Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS
Nama : Nn. S
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Rajeg Asri blok A 3/7 RT 01 RW 01
Status : Belum menikah
Pekerjaan : pembantu rumah tangga
Nomor CM : 104720

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 22 Maret 2011

Keluhan Utama
Demam 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang
Demam 2 minggu smrs, demam tinggi mendadak, demam naik turun tidak menentu,
hilang dengan obat penurun panas, tapi naik kembali, menggigil tidak ada, pasien
berobat ke RS Budi Asih di diagnosis DB oleh dokter yang merawat, tapi trombosit
tidak naik naik, kemudian dokter mengatakan bahwa pasien mengalami kelainan
darah tapi pasien tidak mengetahui kelainan darah apa yang diderita olehnya, pasien
ditransfusi darah, tapi pasien tidak mengetahui jenis darahnya. kemudian pasien
dirujuk ke rscm, tapi karena pasien mengeluh lemas pasien berobat ke RS Fatmawati,
dirumah sakit Fatmawati pasien dirawat di gedung GPS selama satu hari, namun
karena pasien tidak memiliki biaya maka pasien pindah ke kelas tiga.
Pasien mengeluh adanya Gusi berdarah, sariawan, sehingga pasien sulit berbicara dan
makan karena pasien tidak dapat membuka mulut. Selain itu, pasien mengeluh adanya
bercak bercak merah pada bagian tubuhnya, bercak bercak merah timbul sejak 10
2

hari SMRS, bercak bercak tersebut tidak hilang dengan penekanan. pasien juga
mengatakan timbul biru biru merah dan lebam lebam didaerah bekas infuse.
Pasien juga mengeluh adanya batuk, batuk berdahak, dahak berwarna putih, batuk
darah disangkal, pasien menyangkal pernah kontak dengan penderita TB, dan pasien
belum pernah minum obat rutin selama 6 bulan. Pasien menyangkal adanya rambut
rontok, mual, muntah, baju basah kuyup karena keringat, berdebar debar, riwayat
sesak -, sesak saat beraktivitas-, timbul bercak merah diwajah -, wajah bengkak -,
pasien tidak merasa silau bila terkena cahaya pada malam hari, mimisan -, demam
berulang -, menstruasi teratur biasanya 5 6 hari berhenti, 2 3 pads/hari.
Riwayat sering lebam (+) sejak kecil, riwayat bila berdarah sulit berhenti -. Buang air
kecil normal, warna kuning jernih tidak keruh. BAB normal, darah tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat biru2 sejak kecil +
- Riwayat transfusi
- Riwayat seks bebas
- Riwayat Batuk batuk Lama (TB)

Riwayat keluarga
Riwayat kanker dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit autoimun disangkal

Riwayat Kebiasaan dan Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pasien belum menikah,
pasien menyangkal seks bebas, IVDU, alcohol, merokok.
Riwayat minum jamu-jamuan atau obat-obatan tidak ada

Riwayat Alergi Obat dan Makanan
Tidak ada

3

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
TB : 158
Berata Badan : 59 kg
Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Pernapasan : 16 x/ menit
Suhu : 38 C
Kepala : normochepali, rambut hitam, distribusi merata, rambut
tidak mudah dicabut, ruam diskoid -, ruam malar -, .
Mata : pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL+/+, KP +/+,
SI -/-.
Hidung : deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-), sekret (-).
Telinga : normotia, serumen (+)
Mulut : lidah kotor -, gingivitis +, oral trush +, tonsil T1/T1 tenang
Leher : JVP 5-2 cmH
2
O, trakea lurus ditengah, pembesaran
tiroid (-)
KGB : - submandibular : tidak teraba
- supraklavikula : tidak teraba
- retroaurikuler : tidak teraba
- cervicalis : tidak teraba
- axilaris : tidak teraba
- inguinalis : tidak teraba
Thoraks :
Paru
Inspeksi : Kedua hemithoraks simetris secara statis dan dinamis.
Tidak ada retraksi sela iga
Palpasi : Vokal fremitus kedua hemithoraks simetris
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Batas paru hepar : ICS IV linea midclavicularis dextra
4

Batas paru lambung : ICS VII linea axilaris anterior
Auskultasi : Suara nafas kanan dan kiri vesikuler
Ronki +/+ basah kasar, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba ICS V
linea midclavucularis sinistra.
Perkusi : Batas atas : ICS III lines sternalis
Sinistra
Batas kiri : ICS V linea
midclavicularis sinistra.
Batas kanan : ICS III linea sternalis
dextra.
Auskultasi : S1, S2 Reguler
Murmur (-), `gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : - datar dan simetris
- gerakan pernapasan dinding perut (+)
- tidak terdapat penonjolan massa.
Auskultasi : - bising usus (+) normal
Perkusi : - timpani
- shifting dullnes tidak ada
Palpasi : - dinding perut lemas
- nyeri tekan (-)
- tidak teraba massa, defans muskular (-),
turgor baik
- hepar teraba dua jari bac dan lien teraba membesar
garis S 1
- ballotemen (-)
- CVA (-)
5

Ektremitas :
Atas : Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
Bawah : Akral hangat, oedem tungkai pitting (+/+) minimal,
CRT <2, sianosis (-)
Ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstra,
tampak bullae berisi darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu
sentimeter. Tampak papillae terbuka di kruris dekstra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
16/02/
2011
18/02/
2011
21-02-
2011
08-03-
2011
11-03-
2011
12-03-
2011
Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
LED

10,8
32
9.7
22



9.3
27
6.5
22
3.39
94.0

7.1
22
2.3
71
2,71
108

3.7
10
1100
111
1,24
155


6.6
19
0.8
66
2.15
87.0

7.4
21
0.7
67
2.31

13.2-17.3 g/dl
33-45 %
5.0-10.0 ribu/ul
150-440 ribu/ul
4.40-5.90 juta/ul
0.0-10.0 mm/jam
VER/HER/KHER/
RDW
VER
HER
KHER
RDW


81.0
27.2
33.6
18.9


80.9
27.4
33.9
18.7


79.4
27.1
34.1
12.7


89.1
30.8
34.5


90
31.8
35.1
17.2



80.0-100.0 fl
26.0-34.0 pg
32.0-36.0 g/dl
11.5-14.5 %
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Netrofil
Limfosit
Monosit
Retikulosit



1
15
-
73
9
0
0.4

0
0
0
41
55
5

S
U
K
A
R



0
1

40
47
4



0-1 %
1-3 %

50-70 %
20-40 %
2-8 %
0,5-1,5 %
6







Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin





21
28


0-34 U/l
0-40 U/l
6.00-8.00 g/dl
3.40-4.80 g/dl
2.50-3.00 g/dl
Fungsi Ginjal
Ureum darah
Creatinin darah
Creatinin urin
Asam urat darah
Creatinin clearens



17
0,3





20-40 mg/dl
0.6-1.5 mg/dl

<7 mg/dl
97.0-137.0 ml/mnt
Diabetes
GDS
GDP
GD 2 jam PP



116

70-140 mg/dl
80-100 mg/dl
80-145 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium
Klorida

131
3.90
97

131
4.37
99




135-147 mmol/l
3.10-5.10 mmol/l
95-108 mmol/l

Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi Tanggal 18 Februari 2011
Eritrosit : Normositik normokrom, anisositosis +, Polikromasi +
Lekosit : Jumlah & morfologi normal
Trombosit : kesan jumlah menurun, morfologi menurun
Kesan : Anemia normositik normokrom dan trombositopenia




7

FOTO RONTGEN THORAKS
Cor : Dalam batas normal
Aorta baik
Hilus baik
CTR < 50 %
Paru : Konsolidasi infiltrat padat di basal paru kanan dan infiltrat dibasal paru kiri
Corakan bronkovaskular meningkat
Diafragma dan sinus baik
Tidak tampak kranialisasi
Kesan : CAP bilateral terutama kanan

EKG
Sinus rhytm, HR 125x/menit, normo axis
Gelombang P normal, P-R interval 0,12, Kompleks QRS sempit,
ST depresi (-), ST elevasi (-), T inverted (-)
LVH (-), RVH (-), RBBB (-). LBBB (-)

