Anda di halaman 1dari 18

6

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Tinjauan Pustaka
II.1.1. Penyakit Tuberkulosis
a. Pengertian
Penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga
dapat mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).
b. Faktor Resiko
1. Resiko infeksi TB
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan dari
orang dewasa dengan TB aktif. Sedangkan untuk faktor resiko lain
adalah daerah endemis, kemiskinan, dan sanitasi lingkungan yang
tidak baik (Rahajoe, 2008).
2. Resiko sakit TB
Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB
(Rahajoe, 2008). Faktor yang mempengaruhi berkembangnya
infeksi TB menjadi sakit TB adalah :
a) Usia 5 tahun memiliki imunitas seluler yang belum
berkembang secara sempurna akan tetapi resiko sakit TB ini
akan berkurang secara bertahap seiring dengan bertambahnya
usia (Rahajoe, 2008).
b) Infeksi baru yang ditandai dengan konversi uji tuberkulin dalam
1 tahun terakhir (Rahajoe, 2008). Malnutrisi, keadaan imuno
kompromais (Rahajoe, 2008). Status sosial ekonomi yang
rendah, kepadatan hunian, dan pendidikan yang rendah
(Rahajoe, 2008).
c. Patogenesis Tuberkulosis Paru
*Catatan
1) Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik. Kuman
TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan
vaskularisasi yang baik.
2) Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
Kompleks prime
limfadenitis regional (3).
Patogenesis Tuberkulosis Paru(Rahajoe, 2008).
Bagan 1. Patogenesis Tuberkulosis Paru
Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik. Kuman
TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan
vaskularisasi yang baik.
Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2)
limfadenitis regional (3).
7
Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik. Kuman
TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan
Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
r terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2) dan
8
3) TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadi penyebaran
hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler
spesifik, hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi
sakit TB primer.
4) Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena
mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh
kuman TB dari luar (eksogen).
d. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi sistemik (umum atau nonspesifik)
a) Demam lama ( 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan
lain-lain) yang dapat disertai dengan keringat malam. Demam
umumnya tidak tinggi (Rahajoe, 2008).
b) Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan
(Rahajoe, 2008).
c) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam
1 bulan dengan penangan gizi yang adekuat (Rahajoe, 2008).
d) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan
berat badan tidak naik dengan adekuat (failure tohrive)
(Rahajoe, 2008).
e) Lesu dan malaise (Rahajoe, 2008).
2. Manifestasi spesifik organ atau lokal
a) Kelenjar limfe
Manifestasi TB yang sering dijumpai adalah pembesaran
kelenjar limfe superfisialis. Kelenjar yang sering terkena adalah
kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, tetapi juga dapat di
aksila, inguinal, submandibula dan supraklavikula. Karakteristik
kelenjar yang dijumpai adalah multipel, unilateral, tidak nyeri
tekan, tidak hangat pada perabaan, mudah digerakan, dan dapat
saling melekat satu sama lain (Rahajoe, 2008).
9
b) Susunan Saraf Pusat (SSP)
Tuberkulosis pada SSP yang tersering adalah meningitis TB.
Gejala klinis berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku
kuduk, muntah proyektil, dan kejang (Rahajoe, 2008).
c) Sistem skeletal
Gejala umum yang ditemukan adalah nyeri, bengkak pada sendi
yang terkena, dan gangguan gerak (Rahajoe, 2008).
d) Kulit
Manifestasi TB pada kulit yang sering dijumpai adalah
skrofuloderma (Rahajoe, 2008).
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang
mempunyai sifat antigenik yang kuat. Uji tuberkulin merupakan
alat diagnostik yang sudah lama dikenal. Uji tuberkulin dilakukan
dengan menyuntikan 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5 TU,
secara intrakutan dibagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan
terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi atau eritemanya.
Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal
indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya
dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali,
hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm (Rahajoe, 2008).
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi
10 mm dinyatakan positif. Sedangkan apabila indurasi diameter 0-4
mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm
dinyatakan positif meragukan. Bila mendapatkan hasil yang
meragukan, uji tuberkulin dapat diulang 2 minggu kemudian dan
penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm
untuk menghindari efek booster tuberkulin (Rahajoe, 2008).
