Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Indentitas Pasien
Nama : Tn. AF
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Maritas : Belum Menikah
Alamat : Perum Landungsari Indah, Malang
No RM : 1159xxx
Tanggal Pemeriksaan : 29 Januari 2014

2.2 Anamnesis Autoanamnesis
Keluhan utama : bercak putih di punggung
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Syaiful Anwar pada tanggal
29 Januari 2014 dengan keluhan bercak putih di punggung kanan atas sejak 1
minggu yang lalu. Awalnya jumlah bercak putih di punggung sedikit. Lama
kelamaan, bercak putih bertambah banyak dan menyebar ke seluruh permukaan
punggung. Pasien juga mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores
dengan jari. Pasien memiliki kebiasaan tidak segera mengganti baju
sesampainya di rumah jika bepergian. Bercak dirasakan tidak gatal. Keluhan
bercak putih merupakan kali kedua pada pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Empat bulan yang lalu, pasien pernah didiagnosa menderita penyakit
panu dan telah diobati hingga sembuh.
Riwayat Pengobatan:
Pasien menggunakan salep 88 selama dua hari. Tidak ada perbaikan dari
keluhan setelah penggunaan salep.
Riwayat Atopi :
Riwayat munculnya reaksi-reaksi setelah meminum obat, mengi jika terkena
udara dingin atau debu, disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.


2.3 Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan, kompos mentis, higiene
bersih
Tanda Vital : Nadi : 88 x/menit
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/menit
Tax : Tidak dilakukan
Kepala
Rambut : Hitam dan distribusi merata
Wajah : Simetris, edema (-)
Mata : Tidak dilakukan
Konjungtiva : Tidak dilakukan
Sklera : Tidak dilakukan
Hidung : Tidak didapatkan abnormalitas
Mulut : Tidak didapatkan abnormalitas
Leher
Simetris
Pembesaran KGB : Tidak ditemukan

Toraks :
Paru-paru : Tidak dilakukan
Jantung : Tidak dilakukan
Abdomen : Skar (-), supel, Bising usus tidak diperiksa, nyeri
tekan (-)
Ekstrimitas : Akral Hangat, edema (-), anemis (-)
Genital : : Tidak dilakukan


2.4 Status Dermatologis
Lokasi : Punggung
Distribusi : Tersebar
Ruam :
Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran 2-4 mm, batas tegas, bentuk
bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis.
Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran 3-5 mm, batas tegas,
bentuk bulat dan oval.


Gambar 2.1 Penampang Punggung

2.5 Diagnosis Banding
1. Pitiriasis versicolor
2. Vitiligo
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Lampu Wood
Didapatkan lesi makula berwarna kuning keemasan di punggung.


Gambar 2.2 Pemeriksaan Lampu Wood

Gambar 2.3 Pemeriksaan Lampu Wood



Gambar 2.4 Pemeriksaan Lampu Wood

2. Pemeriksaan KOH
Didapatkan hifa yang pendek-pendek dan spora yang berkelompok
seperti bentukan spaghetti dan meatballs.


Gambar 2.5 Hasil Pemeriksaan KOH
2.7 Diagnosis
Pitiriasis versicolor
2.8 Terapi
Selenium Sulfida 2,5% losion selama 7 hari
2.9 KIE
Menggunakan losion sesuai instruksi (losion dioleskan di
punggung, kemudian ditunggu selama 10-15 menit kemudian
dibilas dengan air).
Segera mengganti pakaian sesampainya di rumah setelah
bepergian.
Menghindari penggunaan pakaian yang ketat
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fuctionam : ad bonam
Quo ad kosmetika : ad bonam























BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Pitiriasis Versikolor pada Pasien

Diagnosis pitiriasis versikolor dapat ditegakkan melalui anamnesis (gejala
yang dirasakan pasien), pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang.