RESUME
Pasien wanita, 24 tahun, datang dengan keluhan demam 2 minggu SMRS, demam tinggi
mendadak, naik turun tidak menentu, hilang dengan obat, namun naik kembali, menggigil (-),
pasien didiagnosis DB tapi trombosit tidak naik naik, sehingga pasien dikata mengalami
kelainan darah dan ditransfusi. Gusi berdarah (+), sariawan (+), bercak bercak merah pada
ekstremitas atas dan bawah sejak 10 hari SMRS, mudah timbul lebam biru dan merah didaerah
bekas infus. Batuk berdahak putih (+).Riwayat sering lebam (+) sejak kecil, riwayat bila
berdarah sulit berhenti -. Buang air kecil normal, warna kuning jernih tidak keruh. BAB normal,
darah tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : TSS, kesadaran : kompos mentis, TD : 100/60
mmHg, nadi : 88 x / menit, pernapasan : 16 x/ menit, suhu : 38 C. Conjungtiva anemis +/+,
lidah kotor -, gingivitis +, oral trush +. Paru : ronki +/+ basah kasar, wheezing -/-, jantung dalam
batas normal, abdomen : hepar teraba dua jari bac dan lien teraba membesar garis S 1.
Ekstremitas : ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstra, tampak
8

bullae berisi darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu sentimeter. Tampak papillae
terbuka di kruris dekstra.
Hb 7.4, Ht 21, leukosit 0.7, trombosit 67, eritrosit 2.31, VER/HER/KHER/RDW
90/31.8/35.1/17.2, hitung Jenis 0/1/40/47/4. BMP : aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas
granulopoesis meningkat, aktivitas trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit
58%, sesuai dengan AML M3.

DIAGNOSIS KERJA
Pansitopenia ec AML M3
Riwayat Febril Neutropenia
Stomatitis Aptosa
CAP dd/ TB Paru

PEMERIKSAAN ANJURAN
DPL ulang, hemostasis

PENATALAKSANAAN
1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
2. UMU BC seimbang / 24 jam
3. Diet bubur 1700 kkal
4. Pharmadol 3x1 gr
5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18
6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10
7. Munosep gargle 3x/hari
8. Candistatin 4x2 cc
9. Fluconazol 1x150 mg

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
9

FOLLOW UP
Tanggal 14/03/2011
S : Demam -, mual -, perdarahan gusi -, muntah darah -, BAB berdarah -, haid + hari ke -1,
lemas +, sulit menelan +, batuk tidak berdahak +.
O : KU/KS : TSS/CM
TD: 100/60 mmHg N: 80x/menit S: 36.1
o
C P: 16x/menit
Mata : KP +/+ , SI -/-
Leher : JVP 5-2 cmH
2
O, KGB ttb
Paru : SN ves, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : S1 S2 reg, M (-), G (-)
Abdomen : datar, supel, H/L ttb, NT (-), BU (+) N
Eksterimitas : Akral hangat, oedem - / - , CRT < 2
- / -
A : 1. Pansitopenia ec. Anemia aplastik dd/ ALL
2. Riwayat febrile neutropenia
3. CAP dd/ TB paru
4. Stomatitis Aphtosa
P : Dx : cek DPL, tunggu hasil BMP tanggal 13/3/2011
Tx :
1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
2. UMU BC seimbang / 24 jam
3. Diet bubur 1700 kkal
4. Pharmadol drip 500 mg/8 jam
5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-17
6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-9
7. Munosep gargle 3x/hari
8. Candistatin 4x2 cc
9. Fluconazol 1x150 mg



10

Tanggal 15/03/2011
S : demam -, perdarahan gusi -, BAB berdarah -, muntah berdarah -, haid hari ke-2, mual -,
lemas +, sariawan nyeri +, batuk -, sesak -.
O : KU/KS : TSS/CM
TD: 100/70 mmHG N: 80x/menit S: 37,3 P: 18x/menit
Mata : KP +/+ , SI -/-
Leher : JVP 5-2 cmH
2
O, KGB ttb
Paru : SN ves, Rh +/+, Wh -/-
Jantung : S1 S2 reg, M (-), G (-)
Abdomen : datar, supel, H/L ttb, NT (-), BU (+) N
Eksterimitas : akral hangat, oedem - / - minimal, CRT < 2
- / -
Lab : Hb/Ht/Leukosit/Trombosit : 7,4/21/0.7/67
BMP : aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas granulopoesis meningkat, aktivitas
trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit 58%, sesuai dengan AML M3.

A : 1. Pansitopenia ec AML M3
2. Riwayat febrile neutropenia
3. CAP dd/ TB paru
4. Stomatitis aphtosa

P : Tx :
1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
2. UMU BC seimbang / 24 jam
3. Diet bubur 1700 kkal
4. Pharmadol 3x1 gr
5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18
6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10
7. Munosep gargle 3x/hari
8. Candistatin 4x2 cc
9. Fluconazol 1x150 mg
11

10. Trannsfusi PRC s/d Hb >10 gr/dl

Tanggal 16/03/2011
S : Demam -, perdarahan gusi -, BAB berdarah -, muntah berdarah -, haid hari ke-2, mual -,
lemas +, sariawan nyeri +.

O : KU/KS : TSS/CM
TD : 100/60 N : 80 x/menit P : 16 x/menit S : 36.8
o
C
Mata : CA -/- SI -/-
Leher : JVP 5 2 cmH
2
0, KGB ttb
Paru : SN vesikuler Rh -/- Wh -/-
Jantung : S1-S2 reguler M(-) G(-)
Abdomen : datar, supel, H/L ttm, Bu (+), NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, oedem - / - , CRT < 2 detik
- / -
Kulit : Petechie (-), purpura (-)

A : 1. AML M3
2. Riwayat febrile neutropenia
3. CAP dd/ TB paru
4. Stomatitis aphtosa

Hasil pemeriksaan PA :
Sitokimia : Sudan Black (+)
Kelainan morfologi : Inti pikrotik
Morfologi eritrosit : NN, anisositosis, ovalosit (+), fragmentosit (+)
Kesimpulan : eritropoiesis tertekan, granulopoiesis meningkat, trombopoiesis menurun,
promielosit 58% AML M3

P : Tx :
1. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
12

2. UMU BC seimbang / 24 jam
3. Diet bubur 1700 kkal
4. Pharmadol 3x1 gr
5. Ceftazidim 3x1 gr IV H-18
6. Levofloxacin 1x500 mg IV/24 jam H-10
7. Munosep gargle 3x/hari
8. Candistatin 4x2 cc
9. Fluconazol 1x150 mg























13

ANALISIS KASUS

1. Pansitopenia ec AML
Definisi Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.
.

Pada anamnesis didapatkan demam tinggi mendadak, demam naik turun tidak menentu,
hilang dengan obat penurun panas, tapi naik kembali, trombosit tidak naik naik. Pasien
mengeluh adanya Gusi berdarah, sariawan, sehingga pasien sulit berbicara dan makan karena
pasien tidak dapat membuka mulut. Selain itu, pasien mengeluh adanya bercak bercak merah
14

pada bagian tubuhnya, bercak bercak merah timbul sejak 10 hari SMRS, bercak bercak
tersebut tidak hilang dengan penekanan. pasien juga mengatakan timbul biru biru merah dan
lebam lebam didaerah bekas infuse. Pada Pemeriksaan fisik ditemukan mata konjungtiva pucat,
abdomen : hepar teraba dua jari batas arcus kostae, lien teraba pada garis schufner 1. Ekstrmitas
ditemukan ptekie, pur pura dan ekimosis pada krusis sinistra dan dekstar, tampak bullae berisi
darah kehitaman di krusis sinistra, diameter satu sentimeter. Tampak papillae terbuka di kruris
dekstra.


Pada pemeriksaan BMP didapatkan aktivitas eritropoesis tertekan, aktivitas granulopoesis
meningkat, aktivitas trombopoisis berkurang. Didapatkan banyak promielosit 58%, sesuai
dengan AML M3
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan foto rontgen toraks dipikirkan
pansitopenia ec AML.
Pasien tersebut didiagnosis pansitopenia ec AML , maka rencana terapi pada pasien tersebut
adalah kemoterapi

2. CAP
Diagnosis adanya CAP adalah terdapat 2 dari 3 gejala berikut: demam, batuk, sputum produktif,
leukositosis (pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau
makan, dll), dan pada foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah.
15

Berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh
demam dan batuk, batuk berdahak, dahak berwarna putih, penurunan berat badan dan baju basah
karena keringat disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan data bahwa frekuensi pernapasan 22x/mnt dan
pada auskultasi terdapat ronki basah kasar di kedua lapang paru. Pada foto rontgen torak
ditemukan adanya infiltrat pada kedua lapang paru.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto rontgen torak dipikirkan pasien
tersebut mengalami CAP dd/ TB Paru dan infeksi sekunder. Untuk menegakkan adanya
diagnosis TB Paru pada pasien tersebut, maka diperlukan pemeriksaan laboratorium kultur
sputum, sputum BTA 3x, Gram, MOR.
Untuk pasien tersebut, direncanakan pemberian terapi berupa O
2
3 lt/mnt nasal canul,
Paracetamol 3x500 k/p, Ceftriakson 1x2gr intravena, dan Azitromisin 1x500 per oral.

