7.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Ada beberapa pendapat yang menjelaskan factor-factor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, antara lain : Menurut WHO, penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak, ada 4 macam, yaitu : 1. Pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan. 2. Perilaku kesehatan dari orang lain yang menjadi panutan cenderung akan dicontoh. 3. Sumber daya yang mencakup fasilitas kesehatan, uang, waktu, tenaga, jarak ke fasilitas kesehatan akan berpengaruh positif maupun negative terhadap perilaku kesehatan seseorang. 4. Kebudayaan yang terbentuk dalam jangka waktu lama, sebagai akibat kehidupan masyarakat bersama, akan berubah baik secara cepat atau lambat sesuai dinamika masyarakat. Kelompok masyarakat yang terbiasa bersih akan menunjang perilaku kesehatan individu dan masyarakat itu sendiri.
Menurut Lawrence Green (1980), perilaku kesehatan dapat terbentuk atau dipengaruhi oleh 3 faktor utama, antara lain: 1. Faktor Predisposisi (Predisposing) Faktor predisposisi dapat meliputi adanya pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, usia, pendidikan, pekerjaan, serta status ekonomi keluarga. Rendahnya pengetahuan dan pendidikan mengenai kesehatan, akan mempengaruhi perilaku kesehatan individu terhadap suatu penyakit dan akan mempengaruhi pula dalam unsur kepercayaan individu terhadap kerentanan dan potensi penyakit. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi tindakan pencegahan dan upaya pengobatan penyakit. 2. Faktor Pendukung atau Pemungkin (Enabling) Faktor pendukung meliputi adanya lingkungan fisik yang berupa ada atau tidaknya sarana prasarana kesehatan maupun program kesehatan. Meskipun apabila faktor predisposisi dari individu telah mengarah pada kebaikan, jika tidak didukung dengan adanya sarana prasarana dan program kesehatan, maka juga akan mengembalikan atau dapat mengubah perilaku individu tersebut. 3. Faktor Pendorong atau Penguat (Reinforcing) Faktor Pendorong atau penguat meliputi adanya tindakan petugas kesehatan serta orang lain yang menjadi panutan (tokoh masyarakat, tetangga, keluarga). Tindakan dari petugas kesehatan maupun orang lain yang menjadi panutan besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku kesehatan. Dengan mencontoh perilaku dari orang lain, perubahan perilaku dapat terbentuk.
Menurut Kegeles (1961), ada empat faktor utama agar seseorang merubah perilakunya dan mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu: 1. Merasa dirinya mudah terserang penyakit gigi 2. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah 3. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal 4. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan
Menurut Teori Kar (1983), menyatakan perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari : 1. Behaviour Intention, yaitu niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya. 2. Social Support, yaitu dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya. 3. Accessebility Of Information, yaitu ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan. 4. Personal Autonomy, yaitu otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan. 5. Action Situation, yaitu situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak. Berdasarkan domain (ranah) perilaku, aspek afektif, kognitif dan psikomotor terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu : 1. Kognitif (pengetahuan), terdapat faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal yang meliputi intelegensia, minat, dan konsisi fisik, faktor eksternal yang meliputi keluarga, sarana, dan masyarakat, faktor pendekatan belajar yang meliputi strategi dan metode. 2. Afektif (sikap), terdapat faktor yang mempengaruhinya antara lain kepercayaan, ide, konsep, kehidupan emosional, kecenderungan untuk bertindak. 3. Psikomotor (tindakan) , yaitu didasarkan atas faktor afektif dan kognitif.