3.1.1 Anamnesis Gejala Klinis



Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien yang berumur 23 tahun
datang dengan bercak putih di punggung sejak 1 minggu yang lalu. Hal ini sesuai
dengan kajian teori bahwa pitiriasis versikolor banyak menyerang individu
dengan kisaran usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea lebih aktif (Burkhart
CG, 2013). Begitu pula dengan jenis kelamin. Menurut penelitian-penelitian yang
dihimpun Burkhart CG (2013), prevalensi pitiriasis versikolor tidak condong ke
salah satu jenis kelamin. Durasi lesi pitiriasis versikolor, menurut Wolff K dan
Johnson RA (2009), bisa memakan waktu bulanan hingga tahunan. Lesi bisa
berlangsung sangat lama karena biasanya lesi tidak menimbulkan kekhwatiran
yang bersifat darurat. Penderita pitiriasis versikolor umumnya datang karena
kekhawatiran yang bersifat kosmetika atau gatal. Pada Tn. AF, pasien datang
memeriksakan diri dalam hitungan minggu karena cepat mendapatkan lesi
makula hipopigmentasi di punggungnya.

Pada pasien di laporan kasus ini, bercak putih ditemukan di punggung.
Bercak putih pada awalnya berjumlah sedikit. Tapi dalam durasi satu minggu
jumlahnya bertambah. Teori bahwa dominasi malassezia furfur sebagai salah
satu jamur penyebab pitiriasis versikolor terbanyak menyerang area punggung,
dapat dijelaskan dengan produksi sebum yang lebih tinggi di punggung
dibandingkan di area lain. Malassezia furfur adalah organisme oportunistik
dimana pada keadaan normal, akan bertempat tinggal di keratin kulit dan folikel
rambut. Malassezia furfur bergantung oleh lipid, yang merupakan sumber nutrisi
yang penting. Pada kondisi yang sesuai untuk konversinya, malassezia furfur
akan berubah dari saprophytic yeast menjadi bentuk morfologis miselial parasitik.
Kondisi yang mendukung perubahan tersebut adalah peningkatan sebum.
Selanjutnya aktivitas malassezia furfur sebagai organisme patologis akan
menyebabkan munculnya lesi kulit hipopigmentasi, hiperpigmentasi atau
eritematous yang disebut dengan pitiriasis versikolor. Bertambahnya jumlah lesi
berhubungan dengan kondisi pada pasien yang memfasilitasi pertumbuhhan
malassezia furfur. Selain di punggung, area lain yang menjadi area predileksi
pitiriasis versikolor adalah daerah dada, abdomen, dan ektremitas proksimal
(Goldstein BG & Goldstein AO, 2010; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Wolff K &
Johnson RA, 2009).

Tn. AF mengeluhkan bercak putih menjadi bersisik jika digores dengan
jari. Fenomena ini disebut dengan coup dongle of Besnier (scratch sign).
Menurut Keddie F (1963), fenomena yang khas terjadi pada pitiriasis versikolor
ini dapat terjadi karena perubahan pada konsistensi lapisan tanduk epidermis,
yang telah diinfiltrasi oleh malassezia furfur. Infiltrasi ini menyebabkan
deskuamasi (pelepasan) lamela. Fenomena coup dongle of Besnier biasanya
diperiksa jika skuama tidak nampak secara kasat mata. Hasil negatif palsu dapat
terjadi jika pasien baru saja mandi atau lesi telah diobati, dimana hanya lesi
hipopigmentasi yang didapatkan.