3. Stomatitis aphtosa
Stomatitis apthosa adalah radang yang terjadi di daerah mukosa mulut, biasanya berupa bercak
putih kekuningan dengan permukaan yang agak cekung, bercak itu dapat berupa bercak tunggal
maupun kelompok.
Pada pemeriksaan mulut didapatkan oral thrush pada mukosa bibir bawah, atas dan pada
sudut-sudut bibir. Bibir terlihat bengkak dan nyeri sehingga pasien tidak dapat membuka mulut.
Dalam mengatasi sariawan ini, dapat menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam
bentuk salep (yang mengandung antibiotika dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat
kumur. Ada juga obat tetes yang digunakan untuk meredakan sariawan ini dengan gentien violet,
perak nitrat, atau obat kumur yang dapat membantu mengurangi rasa sakit pada penderita
sariawan.
Pasien diberikan Munosep gargle 3 kali sehari dan Candistatin 4x2 cc.






16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. GRANULOPOIESIS DAN TROBOSITOPOIESIS
1,2

I.1. Granulopoiesis
I.1.1.Perkembangan Normal Granulosit
Secara umum stem sel pembentuk sel darah tampak pada yolk sac pada usia 3 minggu
embryogenesis. Sekitar 3 bulan kehidupan fetus, beberapa sel migrasi ke hati dan mengambil
alih pembentukan-pembentukan sel darah sampai menjelang lahir. Limpa, limfonodi dan timus
yang disebut sebagai jaringan pembentuk ekstramedular juga mendukung pembentukan sel-sel
darah. Sekitar 4 bulan kehamilan, ruang sumsum tulang mempunyai peranan penting sebagai
sumber pembentukan sel-sel darah. Pada orang dewasa bila jaringan pembentuk sel-sel darah
ekstramedular mengalami stress akan mengalami kompensasi.
Leukosit adalah salah satu sel darah yang merupakan produk dari proses ini. Leukosit dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit
dan monosit. Granulosit sendiri terdiri dari 3 jenis sel, yaitu: neutrofil (polimorf), eosinofil, dan
basofil. Sel precursor limfosit dan sel plasma membentuk populasi imunosit. Pada keadaan
normal hanya sel fagosit matang dan limfosit yag ditemukan di darah tepi. Dalam
perkembangannya, neutrofil dan makrofag mempunyai asal yang sama yaitu berasal dari sel-sel
progenitor CFU-GM (colony forming units granulocyte macrophage).
Fungsi fagosit dan imunosit adalah melawan tubuh melawan infeksi serta berhubungan
dengan dua system protein tubuh yang larut yaitu immunoglobulin dan komplemen. Protein ini
juga dapat terlibat dalam peghancuran sel darah pada sejumlah penyakit.

I.1.2.Kondisi Yang Mempengaruhi Granulopoesis
Ploriferasi yang dilakukan oleh sel stem pada sumsum tulang dipengaruhi oleh factor
ekstrinsik dan factor intrinsic (tabel II-1). Factor intrinsic yang berperan banyak adalah system
hormonal dalam tubuh.
17


Pengaruh hormonal pada granulopoeasis adalah sebagai berikut:
1. Androgen merangsang produksi granulosit
2. Antagonis adrenergic, estrogen, growth hormone, prolaktin, progesterone, tiroksin tidak
mempengaruhi granulosit monosit.
3. Deksametason, prostaglandin E2 secara aktif mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi
granulosit monosit.








18

I.1.3.Pembentukan dan Kinetika Granulosit


Granulosit dan monosit darah dibentuk dalam sumsum tulang dari sel precursor umum. Pada
granulopoesis, mieloblas, promielosit, dan mielosit membentuk kelompok sel proliferative atau
mitotic, sementara metamielosit, granulosit batang dan segmen membuat kompartemen maturasi
19

post mitotic. Sejumlah besar neutrofil batang dan segmen juga disimpan dalam sumsum tulang
sebagai cadangan. Sumsum tulang normal mengandung lebih banyak sel myeloid daripada sel
eritroid dengan rasio 2 : 1 12 : 1, proporsi terbesar merupakan neutrofil dan metamielosit. Pada
keadaan stabil atau normal ruang simpanan sumsum tulang mengandung 10 15 kali jumlah
granulosit yang ditemukan dalam darah tepi. Setelah dibebaskan dari sumsum tulang, granuosit
memakan waktu kira-kira 10 jam dalam sirkulasi sebelum pindah ke dalam jaringan untuk
melakukan fungsi fagositosis.
Dalam aliran darah terdapat dua kelompok dengan ukuran sama yaitu kelompok sirkulasi
(circulating pool, yang dimasukkan dalam hitung darah) dan kelompok batas (marginating pool,
yang tidak dimasukkan dalam darah). Telah diperkirakan bahwa umumya pada jaringan rata-rata
4 5 hari sebelum dirusak selama aksi defensive ataupun sebagai akibat menua.
Untuk mengendalikan berbagai tempat pembaharuan granulosit diduga terdapat system
umpan balik di antara granulosit yang beredar dalam jaringan serta sumsum tulang. Ini adalah
factor stimulasi (leukopoetin) yang analog dengan eritropoeitin.

I.1.3.1.NEUTROFIL
Sel ini berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas padat terdiri dari sitoplasma pucat di
antara 2 dan 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu
(azurofilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada
stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung
mieloperoksidase, asam fosfatase dan asam hidrolase lain, yang sekunder mengandung fosfatase
limbi dan lisosom.

Precursor Neutrofil
Precursor neutrofil secara normal tidak ditemukan dalam darah tepi terdapat dalam sumsum
tulang. Precursor paling dini yang dikenal adalah mieloblas, sel yang mempunyai ukuran
bervariasi (10-20 mm diameternya) yang memiliki inti besar dengan kromatin halus dan biasanya
dengan 2-5 nukleoli. Sitoplasmanya basofilik dan tidak mengandung granula sitoplasma.
Sumsum tulang normal mengandung sampai 4% mieoblas. Mieloblas dengan pembelahan sel
menjadi promielosit yang sedikit lebih besar yang telah mempunyai granula primer dalam
20

sitoplasmanya. Sel ini menjadi mielosit yang memiliki granula spesifik atau sekunder. Mielosit
mempunyai kromatin inti lebih padat dan nucleoli tidak terlihat. Dengan pembelahan sel,
mielosit menjadi metamielosit, sel yang tidak membelah, yang memililki inti berlekuk atau
berbentuk sepatu kuda dan sitoplasmanya berinti dengan granula primer dan sekunder. Sebagian
besar ahli besar mengklasifikasikan stadium maturasi neutofil di antara metamielosit dan
neutrofil yang matang penuh sebagai bentuk pita atau juvenile. Sel ini yang dapat ditemukan
dalam darah tepi normal tidak mengandung perbedaan filament halus dan jelas di antara lobus-
lobus yang terlihat dalam neutrofil matang.

Kinetika Neutrofil
Kinetika dan mobilisasi sel leukosit dari sumsum tulang, darah dan jaringan terbagi dalam 3
kompartemen atau pool:
Kompartemen proliperatif (mitotic): berupa mieloblast, promielosit, dan mielosit dengan rata-
rata replikasi sekitar 24 jam.
Kompartemen cadangan (kompartemen pasca mitosis): pada sumsum sebagian besar bentuk stab.
Kompartemen sirkulasi: leukosit mencapai sirkulasi dalam 4-8 hari.
Di dalam sirkulasi darah neutrofil mempunyai waktu paruh rata-rata sekitar 6 7 jam untuk
kemudian ke jaringan. Keberadaannya dalam sirkulasi akan lebih cepat bila terdapat infeksi atau
inflamasi dan demam.