10
Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang
digunakan adalah 5 mm. Pada anak yang mengalami kontak erat
dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA positif, juga
digunakan batas 5 mm (Rahajoe, 2008).
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan
radiologis. Foto toraks yang normal tidak dapat menyingkirkan
diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain
mendukung. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB
adalah : pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa
infiltrat, konsolidasi segmental/lobular, milier, kalsifikasi dengan
infiltrat, ateletaksis, kavitas, efusi pleura, tuberkuloma (Rahajoe,
2008).
f. Diagnosis Tuberkulosis Paru(Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008)
Tabel 1. Diagnosis Tuberkulosis Paru
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas - Laporan
keluarga
(BTA
negatif atau
tidak jelas)
BTA (+)
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif (10mm,
atau 5mm pada
keadaan
imunokompresi)
Berat badan
/keadaan gizi
- Bawah garis
merah (KMS)
atau BB/U <
80%
Klinis gizi
buruk atau
BB/U < 60%
Demam yang
tidak diketauhi
penyebabnya
- 2 minggu - -
Batuk kronik - 3 minggu - -
Pembesaran
kelenjar limfe,
koli,
aksila,inguinal
- 1 cm, jumlah
>1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
- Ada
pembengkakan
- -
Foto thoraks Normal/kelainan
tidak jelas
Gambaran
sugestif TB*
- -
11
Catatan :
1. Diagnosis sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
2. Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma, langsung
didiagnosis TB.
3. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).
4. Demam dan batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku.
5. Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB
anak.
6. Gambaran sugestif TB, berupa : pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobar,
kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis, tuberkuloma. Gambaran
milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara
khusus.
7. Mengingat peran pentingnya uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB
anak, maka sebaiknya disediakan tuberkulin ditempat pelayanan
kesehatan.
8. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (< 7 hari) harus di evaluasi
dengan sistem skoring TB anak.
9. Diagnosis kerja TB anak ditegakan bila jumlah skor 6 (skor
maksimal 13).
g. Pengobatan Tuberkulosis Paru
1. OAT Kategori Anak
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat
dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan
setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan, dosis
obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (Depkes RI, 2008
& Rahajoe, 2008).
Salah satu masalah dalam terapi TB adalah keteraturan pasien
dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat
yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat suatu sediaan
obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan, yaitu FDC
12
(fixed Dose Combination) atau KDT (Kombinasi Dosis Tetap)
(Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008).
Tabel 2. Dosis OAT KDT anak
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ
(75/50/150)
4 bulan tiap hari RH
(75-50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Tabel 3. Dosis OAT Kombipak Anak : 2RHZ / 4 RH
Jenis Obat BB < 10 Kg BB 10 19 Kg BB 20 - 32 Kg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 100 mg 300 mg 600 mg
Keterangan :
a) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit.
b) Anak dengan BB 33 kg, dirujuk ke rumah sakit.
c) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.
d) OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
13
Tabel 4. Dosis OAT pada anak
Nama Obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal
(mg/hari)
Efek samping
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati,
artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah-hijau,
penyempitan
lapang pandang,
hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik
a) Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak
boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
b) Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT
lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
c) Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum
makan).
14
2. Alur tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan
kesehatan dasar (Depkes RI, 2008).
Bagan 2. Alur tatalaksana pasien TB Paru
3. Pengobatan pencegahan (profilaksis) untuk anak (Depkes RI,
2008 ).
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah dengan
kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu
dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil
evaluasi dengan sistem skoring didapat skor < 5, kepada anak
tersebut diberikan isoniazid (INH) dengan dosis 5-10
mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah
pengobatan pencegahan selesai.
Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap
mungkin (skor 6 sebagai entery point)
Beri OAT 2 bulan
terapi
Ada perbaikan klinis
Tidak ada perbaikan
klinis
Terapi TB diteruskan
sampai 6 bulan
Terapi TB diteruskan
sambil mencari
penyebabnya
Untuk RS fasilitas
terbatas, rujuk ke RS
dengan fasilitas lebih
lengkap
15
II.1.2. Pengawasan Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan
pengobatan diperlukan seorang PMO (Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008).
a. Persyaratan PMO (Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008)
1. Seorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati
oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien.
b. Siapa yang bisa jadi PMO (Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008)
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di
desa, perawat, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari keder
kesehatan, PKK, anggota keluarga, dan tokoh masyarakat lainnya.
c. Tugas seorang PMO(Depkes RI, 2008 & Rahajoe, 2008)
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan pada pasien agar mau berobat secara teratur.
