Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga
orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain, pada
kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup
tinggi.
1

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.
Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang
mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia
mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke.
Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk
oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit
saraf yang paling banyak menarik perhatian.
1

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama
maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.
2

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10-15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain
menyatakanhanya 818% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik.
Namun, pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40, 9% dari 757 kasus
stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.
2

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan
kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas.
2
Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke
hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya.
2

Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor
meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku
merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal
lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalah gunaan
obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.
3

Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial
pada pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang
mendukungnya, diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat
adalah penyebab kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang
periode observasi selama beberapa hari atau minggu.
4

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari
penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang
benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan
sebesar 30% pada penderita stroke.
1

Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan
dilihat pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di
semua poin terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit
dikarenakan keputusan kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian
antikoagulan, investigasi laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk
diberikan kepada keluarga.
4

Berikut ini dilaporkan seorang perempuan, 55 tahun yang datang ke RS
Raden Mattaher dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak sebelah kiri.

3
BAB II
KASUS BANGSAL NEUROLOGI
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI


2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Bombang
Umur : 82 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Melur Rt.18 No.22 Kec. Telanai Pura Jambi
Pekerjaan : IRT
MRS : 25 Januari 2014

Datar Masalah
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Penurunan Kesadaran 25 Januari 2014 Hipertensi 4 Tahun yang
lalu
2 Hemiparesis Dextra 25 Januari 2014 Tuberkulosis
Paru
2 Tahun yang
lalu
3. Paresis N X 25 Januari 2014
4. Batuk berdahak 25 Januari 2014

2.2 DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 25 Januari 2014)
1. Keluhan utama : Anggota gerak sebelah kanan sulit digerakkan
sejak 2 hari SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Anggota gerak atas dan bawah sebelah kanan
Onset : Tiba-tiba saat pasien sedang duduk mengobrol
Kualitas : Anggota gerak atas dan bawah sebelah kanan sulit
di gerakan
4
Kuantitas : ADL di bantu oleh keluarga
Kronologis :
Pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher oleh keluarga dengan
keluhan penurunan kesadaran, awalnya pasien demam dari 2 hari
SMRS disertai Lemas kemudian demam turun di beri obat penurun
demam tetapi demam timbul kembali, 1 jam SMRS os mengalami
Tidak sadarkan diri dan disertai anggota gerak sebelah kanan sulit
digerakkan dari 2 hari SMRS. Kejadian terjadi tiba-tiba pada saat
pasien sedang duduk mengobrol dengan anggota keluarganya.
Pada saat serangan tidak ada nyeri kepala, mual (-), muntah (-),
pasien juga mengeluh mengalami kesulitan berbicara, bicara pelo (-),
gangguan menelan (-), mulut dirasa mencong (-), bicara melantur (-),
gangguan penglihatan atau penglihatan kabur (-), sering lupa (-), kejang (-
), pingsan (+), riwayat trauma kepala (-), kesemutan (-), Batuk berdahak
(+). Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti ini. Anggota
gerak sebelah kiri tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat batuk berdahak 2 tahun
yang lalu tetapi tidak minum obat secara teratur.
Faktor yang memperberat : (-)
Faktor yang memperingan : (-)
Gejala penyerta : Penurunan Kesadaran

3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya di sangkal
Riwayat penyakit hipertensi (+), sejak 5 tahun lalu, pengobatan
tidak terkontrol
Riwayat TB Putus Obat (+)

4. Riwayat Kebiasaan
Riwayat Perokok (-)
Riwayat konsumsi alkohol (-)
5

5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.

6. Riwayat social, ekonomi, pribadi
Pasien seorang perempuan. Merupakan anak ke- 3 dari 5 bersaudara.
Pasien sudah menikah dan mempunyai 6 orang anak. Sehari hari pasien
tidak bekerja, Sehari-hari hanya dirumah dan tinggal hanya ber dua
dengan suaminya, Pasien berobat menggunakan BPJS.