Fungsi Neutrofil
Fungsi normal neutrofil sama dengan monosit, dapat dibagi dalam 3 fase:
1. Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel akan ditarik ke bakteri atau tempat peradangan
yang mungkin terjadi karena ada zat kemotaktik yang dibebaskan oleh jaringan yang rusak atau
oleh komponen komplemen.
2. Fagositosis. Pegenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi dengan immunoglobulin atau
komplemen karena baik neutrofil maupun monosit mempunyai fragmen immunoglobulin Fc dan
untuk C3 dan komponen komplemen lain.
3. Membunuh dan mencerna. Cara ini terjadi dengan 2 jalan yaitu yang tergantung oksigen dan
tidak tergantung oksigen. Pada reaksi yang tergantung oksigen, dalam neutrofil, H
2
O
2
bereaksi
dengan mieloperoksidase dan halide interseluler untuk membunuh bakteri: superoksida (O
2
) juga
21

dapat terlibat. Mekanisme bakterisidal yang nonoksidatif memerlukan penurunan pH di dalam
vakuola fagosit kedalam mana enzim lisososmal dibebaskan. Factor tambahan, yaitu laktoferin
merupakan suatu protein pengikat besi yang terdapat dalam granula neutrofil bersifat
bakteriostatik dengan menghabiskan besi bakteri.

I.1.3.2.EOSINOFIL
Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah
gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari 3 lobus inti. Mielosit
eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari precursor
neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutrofil.
Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan memainkan peranan istimewa pada alergi, pada
pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradanagan.

Kinetika Eosinofil
Seperti neutrofil kinetika eosinofil juga melalui 3 kompartemen, yaitu di sumsum tulang sebagai
kompartemen mitosis dan cadangan yaitu sebesar 0,3% dari populasi sel-sel berinti di sumsum
tulang. Sebagian besar berada dalam sumsum tulang dan jaringan, hanya 1% berada dalam
sirkulasi. Sekali masuk ke sirkulasi darah eosinofil mempunyai kosentrasi sekitar 300 sel
immature, dalam sumsum tulang sekitar 100 dan di dalam jaringan sekitar 300 sel. Dalam
keadaan normal bila sudah ke jaringan, eosinofil tidak akan kembali ke sirkulasi.
Diferensiasi dan maturasi eosinofil juga serupa dengan neutrofil, setelah 3-6 hari maturasi
dari sel precursor, eosinofil keluar dari sumsum tulang karena ada respon terhadap eosinofilik
factor dan hipoksia. Berbeda dengan neutrofil, rangsangan eosinofilia adalah tergantung pada T-
limfosit dan di bawah pengaruh respon imun.







22

Fungsi Eosinofil


I.1.3.3.BASOFIL
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Basofil mempunyai banyak
granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamine. Dalam jaringan
ia menjadi sel mast. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya
dikaitkan dengan pelepasan histamine.

Kinetika Basofil
Individu normal mempunyai jumlah absolute basofil dalam darah 0,5% dari total leukosit dan
0,3% sel-sel berinti sumsum tulang. Basofil seperti juga granulosit lain berada di sumsum tulang
mengalami diferensiasi dan maturasi selama 7 hari, kemudian ke sirkulasi dan dalam keadaan
normal tidak akan ke jaringan. ACTH mengurangi jumlahnya dalam sirkulasi.

Fungsi Basofil
Basofil seperti juga sel mast merupakan sumber utama mediator kimia yang paten yang berperan
dalam proses imunologi dan informasi.




23

I.2.Trombositopoiesis
Produksi Trombosit
Produksi trombosit terjadi di sumsum tulang. Sumsum tulang normal mengandung sejumlah
megakariosit, sel yang sangat besar (diameter 160 m dengan nukeus yang besar. Selama
perkembangan dan pertumbuhannya, megakariosit menghasilkan protein strktural, enzim dan
membrane. Kemudian mereka mulai mengganti sitoplasma pada paket membrane kecil.yang
tertutup. Paket ini adalah platelet (trombosit) yang kemudian masuk ke sirkulasi darah.
Megakariosit yang matang secara gradual kehilangan seluruh sitoplasmanya, memproduksi
sekitar 4.000 trombosit sebelum nukluesnya difagosit dan dihancurkan untuk mengulang siklus
berikutnya.
Aktivitas megakariosit distimulasi oleh:
1. Trombopoietin (TPO) atau thrombocyte stimulating factor, sebuah hormone peptide yang
diproduksi di ginjal (dan mungkin di tempat lain) yang mempercepat pembentukan platelet dan
menstimulasi produksi megakariosit
2. Interleukin-6 (IL-6), sebuah hormone yang menstimulasi pembentukan platelet.
3. Multi-CSF yang memproduksi produksi platelet dengan meningkatkan pembentukan dan
pertumbuhan megakariosit.

Kinetika Trombosit
Platelet diganti secara kontinyu. Setiap platelet bersirkulasi selama 9-12 hari sebelum difagosit,
terutama di limpa. Setiap mikroliter darah mengandung 150.000-350.000 platelet. Sekitar
sepertiga platelet di tubuh, disimpan di limpa dan organ vascular lainnya daripada di sirkulasi.
Cadangan ini dimobilisasi selama sirkulasi krisis, seperti pada perdarahan hebat.

Fungsi Trombosit
1. Melepaskan bahan-bahan kimia yang penting dalam proses pembekuan.
Dengan melepaskan enzim dan berbagai factor lain pada waktu yang tepat, platelet membantu
inisiasi dan control proses pembekuan.
2. Pembentukan gumpalan sementara pada dinding pembuluh darah yang rusak.
Platelet menggumpal secara bersamaan pada tempat jejas, membentuk platetelet plug yang dapat
memperlambat banyaknyaa kehilangan darah selama terjadinya proses pembekuan.
24

3. Kontraksi aktif setelah terjadi pembentukan gumpalan.
Platelet mengandung filament aktin dan myosin. Setelah bekun darah terbentuk, kontraksi
filament platelet menyusutkan bekuan dan mengurangi ukuran rupture di pembuluh darah.

II. LEUKEMIA
1,3,11


Definisi
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoietik yang secara maligna melakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum yang normal.

Insiden
Walaupun menyerang kedua jenis kelamin, tetapi laki-laki terserang sedikit lebih banyak
daripada perempuan.

Etiologi
Etiologi leukemia tidak diketahui dengan pasti, namun terdapat beberapa faktor predisposisi
yang diduga memegang peranan.

1. Faktor Instrinsik
a. Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk
mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita
leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price
atau Wilson (1982) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi
leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden
yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot). ( 10 Kejadian leukemia
meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia fancori) atau pada
penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom
klinefelter dan sindrom turner.

25

b. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah
menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos
dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang
mungkin sebagai penyebab leukemia.

2. Faktor Ekstrinsik

1. Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi leukemia
pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar
tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan
10 % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi. Sebelum proteksi terhadap sinar rutin
dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk
Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai
insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak. Demikian pula pada penderita ankylosing
spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA
14 kali lebih banyak.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada
binatang dan manusia. Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan
leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki
yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA. Kloramfenikol dan
fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri
dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif.

3. Infeksi Virus
Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. Diduga yang ada
hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus
RNA yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik. Beberapa virus
26

tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Timbulnya leukemia
dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor imunologik serta ada
tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan
bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil
penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan
di dalan virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada binatang.

