Anda di halaman 1dari 47

Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik

E.Elis Aisah

1
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 5

KELAHIRAN VARIAN BARU 8

BAHASA DAN PIKIRAN 13

PRINSIP-PRINSIP IDEOLINGUISTIK 20

a. Universalitas Bahasa Manusia 22

b. Universalitas Ide Manusia 24

c. Ide sebagai Referensi Langsung Bahasa 25

d. Tuturan Berimplikasi dan Kebijaksanaan


Interpretasi 28

e. Tuturan Beralusi 30

f. Tuturan Bertindak 31

2
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

g. Aktualitas dan Kemungkinan 34

h. Bunyi dan Makna 35

i. Struktur dan Makna 37

APLIKASI DASAR IDEOLINGUISTIK 38

Kosmologi Bahasa 38

BAHASA PADA TATARAN MIKRO DAN


MAKRO 42

Mikrokosmos Bahasa 43

Makrokosmos Bahasa 45

3
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Ideolinguistik

Prinsip dan Aplikasi Dasar


Didedikasikan kepada Zainurrahman

Buku ini ditulis sebagai tindak lanjut dari filsafat bahasa


Ideolinguistik. Indonesia merupakan surga laboratorium
bahasa, namun sejak dulu filsafat bahasa tidak pernah
berkembang apalagi lahir di Indonesia. Merupakan suatu
pekerjaan berat dan patut diapresiasikan, akhirnya terbit juga
filsafat bahasa dari surga laboratorium bahasa ini.

Dipublikasikan dan didistribusikan secara gratis di


http://Englisah.wordpress.com

Agar anda bisa menemukan langsung teks Ideolinguistik asli,


kunjungi http://zainurrahmans.wordpress.com

E.Elis Aisah, 2009. Bandung

4
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Pendahuluan
Bahasa, begitu juga dengan segala hal lain yang ada
di muka bumi ini mengalami perubahan;
perubahan itu bisa saja dialami dengan cepat
maupun dengan lambat. Perubahan bahasa terjadi
seiring dengan perubahan yang terjadi pada
pengguna bahasa itu sendiri, dengan segenap
faktor-faktor eksternal dan internal para pengguna
bahasa itu. Faktor eksternal yang terdiri dari aspek-
aspek sosiokultural dan aspek internal seperti
perkembangan mental dan ide sangat
mempengaruhi eksistensi dan dinamika bahasa.
Perubahan bahasa itu juga terjadi dalam beberapa
aspek seperti aspek prinsip dan aspek aplikasi.
Kadang perubahan itu terjadi karena asimilasi atau
bahkan perombakan total; dan ini terjadi guna
menyesuaikan pemahaman manusia pada prinsip-
prinsip bahasa dan aplikasinya.

Ternyata, perubahan bahasa itu sendiri bisa dalam


bentuk kelahiran varian baru dari prinsip dan
aplikasi bahasa yang sudah ada. Hal ini sangat
tergantung pada sejauh mana prinsip-prinsip yang
sudah ada itu menjawab persoalan-persoalan

5
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

seputar fenomena bahasa itu sendiri. Sebagai


contoh, lahirnya Neurolinguistik seagai varian baru
yang menganalisa hubungan saraf-saraf manusia
dan aktivitas linguistisnya. Dahulunya,
Psikolinguistik merupakan ilmu yang menangani
persoalan ini, lambat laun manusia, dengan
segenap kompleksitas kehidupannya, menemukan
wilayah yang tak terkaji oleh Psikolinguistik. Oleh
karenanya dibutuhkan varian baru yang
diharapkan bisa menangani persoalan yang ada.
Sehingga, dinamika perubahan bahasa itu sendiri
berada pada titik-titik tertentu saja dengan atau
tidak mempengaruhi titik-titik yang lain. Atau
dapat kita asumsikan bahwa fenomena bahasa dan
perilaku manusia yang berbahasa dapat ditinjau
dari aspek-aspek yang berbeda; dan kadang ada
aspek-aspek tertentu yang baru ditemukan dan
tidak diliputi oleh varian ilmu bahasa yang sudah
ada, maka dirancanglah suatu varian baru untuk
menangani aspek baru itu.

Buku yang ada ditangan pembaca ini akan


memaparkan sebuah rancangan baru sebagai varian
dalam ilmu bahasa (baca: linguistik) yaitu apa yang
diistilahkan oleh perancangnnya sebagai
“Ideolinguistik” atau “Ideolinguistics” dalam
bahasa Inggris. Buku ini merupakan teks kedua

6
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

yang membahas Ideolinguistik dalam bahasa


Indonesia, teks pertama ditulis oleh pionir
Ideolinguistik sendiri dalam bentuk sebuah dialog
yang dijudulkan “Bahasa dan Pikiran”. Kabar
baiknya adalah bahwa teks-teks ideolinguistik
dapat ditemukan di Internet dengan mudah (cukup
dengan kata kunci ideolinguistik atau
Ideolinguistics). Sementara itu kabar kurang
membahagiakannya adalah seluruh teks
Ideolinguistik ditulis dalam bahasa Inggris,
meskipun pionirnya berbahasa Indonesia. Oleh
karena itu, melalui buku ini saya akan berusaha
sedekat mungkin memaparkan prinsip-prinsip
dasar dan aplikasi dari varian linguistik baru ini,
berdasarkan teks-teks Ideolinguistik yang sudah
ada.

7
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Kelahiran Varian Baru


Lahirnya varian baru ini ditandai oleh sebuah
pertanyaan “apakah tidak berbahaya mengkaji
bahasa terlepas dari ide penggunanya?” jawaban
yang didapatkan dari pertanyaan itu adalah “tidak,
karena bahasa dapat dikaji sesuai dengan
kebutuhan dan aspek-aspek yang dikehendaki”.
Prinsip linguistik memang membenarkan jawaban
ini, karena bahasa dapat dikaji dari segi struktur
dan maknanya secara terpisah. Akan tetapi, ada
pertimbangan lain yang sangat menuntut pengkaji
untuk merujuk secara langsung pada ide pengguna
bahasa. Bahasa, katakanlah sebuah teks ujaran,
merupakan produk dari manajemen pikiran yang
sarat dengan intensi. Mengkaji sebuah teks ujaran
dan menemukan lebih dari sebuah intensi adalah
sebuah “dosa”, inilah dasar dari kesalahpahaman
dalam fenomena bahasa.

Mengkaji sebuah teks ujaran dan menganggap


bahwa teks ujaran tersebut sebagai benda netral
yang tinggal dipahami oleh pengkaji sesuka hati
adalah tidak dibenarkan, karena teks ujaran
tersebut sebenarnya merupakan produk dari
pengujar atau penutur, lengkap dengan tujuan-
tujuan tertentu yang sudah direncanakan. Sehingga,

8
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

mengkaji sebuah teks ujaran atau tuturan tanpa


hubungan absolut dengan ide penuturnya hanyalah
buang-buang waktu dan sekaligus salah. Ada
kemungkinan mempelajari struktur dan makna teks
ujaran tanpa hubungan dengan siapa yang
melakukan ujaran itu secara eksplisit. Teks ujaran
dapat dan selalu digunakan sebagai contoh-contoh
demi pemahaman yang lebih jauh. Akan tetapi,
pemahaman akan teks itu juga akan diragukan
karena ada bagian yang hilang, yaitu konteks ide
dan tujuan dari formulasi teks ujaran tersebut. Hal
ini dapat ditemukan dalam pelajaran tata bahasa
(grammar).

