Anda di halaman 1dari 8

Pembelajaran Kooperatif Make A Match

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas,
interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang
terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa
bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung
belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh
siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas
permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan pendekatan
pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada
pencapaian nilai akhir siswa. Dalam satu tahun belakangan ini siswa yang memperoleh nilai 60
ke atas tidak lebih dari 25%.
Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang
dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup
penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur
keterampilan siswa.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan
sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam
pembelajaran dengan metode make a match.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini
menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim
(2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa
mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup
lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie,
2003:30).
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan
yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode
pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu
siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang
kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan
nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Hasil Penerapan Make a Match pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran kooperatif make a match mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tes
awal rata-rata hasil belajar siswa mencapai 55, siklus I rata-rata 63,08, siklus II rata-rata 75,08,
dan tes akhir rata-rata 80,73. Kenaikan hasil belajar ini digambarkan pada grafik berikut ini.

Grafik 1: Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan terjadi
dari sebelum dilakukan tindakan sampai akhir tindakan pada setiap siklus kenaikan pencapaian
hasil belajar siswa cukup tajam, yakni sebelum dilakukan tindakan hasil belajar siswa rata-rata
hanya 55,00 setelah akhir tindakan pada siklus I rata-rata 63,08, siklus II rata-rata 75,08, dan tes
akhir rata-rata 80,73. Kenaikan tersebut merupakan suatu realita bahwa pembelajaran kooperatif
metode make a match dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa.
Ditinjau dari pencapaian persentase ketuntasan belajar pada tes awal adalah 20%, siklus I
adalah 67,50%, siklus II adalah 87,50%, dan tes akhir adalah 87,50%. Kenaikan persentase
pencapaian ketuntasan belajar siswa ini digambarkan pada grafik berikut ini.

Grafik 2: Peningkatan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa
Grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan terjadi
dari sebelum dilakukan tindakan sampai akhir tindakan pada setiap siklus kenaikan pencapaian
hasil belajar siswa cukup tajam, yakni sebelum dilakukan tindakan hasil belajar siswa hanya 20%
setelah akhir tindakan pada siklus II menjadi 87,50%. Kenaikan tersebut merupakan suatu realita
bahwa pembelajaran kooperatif make a match dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa
Indonesia siswa
Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif make a match pada
siklus I belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh guru belum
memberikan penekanan secara khusus terhadap proses pembelajaran. Misalnya: tugas-tugas yang
harus dikerjakan oleh siswa belum disertai dengan penjelasan yang lebih rinci. Selain itu, para
siswa masih banyak belum memahami cara mengisi kartu soal dan jawaban ke dalam LKS.
Namun demikian, pada siklus II guru melakukan perbaikan dan perubahan. Perbaikan proses
pembelajaran yang dilakukan pada siklus II ini seperti lebih menekankan secara khusus
mengenai teknik mengisi LKS, dan dilanjutkan dengan melakukan pengamatan terhadap pokok-
pokok pikiran dalam wacana. Pada bagian ini penulis menjelaskan kembali materi pelajaran
dengan pengalaman siswa sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan ini telah membuat suasana
belajar menyenangkan dan lebih menarik. Sebagian siswa tampak aktif mengikuti berbagai
kegiatan yang harus dikerjakan oleh siswa. Meskipun di antara siswa masih ada yang belum
menjawab pertanyaan secara benar, bagi siswa tersebut guru menganjurkan untuk mendiskusikan
jawabannya ke dalam kelompoknya. Setelah para siswa berdiskusi akhirnya siswa tersebut dapat
menjawab pertanyaan dengan baik, siswa mampu bersaing antar kelompok.
Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif metode make a
match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:
1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara
klasikal 87,50%.
Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a
match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main
dalam proses pembelajaran.
3. guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai
Berdasarkan kegiatan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan
kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu padangan ini siswa dapat
mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan
menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.
Pada saat guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep/topik tentang mencari
pikiran utama dan pikiran penjelas dalam wacana untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal
dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). Setelah guru memerintahkan siswa untuk mengambil
kartu tampak sebagian besar siswa bersemangat dan termotivasi untuk menarik satu kartu soal.
Setelah siswa mendapatkan kartu soal, masing-masing tampak memikirkan jawaban atau soal
dari kartu yang dipegang. Kelompok dengan pasangannya ingin saling mendahului untuk
mencari pasangan dan mencocokkan dengan kartu (kartu soal atau kartu jawaban) yang
dimilikinya. Di sinilah terjadi interaksi antar kelompok dan interaksi antar siswa di dalam
kelompok untuk membahas kembali soal dan jawaban. Guru membimbing siswa dalam
mendiskusikan hasil pencarian pasangan kartu yang sudah dicocokkan oleh siswa.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a
match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan
kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian
besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali
pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari
pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, Pembelajaran
kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama
kelompok.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga
pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hamalik (1994:116), Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan
peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan
motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang
dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif. Selanjutnya,
penerapan metode make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara
siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran
mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan
imajinasi; memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang
menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik
mata pelajaran.
Hasil temuan lapangan telah memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan oleh Widyaningsih, dkk (2008) yang melakukan penelitian dengan judul Kel. 3
Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi
Siswa pada Mata Pelajaran Matematika. Penelitian Widyaningsih mengambil tiga tipe
pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, dan Make a Match. Penerapan Cooperative
Learning menurut hasil penelitian Widyaningsih dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
cooperative learning dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan berbagai model serta
efektif jika digunakan dalam suatu periode waktu tertentu. Susana positif yang timbul dari
cooperative learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan guru
matematika. Dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan siswa merasa lebih termotivasi untuk
belajar dan berpikir. Namun tidak menutup kemungkinan kericuhan didalam kelas akan terjadi.
Kepustakaan:
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Cet. ke-3. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ibrahim, H. Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
Widyaningsih, Wahyu. 2008. Kel. 3 Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran
Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Siswa pada Mata Pelajaran Matematika.
Makalah dipbulikasikan melalui http://tpcommunity05.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 26 April 2008).
________________
Catatan:
Kepada Para Pengunjung Yth.
Karena banyaknya permintaan tentang buku sumber pembelajaran kooperatif Make a
Match karangan Lorna Curran (1994), dengan ini saya hanya memberikan contoh sampel buku
yang dimaksud:

Language arts and cooperative learning lessons for little ones
Atas perhatian dan komentarnya diucapkan terima kasih.
Salam Takzim,
Tarmizi Ramadhan



http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/

Anda mungkin juga menyukai