Klasifikasi
- Menurut perjalanan penyakitnya, dapat dibagi atas leukemia akut dan kronik.
Leukemia akut Leukemia kronis
Umur Semua umur Dewasa
Onsetpenyakit Tiba-tiba Perlahan
Perjalanan penyakit < 6 bulan 26 tahun
Sel lekemia Sel-sel tidak
matang
Sel matang
Anemi,
trombositopeni
Menonjol Ringan
Jumlah lekosit Bervariasi Meningkat
Pembesaran
kelenjar
Ringan Jelas
Pembesaran limpa Ringan Jelas

Jenis Perkembangan penyakit Sel darah putih yang terkena
Leukemia Limfositik
(limfoblastik) Akut
Cepat Limfosit
Leukemia Mieloid (mielositik,
mielogenous, mieloblastik,
mielomonositik) Akut
Cepat Mielosit
Leukemia Limfositik Kronik
termasuk sindroma Szary dan
leukemia sel berambut)
Lambat Limfosit
Leukemia Mielositik (mieloid,
mielogenous, granulositik)
Kronik
Lambat Mielosit

27

- Klasifikasi AML dan ALL (menurut kelompok FAB)

Subtipe Persen kasus Morfologi
M0, tidak berdiferensiasi
3
Sel primitif; pewarna
sitokimia negatif
M1, AML tanpa
pematangan
20
Granula azurofilik sedikit
M2, AML dengan
pematangan 25
Blas dengan granul
promielositik, batang Auer
mungkin ditemukan
M3, leukemia promielositik
10
Promielosit hipergranular
sering dengan batang Auer
multipel per sel

M4, leukemia
mielomonositik akut
20
Sel seperti sel monositoid di
darah tepi; M4 dengan
eosinofilia merupakan
subtipe
M5, leukemia monositik
akut
20
Diketahui dua subtipe:
a. tidak berdiferensiasi
b. berdiferensiasi dengan
80% promonosit dan
monosit
M6, eritroleukemia akut
5
Predominansi eritroblas dan
prekursor eritroid yang
sangat displastik
M7, leukemia
megakariositik akut
5
Blas tidak berdiferensiasi
bereaksi dengan antibodi
antitrombosit dan
mengandung peroksidase
trombosit

28

Diferensiasi




29

Patogenesis
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari
perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol
seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik
yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi.
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel sejenis
yang normal.
Sebagian kecil persentase dari pasien didiagnosa sebelum gejalanya berkembang. Dengan
memperhatikan jalan dari jenis pasien belakangan, info mengenai pola serangan penyakit yang
bisa diperoleh.

Manifestasi Klinik
Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma
hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-masing.
Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama, yaitu:
Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi jaringan
atau leukostasis. Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan
komplikasi sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leucopenia. Pengeluaran faktor faali
yg mengakibatkan komplikasi yang signifikan.
Manifestasi klinis tersering dijumpai adalah rasa lelah, penurunan berat badan, rasa penuh di
perut; kadang-kadang sakit di perut, dan mudah mengalami perdarahan. Pada pemeriksaan fisik
hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Juga sering didapatkan nyeri
tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura, perdarahan retina,
panas, pembesaran kelenjar getah bening, dan kadang-kadang priapismus.

Prognosis
Sebagian besar pasien LGK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut krisi
blastik. Gambaran mirip dengan leukemia akut, yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas dan promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit, dan sel darah
merah yang amat kurang.

30

II.1 LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT
1,3,4,5,8,11,12


Definisi
Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.

Prevalensi
Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia.
Lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Insiden LMA umumnya
tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden
meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Pada orang yang berusia 30
tahun adalah 0,8%; usia 50 tahun 2,7%; sedang usia di atas 65 tahun 13,7%. Secara umum tidak
didapatkan variasi antar etnik, meskipun pernah dilaporkan adanya insiden LMA tipe M3 yang
2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras Hispanik yang yang tinggal di Amerika Serikat
dibandingkan dengan ras Kaukasia.

Etiologi
Walaupun penyebab leukemia belum sepenuhnya diketahui, sejumlah faktor terbukti
berpengaruh dan dapat menyebabkan leukemia, baik faktor intrinsik (host) ataupun faktor
ekstrinsik (lingkungan).

A. Faktor intrinsik
Keturunan
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk
mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada kembar identik penderita leukemia
akut, demikian pula walaupun jarang, pada saudara lainnya.

Kelainan kromosom
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dcngan kelainan fragilitas kromosom (Sindrom
Bloom dan Anemia Fanconi) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal
seperti pada Sindrom Down, Klinefelter, dan Turner.
31

Defisiensi imun
Sistim imunitas tubuh kita mcmiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah
menjadi sel ganas. Gangguan pada sistim tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos
dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit.
Disfungsi sumsum tulang, seperti sindrom mielodisplastik, mieloproliferatif, anemia
aplastik dan hemoglobinuria nokturnal paroksismal.

B. Faktor Lingkungan
Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidens leukemia
pada ahli radiologi (sebelum ditemukannya alat pelindung), penderita dengan pembesaran
kelenjar timus, ankilosing spondilitis, dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi.
Diperkirakan 10 persen penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi. Bukti yang kuat
adalah tingginya insidens leukemia setelah peristiwa pemboman Hiroshima dan Nagasaki.

Bahan kimia dan obat-obatan
Pemaparan terhadap benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan
leukemia. Kejadian ini akan sangat meningkat pada penderita anemia aplastik. Demikian pula
halnya setelah pengobatan dengan obat golongan antrasiklin.

Infeksi
Belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus, walaupun ada
beberapa penelitian yang menyokong teori tersebut antara lain dengan ditemukannya enzim
reverse transcriptase dalam darah penderita leukemia. Kelainan paling mendasar dalam proses
terjadinya keganasan adalah kelainan genetik sel. Proses transformasi menjadi sel ganas dimulai
saat DNA gen suatu sel mengalami perubahan. Perlu diingat bahwa adanya gangguan pada
beberapa tingkatan dan aktifitas faktor-faktor yang diperlukan dalam granulopoesis yang normal,
merupakan faktor yang diperlukan untuk perkembangan dan progresifitas dari leukemia akut dan
menahun. Kejadian leukemia berbeda pada berbagai umur, penampilan klinik, kelangsungan
hidup dan respons terhadap pengobatan. Hal ini disebabkan adanya variasi respons pejamunya.

32

Patogenesis
Patogenesis utama adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-
sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di
sumsum tulang. Akumulasi blast di sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis
normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone
marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan
trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang
lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,
sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi
opotunis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang
terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke
organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-
organ tersebut dengan segala akibatnya.


Acute myeloid leukemia in a cat. Numerous large myeloblasts with a moderate amount of lightly basophilic cytoplasm
(arrowhead) and a visible nucleolus (arrow)


33





34



Tanda dan Gejala

Pada pasien LMA tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus
LMA, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien
mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blas dalam jumlah yang signifikan di darah
tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasa terjadi dalam bentuk
purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis,
perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang
disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi
sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektal.
35

Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm
3
), sering
terjadi leukostasis, yaitu terjadi gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena
maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang
sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus. Angka
leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa
hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi
secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari
sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimtomatik
karena hipoglikemia tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien.
Infiltrasi sel-sel blas akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang
diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blas di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan
yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang inflitrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan
menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan
menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi
sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada
LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings.

Kelainan Fisik
Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan
keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 % mengeluhkan
kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati keluhan
ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosa LMA dapat ditegakkan.
Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding
dengan anemia.

Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga
didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap LMA. Umumnya demam ini timbul
karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga
didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.
36

Fenomena perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita
mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain.
Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.

Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan ini
tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga
sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.

Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita LMA. Rasa nyeri ini disebabkan
oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan
terjadi infark tulang.
Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena
adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom
cardiorespiratorius seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

Pembesaran organ-organ
Walaupuan jarang didapatkan dibandingkan LLA, pembesaran massa abnomen atau
limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita LMA.
Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang
memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe LMA tertentu, misalnya
leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit
yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general,
37

dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi ini akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan
bisa dilihat pada 15 % penderita varian MSa, 50 % MSa dan 50 % M4. Namun hanya
didapatkan sekitar 5 % pada subtipe LMA yang lain.

Sternal tenderness
Kelainan fisik ini didapatkan pada kira-kira dua per tiga kasus LMA (12), (14). Kelainan
ini juga disebabkan infiltrasi sel-sel leukemik, terutama di tempat produksi sumsum
tulang.

Kelainan Laboratium
Angka Leukosit
Pada umumnya, angak leukosit meningkat pada sebagian besar penderita LMA, tetapi
angka leukosit juga bisa normal atau turun. Didapati angka leukosit bervariasi antara
kurang dari 1000 hingga 100.000 per mm3. Pada angka leukosit normal atau turun, ini
dinamakan sub leukemik leukemia, dimana masih dapat ditemukan sel blast dalam darah
tepi.

Sel Blast darah tepi
Sel blast meningkat dalam darah tepi pada penderita LMA. Jumlah sel blast dapat
bervariasi dari nol hingga 200 x 109 / 1 median antara 15 20 x 109/1. Pada umumnya,
ada korelasi antara jumlah sel blast dalam darah dan sumsum tulang dengan pembesaran
lien atau manifestasi infiltasi sel leukemik lain. Bilamana didapati tiada sel blast dalam
darah tepi dinamakan aleukemik leukemia. Keadaan ini bisa ditemukan penderita LMA.