Memang ada varian linguistik yang mengkaji


tujuan dari formulasi teks ujaran dari sudut
pandang penutur, yaitu Pragmatik. Pragmatik
mengkaji fenomena bahasa terutama dalam hal
konstruksi makna dan negosiasi makna antara para
pengguna bahasa. Akan tetapi, Pragmatik masih
memberikan celah kepada ambivalensi makna teks
ujaran dengan sengaja. Berbeda dengan
Ideolinguistik yang menutup celah dari ambivalensi
guna mengantisipasi terjadinya kesalahtafsiran
dalam teks ujaran, yaitu dengan merujuk dan
menggali langsung ide pengguna bahasa. Selain itu,
sebuah teks ujaran dapat ditafsirkan secara berbeda

9
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

dalam Pragmatik; misalnya jika ditinjau dengan


implikatur, makna ujaran tertentu adalah A,
sedangkan jika ditinjau dengan tindak tutur maka
teks ujaran itu bermakna B. Pragmatik mencoba
mengantisipasi kesalahpahaman dan
kesalahtafsiran dengan merumuskan prinsip-
prinsip berbahasa dengan apa yang disebut sebagai
maksim-maksim; maksim kuantitas, kualitas, relevansi
dan gaya. Apa yang terjadi? Para pragmatisian
sendirilah yang kembali menolak atau setidaknya
meragukan “pekerjaan” maksim-maksim itu dalam
membantu manusia memahami bahasanya sendiri.

“Gerah” dengan keadaan ini, Ideolinguistik pun


dirumuskan sebagai salah satu cara dari sekian
banyak cara untuk memahami fenomena bahasa,
yaitu dengan memberikan posisi yang tinggi
terhadap ide atau pikiran. Secara sederhana
Ideolinguistik dapat diartikan sebagai kajian
mengenai hubungan absolut antara teks ujaran
dengan ide manusia yang memformulasikan teks
ujaran tersebut. Ide disini dimaksudkan sebagai ide
yang sangat abstrak, sesuatu yang ada dalam akal
manusia guna mencapai sesuatu tujuan dengan cara
berujar. Dalam prinsip-prinsipnya nanti, akan ada
“keraguan-keraguan” terhadap prinsip-prinsip
Pragmatik. Oleh karenanya, reformulasi prinsip-

10
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

prinsip Pragmatik ini pernah disebutkan oleh


perancangnya sebagai neo-pragmatik atau Pragmatik
baru. Meskipun demikian, Ideolinguistik tidak
bermaksud untuk bersaing atau menggagalkan
prinsip-prinsip linguistik yang sudah mapan, tidak
semua aspek dapat diantisipasi oleh Ideolinguistik.
Hanya saja, Ideolinguistik harus dipandang sebagai
varian baru dalam ranah linguistik, guna
memperkaya “pisau bedah” teks ujaran.

Dasar filosofis dari Ideolinguistik adalah filsafat


Determinisme yang tidak memandang bahasa
sebagai alat seperti yang diyakini oleh
Instrumentalisme. Determinisme meyakini bahwa
manusia berpikir dengan cara berbahasa dalam
pikirannya, sehingga teks ujaran yang tercipta
merupakan hasil akumulasi bahasa-pikiran atau
dikenal dengan Inner-Language. Ideolinguistik
meyakini bahwa bahasa dan ide merupakan suatu
kesatuan utuh yang tak terpisahkan, universal dan
senantiasa mesra. Akan tetapi, dalam rangka
melepaskan diri dari Determinisme, maka
Ideolinguistik kemudian menyatakan kembali
bahwa Determinisme sebenarnya masih
menganggap Bahasa sebagai alat untuk berpikir.
Maka tidak ada bedanya Determinisme dan
Instrumentalisme; keduanya mengatakan bahwa

11
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

bahasa sebagai alat. Ideolinguistik percaya bahwa


bahasa merupakan penjelmaan ide itu sendiri
dalam bentuk outer-language. Ini akan dibahasa
dalam bagian Kosmologi Bahasa.

Filsafat Eksistensi Heidegger dan Antimetode


Feyerabend turut mewarnai prinsip-prinsip
Ideolinguistik yang nanti akan kita kaji bersama.
Saratnya ideologi filsafat dalam kajian
Ideolinguistik memberikan warna terhadap
Ideolinguistik sebagai Filsafat Bahasa ketimbang
varian dalam linguistik. Hal ini mungkin saja
ditujuankan oleh pionir Ideolinguistik itu sendiri,
yaitu Ideolinguistik sebagai filsafat bahasa. Warna
khusus inilah yang nanti akan membedakan atau
melepaskan Ideolinguistik dari barisan varian
linguistik lainnya, namun tetap bekerja sama dalam
membantu kita memahami makna dan tujuan
bahasa kita sendiri.

12
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Bahasa dan Pikiran


Sudah sejak lama para pemikir mengasosiasikan
bahasa dengan pikiran dan juga sebaliknya.
Sebagian dari para pemikir berasumsi bahwa
bahasa adalah manifestasi pikiran, sebaliknya ada
juga yang berasumsi bahwa berpikir itu sebenarnya
berbahasa; atau untuk bisa merangkai satu ide
dengan ide yang lain secara sistematis dan
berkesinambungan adalah dengan menggunakan
bahasa. Terlepas dari aliran dan pemahaman
tertentu yang dianut dan diperjuangkan oleh para
pemikir tersebut, bahasa dan pikiran memiliki
hubungan mutlak yang saling mengisi. Ini
merupakan konsentrasi utama kajian Ideolinguistik.
Ferdinand de Saussure merumuskan apa yang dia
sebut sebagai lingua dan parole. Akan tetapi,
menyebutkan bahwa ide dan bahasa merupakan hal
yang “sama” tidak cukup. Persamaan, perbedaan,
hubungan dan keterputusan harus benar-benar
tergambarkan. Ideolinguistik hadir bukan untuk
menutupi kekosongan itu secara keseluruhan. Akan
tetapi, Ideolinguistik menawarkan suatu paradigma
baru yang mungkin terlihat agak berbeda dengan
beberapa paradigm Pragmatik yang sudah ada.

13
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Misalkan mengenai Bahasa dan Pikiran.


Ideolinguistik percaya dengan tesis Gadamer yang
mengatakan bahwa “disebut ada karena
terbahasakan”; jika segala sesuatu atau sesuatu
tidak dapat terbahasakan, maka hal tersebut tidak
ada. Akan tetapi, Ideolinguistik lebih jauh
selangkah dari Gadamer, dengan mengatakan
bahwa sesuatu yang dapat dipikirkan selalu bisa
dibahasakan; yaitu dengan berbahasa dengan Inner
Language. Sehingga, “Ada” itu adalah bisa
dipikirkan dan dibahasakan. Lebih dalam,
Ideolinguistik meredefinisi kembali kata “idea”
yang konon berasal dari kata Yunani “Eidos” yang
artinya yang dapat terlihat. Ideolinguistik lebih
cenderung memahami ide sebagai “yang terindrai
dan terbahasakan secara sistematis dengan inner
language”.