3. Mengingatkan pasien agar memeriksakan ulang dahaknya pada
waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
II.1.3. Hasil Pengobatan TB Paru
a. Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-
16
up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif (Depkes RI,
2005 & Depkes RI, 2008).
b. Pengobatan Lengkap
Penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tapi tidak ada hasil, pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-
turut negatif (Depkes RI, 2005 & Depkes RI, 2008).
c. Meninggal
Penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal
karena sebab apapun negatif (Depkes RI, 2005 & Depkes RI, 2008).
d. Pindah
Penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain
negatif (Depkes RI, 2005 & Depkes RI, 2008).
e. Defaulted atau Drop Out
Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai negatif (Depkes RI, 2005
& Depkes RI, 2008).
f. Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir
pengobatan atau pada akhir pengobatan negatif (Depkes RI, 2005 &
Depkes RI, 2008).
II.1.4. Keberhasilan Pengobatan TB Paru Anak
Keberhasilan pengobatan TB Paru anak dinilai jika setelah pengobatan
selama 6 bulan keadaan klinis, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan
LED yang mengarah TB Paru telah menghilang (Rahajoe, 2008).
II.1.5. Karakteristik Ibu
Karakteristik adalah ciri khusus, mempunyai kekhususan sesuai
dengan perwatakan tertentu (Depdiknas, 2002). Karakteristik ibu yang
dibahas dalam penelitian ini adalah usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan
ibu, dan sosial ekonomi.
17
a. Usia Ibu
Usia merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang
sangat utama (Depdiknas, 2002). Usia mempunyai hubungan dengan
tingkat keterpaparan, besarnya resiko serta sifat resistensi. Perbedaan
pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan
keputusan dipengaruhi oleh usia individu tersebut (Tawi, 2010).
b. Pendidikan Ibu
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti
(kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak (Achmad,
2004). Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimal (Achmad, 2004). Pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang
anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak
yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan
sebagainya (Soetjiningsih, 1995).
c. Pekerjaan Ibu
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah,
bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya (Pandji, 1998).
Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan
orang berharap bahwa aktifitas kerja yang dilakukannya akan
membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada
keadaan sebelumnya (Pandji, 1998).
Pembangunan yang telah terlaksana selama ini membawa
fenomena baru, yaitu semakin besarnya jumlah wanita yang bekerja
(BPS, 2004). Wanita tidak hanya berlaku sebagai produsen, tetapi juga
18
sekaligus perawat, pemelihara, penjaga, dan pendidik awal sehingga
dapat dikatakan wanita mempunyai fungsi reproduktif dan produktif
(BPS, 2004).
Fungsi reproduktif, selain melahirkan anak juga berkaitan dengan
mengasuh dan membesarkan anak, memelihara kesehatan dan
kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Kegiatan produktif mencakup
kegiatan di luar rumah untuk tujuan mencari nafkah atau mendapatkan
penghasilan (BPS, 2004).
d. Sosial Ekonomi
Pendapatan adalah hasil pencarian atau perolehan usaha,
pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun
barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri (Depdiknas,
2002). Jadi yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah
suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan
pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya
(Depdiknas, 2002). Pendapatan keluarga yang memadai akan
menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang
sekunder (Soetjiningsih, 1995).
II.1.6. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya
termasuk manusia dan kehidupan. Pengetahuan mencakup penalaran,
penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk
praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup
yang belum dibuktikan secara sistematis (Maulana, 2009, Notoatmodjo,
2003, & Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang
19
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Maulana, 2009,
Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007)
.
.
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni awareness (kesadaran) yakni individu
yang menyadari atau mengetahui adanya stimulus/objek; interest (merasa
tertarik) yakni orang mulai tertarik kepada stimulus; evaluation
(menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya),
hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; trial, orang telah
mulai mencoba perilaku baru; adoption, subjek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
(Maulana, 2009, Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007)
.