Angka trombosit
Trombositopenia sebagai akibat infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia ditemukan
pada kebanyakan penderita. Pada keadaan yang sangat jarang ada ditemukan
trombositosis.

38

Sel eritrosit
Anemia normositik normokromik ditemukan pada sebagian besar penderita LMA. Dalam
apusan darah tepi juga didapatkan eritrosit bernukleus serta retikulositopenia. Anemia
terjadi sebagai akibat gangguan produksi sel dalam sumsum tulang yang diakibatkan oleh
infiltrasi sel-sel leukemia pada sumsum tulang.

Sumsum tulang
Biasanya sumsum tulang dalam keadaan hiperseluler, dimana kepadatan sel-sel
meningkat. Pada pemeriksaan mikroskopik sel-sel blat (mieloblast) dominan, jumlah
megakariosit dan sel-sel normoblast sangat menurun. Bila dilakukan biopsi dan
pengecatan retikulum akan didapatkan myelofibrosis ini dapat diperhatikan pada dua per
tiga kasus LMA.

Asam urat darah
Pada kira-kira separuh kasus LMA, dapat ditemukan asam urat darah meningkat dan
begitu juga pada ekskresi asam urat dalam urin, tetapi jarang menimbulkan simptom
gout.

Protein darah
Protein darah biasanya berubah. Hiper gamma globulin yang difus didapatkan pada
kebanyakan penderita, sedangkan albumin selalu normal waktu diagnosis dan menurut
bila lanjut. Beta globulin biasanya naik dan umumnya kenaikkan alfa globulin didapatkan
pada keadaan demam atau infeksi. Protein pengikat vitamin B12 bisa meningkat dalam
darah pada penderita LMA khususnya bila ditemukan leukositosis. Protein pengikat asam
folat meningkat bagi beberapa penderita, terutama pada leukemia mielomonoblastik.
Diagnosis
Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan
pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua dekade tabun yang lalu
berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenetik.
Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi
39

Amerika, Perancis dan Inggris pada tabun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari 8
subtipe (MO sampai dengan M7, Tabel 2). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB
(French American British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar LMA.
Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan
mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif
pada pasien LMA tipe MI, M2, M3, M4 dan M6.
Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu teknik pengecatan modem yang
dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibodi. Diketahui bahwa permukaan membran
sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat
diferensiasi sel-sel darah tersebut. Sebagai contoh sellimfosit mengekspresikan antigen yang
berbeda dengan sel granulosit maupun sel trombosit dan eritrosit. Demikian pula limfosit B
mempunyai ekspresi antigen yang berbeda dengan limfosit T. Selain itu sel-sel blast
mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel-sel leukosit yang lebih matur seperti
promielosit dan mielosit. Bila antigen yang terdapat di permukaan membran sel tersebut dapat
diidentifikasi dengan antibodi yang spesifik, maka akan dapat dilakukan identiftkasijenis sel dan
tingkat maturitasnya yang lebih akurat. Identifikasi sel dengan teknik immunophenotyping
biasanya diberi label CD (cluster of differentiation). Saatini terdapatlebih dari 200 CD yang
menjadi penanda berbagaijenis dan tingkat maturitas selsel darah. Selain berfungsi sebagai alat
diagnosis, teknik immunophenotyping juga mempunyai nilai prognostik dan terapi. Sebagai
contoh, pasien LMA yang mengekspresikan CD7 mempunyai prognosis yangjelek sedang
pasien LMA yang mengekspresikan CD2 mempunyai prognosis yang lebih baik. Saat ini juga
sedang dikembangkan terapi antibodi yang secara spesifik mempunyai target terapi CD33,
gemtuzumab osagamicin, yang diindikasikan bagi pasien LMA usia lanjut yang
mengekspresikan CD33.
Analisis sitogenetik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960 dan
berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat 2 kelainan dasar sitogenetik pada LMA:
kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan
menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi
kromosom. Kelainan pertama dapat berupa kehilangan sebagian dari materi kromosom
(delesildel) atau hilangnya satu materi kromosom secara utuh (monosomi). Penambahan materi
kromosom juga dapat bersifat sebagian (duplikasild) atau bertambahnya satu atau lebih materi
40

kromosom secara utuh (trisomi, tetrasomi). Kelainan kedua berupa perubahan kromosom
seimbang dalam bentuk perubahan resiprokal antara dua atau lebih kromosom (translokasi/t)
atau perubahan pada berbagai bagian dalam satu kromosom (inversi/inv).
Kelainan sitogenetik t (8,21), t (15,17), inv (l6)/t dan translokasi llq23 merupakan
kelainan sitogenetik yang dijumpai pada 21 %-28% pasien LMA dewasa. Kelainan sitogenetik
lain yang dijumpai dalam jumlah cukup signiftkan pada pasien LMA adalah trisomi, delesi dan
kelainan karyotype yang kompleks (mempunyai kelainan sitogenetik 3 atau lebih). Kelainan
sitogenetik pada pasien LMA mempunyai nilai prognostik. Pasien dengan kelainan sitogenetik: t
(15; 17), inv (16), t (16; 16) atau del (l6q) dan t (8;21) yang tidak disertai del(9q) atau kelainan
karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang baik (favourable); pasien dengan kelainan
sitogenetik +8, -Y, +6, del (12p) atau karyotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang
(intennediate), sedangkan pasien dengan kelainan sitogenetik-5 atau del (5q),-7 atau del (7q),
inv (3q), del (9q), t (9;22) dan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis yang buruk
(unfavourable). Profil kelainan sitogenetik pada pasien LMA juga mempunyai implikasi
terhadap terapi sebab dewasa ini, meskipun masih kontroversial, telah dikembangkan strategi
terapi pada pasien LMA berdasarkan profil sitogenetik pasien.

Pemeriksaan Penunjang
Darah Tepi
Sel darah putih meninggi, normal, atau kurang, bisa disertai mieloblas.
Sumsum Tulang
Hiperselular 50 % mieloblas, terdapat badan Auer.
Sitogenetik
Aberasi kromosomal t(6:9), t(4,11), dll.
41


AUER RODS

Prognosis
Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu
beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. LMA akibat terapi mempunyai yang lebih
buruk dibandingkan LMA de novo.


Penatalaksanaan
6,7,8,10,11,12


Penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan AML dilakukan dalam 2 fase, management induksi
dan postremisi. Tujuan utama adalah untuk mencapai CR (complete remission). Ketika CR
tercapai, maka terapi lanjut dilakukan untuk mempertahankan kehidupan dan mencapai
penyembuhan. Fase induksi inisial dan terapi postremisi yang mengikutinya biasanya dipilih
berdasarkan usia pasien. Keuntungan dari penggunaan terapi dengan kemoterapi tradisional
seperti cytarabine dan antracycline pada pasien usia < 60 tahun dapat meningkatkan angka
penyembuhan AML. Keuntungan terapi intensif masih controversial pada pasien usia lanjut.

1. Kemoterapi
Merupakan terapi pilihan untuk leukemia. Terapi bertujuan untuk mengeradikasi semua sel-sel
kenker di dalam sumsum tulang serta repopulasi dengan precursor hematopoetik normal.
Masalah yang dihadapi pada kemoterapi ialah obat yang digunakan untuk terapi tidak spesifik
untuk sel leukemic saja tetapi membunuk sel normal juga.
42


Obat yang digunakan untuk leukemia dapat dimasukkan kedalam kelompok.
Anti metabolit
Alkylating agents
Antibiotic
a. Anti metabolit
Menggunakan purin atau pirimidin analog yang menghambat sintesis DNA. Obat anti metabolit
ini membunuh sel dalam siklus, merusak pembelahan sel yang cepat. Selain membunuh sel-sel
leukemik, obat-obat ini juga membunuh sel lapisan usus, epitel germinal folokel rambut, dan sel
hematopoietic normal.
Komplikasi yang didapat yaitu adanya gangguan gastrointestinal, rambut rontok dan life-
threatening cytopenias (cytopenias yang mengancam jiwa).
b. Alkylating agents
Merupakan senyawa kimia yang mengandung golongan alkil. Obat-oba ini tidak spesifik untuk
sel yang dalam siklus, tapi dapat pula membunuh sel dalam fase istirahat maupun proliferasi obat
melekat pada molekul DNA dan mennganggu sintesis DNA.
Efek samping yang dapat timbul yaitu myelosuressi. Stomatitis, nausea, dan vomiting.
c. Antibiotik
Antibiotic mengikat pada molekul DNA atau RNA, dan mengganggu replikasi sel. Efek toksik
mirip yang terjadi pada alkylating agents.