2.3 DATA OBYEKTIF
1. Status Present (25 Januari 2014)
Kesadaran : Koma, GCS: 9 E:2 M:5 V: 2
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 38,5
o
C
Respirasi : 24 x/menit

2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-,
Pupil : isokor, refleks cahaya ( )
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
6
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi : BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-), murmur
(-)
Paru :
Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing (-/-), Ronkhi (+/+)
Perut :
Inspeksi : datar, luka operasi (-), darm contur (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidak teraba
Perkusi : tymphani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Belum Bisa Dinilai
Perasaan hati : Belum Bisat Dinilai
Tingkah laku : Belum Bisa Dinilai
Ingatan : Belum Bisa Dinilai
Kecerdasan : Belum Bisa Dinilai

4. Status neurologikus
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
7
Simetri : (+)
Pulsasi : (+)

b. Leher
Sikap : Lurus
Pergerakan : Baik, TAK
Kaku kuduk : (-)
c. Susunan Saraf Pusat
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Subjektif Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Dengan Bahan - -

N. II (Optikus)
Visus Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Lapangan penglihatan Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Melihat warna Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Fundus Okuli Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis - -
Pergerakan bola mata: Normal Normal
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil; besarnya 2 mm 2 mm
Bentuknya bulat isokor bulat isokor
Reflek thd sinar + +
Reflek konsensual - -
Reflek konvergensi - -
8
Melihat kembar - -
N. IV (Troklearis)
Pergerakan bola mata
(kebawah keluar) Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Sikap bulbus Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Melihat kembar - -

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Mengunyah Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Menggigit Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Reflek kornea Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Sensibilitas wajah Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

N. VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata
(lateral): Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Sikap bulbus Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Melihat kembar Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

N. VII (Fascialis)
Mengerutkan Dahi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Menutup mata Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Memperlihatkan gigi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Bersiul Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Perasaan lidah (depan) Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

N. VIII (Vestibulo-cochlearis)
Detik arloji Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Suara berbisik Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9
Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Perasaan Lidah (blkg) Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Sensibilitas faring Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

N. X (Vagus)
Arkus faring simetris simetris
Berbicara Afasia Afasia
Gangguan menelan - -
Reflek muntah - -
Nadi Normal Normal

N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Mengangkat bahu Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

N. XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Belum Bisa Dinilai
Tremor lidah - -
Atropi papil - -
Artikulasi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Disatria - -

d. Badan dan Anggota Gerak
a. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Belum bisa dinilai Belum Bisa Dinilai
Bentuk kolumna Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
vertebralis
Pergerakan kolumna Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
10
vertebralis.
Sensibilitas
Taktil Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Nyeri Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Thermi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Diskriminan Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Lokalis Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

Reflek
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster - -

b. Anggota Gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Menurun N
Kekuatan 1 5
Tonus Hipertonus Eutonus
Trofi Eutropi Eutropi

Sensibilitas
Taktil Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Nyeri Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Thermi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Diskriminan Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Lokalis Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

Refleks
Biseps Meningkat Meningkat
11
Triseps Meningkat Meningkat
Radius (+) (-)
Ulna (+) (-)
Hoffman-Tromner (-) (-)

c. Anggota gerak bawah
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Menurun N
Kekuatan 1 5
Tonus Hipertonus Eutonus
Trofi Eutropi Eutropi

Sensibilitas
Taktil Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Nyeri Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Thermi Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Diskriminan Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai
Lokalis Belum Bisa Dinilai Belum Bisa Dinilai

Refleks
Patella (-) (+)
Achilles (-) (+)
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Laseque (-) (-)
12
Test Kernig (-) (-)
Test Leg 1 (-) (-)
Test Leg 2 (-) (-)
Test Patrick- (-) (-)
kontra patrick

e. Koordinasi, Gait, Keseimbangan
Cara berjalan : Belum Bisa Dinilai
Test Romberg : Belum Bisa Dinilai
Disdiadokinesis : Belum Bisa Dinilai
Ataksia : Belum Bisa Dinilai
Rebound phenomen : Belum Bisa Dinilai
Dismteria : Belum Bisa Dinilai

f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

g. Alat Vegetatif
Miksi : Terpasang kateter
Defekasi : Normal

h. Test Tambahan
Test Nafziger : (-)
Test Valsava : (-)