Untuk lebih jelas, saya mengutip teks Ideolinguistik


berbahasa Indonesia yang disusun dalam bentuk
dialog. Ketika penanya bertanya mengenai apa
hubungan kongkret antara bahasa dan ide,
dijawablah sedemikian:

Anda malah (1) tidak dapat berpikir atau


menangkap kesan dan membentuk sebuah ide,
tanpa bahasa. Di satu sisi juga, (2) bahasa

14
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

merupakan sangkar bagi realitas, yang mana


dengan bahasa realitas dapat dikongkretisasikan.
(3) Bahasa merupakan indra manusia yang sangat
vital, tanpa bahasa yang dipahami, meskipun
telinga anda sehat, anda tidak akan dapat
memahami apa yang dibicarakan orang. Tanpa
bahasa, anda tidak akan memahami apa yang anda
baca, apa yang anda lihat dan apa yang anda amati.
(4) Bahasa bukan apresiasi lidah, tetapi apresiasi
pikiran saat berhadapan atau bergelut dengan
kenyataan. Oleh karena itu (5) kenyataan hanya
dapat terungkap ketika kenyataan tersebut
terbahasakan.

(6) Bahasa dan ide seperti halnya es dengan sifat


dinginnya, api dengan sifat panasnya, peluru
dengan sifat menghancurkannya, pedang dengan
sifat melukainya.(7) Bahasa memuat ide, sekaligus
menyingkap ide mengenai kenyataan yang ada.
Bahasa tidak hanya instrumen untuk
merepresentasikan ide mengenai kenyataan, tetapi
bahasa adalah apa yang diistilahkan oleh Heidegger
sebagai “Sangkar Ada”;(8) kenyataan atau realitas
tidak berada di luar bahasa, melainkan
bersemayam di dalam bahasa. Bahasa bagi saya
merupakan jasad bagi ide, ide merupakan ruh bagi
bahasa. Gerak bahasa merupakan gerak ide

15
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

sebagaimana gerak jasad merupakan manifestasi


gerak ruh.

Kelihatannya, jawaban atas pertanyaan diatas


sangat ringan dan sederhana. Akan tetapi setelah
secara berhati-hati diperhatikan, ternyata terdapat,
setidaknya, delapan item yang menjelaskan
hubungan kongkrit antara bahasa dan ide. Jawaban
itu juga bernafaskan filsafat Eksistensialisme
Heidegger yang dia paparkan dalam traktat “Sein
und Zeit” atau “Ada dan Waktu”. Menurut
Heidegger, manusia mengalami percakapan murni
ketika dia merenungi eksistensinya; bahkan
percakapan yang sebenarnya itu terjadi ketika ide
dan rasa menyatu-padu tanpa ada konstruksi verbal
atau outer language. Contohnya ketika dua orang
sahabat lama – yang lama berpisah – kembali
bertemu dan ada ungkapan atau ekspresi batiniah
yang “berbicara”. Akan tetapi, Ideolinguistik tidak
melangkah terlalu jauh dengan Eksistensialisme,
Ideolinguistik kemudian merumuskan filosofi
bahasanya yang mandiri.

Baiknya saya coba menjelaskan delapan item diatas


secara ringkas dan saya berusaha sedekat mungkin
dengan ide pokok yang ingin disampaikan oleh
pionir Ideolinguistik.

16
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

a. Proses penangkapan kesan dan


pembentukan ide yang dialami manusia
sangat tergantung pada skemata linguistik
dan tingkat profisiensi bahasa yang dimiliki.
Kebanyakan orang tidak dapat menangkap
kesan dari apa yang mereka indrai dan
kemudian merumuskan sebuah ide
mengenai apa yang terindrai itu jika orang
tersebut tidak memiliki cukup kosakata
untuk menyambung-nyambung satu objek
dengan objek yang lain dalam pikirannya.
Sangat khusus jika apa yang sedang dia
“tangkap” itu adalah sebuah realitas yang
kompleks atau berada diatas tingkat
nalarnya.
b. Bahasa merupakan sangkar realitas.
Maksudnya adalah realitas itu berada di
dalam bahasa, terbahasakan dan senantiasa
dapat dibahasakan. Adanya sebuah realitas
itu adalah di dalam bahasa, karena setiap
realitas merupakan hasil pergumulan objek
satu dengan objek yang lain dalam
kehidupan manusia, baik secara kausal
maupun tidak. Objek-objek itu hanya bisa
diketahui jika ada kata tertenru yang

17
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

mewakili objek itu untuk bisa dipikirkan


dan direkam.
c. Manusia bisa memiliki mata, namun hanya
bisa memahami apa yang dia amati jika dia
memiliki bahasa tertentu untuk menjelaskan
apa yang dia amati. Dia bisa memiliki
telinga yang sehat, tetapi akan sia-sia jika
dia mendengar apa yang tidak dapat dia
terjemahkan. Misalnya karena keterbatasan
kosakata atau rendahnya tingkat profisiensi
bahasanya.
d. Ketika manusia menghadapi kenyataan,
maka pikirannya berapresiasi dengan cara
menerjemahkan realitas-realitas tersebut
sesuai dengan kadar kapasitas linguistis
yang dimiliki. Ketika bahasa verbal atau
outer language terproduksi, maka itu
sesungguhnya merupakan upaya untuk
menterjemahkan apa yang ada di dalam
pikiran saja.
e. Karena pikiranlah yang berapresiasi kepada
kenyataan, dengan berkendara bahasa,
maka kenyataan tersebut hanya akan bisa
terangkat kepermukaan jika kenyataan
tersebut terbahasaakan. Dalam pengertian
yang lebih filosofis, yaitu kenyataan tersebut

18
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

dapat dinalar dengan percakapan ide-ide.


Suatu proses manajemen bahasa yang terjadi
dalam pikiran manusia sebelum itu
terbahasakan secara verbal.
f. Dengan penjelasan sebelumnya diatas,
sangat jelas bahwa bahasa dan ide
merupakan kesatuah utuh yang meskipun
secara sengaja bahasa dipisahkan dari kajian
ide demi kepentingan tertentu, tetap saja ide
dan bahasa akan digunakan bersama-sama
kembali saat proses analisa itu terjadi.
g. Sudah jelas bahwa kenyataan yang dihadapi
dan kesan yang terindrai akan membentuk
ide dan jelas pula bahwa semua itu terjadi
dalam bahasa. Sehingga, ide-ide itu berada
di dalam bahasa, sebagai muatan bahasa.
Dan dengan bahasa pula ide-ide yang
merupakan muatan itu tersingkap dan
terpahami oleh manusia.
h. Yang terakhir adalah, bahwa ide dan bahasa
merupakan suatu kesatuan seperti halnya
jasad yang bergerak sebagai manifestasi
pergerakan ruh. Kenyataan dan realitas
terproduksi dan terpahami di dalam prosesi
berbahasa, baik secara inner maupun secara
outer.