Tn. AF memiliki kebiasaan tidak segera mengganti pakaian setelah
bepergian. Gaya hidup seperti ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perubahan malassezia furfur dari flora normal menjadi flora yang
patogen (Janik MP & Heffernan MP, 2008). Tidak diketahui pasti karakteristik
pada inang apa saja yang menyebabkan pitiriasis versikolor. Yang sejauh in
diketahui adalah kondisi-kondisi yang memicu perubahan sifat malassezia furfur.
Faktor-faktor yang memicu perubahan malassezia furfur antara lain adalah iklim
tropis, kondisi hiperhidrosis, kulit yang berminyak, konsumsi kortikosteroid
sistemik, imunodefisiensi, serta keadaan malnutrisi (Wolff K & Johnson RA, 2009;
Janik MP & Heffernan MP, 2008; Goldstein BG & Goldstein AO, 2010). Pada
kasus Tn. AF kebiasaan yang tidak segera mengganti pakaian akan menciptakan
keadaan lembab serta ditambah dengan keadaan negara Indonesia yang
beriklim tropis akan memicu pertumbuhan malassezia furfur dan konversinya
menjadi bentuk patogenik. Faktor-faktor ini juga memegang peranan pada
rekurensi pitiriasis versikolor. Jika penderita tidak merubah gaya hidup
sebelumnya yang mendukung pertumbuhan malassezia furfur, maka walaupun
diobati pitiriasis versikolor akan tetap muncul.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pitiriasis versikolor banyak terdapat di punggung, dada, abdomen, dan
ektremitas proksimal (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP,
2008). Penyakit ini ditandai dengan lesi makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi,
atau eritematous. Makula berbatas tegas, dengan bentuk bulat atau oval.
Karakteristik skuama yang menutupi makula dapat terjadi dengan menggores
ringan lesi makula, dan akan didapatkan skuama tipis dan putih yang diistilahkan
dengan dust-like atau furfuraceous (Coup dongles of Besnier). Keluhan gatal
biasanya ringan atau tidak ada. Lesi makula hipopigmentasi disebabkan asam
dikarboksilat yang disebabkan oleh oksidasi enzimatik asam lemak pada lipid
permukaan kulit menghambat tirosinase pada melanosit epidermal, sehingga
menyebabkan hipopigmentasi. Enzim yang menyebabkan oksidasi tersebut
terdapat pada malassezia furfur. Sedangkan lesi hiperpigmentasi diduga
disebabkan oleh reaksi inflamasi (Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP &
Heffernan MP, 2008).

Dari hasil pemeriksaan status dermatologis pada Tn. AF didapatkan data
sebagai berikut:
Lokasi : Punggung
Distribusi : Tersebar
Ruam :
Makula hipopigmentasi, multipel,ukuran 2-4 mm, batas tegas, bentuk
bulat dan oval, tertutup skuama putih dan tipis.
Makula hiperpigmentasi, multipel, ukuran 3-5 mm, batas tegas,
bentuk bulat dan oval.

3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk mendapatkan penampakan
fluoresensi kuning keemasan yang merupakan ciri khas pitiriasis versikolor.
Walaupun terkadang pada beberapa kasus, lesi tidak menunjukkan fluoresensi
((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik MP & Heffernan MP, 2008; Burkhart CG,
2013). Dari pemeriksaan lampu wood pada Tn. AF, didapatkan lesi makula
berwarna kuning keemasan di punggung.

Diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan hidroksida potasium (KOH),
yang akan menunjukkan karakteristik hifa yang pendek-pendek yang muncul
pada kondisi patologis. Temuan spora pada pemeriksaan KOH dengan
mycelium yang pendek diistilahkan sebagai spaghetti dan meatballs untuk
temuan khas pitiriasis versikolor. Sampel diambil dari goresan skuama dan
ditampung pada object glass kemudian diberikan KOH 10%. Alternatif lain adalah
dengan menggunakan selotip pada skuama ((Wolff K & Johnson RA, 2009; Janik
MP & Heffernan MP, 2008). Dari Tn. AF hasil pemeriksaan KOH menunjukkan
hifa yang pendek-pendek dan spora yang berkelompok seperti bentukan
spaghetti dan meatballs.



















Daftar Pustaka

Burkhart CG. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by Schwarzenberger K,
Wells MJ, Chan EF, Quirk CM, Elston DM. (Online).
(http://emedicine.medscape.com/article/1091575-overview#showall, diakses 1
Februari 2014, pukul 11.00 WIB)

Goldstein BG & Goldstein AO. 2013 (updated). Tinea Versicolor. Edited by
Dellavalle RP, Levy ML, dan Ofori AO. (Online).
(http://www.uptodate.com/contents/tinea-versicolor, diakses 1 Februari 2014,
pukul 11.15 WIB)

Janik MP & Heffernan MP. 2008. Chapter 189 - Yeast Infections: Candidiasis and
Tinea (Pytiriasis) Versicolor; Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 7th
Ed., Edited by Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
McGraw-Hill Companies Inc., New York.

Wolff K & Johnson RA. 2009. Section 25 - Fungal Infections of The Skin and
Hair; Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6th Ed.,
McGraw Hill Professional, USA.

Keddie F. 1963. Clinical Signs in Tinea Versicolor. Arch Dermatol
1963;87(5):641-642.

Anda mungkin juga menyukai