43


1. Kemoterapi induksi
Regimen induksi yang paling sering digunakan (pada pasien leukemia selain APL) adalah
kemoterapi yang dikombinasikan dengan cytarabine dan anthracycline. Cytarabine merupakan a
cell cycle S-phasespecific antimetabolite yang berubah menjadi dalam bentuk trifosfat aktif
melalui mekanisme fosforilasi intraselular dan mengganggu sintesis DNA. Anthracyclines
merupakan interkalater DNA. Cara kerja mereka terutama dengan menghambat topoisomerase II,
yang menyebabkan kerusakan DNA. Cytarabine biasanya digunakan sebagai infus intravena
selama 7 hari. Terapi Anthracycline pada umumnya diberikan daunorubicin secara intravena
pada hari ke-1, 2 dan 3 (regimen 7 dan 3). Pengobatan dengan idarubicin selama 3 hari
bersamaan dengan cytarabine secara kontinu selama 7 hari lebih efektif bahkan mungkin lebih
baik dari daunorubicin pada pasien-pasien usia muda. Penambahan etoposide dapat
mempertahankan durasi CR.
Setelah kemoterapi induksi, sumsum tulang diperiksa kembali untuk melihat apakah
leukemia sudah tereliminasi. Jika masih terdeteksi sel blast sebanyak 5% dengan selularitas 20%,
pasien biasanya diterapi ulang dengan cytarabine dan anthracycline dengan dosis sama seperti
dosis inisial, tetapi dalam 5 dan 2 hari berturut-turut. Rekomendasi dari kami adalah untuk
merubah terapi menjadi sebagai berikut, pasien yang gagal mencapai CR setelah 2 kali terapi
induksi harus segera dilanjutkan dengan terapi allogeneic stem cell transplant (SCT) jika donor
44

yang tepat tersedia. Hal ini hanya dilakukan pada pasien dengan usia dibawah 70 tahun dengan
fungsi organ yang baik.
2. Terapi suportif
Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietic rekombinan sudah diuji secara klinis pada AML. Uji
klinis ini dilakukan untuk mengurangi rasio infeksi setelah kemoterapi. G-CSF dan granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) telah mengurangi waktu menyembuhan
netrofil rata-rata antara 5-7 hari. Bagaimanapun, rasio penyembuhan netrofil yang dipercepat
ini, tidak selalu menunjukkan penurunan rasio infeksi atau pengurangan masa perawatan di RS.
Kegunaan faktor-faktor pertumbuhan pada terapi suportif untuk pasien-pasien AML masih
controversial. Lebih sering digunakan sebagai terapi suportif pada pasien usia lanjut dengan
komplikasi, pada pasien-pasien yang menerima regimen postremisi intensif atau pasien-pasien
dengan infeksi yang tidak terkontrol.
Kateter multilumen pada atrium kanan harus segera dipasang pada pasien yang baru
didiagnosis AMl. Sesudah itu, dapat digunakan untuk memfasilitasi obat-obat intravena dan
transfusi. Kateter antibiotic juga dapat dipertimbangkan pemasangannya jika resiko infeksi
tinggi.
Bank darah yang adekuat dan cepat sangat penting untuk terapi AML. Transfuse platelet
harus diberikan untuk mempertahankan jumlah platelet > 10,00020,000/L. Jumlah platelet
harus dipertahankan tinggi pada pasien dengan demam dan selama masa perdarahan atau DIC.
Pasien-pasien dengan kenaikan jumlah platelet posttransfusi yang rendah dapat mengambil
keuntungan dari transfuse platelet dengan human leukocyte antigen (HLA) yang cocok. Transfusi
RBC harus dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb > 8 g/dL jika tidak ada perdarahan aktif,
DIC atau CHF.
Penatalaksanaan untuk Promyelocytic Leukemia
11

Tretinoin adalah obat oral yang menginduksi diferensiasi sel-sel leukemia t(15;17). APL
responsive terhadap cytarabine dan daunorubicin, tetapi sekitar 10% pasien yang diobati dengan
obat-obat ini meninggal karena DIC yang diinduksi oleh pelepasan komponen granul oleh sel-sel
tumor yang mati. Tretinoin tidak mengakibatkan DIC tetapi dapat mengakibatkan komplikasi
45

lain yang disebut retinoic acid syndrome. Muncul pada 3 minggu setelah terapi, ditandai dengan
demam, dispneu, nyeri dada, infiltrate pada paru, efusi pericardial dan pleura dan hipoksia.
Sindrom ini berhubungan dengan penambahan sel-sel neoplasma yang berdiferensiasi ke dalam
endothelium. Glucocorticoid, kemoterapi dapat menjadi efektif untuk managemen sindrom asam
retinoat. Mortalitas pada sindrom ini sekitar 10%.
Tretinoin (45 mg/m
2
per hari oral hingga remisi tercapai) ditambah dengan kemoterapi
anthracycline yang dilakukan bersama-sama merupakan terapi yang paling aman dan efektif
untuk APL.
Arsenic trioxide dapat digunakan sebagai salah satu terapi inisial pada APL. Deteksi
residu penyakit dengan amplifikasi RT-PCR pada produk gen chimeric t(15;17) menunjukkan
kekambuhan yang diprediksi.
Terapi Postremisi
Tanpa terapi lanjut, semua pasien dapat mengalami kekambuhan. Apabila terjadi kekambuhan,
maka tidak ada obat lain kecuali SCT.
Terapi Postremisi bertujuan untuk menghilangkan residu sel-sel leukemik untuk
mencegah kekambuhan dan memperpanjang harapan hidup. Terapi Postremisi pada AML
biasanya berdasarkan usia (<5565 dan >5565). Pada pasien muda, dosis tinggi cytarabine lebih
efektif dari cytarabine dosis standar. Kanker dan leukemia grup B (CALGB), sebagai contoh,
membandingkan durasi CR pada pasien-pasien yang ditunjuk untuk postremisi selama 4 siklus
dengan dosis tinggi cytarabine (3 g/m
2
, setiap 12 jam pada hari ke-1, 3 dan 5), dosis
intermediate (400 mg/m
2
selama 5 hari dengan infus kontinu), atau dosis standar (100 mg/m
2
per
hari selama 5 hari dengan infus kontinu).
46


Rehabilitasi Pada Leukimia
Tujuan rehabilitasi pada pasien leukimia adalah meminimalisir disfungsi organ. Terutma pasca
penatalaksanaan kuratif. Beberapa aspek yang diperhatikan dalam rehabilitasi leukimia, yaitu:
(1) kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)
(2) kesehatan psikologis (psychological well-being)
(3) kesehatan sosial (social well-being)
(4) kesehatan spiritual (spiritual well-being)

Intervensi asuhan penderita leukemia di rumah menggunakan strategi untuk menurunkan
dampak penyakit leukemia sebagai stresor dan meningkatkan resistensi pasien sebagai kualitas
hidupnya. Intervensi diberikan untuk menjaga stabilitas pasien, ketersediaan sumber energi
sistem, dan dukungan terhadap pasien untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Intervensi
terhadap penderita ALL dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu prevensi sekunder dan prevensi
tersier.
Prevensi sekunder bertujuan untuk melakukan penatalaksa-naan berbagai manifestasi
leukemia (prompt treatment) dan mencegah/membatasi kecacatan (disability limitation).
47

Penatalak-sanaan manifestasi leukemia, misalnya: penatalaksanaan nyeri nonfarmakologik;
pencegahan cedera; penanganan perdarahan, anemia, gangguan hidrasi, perubahan nutrisi, nyeri,
mukositis, infeksi sekunder, dan kedaruratan onkologik; penanganan respons terhadap tindakan
kemoterapi; dan koping keluarga. Prevensi tersier bertujuan untuk upaya rehabilitasi, pendidikan
kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, dan
memelihara stabilitas kesehatan.
Intervensi Penderita Leukemia di Rumah
Intervensi penderita leukemia di rumah pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan
perawatan akut.