19
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Kini jelas bahwa antara Bahasa dan Pikiran terdapat


hubungan yang absolut, bahkan saling menyatu
dan saling mengisi. Setidaknya, inilah yang dapat
dijelaskan, setidaknya untuk mendekati ide pokok
Ideolinguistik. Kini, kita akan mendekati prinsip-
prinsip Ideolinguistik yang sangat fundamental dan
setelah itu bagaimana aplikasi Ideolinguistik dalam
aktivitas berbahasa manusia sehari-hari. Perlu
ditegaskan bahwa Ideolinguistik merupakan filsafat
bahasa yang tidak menjelaskan bahasa manapun.
Ini tentang bahasa manusia yang universal, bukan
masalah bahasa Negara tertentu atau daerah
tertentu yang menurut Ideolinguistik bukan bahasa,
tetapi “kata”. Penggunaan istilah “outer language”
bukan merujuk pada bahasa tertentu, tetapi bahasa
inner language yang direkonstruksi dan diproduksi
secara verbal, dan bersifat universal sifatnya;
perbedaan bahasa bukan kajian Ideolinguistik lagi.

Prinsip-Prinsip Ideolinguistik
Apa yang akan anda baca dibawah ini merupakan
rekosntruksi dari teks Ideolinguistik bahasa Inggris
yang berjudul “The Original of Ideolinguistics”,
saya berusaha sedekat mungkin untuk meraih poin-
poin krusial dari teks tersebut tanpa mengubah

20
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

makna. Saya meminta para pembaca untuk


membandingkannya dengan teks yang asli, teks ini
sangat terbuka untuk koreksi.

Apa yang selama ini diyakini sebagai “bahasa” oleh


orang-orang sesungguhnya adalah “kata” dan
“cara” untuk merealisasikan “apa yang ada di
dalam” pikiran atau ide. “Bahasa” sesungguhnya
bersemayam di dalam pikiran manusia. Oleh
karena itu, manusia memiliki “bahasa yang
universal”, adapun bahasa manusia yang universal
itu diekspresikan secara berbeda sesuai dengan
konvensi masyarakat dan tata bahasa yang
desepakati oleh suatu masyarakat. Berdasarkan
kenyataan tersebut, maka sesungguhnya bahasa itu
bersifat internal dan cara berekspresi tiap-tiap
masyarakat itulah yang berbeda (bahkan tiap
individu memiliki cara berekspresi yang khas).
Berbeda dengan hewan yang setiap spesiesnya
memiliki cara berkespresi yang sama, seperti singa,
selalu berkomunikasi dengan cara yang sama.
Manusia tidaklah demikian, karena manusia
menciptakan budaya dan bersepakat dalam hal-hal
tertentu, termasuk cara mengekspresikan bahasa
(Inner language to outer language)

21
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

a. Universalitas Bahasa Manusia: untuk


memahami bahwa sesungguhnya bahasa
manusia adalah universal dan apakah bahasa
manusia yang universal itu, maka akan
singkatnya akan dimulai dengan
mempertanyakan apakah yang dimaksud
dengan “kata”. Pertanyaan ini lebih rumit jika
dibandingkan dengan pertanyaan “Apakah itu
“Tuhan”. Karena anda akan menjawab
pertanyaan itu dengan menggunakan “kata-
kata”, menjawab dengan apa yang sedang
ditanyakan. Sesungguhnya, setiap “kata”
merupakan “nama” bagi objek tertentu, baik itu
benda, sifat atau kata kerja. Bisa jadi terhitung,
tak terhitung dan sebagainya. Apakah benda
atau objek itu bukanlah intinya; intinya adalah
bahwa segala sesuatu tentulah memiliki nama,
dan itu adalah kata. Pada prinsipnya, setiap
benda atau kenyataan objek muncul dihadapan
kita dalam cara yang sama, bagaimana kita
merekognisi objek juga sama (sebagai manusia).
Yang berbeda adalah “nama” apa yang kita
berikan terhadap objek, benda ataukah
kenyataan-kenyataan tersebut. Kata “table” dan
“meja” merujuk pada objek yang sama, namun
diekspresikan dengan cara yang berbeda. Jika

22
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

objek tersebut “didemonstrasikan” maka


seluruh manusia dengan konvensi penamaan
benda yang berbeda dapat langsung
mendapatkan referensinya. Sekalipun manusia
tersebut tidak dapat memproduksi outer
language, namun kita tidak dapat
mengatakannya “tidak memiliki bahasa” karena
dia memiliki “bahasanya” untuk
menerjemahkan demonstrasi objek tersebut.
Dengan demikian, bahasa manusia yang
universal adalah imaji dan penggambaran
(Picture dan Gesture). Hal ini jauh-jauh hari
ditunjukkan oleh para masyarakat Mesir kuno,
dengan menciptakan hiroglif di dinding-
dinding piramida. Dengan menggunakan
hiroglif, manusia dari konvensi linguistis
manapun dapat memahami kenyataan yang
pernah terjadi di masa lampau, bahkan secara
langsung merujuk pada objek atau setidaknya
pada ide pencipta hiroglif itu. Hal ini tentu saja
tidak menyampingkan outer language (bahasa
lisan dan tulisan), karena outer language
merupakan ekspresi bahasa untuk
“mengkampanyekan” ide-ide secara langsung
dan tidak langsung. Outer language dan Inner

23
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Language secara spesifik akan dibahas dalam


bagian Kosmologi Bahasa.

b. Universalitas Ide Manusia: sebagaimana


bahasa, ide manusia khususnya dalam hal
merekognisi objek yang dinamai secara berbeda
dalam setiap konvensi sosial pun relatif
universal. Contohnya adalah “pisau untuk
memotong” dan “gunting untuk memotong”,
tetapi manusia, dengan tingkat literasi tertentu,
mengetahui bagaimana kedua objek tersebut
digunakan dengan cara dan tujuan yang
berbeda. Hal ini terjadi karena secara esensial
manusia merekognisi, menggunakan dan
memahami objek relatif sama; merekognisi
bunyi dengan mendengar, merekognisi warna-
bentuk dan ukuran dengan cara melihat dan
merabanya, mengetahui fungsi dengan
menggunakannya. Ide manusia yang berbeda
adalah ide yang tercipta dari pengalaman-
pengalaman yang sangat personal seperti
kesedihan, cinta, benci dan lain-lain. Namun
pada hakikatnya, semua itu akan didefinisi
sama antara satu orang dengan orang lain.
Sering dan selalu, manusia menjelaskan idenya

24
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

dengan outer language dan diperkuat oleh imaji


dan penggambaran (picture dan gesture).

c. Ide sebagai Referensi Langsung


Bahasa: Para linguis mungkin akan menolak
mentah-mentah dengan pernyataan bahwa ide
merupakan referensi atau rujukan langsung dari
bahasa. Hal ini wajar, karena cara memandang
“bahasa” tiap linguis mungkin berbeda.
Meskipun demikian, hal penting yang harus
diperhatikan disini adalah bahwa tidak semua
pandangan yang berbeda itu “salah”; kita perlu
meninjau bagaimana sudut pandang
Ideolinguistik terhadap istilah “bahasa”.
Sebagaimana telah saya sebutkan sebelumnya
bahwa Ideolinguistik “lebih suka”
menerjemahkan kata bahasa sebagai kata. Bahasa
dalam Ideolinguistik adalah ide manusia itu
sendiri. Maka ide, jika diterjemahkan oleh
linguist lain, sebaiknya dipandang sebagai
rujukan langsung dari kata. Menurut
Ideolinguistik, manusia berkata-kata
(berbahasa) dengan mengkonversi ide-ide
tentang benda-benda yang berada diluar diri
dalam bentuk kata-kata. Sehingga, kata-kata
tersebut memiliki rujukan imajiner, tidak secara