.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan (Maulana, 2009, Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007),
yaitu :
a. Know (Tahu). Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu
merupakan tingkatan yang paling rendah.
b. Comprehension (memahami). Memahami berarti kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Application (aplikasi atau penerapan). Aplikasi berarti kemampuan
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill
(sebenarnya) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya.
d. Analysis (analisis). Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi
atau objek ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil tetapi masih
dalam satu struktur organisasi dan kaitannya satu sama lain.
e. Synthesis (sintesis). Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi
yang sudah ada.
20
f. Evaluation (evaluasi). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
II.1.7. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan
(Maulana, 2009, Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007). Perilaku ini
sesuai dengan tingkat pencegahan terhadap penyakit (Maulana, 2009,
Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007), yaitu :
a. Perilaku yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behavior) seperti makanan bergizi, olahraga.
b. Perilaku berkaitan dengan pencegahan penyakit (health prevention
behavior) seperti tidur menggunakan kelambu, memakai masker, dan
imunisasi.
c. Perilaku berkaitan dengan pencarian pengobatan (health seeking
bahavior) seperti usaha mengobati penyakit ke fasilitas kesehatan.
d. Perilaku berkaitan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior) seperti usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari
penyakit dengan mematuhi anjuran dokter.
e. Perilaku berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan, seperti respon
terhadap penggunaan fasilitas pelayanan, cara pelayanan terhadap
petugas.
Menurut Green (1980) dan Notoatmodjo (2003), ada tiga faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku kesehatan baik individu maupun
masyarakat, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor-faktor yang
melekat pada diri seseorang sehingga mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku kesehatan antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya.
21
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors), yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku/tindakan antara lain
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan, kondisi lingkungan seperti ketersediaan, (availability),
keterjangkauan (accessibility), dan sumber-sumber (resources).
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), yaitu faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku seperti dukungan
sosial, nasihat-nasihat, umpan balik dari petugas kesehatan.
II.2. Kerangka Teori
Bagan 3. Kerangka
Faktor Predisposisi
Usia Ibu
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Penghasilan Ibu
Pengetahuan Ibu
Status Gizi Anak
Kerangka Teori (Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007)
. Kerangka teori adopsi dari teori S-O-R, Bloom, Roger,
Lawrance Green
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Penghasilan Ibu
Pengetahuan Ibu
Status Gizi Anak
Kesadaran
Terhadap
Program
Pengobatan
TB
Teratur dan Patuh dalam
memberikan OAT pada
penderita TB Paru Anak
Tidak Teratur dan Patuh
dalam memberikan
OAT pada penderita TB
22
(Notoatmodjo, 2003, & Notoatmodjo, 2007)
.
.
, Bloom, Roger, dan
Tidak Teratur dan Patuh
dalam memberikan
OAT pada penderita TB
Paru Anak
23
II.3. Kerangka Konsep
Varibel bebas / independent Variabel terikat /dependent
Bagan 4. Kerangka Konsep
II.4. Hipotesis Penelitian
a. Ha: Terdapat hubungan antara usia ibu dengan keberhasilan
pengobatan tuberkulosis paru anak di Puskesmas Kelurahan Lagoa
Jakarta Utara periode Januari 2009 Juni 2010.
b. Ha: Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru anak di Puskesmas
Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009 Juni 2010.
c. Ha: Terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan keberhasilan
pengobatan tuberkulosis paru anak di Puskesmas Kelurahan Lagoa
Jakarta Utara periode Januari 2009 Juni 2010.
d. Ha: Terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan
keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru anak di Puskesmas
Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009 Juni 2010.
e. Ha: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
tuberkulosis dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis paru anak
di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009
Juni 2010.
Karakteristik Ibu
Usia Ibu
Tingkat Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Status sosial ekonomi
Keberhasilan Pengobatan
Tuberkulosis Paru Anak di
Puskesmas Kelurahan Lagoa
Jakarta Utara Periode Januari
2009 Juni 2010
Tingkat
Pengetahuan Ibu
Tentang
Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai