan surat kabar berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo.



Zaman Jepang
Saat wajah penjajah berganti dan Jepang memasuki Indonesia, surat kabar-surat
kabar yang beredar di Indonesia diambil alih secara pelan-pelan. Beberapa surat
kabar disatukan dengan alasan penghematan namun yang sebenarnya adalah agar
pemerintah Jepang memperketat pengawasan terhadat isi surat kabar. Kantor
Berita Antara diambil alih dan diubah menjadi kantor berita Yashima dengan
berpusat di Domei, Jepang. Konten surat kabar dimanfaatkan sebagai alat
propaganda untuk memuji-muji pemerintahan Jepang. Wartawan Indonesia saat
itu bekerja sebagai pegawai sedang yang mempunyai kedudukan tinggi adalah
orang-orang yang sengaja didatangkan dari Jepang.


Surat kabar Tjahaja
Salah satu surat kabar yang terbit pada masa ini adalah Tjahaja (ejaan baru
Cahaya). Surat kabar ini sudah menggunakan Bahasa Indonesia dan penerbit
berada di kota Bandung. Surat kabar ini terbit di Indonesia namun berisikan berita
tentang segala kondisi yang terjadi di Jepang. Para pemimpinnya di antaranya
adalah Oto Iskandar Dinata, R. Bratanata, dan Mohamad Kurdi.
[1]

Pada tampilan tampak bahwa surat kabar tersebut bertuliskan tanggal 24
Shichigatsu 2604, yang pada penanggalan masehi sama dengan tanggal 24 Juli
1944.
Zaman Kemerdekaan
Ketika pemerintah Jepang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda
pencitraan pemerintah, Indonesiapun melakukan hal yang sama untuk melakukan
perlawanan dalam hal sabotase komunikasi. Edi Soeradi melakukan propaganda
agar rakyat berdatangan pada Rapat Raksasa Ikada pada tanggal 19 September
1945 untuk mendengarkan pidato Bung Karno. Dalam perjalanannya, Berita
Indonesia (BI) berulang kali mengalami pembredelan dimana selama pembredelan
tersebut para pegawai kemudian ditampung oleh surat kabar Merdeka yang
didirikan oleh B.M. Diah. Surat kabar perjuangan lainnya adalah Harian Rakyat
dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmr dan Rinto Alwi dimana surat
kabar tersebut menampilkan pojok dan Bang Golok sebagai artikel. Surat
kabar lainnya yan terbit pada masa ini adalah Soeara Indonesia, Pedoman Harian
yang berubah menjadi Soeara Merdeka (Bandung), Kedaulatan Rakyat
(Bukittinggi), Demokrasi (Padang) dan Oetoesan Soematra (Padang).
=== Zaman Orde Lama === Setelah dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5
Juli 1959 oleh presiden Soekarno, terdapat larangan terhadap kegiatan politik
termasuk pers. Persyaratan untuk mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak
diperketat yang kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia
untuk melakukan slowdown atau mogok secara halus oleh para buruh dan pegawai
surat kabar. Karyawan pada bagian setting melambatkan pekerjaannya yang
membuat banyak kolom surat kabar tidak terisi menjelang batas waktu cetak
(deadline). Pada akhirnya kolom tersebut diisi iklan gratis. Hal ini menimpa surat
kabar Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada periode ini banyak
terjadi kasus antara surat kabar pro PKI dan anti PKI.
Zaman Orde Baru
Pada periode ini, surat kabar yang dipaksa untuk berafiliasi kembali mendapatkan
pribadi awalnya, seperti Kedaulatan Rakyat yang pada zaman orde lama harus
berganti menjadi Dwikora. Hal ini juga terjadi pada Pikiran Rakyat di Bandung.
Bahkan pers kampuspun mulai aktif kembali. Namun dibalik itu semua,
pengawasan dan pengekangan pada pers terutama dalam hal konten tetap
diberlakukan. Pemberitaan yang dianggap merugikan pemerintah harus dibredel
dan dihukum dengan dilakukan pencabutan SIUP seperti yang terjadi pada Sinar
Harapan, tabloid Monitor dan Detik serta majalah Tempo dan Editor. Pers lagi-
lagi dibayangi dalam kekuasaan pemerintah yang cenderung memborgol
kebebasan pers dalam membuat berita serta menghilangkan fungsi pers sebagai
kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah. Pembredalanpun marak pada periode
ini.

Anda mungkin juga menyukai