25
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

langsung merujuk pada benda-benda atau objek


yang lain. Manusia berkata-kata dengan nama-
nama benda, dan bukan benda itu sendiri,
bahkan makna nama objek yang dibahasakan
sama sekali tidak mewakili objek secara
universal; karena nama-nama tersebut hanyalah
seperangkat kesepakatan suatu kelompok
sosial-bahasa tertentu saja. Akan tetapi, ide
tentang benda-benda yang “bening” dan “tak
berwarna itu” bersifat universal. Dengan
demikian, maka bahasa (inner language) yang
merupakan ide manusia dimana-mana itu
universal sebagaimana yang telah saya jelaskan
sebelumnya. Berbeda dengan pernyataan
sebelumnya bahwa makna kata tidak menyatu
(embedded) dengan objek atau referensi,
pernyataan Ideolinguistik yang dapat saya kutip
“…language and idea is a couple. They are not
separable each other. What have been done by
old Pragmatics is the same as what have been
done by Gramaticism. That is, they operate
language word by word, such as a surgeon
operates a cancer”. Ini menunjukkan bahwa
dalam Ideolinguistik, kajian bahasa atau kata
tidak terlepas dari kajian ide. Pragmatik dan
Grammatik membedah bahasa kata demi kata

26
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

terlepad dari ide-ide. Pragmatik dan Gramatik


,meskipun dengan tujuan yang berbeda, namun
keduanya “menyepelekan” aspek ide yang
menurut Ideolinguistik sangat vital. Oleh
karena itu, dalam Pragmatik ada ambivalensi
dan dalam Grammatik juga terdapat kekakuan
tata bahasa. Namun saya mengambil jalan
tengah, bahwa setiap varian dalam linguistik
memiliki ranah dan tujuan yang berbeda-beda.
Salah satu perbedaan antara Pragmatik dan
ideolinguistik adalah bahwasanya Pragmatik
menitik beratkan penutur sebagai konstruktor
makna, sementara Ideolinguistik menitik
beratkan pendengar sebagai konstruktor makna.
Kembali sejenak, Pragmatik dan Grammatik
menyepelekan aspek ide. Ideolinguistik
menerima itu jika hal tersebut dilakukan dalam
rangka investigasi makna kata secara tunggal.
Namun, menurut Ideolinguistik, bukan penutur
yang menentukan pemahaman akan makna,
namun pendengar dengan segala skemata
linguistiknya; sebagaimana disebutkan “…you
cannot say that utterance’s meaning is
determined by who produces the utterances,
because meaning is resulted in an interpretation.
And the interpreter is always addressee (hearer

27
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

or reader)”. Jelas bahwa Ideolinguistik


mengutamakan peran pendengar atau pembaca
sebagai “pemakna”, bukan penutur. Sebagian
linguist-pragmatisis seperti Jenny Thomas
mungkin akan memilih membenarkan
Ideolinguistik, karena Thomas dalam bukunya
yang berjudul “Meaning and Interaction: an
introduction to pragmatics” menyatakan bahwa
makna itu dikonstruksi. Akan tetapi, Thomas
tidak menjelaskan atau bahkan menyebutkan
bahwa makna juga direkonstruksi.
Ideolinguistik kemudian melengkapi bahwa
makna direkonstruksi oleh penerima tuturan.
Disinilah ide sangat bermain, dimana terjadi
percakapan ide antara penutur dan pendengar,
bukan hanya secara verbal, namun juga sesuatu
dibalik verbalisasi itu.

d. Tuturan Berimplikasi dan


Kebijaksanaan Interpretasi: Implikasi
(implication) dalam Ideolinguistik dimaksudkan
sebagai sesuatu yang tersirat dibalik tuturan. Ada
tuturan langsung dan ada tuturan tidak langsung.
Yang langsung dan tidak langsung disini bukan
hanya rujukan, tetapi juga intensi penutur.
Tuturan berimplikasi adalah tuturan yang

28
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

mengandung nilai-nilai tersirat (implied values)


dan nilai disini adalah makna dan intensi dari
penutur. Dalam Pragmatik, istilah Implikatur
diterjemahkan sebagai hasil upaya penutur
mengkompresi makna agar tuturanmenjadi
lebih singkat tanpa mendistorsi makna dan
intensi. Yang berbeda disini adalah, selain
istilah, bahwa Pragmatik percaya manusia
senantiasa berkomunikasi dengan
menggunakan implikatur. Beda halnya dengan
Ideolonguistik, tuturan berimplikasi itu
digunakan diwaktu tertentu saja. Jika
penggunaan metafora dan figurasi terjadi dalam
bertutur, maka sesungguhnya itu adalah tuturan
terencana, bukan spontanitas. Apa yang
dilakukan dan digunakan oleh manusia dalam
berkomunikasi verbal adalah menciptakan nilai
eksplisit dan menggunakannya. Ideolinguistik
memberikan contoh, jika ada penutur berkata “I
am so thirsty”, secara Pragmatik ini adalah
implikatur yang memaksudkan “I need a glass
of water”. Ideolinguistik, sedikit berbeda,
menyatakan bahwa tuturan “I am so thirsty”
bisa jadi tuturan eksplisit. Penutur menyatakan
apa yang dia rasakan dan pendengarlah yang
secara bijaksana (dengan memanfaatkan

29
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

pengetahuan posteriorinya) memberikan air


atau sebagainya. Bisa jadi saat pendengar
menyuguhkan segelas air penutur berkata
“No… I do not need water, I am thirsty because
I am fasting”. Inferensi yang muncul sebagai ide
pendengar merupakan sebuah kesadaran bijak
dalam menginterpretasi, namun tidak
selamanya tuturan semacam itu adalah
implikatur (bandingkan dengan teks
ideolinguistik yang asli); disinilah saling-
memahami atau mutual-contextual understanding
memainkan peran penting.

e. Tuturan Beralusi: ini berkaitan dengan


prinsip kerjasama dalam berbahasa. Kerjasama
yang baik dalam percakapan adalah kunci
sukses dalam mengantar dan menerima makna
dan intensi. Kadangkala, kita menggunakan
metafora dan alusi dalam bertutur. Hal ini bisa
menyebabkan ambivalensi, karena belum tentu
skemata linguistik atau database bahasa lawan
bicara kita seimbang. Untuk itu, penutur, dalam
menggunakan tuturan beralusi, haruslah
mempertimbangkan database bahasa atau
skemata linguistik lawannya. Hal penting lain
yang harus diperhatikan adalah pembedaan

30
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

antara metafora / figurasi dan alusi. Jika


metafora yaitu teks yang tidak bermakna literal
seperti “he is a snake”, maka alusi adalah teks
yang bereferensi tak langsung seperti “what is
nice to drink now?”. Untuk bisa memaknai
tuturan ini, konteks harus benar-benar
dipertimbangkan. Jika pada saat itu cuacanya
panas, maka jawaban dari pertanyaan itu
mungkin saja minuman dingin dan sebaliknya.
Kerjasama sangat penting jika komunikator
saling bertutur dengan menggunakan alusi, dan
khususnya pendengar, sesungguhnya refrensi
tak langsung itu sesungguhnya ide penutur dan
bukan objek yang bisa diprediksi; terkecuali jika
ada campurtangan konteks dan harapan
komunikasi yang sama. Untuk menghindari
kesalahpahaman, maka ideolinguistik
menawarkan investigasi halus semacam “what
do you think” dan sebagainya. Hel semacam ini
penting untuk menyamakan persepsi atau
pensejajaran referensi dan inferensi.

f. Tuturan Bertindak: prinsip Ideolinguistik


yang satu ini tidak jauh berbeda dengan prinsip
tindak tutur (speech act) dalam Pragmatik. Ada
pertanyaan krusial yang ditujukan pada

31
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Pragmatik, bahwa “siapakah” yang “bertindak”


di dalam tuturan? Penuturkah? Atau
tuturankah?istilah “tindak-tutur” sama-sama
tidak menjelaskan siapa “petindak”. Skeptis
semacam itulah yang mendorong munculnya
“tuturan bertindak”. Pertama, kita perlu
meredefinisikan apakah itu tindak tutur. Tindak
tutur adalah apa-apa yang bisa dilakukan oleh
manusia dalam bertutur. Dari definisi ini, maka
penuturlah yang sesungguhnya bertindak
dengan memaksimalkan tuturannya untuk
mencapai tujuan tertentu dan tujuan dari tindak
tutur dinyatakan sukses jika apa yang
diinginkan oleh penutur itu tercapai. Contohnya
perndeta yang menikahkan dua sejoli, orang tua
yang membentak anaknya agar tidak
melakukan kesalahan, provokasi, imperasi dan
sebagainya. Jika kita berbicara masalah aksi
(action) maka suatu aksi dinyatakan berhasil
atau setidaknya “bekerja” jika dari aksi tersebut
itu muncul reaksi (reaction); terlepas dari
tercapai-tidaknya tujuan penutur. Jika bertahan
dengan definisi dan contoh ini, maka secara
eksplisit penutur yang merupakan aktor
tuturan, dengan demikian istilah speech act itu
sendiri menjadi tidak relevan. Ideolinguistik

32
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

berpendapat bahwa manusia tidak berinteraksi


dengan penutur secara langsung, akan tetapi
dengan tuturan itu sendiri. Itu sebabnya
mengapa setiap tujuan tuturan itu tercapai
berdasarkan interpretasi peneriman tuturan
terhadap tuturan tersebut. Ide-ide penutur yang
“terbungkus” dalam tuturan itu “dibongkar”
dan direkosntruksi dan menjadi ide-ide
penerima tuturan. Reaksi yang ditimbulkan oleh
sebuah tuturan persentasinya lebih besar
dibandingkan tujuan yang disiapkan oleh
penutur; sehingga lebih jelas bahwa
sesungguhnya “pelaksana” adalah tuturan itu.
Maka Ideolinguistik lebih sepakat
menggunakan istilah tuturan bertindak (acting
speech). Tujuan penutur dalam hal ini juga
tercapai jika fungsi-fungsi sosialnya bekerja
dengan baik dan hal ini sangat kontekstual.
Dalam kasus-kasus tertentu, otoritas penutur-
penerima tuturan dan situasi dimana tuturan itu
terjadi sangat mempengaruhi kesuksesan
tuturan bertindak. Untuk lebih jauh lagi,
silahkan mengembara dalam prinsip tindak
tutur Pragmatik, karena sub-prinsip antara
Ideolinguistik dan pragmatik mengenai hal ini
sama saja.

33
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

g. Aktualitas dan Kemungkinan: yang


dimaksud dengan aktualitas dan kemungkinan
disini adalah kandungan tersurat-tersirat dari
tuturan atau teks. Suatu kandungan tuturan
dapat disebut aktual jika dapat diverifikasi dan
jika belum dapat diverifikas maka kandungan
tersebut adalah mungkin. Setiap tuturan
mengandung sejumlah kenyataan yang berada
dalam ide penutur, dan penerima tuturan
berperan untuk “menebak” kandungan
tersebut. Ini dikaji sebagai pra-anggapan
(presupposition) dalam Pragmatik. Perbedaan
antara Pragmatik dan Ideolinguistik
berhubungan dengan hal ini ada pada beberapa
titik penting, misalnya siapakah pemilik
praanggapan itu? Menurut Pragmatik,
penuturlah yang berpra-anggapan. Padahal,
menurut Ideolinguistik, yang beranggapan
adalah yang berinterpretasi, yaitu penerima
tuturan. Ketika seorang penutur menciptakan
sebuah tuturan, maka terdapat beberapa kondisi
aktual yang “terbungkus”. Contohnya
seseorang berkata pada anda “I saw your
brother in the market yesterday” maka kondisi
aktual yang terkandung dalam tuturan tersebut

34
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

adalah (1) your brother was not at home


yesterday, (2) your brother went to the market,
(3) someone saw your brother. Tetapi ini sama
sekali bukan ide penutur, ide penutur adalah “I
saw your brother yesetrday in the market”.
Yang beranggapan adalah penutur, dan kondisi
mungkinnya adalah (1) your brother might buy
something, (2) your brother was together with
other people, dan sebagainya. Intensi penutur
jelas pada struktur tuturan atau entailment.
Inilah kondisi atau kandungan aktual dan yang
mungkin dalam tuturan yang dipra-anggapkan
oleh penutur.

h. Bunyi dan Makna: kajian bunyi ternyata


tidak luput dari perhatian ideolinguistik. Awal-
awalnya ditemukan dalam teks bahasa Inggris
Ideolinguistik mengenai bahasa primer manusia
yang adalah picture dan gesture; dalam teks
yang secara gramatikal masih banyak
kekeliruan. Dalam teks yang lain, bunyi
dinyatakan sebagai “tercipta bersama-sama”
dengan gesture. Apa yang disampaikan oleh
Ideolinguistik bahwa bunyi dan gesture saling
memperkuat antara satu dengan yang lain;
sehingga tidak wajar menyatakan yang mana

35
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

menanyakan yang mana mendahului mana.


Hubungannya dengan grafik huruf, menurut
Ideolinguistik huruf berasal dari picture yang
mengalami evolusi bentuk yang digunakan
untuk mengabadikan tuturan bermakna. Bunyi
merupakan nama-nama yang diberikan oleh
masyarakat pada objek-objek. Bunyi dalam tiap-
tiap outer language berbeda antara satu
masyarakat bahasa dengan yang lain. Bunyi-
bunyi kata juga mengalami evolusi, baik secara
asimilatif maupun secara akulturatif. Jika
dahulu manusia menggunakan bunyi dan
gesture untuk saling memperkuat dan
menjelaskan makna, sekarang manusia
menggunakan bunyi (speech) tanpa ada alasan
untuk memperkuat gesture; karena bunyi dan
gesture sudah menjadi bagian terpisah (bahasa
lisan dan bahasa isyarat) dalam berkomunikasi.
Meskipun, secara tidak sadar kita sebenarnya
menggunakan gesture untuk menjelaskan ide-
ide tertentu saat bunyi tidak dapat
merepresentasikan ide tersebut.

36
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

i. Struktur dan Makna: pertanyaan krusial


yang disodorkan oleh Ideolinguistik adalah
apakah makna yang menentukan struktur
tuturan ataukah sebaliknya, struktur tuturan
yang menentukan makna. Sebagian ahli
menjawab kedua-duanya, tetapi jawaban
sedemikian belumlah cukup. Jawabannya
adalah tergantung para peran komunikator.
Asas struktur dan pemaknaan sudah secara jelas
dikaji dalam semantik dan sintaks. Singkat kata,
secara sintaksis, penutur mengkomposisi
struktur tuturan dengan landasan ide yang igin
dipresentasikan dan ini disebut sebagai
konstruksi. Tubuh tuturan merupakan kembar
dari ide sebagaimana yang diyakini oleh
Ideolinguistik, terlepas dari ukuran tuturan
secara kuantitas dan kualitas, ide jelas-jelas
berada dalam tuturan tersebut. Saat tuturan itu
diinterpretasi, penutur kemudian memaknai ide
sesuai dengan struktur tuturan itu dengan asas-
asas semantic dengan landasan skemata
linguistiknya; dan ini disebut rekonstruksi.
Dalam sebuah tuturan, setiap kata memiliki
makna tersendiri yang disebut sebagai makna
dasar (elemental meaning) dan akhirnya
dikonstruksi sesuai ide dan menjadi makna

37
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

tunggal-utuh (single comprehensive meaning)


oleh penutur. Apa yang dilakukan oleh
penerima tuturan adalah menangkap makna
tunggal utuh itu tanpa mengabaikan makna
dasar, sesuai dengan database kebahasaan yang
dimiliki oleh penutur (tentu saja ini kontekstual
dan situasional). Apa yang bisa disimpulkan
disini adalah bahwa peran penutur adalah
mengkonstruksi makna dan tuturan, sedangkan
peran penerima tuturan adalah merekonstruksi
makna dan struktur tuturan dalam idenya
sendiri; selain itu, direkomendasikan agar kajian
sintaksis dan semantik tidak terpisah, baiknya
dikaji bersama-sama.

Aplikasi Dasar Ideolinguistik

Kosmologi Bahasa
Kajian kosmologi bahasa pada dasarnya mengenai
bahasa dan kenyataan, bagaimana bahasa dan
kenyataan dapat eksis bersama-sama dan bahkan
saling “mengeksiskan” antara satu dengan yang
lain tanpa pembedaan yang mana yang lebih
dahulu eksis antara bahasa dan kenyataan. Filsafat
Positivisme sejak dahulu berasumsi bahwa

38
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

sesungguhnya bahasa merupakan refleksi dari


kenyataan atau “gambaran realitas”.
Namun demikian, Paul Feyerabend menolak ini
dengan tesisnya bahwa pemahaman akan realitas
telah terdistorsi oleh teori-teori dam bahkan realitas
itu direfleksi oleh teori; misalnya realitas jatuhnya
daun dapat dipahami karena adanya teori grafitasi.
Dengan kata lain, teori telah menjadi mediasi dalam
memahami realitas. Lalu dimanakah peran bahasa?
Tentu saja teori merupakan hasil dari perenungan
mendalam dengan sintesa berbagai macam asumsi
dan bukti-bukti, yang tidak lain terjadi baik dalam
laboratorium dan juga ide. Oleh sebab itu, teori pun
tak akan ada tanpa adanya media inner language
dalam proses teorisasi kenyataan itu.
Kenyataan adalah hal-hal yang dapat dialami dan
Ideolinguistik percaya bahwa pengalaman itu
terjadi dalam dunia yang dapat dibahasakan
setidaknya oleh inner language; lebih eksplisit lagi
bahwa sesungguhnya pemahaman kenyataan itulah
yang terjadi di dalam bahasa.
Pemikiran bahwa bahasa memiliki dunianya atau
disebut Kosmologi Bahasa pada dasarnya disebut
pertama kali oleh Benyamin. L. Worff dan Paul
Feyerabend, namun Ideolinguistiklah yang pertama
kali menggunakan istilah “Kosmologi Bahasa”

39
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

(Language Cosmology) dan memetakan beberapa


prinsip dari dunia bahasa itu.
Dalam teks Ideolinguistik bahasa Inggris
dinyatakan bahwa “Language cosmology is the
nature of language movement in fitting with human
idea to give meaning to reality.” Bahwa kosmologi
bahasa adalah kealamiahannya pergerakan bahasa
dalam memadu-diri dengan ide manusia dalam
rangka memaknai kenyataan.
Dalam proses memaknai kenyataan, bahasa
bergerak untuk memadu-diri dengan ide manusia,
mensuplai makna-makna tiap elemen kenyataan,
mengakomodasikan makna-makna baru,
berasimilasi dengan makna yang sudah ada dalam
skemata linguistik manusia hingga akhirnya
membuahkan suatu makna utuh akan suatu
kenyataan tertentu.
Ideolinguistik menekankan pada aspek natural-nya,
aspek pergerakan bahasanya, bukan manusia yang
menggerakkan bahasa, namun pergerakan bahasa
dan ide yang sangat alami dan yang dimaksudkan
dengan bahasa disini adalah inner language yang
akan dijelaskan berikut.
Inner language adalah bahasa yang bergerak selaras
dengan pergerakan ide manusia. Manusia memiliki
bahasa untuk berfikir, namun bahasa bukanlah

40
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

semata-mata instrumen atau alat untuk berfikir,


karena bahasa itu sendiri adalah bersatu dengan ide
manusia. Pemahaman dan pengertian datang dan
eksis dalam pikiran dengan bahasa dan sebagai
bahasa, ekstrimnya adalah inner language itu
adalah ide + bahasa – tuturan verbal. Contoh aplikasi
inner language seperti yang dicontohkan dalam
teks ideolinguistik bahasa Inggris yaitu proses
kontemplasinya nabi Ibrahim dalam mencari
Tuhan. Awal mulanya nabi Ibrahim mengira bahwa
bulan dan matahari adalah Tuhan, namun karena
keduanya terbenam di waktu tertentu maka dia
menyatakan bahwa mereka bukan Tuhannya.
Bahasa apa yang digunakan oleh nabi Ibrahim pada
saat itu bukanlah hal yang dibahas disini, yang
penting adalah bahwa bagaimanakah sehingga nabi
Ibrahim bisa sampai pada kesimpulan tersebut. Hal
ini karena proses asimilasi dan akomodasi
pengetahuan dan pengalaman yang dialami oleh
nabi Ibrahim dan memaksanya untuk
mengumpulkan kembali informasi-informasi,
kenyataan-kenyataan, pengalaman-pengalaman
dan mengaitkan informasi satu dengan yang lain,
kenyataan satu dengan yang lain dan pengalaman
satu dengan yang lain. Hal tersebut dilakukan
dengan cara mendialogkan topik itu dengan diri

41
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

sendiri; terjadi percakapan kontemplatif. Dalam


percakapan kontemplatif itulah manusia berbahasa
dengan menggunakan Inner language.
Proses percakapan yang sangat ketat yang terjadi
dalam pikiran nabi Ibrahim haruslah sangat runut
dan teratur dimana bahasa tidak berhenti bekerja.
Nabi Ibrahim harus memaksimalkan keterampilan
ber-inner language-nya untuk mengkorelasikan
semuanya hingga menantar dia ke suatu
kesimpulan yang final. Jelas terlihat pergerakan
bahasa untuk membaur pada pengalaman dan
kenyataan juga; tanpa inner language, manusia
tidak mungkin bisa mengkorelasikan satu ide
dengan ide yang lain, karena manusia butuh kata
(sebagai nama objek) sebagai jembatan guna
menghubungkan satu objek (atau ide) dengan yang
lainnya.

Bahasa pada Tataran Mikro dan Makro


Jika sebelumnya kita telah membahas inner
language, kiranya perlu untuk dilengkapi bahwa
sesungguhnya inner language merupakan inti dari
aplikasi bahasa (ideolinguistik) pada tataran
Mikrokosmos. Kajian Kosmologi Bahasa terbagi
menjadi dua bagian, yaitu Mikrokosmos Bahasa

42
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

yang intinya adalah inner language; dan ini


merupakan fokus khusus Ideolonguistik. Dan juga
Makrokosmos yang intinya adalah outer language
yang dengan hormat tidak mau diusik lebih jauh
oleh Ideolinguistik. Kurang lebih telah dijelaskan
mengenai inner language dan dengan demikian
pula sudah cukup jelas apa yang dimaksud dengan
tataran mikrokosmos bahasa. Namun penting
untuk tetap mengelaborasi hal tersebut sedikit lebih
dalam, demikian juga dengan tataran makrokosmos
bahasa.

Mikrokosmos Bahasa
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa
sesungguhnya bahasa merealisasikan realitas.
Realitas terjadi dalam bahasa, dan sebagainya.
Bahasa, sebagai sangkar realitas, merupakan suatu
alam, dunia atau bisa disebut dimensi. Manusia itu
berfikir dan menggunakan bahasa dalam
berfikirnya itu. Sebagaimana alam semesta
bergerak, demikian pula pikiran manusia pun
mengalami pergerakan, dan dalam pergerakan itu,
secara mesra bahasa-pun ikut bergerak saling
mengikuti demi member makna pada kenyataan-
kenyataan yang juga bergerak diluar diri manusia.

43
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Pergerakan dalam pikiran manusia dalam


mengkonstruksi realitas imajiner; dengan
menghubungkan satu makna dengan makna yang
lainnya seperti yang dialami oleh nabi Ibrahim
contohnya, adalah dengan “bahasa dalam”.
Memberikan peluang kepada bahasa untuk bekerja
tanpa henti, dan pada proses tak berakhir itu,
bahasa menjadikan ide dan imajinasi sebagai
alamnya, dunianya dan dimensinya yang dipenuhi
oleh objek, interpretasi objek dan makna-makna
kenyataan. Inilah yang disebut dengan
mikrokosmos bahasa. Mikrokosmos merupakan
hasil rekonstruksi dari makrokosmos dan juga
diasosiasikan dengan mental, psikis dan idea tau
pikiran sementara makrokosmos diasosiasikan
dengan verbalisasi. Bahasalah yang memegang
peranan penting dalam mengkonstruksi dunia
imajinasi, tentu saja dengan atribut-atribut
kemanusiaan yang lain yang juga harus bekerja
dengan baik. Sebagai contoh, Mr. Franklin
membaca sebuah buku dan setelah itu dia berpikir
“Bagaimana bisa orang itu terbang tanpa sayap?”.
Referensi inner language Mr. Franklin adalah
imajinasinya dan tidak memiliki objek riil. Dunia
bahasa yang dialami oleh Mr. Franklin ini adalah
dunia mikrokosmos bahasa.

44
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

Makrokosmos Bahasa
Setelah membicarakan Mikrokosmos Bahasa, yang
merupakan fokus dari Ideolinguistik, maka kini kita
akan membicarakan Makrokosmos Bahasa.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa
Makrokosmos Bahasa diasosiasikan dengan
verbalisasi atau sering disebut dalam teks
Ideolinguistik sebagai outer language.
Ideolinguistik tidak menaruh perhatian terlalu berat
terhadap outer language (struktur tuturan, kata
yang digunakan, intonasi dan sebagainya)
meskipun pada dasarnya referensi dari outer
language sebenarnya adalah inner language;
terlepas dari konteks, situasi, diksi dan figura yang
digunakan oleh penutur. Dunia tuturan dan dunia
teks adalah dunia yang dipenuhi dengan bunyi dan
grafik. Tiap-tiap bunyi dan grafik atau kombinasi
beberapa grafik memiliki objek kongkrit dan
abstrak, benda dan sifat, perbuatan dan sebagainya.
Dunia “bahasa luar” adalah dunia berhuruf dan
bersuara. Setiap kata dan tuturan berfungsi untuk

45
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

mengkorelasikan satu makna dengan makna yang


lain, guna membentuk suatu makna tunggal yang
merupakan intense penutur atau pengguna bahasa.
Dunia yang penuh dengan huruf dan suara, dengan
fungsi imperatif, direktif, provokatif, persuasive,
prefentif, impresif dan sebagainya; berdasarkan tipe
ada lisan ada tulisan, merupakan dunia makro
tempat bersemayamnya bahasa. Jika referensi
tuturan pada tataran mikro adalah imajinasi, maka
referensi tuturan pada tataran makro adalah objek-
objek riil yang dapat diamati secara langsung.

Sebagai suatu varian atau filsafat bahasa,


Ideolinguistik tidak tertutup dari kemungkinan
terjadinya perubahan-perubahan dan
perkembangan-perkembangan. Pemetaan yang
abstrak dan filosofis yang ditawarkan oleh
ideolinguistik semestinya sangat menarik karena di
samping membahas dunia bahasa yang terbilang
“baru”, juga tidak adanya interfensi langsung
kepada varian linguistik lainnya. Adapun
perbedaan paradigma dan prinsip dasar antara
ideolinguistik dengan Pragmatik tidaklah bijak

46
Prinsip dan Aplikasi Dasar Ideolinguistik
E.Elis Aisah

dipandang sebagai “penabrakan”. Mungkin lebih


bijak jika kita asumsikan sebagai suatu konsep baru
dalam memahami bahasa dan dunianya.

Sejauh yang dapat disampaikan, Ideolinguistik


masih belum menawarkan strategi-strategi
komunikasi tertentu; ini merupakan suatu bukti
tentatif jika Ideolinguistik belum berkembang
menuju tataran praktis, namun masih pada tataran
konsep. Sangat bersar kemungkinan bahwa andalah
yang akan mengembangkan filsafat ini menuju
pada level dimana terdapat konsep strategi
komunikasi yang dapat diuji.

47

Anda mungkin juga menyukai