1. Aspek kesehatan fisik dan mengatasi manifestasi klinis (physical well-being and symptoms)

a. Memantau respons terhadap pengobatan kemoterapi

Diare : Berikan cairan per oral. Lakukan perawatan kulit pada bokong dan daerah perineum.
Pantau efektivitas obat antidiare. Hindari makanan dan buah-buahan tinggi-selulose Beri makan
sedikit tapi sering; jika mungkin beri makanan yang disukai . Kurangi atau jangan berikan
daging.

Anoreksia : Observasi adanya tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi). Beri makan sedikit tapi
sering yang berupa makanan lunak kaya zat gizi dan kalori. Dianjurkan makan makanan yang
disukai atau dapat diterima walaupun tidak lapar. Hindari minum sebelum makan. Tekankan
pada bahwa makan adalah bagian penting dalam program pengobatan.

Mulut kering : Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin. Bentuk makanan cair.
Kunyah permen karet atau hard candy.

Mual dan muntah : Beri makanan kering. Hindari makanan yang berbau merangsang. Hindari
makanan lemak tinggi. Makan dan minum perlahan-lahan. Hindari makanan atau minuman
terlalu manis. Batasi cairan pada saat makan. Tidak tiduran setelah makan.
48

Retensi cairan : Pantau asupan dan keluaran cairan. Timbang berat badan harian. Bila ada sesak
nafas (gawat pernapasan) segera dibawa ke rumah sakit. Ubah posisi tidur sesering mungkin.

Hiperuremia : Pantau asupan dan keluaran. Anjurkan untuk banyak minum. Lakukan perawatan
kulit agar rasa gatal berkurang.

Demam dan menggigil : Catat frekuensi gejala. Berikan rasa nyaman dengan memberinya
selimut dan mandi hangat-hangat kuku (tepid sponge).

Sariawan (stomatitis dan ulkus mulut) : Berikan rasa nyaman dengan sering berkumur, memakai
cairan pencuci mulut, dan permen yang keras.

Rambut rontok (alopesia) : Persiapkan dan keluarga untuk menghadapi kerontokan rambut.
Yakinkan hati dan keluarga bahwa kerontokan rambut tersebut hanya sementara. Siapkan dan
keluarga tentang tumbuhnya rambut baru yang berbeda warna dan tekstur dari rambutnya
semula. Gunakan syal, topi, atau wig sebelum rambut mulai rontok sebagai usaha untuk
mengalihkan perhatian. Sering keramas untuk mencegah cradle cap. Cegah penggunaan bahan
kimia rambut, seperti larutan pengkriting rambut yang permanen, ketika rambut tumbuh kembali.
Bantu memilih pakaian yang dapat meningkatkan aspek positif penampilan.

b. Mencegah infeksi sekunder serta memantau adanya tanda dan gejala infeksi
Waspadai bahwa demam dan batuk adalah tanda yang terpenting dari infeksi. Lebih
banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya.
Buatkan kamar protektif yang semi steril mendekati ruangan isolasi di rumah sakit.
Minta memakai masker bila keluar rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang
menderita neutropenik berat (leukosit kurang dari 1000/mm3).
Cuci tangan dengan alkohol 80%. Gunakan semprotan alkohol untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah memegang.
Kurangi kontak dengan orang lain.
49

Perawatan gigi dan mulut harus dikerjakan setiap hari. Setiap habis makan dan terutama
kalau mau tidur harus dilakukan sikat gigi (dengan sikat gigi yang harus), kumur betadin
dan kumur antijamur.
Setiap hari diwajibkan memeriksa kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala
sampai ujung kaki. Daerah kemaluan juga harus diperhatikan, daerah tersebut sering
terabaikan dan justru di daerah itu pula sering muncul infeksi kulit.
Makanan hygienis.
Jaga kebersihan diri termasuk kuku yang bersih.

c. Pantau Adanya Tanda dan Gejala Komplikasi
Somnolens radiasi: Dimulai 6 minggu setelah menerima radiasi kraniospinal, menunjukkan
keletihan berat dan anoreksia selama kira-kira 1 sampai 3 minggu. Orang tua sering kali merasa
khawatir tentang terjadinya kambuhan pada saat ini dan perlu untuk diyakinkan.
Gejala SSP: Sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala tersebut dapat
mengindikasikan keterlibatan SSP dalam leukemia.
Gejala pernapasan: Batuk dan sesak nafas. Gejala tersebut mengindikasikan adanya
pneumosistitis atau infeksi pernapasan lainnya.

d. Mencegah cedera yang dapat menyebabkan perdarahan
Pantau adanya tanda dan gejala perdarahan.
Periksa adanya memar dan kemerahan pada kulit.
Periksa adanya mimisan dan gusi berdarah.
Jaga agar kuku tetap pendek.
Hindari penumpuan beban pada alat gerak yang sakit
Hindari kecelakaan dan cedera. Pastikan lingkungan ruangan termasuk barang-barang
yang ada di ruangan agar benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai .
Anjurkan aktivitas bermain yang tenang.

e. Pemberian Nutrisi.
Tujuan diit. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya
terima . Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan. Mengurangi rasa
50

mual, muntah, dan diare. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan
oleh pasien dan keluarganya.
Syarat-syarat diet di rumah. Energi tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg
BB untuk perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi
menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu
1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup,
yaitu sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B
kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
Jenis makanan atau diet yang diberikan hendaknya memperhatikan nafsu makan, perubahan
indra kecap, rasa cepat kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan.
Hindari makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan berminyak,
makanan asam, pewarna makanan, MSG.
Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan dalam bentuk makanan padat,
makanan cair, atau kombinasi. Untuk makanan padat dapat berbentuk makanan biasa, makanan
lunak, atau makanan lumat.
Apabila terdapat kesulitan mengunyah atau menelan. Minum dengan menggunakan sedotan.
Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin. Bentuk makanan disaring
atau cair. Hindari makanan terlalu asam atau asin.

f. Mencegah dan Mengatasi Mukositis
Hindari sikat gigi yang berbulu keras.
Hindari makanan keras yang harus dikunyah berlebihan
Hindari makanan yang asam dan pedas.
Hindari makanan yang masih panas

g. Berikan cukup istirahat dan tidur



51

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. The New England Journal of Medicine.The Biology of Chronic Myeloid Leukemia.
Stefan Faderl, M.D., Moshe Talpaz, M.D., Zeev Estrov, M.D., Susan O'Brien, M.D.,
Razelle Kurzrock, M.D., and Hagop M. Kantarjian, M.D
2. M.Baldhy,Catherine. Gangguan Sel Darah Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit
Vol 1 Silvya A Price. Jakarta:EGC.2006. Hal 255-8.
3. Mckenzie, shirlyn B, PhD, CLS. Textbook of HEMATOLOGY. 2
nd
edition. USA.
Williams & Wilkins. 1996.
4. Hilman, Roberts, dkk. Hematology In Clinical Practice. 4
th
ed. McGraw-Hill : 2005.
5. Levine EG, Bloomfield CD: Leukemias and myelodysplastic syndromes secondary to
drugs, radiation, and environmental exposure. Semin Oncol 19:47, 1992. [PMID:
1736370]
6. Sandler DP, Shore DL, Anderson JR, et al: Cigarette smoking and risk of acute leukemia:
Associations with morphology and cytogenetic abnormalities in bone marrow. J Natl
Cancer Inst 85:1994, 1993. [PMID: 8246285]
7. Shu X-O, Ross JA, Pendergrass TW, et al: Parental alcohol consumption, cigarette
smoking and risk of infant leukemia. J Natl Cancer Inst 88:24, 1996. [PMID: 8847721]
8. Peters BS, Matthews J, Gompels M, et al: Acute myeloblastic leukemia in AIDS. AIDS
4:367, 1990. [PMID: 2350458]
9. Mudita, I.B. Sel Darah Putih. Dalam: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan
kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2006. Hal. 101-7.
10. Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J :
Harrisons principles of internal medicine, 17
th
ed : http :// www.accessmedicine.com
11. Golde,DW. Penyakit mieloproliferatif dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu penyakit
dalam. Vol.4.ed.17, Jakarta: EGC, 2008.h.1958
12. IsbiterJP. Clinical Haematology. A Clinical Oriented Approach. Williams & Wilkins
Adis Pty Limited. NSW, Australia, 1986

Anda mungkin juga menyukai