Selain itu, ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan, antara lain : a. Faktor demografik Perilaku kesehatan berbeda berdasarkan pada faktor demografik. Individu yang masih muda, lebih makmur, memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dan berada dalam kondisi stress yang rendah dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki perilaku sehat yang lebih baik dari pada orang yang memiliki resources yang lebih sedikit. b. Usia Perilaku kesehatan bervariasi berdasarkan usia. Secara tipikal perilaku kesehatan pada anak-anak dapat dikatakan baik, memburuk pada remaja dan orang dewasa, namun meningkat kembali pada orang yang lebih tua. c. Nilai Nilai-nilai sangat mempengaruhi kebiasaan perilaku sehat individu. Misalnya latihan bagi wanita sangat diinginkan bagi budaya tertentu tetapi tidak bagi budaya lain. d. Personal Control Persepsi bahwa kesehatan individu dibawah personal control juga menentukan perilaku sehat seseorang. Misalnya penelitian yang dilakukan pada Health locus of control scale yang mengukur derajat sejauh mana persepsi individu dapat mengontrol kesehatan mereka. e. Pengaruh Sosial Pengaruh sosial juga dapat mempengaruhi perilaku sehat individu. Keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku sehat. f. Personal Goal Kebiasan perilaku sehat juga memiliki hubungan dengan tujuan personal. Jika tujuan menjadi atlet berprestasi merupakan tujuan yang penting, individu akan cenderung olah raga secara teratur dibandingkan jika hal itu bukan tujuan personal. g. Perceived Symptoms Kebiasaan sehat dikontrol oleh perceived symptoms. Misalnya perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka berdasarkan sensasi pada paruparu mereka. h. Akses ke Health Care Delivery system Akses ke Health care juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Menggunakan program screen tuberkolosis, pap smear yang teratur, mamogram, imunisasi, merupakan contoh perilaku kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan health care system. i. Faktor kognisi Perilaku kesehatan memiliki hubungan dengan faktor kognisi, seperti keyakinan bahwa perilaku tertentu dapat mempengaruhi kesehatan.
7.2 Upaya Untuk Merubah dan Meningkatkan Perilaku Kesehatan Perubahan perilaku sehat masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Tekanan (Enforcement) Upaya ini dilakukan dengan memberikan tekanan, paksaan, maupun koreksi. Contoh dari upaya ini adalah undang-undang maupun peraturan-peraturan (law enforcement), intruksi-intruksi atau tekanan (fisik, non fisik), sanksi-sanksi, dsb. Namun, upaya perubahan perilaku dengan teknik ini memiliki banyak kekurangan. Peraturan ini tidak bertahan lama di masyarakat, karena tidak didasari karena kesadaran, melainkan dengan paksaan. 2. Pendidikan (Education) Upaya perubahan perilaku kesehatan pada masyarakat dengan cara ini dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi dan pendidikan, agar masyarakat mengerti akan kesehatan, sehingga diharapkan mau dan mampu melaksanakan pola hidup sehat dengan didasari dari hati nurani dan pemikiran, serta koreksi, sehingga mampu bertahan lama dan terus menerus meningkat. Pemberian pendidikan terhadap masyarakat untuk merubah perilaku hidup sehat dilakukan dengan dasar tiga faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Green (1980), yaitu : a. Faktor Predisposisi Faktor ini mencakup pengetahuan,sikap, kepercayaan, tradisi, serta nilai yang ada dalam masyarakat tersebut. b. Faktor Pemungkin Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat, seperti air bersih, posyandu, MCK, puskesmas, rumah sakit, maupun klinik. Fasilitas ini mendukung untuk terwujudnya perilaku sehat. c. Faktor Penguat Faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh yang disegani, seperti tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh agama, dan perilaku para petugas kesehatan. Dengan adanya faktor penguat ini masyarakat semakin termotivasi dan yakin benar dengan melakukan metode-metode yang telah diberikan. Berikut ini merupakan bagan hubungan status kesehatan, perilaku, dan promosi kesehatan, yang merupakan bentuk dari pemberian pendidikan kepada masyarakat.
Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi Kesehatan
Keturunan (Herediter) Komunikasi (penyuluhan) Perilaku Training Predisposing Factors (Pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dsb) Promosi Kesehatan Enabling Factors (Ketersediaan sumber- sumber/fasilitas) Lingkungan Pelayanan Kesehatan Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas, peraturan, UU, dll) Pemberdayaan Masyarakat (Pemberdayaan Sosial) Status Kesehatan Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh herediter (keturunan), lingkungan, pelayanan kesehatan, dan dari perilaku. Promosi kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi status kesehatan seseorang, yaitu melalui perubahan terhadap perilaku. Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu komunikasi atau penyuluhan, yang dapat mempengaruhi predisposing factors, pemberdayaan yang dapat mempengaruhi enabling factor, serta training yang dapat mempengaruhi reinforcing factors, yang dari keseluruhan faktor tadi akan memberikan pengaruh terhadap perilaku hidup sehat, sehingga dapat merubah pula status kesehatan seseorang. Promosi Kesehatan Merupakan salah satu upaya untuk mengubah perilaku dan meningkatkan perilaku kesehatan. Strategi dasar utama promosi kesehatan adalah pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana, dan advokasi serta dijiwai semangat kemitraan. Pemberdayaan Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk mencegah atau mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapinya. Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan umumnya berbentuk suatu pelayanan informasi atau konseling (Departemen Kesehatan, 1999). Dimana memiliki arti bahwa tenaga kesehatan puskesmas ataupun rumah sakit tidak hanya memberikan suatu pelayanan medis ataupun penunjang medis, tetapi memberikan suatu informasi tentang penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan pelayanannya tersebut. Dengan pemberdayaan diharapkan pasien/klien dapat beubah dimana dulunya tidak tahu, sekarang menjadi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku-perilaku yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya. Misalnya buang air besar di jamban sebagai pengganti buang air besar disembarang tempat. Terdapat beberapa prinsip pemberian informasi atau konseling yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan oleh tenaga kesehatan puskesmas ataupun rumah sakit selama pelaksanaan tugasnya adalah (Willis, 2004 ; Lesmana, 2005) : a. Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup. Saat memulai konseling, petugas kesehatan tidak langsung mengungkap masalah, kelemahan, atau kekeliruan pasien. Dimana perbincangan diawali dengan situasi yang menggembirakan agar pasien/klien tertarik untuk terlibat perbincangan. b. Menghargai pasien/klien sepenuh hati. Cara menghargai dengan memberikan ucapan-ucapan dan bahasa tubuh yang menghargai tidak mencemooh ataupun meremehkan. c. Melihat pasien/klien sebagai subjek dan sesama hamba Tuhan. Petugas kesehatan tidak boleh berperilaku semena-mena terhadap pasien/klien. d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan. Petugas kesehatan selalu berusaha mengemukakan kata-kata atau butir-butir dialog yang menyentuh perasaan klien/pasien, sehingga memunculkan rasa syukur pada Tuhan telah dipertemukan dengan seorang penolong. e. Memberikan keteladanan. Disaat keteladanan sikap dan perilaku petugas kesehatan telah menyentuh perasaan pasien/klien, sehingga pasien/klien ingin mencontoh perilaku baik dari penolongnya tersebut (petugas kesehatan). Dimana keteladan merupakan suatu sugesti yang positif untuk merubah perilaku pasien ke arah yang positif. Bina Suasana Pemberdayaan akan berhasil dengan cepat jika didukung dengan suasana atau lingkungan yang kondusif. Dimana lingkungan yang harus berpengaruh terhadap pasien/klien. Dimana kegiatan untuk menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut dengan bina suasana. Misalnya pada klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh adalah para petugas kesehatan yang melayaninya. Petugas kesehatan tersebut akan menjadi teladan dalam sikap dan bertingkah laku. Misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan. Bagi klien yang sehat yang berkunjung di KIA & KB di puskesmas atau pelayanan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit, petugas-petugas kesehatan yang melayani mereka, memiliki suatu pengaruh yang sangat besar sebagai panutan. Sehingga pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas-petugas kesehatan tersebut harus konsisten dengan pelayanan yang diberikan seperti ramah, tidak merokok, memelihara higiene atau kebersihan, dan kesehatan perorangan.
Advokasi Advokasi ini perlu dilakukan jika upaya dalam memberdayakan pasien/klien, puskesmas atau rumah sakit tersebut membutuhkan bantuan dari pihak lain. Misalnya dalam mengupayakan lingkungan puskesmas ataupun rumah sakit yang bebas akan asap rokok, puskesmas ataupun rumah sakit tersebut melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pemimpin daerah untuk diterbitkannya peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dimana KTR ini, diterapkan di puskesmas dan rumah sakit tersebut. Dalam membantu pasien miskin , puskesmas atau rumah sakit melakukan advokasi ke berbagai pihak untuk mendapatkan donasi bagi biaya transport rawat jalan, pembuatan jamban keluarga, dan lain-lain.
Kemitraan Prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan dalam pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Kemitraan ini dikembangkan antara petugas kesehatan dengan pasien/klien dalam melaksanakan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Ada tiga prinsip dasar kemitraan yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan, yaitu : 1. Kesetaraan. Kesetaraan dalam hal ini, menghendaki agar tidak adanya suatu hubungan yang bersifat hierarkis (atas-bawah). Sehingga terjadi hubungan yang baik, dimana masing-masing memiliki kedudukan yang sederajat. 2. Keterbukaan. Keterbukaan dalam hal ini, merupakan suatu tindakan yang jujur dari masing-masing pihak. Setiap usul, saran, komentar harus jujur, sesuai fakta, dan tidak menutupi sesuatu hal apapun. 3. Saling menguntungkan. Suatu solusi yang diajukan hendaknya memiliki keuntungan pada semua pihak. Perubahan yang diharapkan setelah adanya promosi kesehatan yaitu : 1. Perubahan perilaku 2. Pembinaan perilaku 3. Pengembangan perilaku Sedangkan ruang promosi kesehatan : a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (RT) b. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah c. Promosi kesehatan di tempat bekerja d. Promosi kesehatan di tempat umum 7.3 Proses Perubahan Perilaku Masyarakat Perubahan perilaku yang terjadi pada seseorang dapat secara alamiah maupun secara sengaja. Perubahan yang terjadi secara alamiah disini maksudnya adalah proses perubahan karena adanya pengaruh dari lingkungan, sedangkan perubahan perilaku secara sengaja diperoleh dari pendidikan. Ada 3 teori yang membahas tentang proses perubahan perilaku yaitu teori penelitian pengembangan dan penyebaran,teori perubahan sikap, dan proses adopsi perilaku. 1. Penelitian pengembangan dan penyebaran Pengetahuan yang baru Diteruskan kepada orang lain
Akan diterima apabila sesuai / berpengaruh terhadap orang tersebut Menurut teori ini,setiap manusia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dirinya yang diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar disini seperti pengalaman yang akan membuat orang tersebut mencoba, melakukan kesalahan dari percobaan tersebut dan akhirnya mencoba lagi sampai pada suati titik dimana seseorang tersebut menghasilkan sesuatu pengetahuan. Pengetahuan inilah yang nantinya akan diteruskan kepada orang lain dan akan mendapatkan respon positif dari orang lain tersebut apabila itu sesuai atau memberikan pengaruh positif. 2. Teori perubahan sikap Teori ini menyatakan bahwa sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh orang lain, sebab: a) Penyesuaian Dimana seseorang mengubah sikapnya yang sesuai atau seperti orang yang mempengaruhinya, jika menguntungkan dirinya, akan tetapi bisa menolak jika tidak menyenangkan atau menguntungkan dirinya. b) Identifikasi Dimana seseorang menganut sikap orang yang disegani atau disukai olehnya. c) Internalisasi Dimana seseorang bisa menerima suatu sikap yang baru tersebut, sebab sikap yang baru tersebut sejalan atau selaras dengan sikap serta nilai yang sebelumnya telah dimiliki.
3. Proses adopsi perilaku Menurut Roger, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru melalui tahapan sebagai berikut: a. Sadar (Awareness) Seseorang sadar akan adanya informasi baru. Misalnya menggosok gigi dapat menghilangkan plak gigi dan dapat mencegah karies gigi b. Tertarik (Interest) Pada tahapan ini, seseorang mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai manfaat menggosok gigi sehingga orang tersebut mencari informasi lebih lanjut pada orang lain yang dianggap tahu, membaca atau mendengarkan dari sumber yang dianggap tahu c. Evaluasi (Evaluation) Pada tahapan ini, orang tersebut mulai menilai, apakah akan memulai menggosok gigi atau tidak, dengan mempertimbangkan berbagai sudut, misalnya kemampuan membeli sikat gigi, atau melihat orang lain yang rajin menggosok gigi d. Mencoba (Trial) Orang tersebut mulai mencoba menggosok gigi. Dengan mempertimbangkan untung ruginya, orang tersebut akan terus mencoba atau menghentikannya. Misalnya, apabila orang tersebut setelah menggosok gigi merasa mulutnya nyaman, giginya bersih sehingga menambah rasa percaya diri, ia akan melanjutkan menggosok gigi secara teratur. Namun, jika menggosok gigi membuat gigi ngilu, kegiatan menggosok gigi tidak akan dilanjutkan atau berhenti sementara e. Adopsi (Adoption) Pada tahap ini, orang yakin dan telah menerima bahwa informasi baru berupa menggosok gigi memberi keuntungan bagi dirinya sehingga menggosok gigi menjadi kebutuhan Menurut Notoatmodjo membagi 6 tingkat pengetahuan dalam kaitannya dengan proses perubahan perilaku kesehatan antara lain: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang, tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Praktik atau aplikasi dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya (Notoatmodjo, 2007), yaitu : a. Praktik terpimpin (Guided response) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (Mechanism) Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara otomatis. c. Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 4. Analisis (Analysys) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan sebagainya. 5. Sintesa (Syntesis) Adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusuan formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyaklan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responder kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan diatasnya.
7.4 Kebiasaan yang Mempengaruhi Pola Pikir dan Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan seseorang dapat dipengaruhi dari adanya kebiasaan, baik kebiasaan individu maupun kebiasaan lingkungan disekitar individu tersebut. Banyak kebiasaan yang terdapat di masyarakat yang mampu mempengaruhi perilaku kesehatan. Berikut macam-macam kebiasaan yang mempengaruhi perilaku kesehatan: a. Adanya tradisi kanibalisme di New Guinea yang menyebabkan terjadinya wabah penyakit Kuru. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang menyerang susunan saraf otak. Hasil dari tradisi kanibalisme tersebut biasanya dibagikan kepada kaum wnita dan anak-anak saja sehingga penyakit tersebut epidemik pada wanita dan anak-anak. b. Pada salah satu agama terdapat kepercayaan dimana sakit dan sehat merupakan takdir sehingga orang yang percaya akan hal tersebutakan kurang berusaha untuk mencari pertolongan maupun untuk mengobati sakitnya. c. Kebiasaan makan beras putih dibandingkan makan beras merah meskipun sebenarnya beras merah memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi. Hal tersebut karena beras putih dinilai lebih bersih dan lebih enak. d. Adanya petugas kesehatan yang memiliki kebiasaan merokok meskipun petugas tersebut mengetahui kerugian atau bahaya dari merokok makan petugas tersebut akan tetap merokok karena menurut perokok, rokok dapat memberikan kenikmatan. e. Adanya orang tua yang gemar atau meiliki kebiasaan merokok, maka anak akan cenderung untuk meniru perbuatan orang tuanya. f. Dalam sisi kebudayaan, dimana pada masyarakat pedesaan prilaku kesehatan mereka tercermin dari kurangnya pengetahuan akan prilaku kesehatan yang semestinya. Contoh dalam hal ini jika mereka sakit, masyarakat akan lebih memilih pergi ke dukun daripada pergi ke puskesmas, kadang pula mereka juga memiliki pengetahuan sendiri dalam upaya pencegahan/pengobatan seperti : mereka memakai kelambu untuk mencegah malaria, minum air garam jika sakit gigi oleh karena itu pemberian informasi/penyuluhan sering sekali dilaksanakan pada daerah pedesaan karena tingkat pengetahuan akan prilaku kesehatan yang semestinya memang kurang.
Taher. M. D.Taylor.. (2003). Medical ethics. Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka utama. Budiharto. 2009. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC Notoatmodjo,Soekidjo.2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,Jakarta:Rineka Cipta Hartono,Bambang. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas & Rumah Sakit. Jakarta: Rineka Cipta