13
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah rutin : (Tanggal 25 Januari 2014)
- WBC : 14.0 10
3
/mm
3
(3.5-10.0)
- RBC : 4.14 10
6
/mm
3
(3.80-5.80)
- HGB : 12.0 g/dl (11.0-16.5)
- HCT : 37.3 % (35.0-50.0)
- PLT : 195 10
3
/mm
3
(150-390)
- PCT : .131 % (.100-.500)
- GDS : 181 mg/dl
- DDR : -

b. Kimia Darah (23 Januari 2014)
Faal Ginjal
- Ureum : 71.8 mg/dl (15-39)
- Kreatinin : 1.6 mg/dl (0.9-1.1)

c. Pemeriksaan Elektrolit
- Natrium : 129.34 mmol/L (135-148)
- Kalium : 5.52 mmol/L (3.5-5.3)
- Chlorida : 101.91 mmol/L (98-110)
- Calsium : 1.02 mmol/L (1.12-1.23)

2.5 RINGKASAN
S : Seorang perempuan, berusia 82 tahun, dibawa oleh keluarganya ke
RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan:
Pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher oleh keluarga dengan
keluhan penurunan kesadaran, awalnya pasien demam dari 2 hari
SMRS disertai Lemas kemudian demam turun di beri obat penurun
demam tetapi demam timbul kembali, 1 jam SMRS os mengalami
Tidak sadarkan diri dan disertai anggota gerak sebelah kanan sulit
14
digerakkan dari 2 hari SMRS. Kejadian terjadi tiba-tiba pada saat
pasien sedang duduk mengobrol dengan anggota keluarganya.
Pada saat serangan tidak ada nyeri kepala, mual (-), muntah (-),
pasien juga mengeluh mengalami kesulitan berbicara, bicara pelo (-),
gangguan menelan (-), mulut dirasa mencong (-), bicara melantur (-),
gangguan penglihatan atau penglihatan kabur (-), sering lupa (-), kejang (-
), pingsan (+), riwayat trauma kepala (-), kesemutan (-), Batuk berdahak
(+). Pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti ini. Anggota
gerak sebelah kiri tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat batuk berdahak 2 tahun
yang lalu tetapi tidak minum obat secara teratur.

O : Compos mentis, Koma, GCS: 9 E:2 M: 5 V: 2
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 38,5
o
C
Respirasi : 24 x/menit
A :
Diagnosa Klinis :
Penurunan Kesadaran
Hemiparesis Dextra
Parese N X
Batuk Berdahak
Diagnosa Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
Diagnosa Etiologi : Susp. Stroke Non Hemoragik + TB Paru Putus
Obat

Tx :
Non-medikamentosa:
Bed rest
Pemberian oksigen nasal 2 3 L/menit
15
Posisi kepala diangkat 20 30 derajat
Pemberian nutrisi diet Cair
Medikamentosa:
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ranitidin 2 x 25 mg
Pemberian infus Manitol 4 x 125 cc
Pemberian neuroprotektor Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Levofloxasin 1x500mg
Anjuran: - CT-Scan Kepala
- EKG
- Foto Thorax
- Fisioterapi
- Terapi Wicara
Mx :
Pantau tanda-tanda vital
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Keseimbangan elektrolit dijaga
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan.

Ex : Beri penjelasan kepada keluarga Pasen mengenai keadaan pasien
dan penatalaksanaannya, mengatur pola makan yang sehat, penanganan
stress dan istirahat yang cukup.

2.6 PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
- Quo ad sanam : dubia ad malam



16
2.7 RIWAYAT PERKEMBANGAN
1. Rawat hari ke-I (26 Januari 2014)
S : Penurunan Kesadaran ( Koma)
O : GCS : 6 TD : 90/40 mmHg T : 39,0
o
C N : 89x/menit RR : 26x/menit
Parese N X
Kekutan motorik 1 4
1 4
A : Susp. Stroke Non Hemoragik + TB Paru Putus Obat
P :
Non-medikamentosa:
Bed rest
Pemberian oksigen nasal 2 3 L/menit
Posisi kepala diangkat 20 30 derajat
Pemberian nutrisi Diet cair
Medikamentosa:
IVFD RL 20 gtt/menit
Pemberian infus manitol 4 x 125 cc
Pemberian neuroprotektor Inj. Citicolin 2x500 mg
Pemberian ranitidin inj. 2 x 25 mg
Levofloxasin 1x500mg
Anjuran:
o CT-Scan Kepala
o Foto Thorax
o Fisioterapi dan terapi wicara
2. Rawat hari ke-2 (27 Januari 2014)
Pasien Meninggal jam 19.30 Wib.

Skor Siriraj :
( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12 =
Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik
17
> SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Keterangan : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma : tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)

Siriraj Score pada pasien ini :
( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 0,1 x 90 ) ( 3 x 0 ) 12 = -3












18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Definisi menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, selama lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab lain yang jelas selain gangguan vaskuler.
1

Stroke non hemoragik didefinikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskuler. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.

3.2. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis dan
sistem vertebral.
1

1. Sistem karotis
Arteri karotis interna merupakan hasil percabangan dari a. Karotis komunis
dextra dan A. Karotis komunis sinistra. A. Karotis komunis dextra berasal dari
percabangan A. Subklavia dextra, sedangkan A. Karotis komunis sinistra
berasal dari arkus aorta.
Arteri komunis interna setelah memisahkan diri dari a.carotis komunis, naik
dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus, mempercabangkan A. opthalmika untuk nervus opticus dan
retina, akhirnya bercabang dua : A. serebri anterior dan A. serebri media.
Untuk otak sistem ini memberi aliran darah ke lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.
2. Sistem vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh A. Vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal
di A. Subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di
kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen
19
magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang A. serebelli
inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi A.
basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, A. basilaris berakhir sebagai sepasang cabang A. serebri
posterior, yang melayani daerah lobus oksipital dan bagian medial lobus
temporalis.













Gambar 3.1 Sirkulus Willlisi
Ke 3 pasang arteri cerebri ini (A. serebri anterior, A. serebri media, dan A.
serebri posterior) bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin pemberian darah
ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
vetebral, yaitu:
1. Sirkulus Willlisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
a.serebri media kanan dan kiri, a. komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua a. serebri anterior), sepasang a. serebri
posterior, dan a. komunikans posterior (yang menghubungkan a.
serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
2. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah
20
orbita, masing-masing melaui a.optalmika dan a. fasialis ke a.
maksilaris eksterna.
3. Hubungan antara sistem vetebral dengan a. karotis eksterna.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui
vena-vena jugularis, dicurahkan menuju jantung.

3.3 Definisi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan
neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila
terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak
dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh
2
. Dalam hal menilai
penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu
kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi
tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai
secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow
3
.

a. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
3

Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh
rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam
keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti
mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
21
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup
dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara
satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang
nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang
nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa
gerakan primitif. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah.
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik.

b. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
2

Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/
Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini
mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
- E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
- E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
- E3 membuka mata dengan rangsang suara
- E4 membuka mata spontan
Motorik:
- M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
- M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
- M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
- M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
- M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
- M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
- V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
- V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
- V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
22
- V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat
(confused)
- V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

3.4 Epidemiologi
5

Di dunia barat, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan 10% kematian di dunia.
Sama halnya dengan di Indonesia, stroke terdapat di urutan ke tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Pada tahun 2004, stroke merupakan penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Di
Indonesia diperkirakan 500.000 penduduk terkena stroke.
Insidensi stroke cenderung meningkat ketika melewati umur 30 tahun.
95% penderita stroke di atas umur 45 tahun, dan dua per tiga penderita stroke
berumur di atas 65 tahun. Stroke terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita,
namun 60% kematian terjadi pada wanita.

3.5 Etiologi
Stroke karena penyumbatan, dapat disebabkan karena :
6

a. Trombosis serebri
Biasanya ada kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada tunika intima arteri besar.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan dan tempat yang melengkung.
Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri karotis interna dan arteri
vertebralis bagian atas. Hilangnya tunika intima membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit akan menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan
dinding menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosin difosfat yang
mengawali proses koagulasi.
Adesi trombosit (platelet) dapat dipicu oleh produk toksik yang dilepaskan
makrofag dan kerusakan moderat pada permukaan intima. Trombosit juga
23
melepaskan growth factors yang menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot
polos dan juga berperan pada pembentukan lesi fibrointimal pada subendotelial.
b. Emboli serebri
Embolisme serebri biasanya terjadi pada orang yang lebih muda,
kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus di jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya adalah perwujudan penyakit jantung. Selain
itu, emboli juga dapat berasal dari plak ateroma karotikus atau arteri karotis
interna. Setiap bagian otak dapat mengalami emboli, tempat yang paling sering
adalah arteri serebri media bagian atas.

3.6 Faktor Risiko
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,
penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol,
hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan
faktor genetik. Dapat juaga dibedakan menjadi Faktor resiko mayor dan minor.
2,3,4,7

Faktor-faktor resiko mayor
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung
a. Infark miokard
b. Elektrokardiogram abnormal disritmia, hipertrofi bilik kiri
c. Penyakit katup jantung
d. Gagal jantung kongestif
3. Sudah ada manifestasi arteriosklerosis secara klinis
a. Gangguan pembuluh darah koroner ( angina pektoris )
b. Gangguan pembuluh darah karotis
4. Diabetes melitus
5. Polisitemia
6. Pernah mendapat stroke
7. Merokok
24

Faktor-faktor resiko minor
1. Kadar lemak darah tinggi
2. Hematokrit tinggi
3. Kegemukan
4. Kadar asam urat tinggi
5. Kurang olahraga
6. Fibrinogen tinggi

3.7 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu:
8

1) Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini
gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution). Gejala neurologik
makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke). Gejala klinis sudah
menetap.

3.8 Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
8,9

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
peredaran darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
25
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak yaitu:
a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat: anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu
diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari
pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak.
Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita hipertensi
otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung
Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.
Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area)
1. Lapisan inti (ischemic-core)
Daerah di tengah yang sangat iskemik karena CBF paling rendah sehingga
terlihat sangat pucat. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh
darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat tinggi dengan PO2
rendah. Daerah ini akan nekrosis
2. Lapisan penumbra (ischemic penumbra)
Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel neuron tidak
mati, tetapi fungsi sel terhenti dan terjadi functional paralysis. Kadar asam
laktat tinggi, PO2 rendah dan PCO2 tinggi. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat, sehingga aliran
26
darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron
penumbra tidak mengalami nekrosis.
Komponen waktu yang tepat untuk reperfusi, disebut therapeutic window
yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra sehingga
neuron dapat diselamatkan.
3. Lapisan perfusi berlebihan (luxury perfusion)
Daerah di sekeliling penumbra yang tampak berwarna kemerahan dan
edema. Pembuluh darah berdilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Sehingga CBF sangat meninggi.









Gambar 3.3. Daerah Iskemia

3.9 Manifestasi Klinis
8,9

a. Sistem Carotis
Disebut stroke hemisferik. Gejala yang timbul sangat mendadak. Jarang
mengalami penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini
disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran
yaitu Formatio Reticularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa
posterior. Fungsi vital umumnya baik. Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak
yang sering terkena adalah :
- N. VII dan XII
Mulut mencong, bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan dari
mulut
27
- Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang
Hampir selalu terjadi hemiparesis. Dan dapat dijadikan patokan bahwa jika
ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hamper
dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal.
Sedangkan jika kelumpuhan sama berat, maka gangguan aliran darah terjadi
didaerah subkortikal atau vertebro-basiler. Dapat juga terjadi gangguan sensorik.
Pada fase akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari, akan muncul kembali.

b. Sistem Vertebro-basilar
Terdapat penurunan kesadaran yang cukup berat. Disertai kombinasi
berbagai saraf otak yang terganggu, vertigo, diplopia dan gangguan bulbar.
Ciri khusus : gangguan long-tract sign, yaitu parestesi keempat anggota gerak
(ujung-ujung distal), parestesi perioral, hemianopia altitudinal dan skew deviation.

3.10 Diagnosis
1,2,8,9

1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik
3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :
Skor Siriraj :
( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x
tekanan diastolik ) ( 3 x petanda ateroma ) 12 =
Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik
> SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Keterangan : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma : tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)

28
Tabel 3.1 Diagnosis banding PIS, PSA, dan SNH
Gejala Klinis
SH
SNH
PIS PSA
1. Gejala defisit fokal
2. Permulaan (onset)
3. Nyeri Kepala
4. Muntah pada awalnya

5. Hipertensi
6. Kesadaran
7. Hemiparesis


Berat
Menit/jam
Hebat
Sering

Hampir selalu
Bisa hilang
Sering sejak
awal
Ringan
1-2 menit
Sangat hebat
Sering

Biasanya tidak
Bisa hilang
sebentar
Permulaan tidak
ada
Berat/ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan/tidak ada
Tidak,kecuali
lesi di batang
otak
Selalu
Bisa hilang/
tidak
Sering dari awal

3.11 Pemeriksaan Penunjang
1,2,8,9

1. Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan
perdarahan terutama pada fase akut.
2. Angiografi serebral ( karotis atau vertebral ) untuk membantu
membedakan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tidak jelas.
3. Laboratorium : Bila curiga perdarahan tes koagulasi ( HT, HB, PTT,
Protrombin Time), Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum dan
Kreatinin.
4. EKG (Elektrokardiogram ) : Untuk menegakkan adanya miokard
infark, disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi
menimbulkan stroke iskemik atau TIA.
5. Foto Rongten Thorax

3.12 Penatalaksanaan
1. Terapi umum dari stroke yaitu dengan 5 B:
1,2,3,4

Breath : Oksigenasi, pemberian oksigen dari luar
29
Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah pasien.
Brain : Menurunkan tekanan intra kranial dan menurunkan udema
serebri.
Bladder : Dengan pemasangan DC
Bowel : Saluran pencernaan dan pembuangan

a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk
mengurangi edema serebri.
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami
aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan
TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga
hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO)
30
untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk
menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa
pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah
yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-
140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-
2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang
setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif
dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga
mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5
menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat
diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target
pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat
infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan
trauma neuronal iskemik.
g. Pengontrolan edema serebri
31
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi
dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat
antiepileptik tetap direkomendasikan.

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10%
dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam
tempo 1 jam.
b. Antikoagulan
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat
pada mast cells. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin
melepas lipoprotein lipase. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis
biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg
dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole
32
Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia,
osteoporosis dan diare.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar
fibrinogen plasma. Dapat diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A
2
. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis
aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil
yang efikasius.
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
f. Pembedahan
33
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan

3.13 PROGNOSIS
1,2,8,9

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang di hasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%.
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.















34
BAB IV
ANALISA KASUS

Ny. Bombang, 82 tahun, datang dengan keluhan utama Penurunan
Kesadaran 1 jam SMRS.
Pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher oleh keluarga dengan keluhan
penurunan kesadaran, awalnya pasien demam dari 2 hari SMRS disertai Lemas
kemudian demam turun di beri obat penurun demam tetapi demam timbul
kembali, 1 jam SMRS os mengalami Tidak sadarkan diri dan disertai anggota
gerak sebelah kanan sulit digerakkan dari 2 hari SMRS. Kejadian terjadi tiba-
tiba pada saat pasien sedang duduk mengobrol dengan anggota keluarganya.
Pada saat serangan tidak ada nyeri kepala, mual (-), muntah (-), pasien
juga mengeluh mengalami kesulitan berbicara, bicara pelo (-), gangguan menelan
(-), mulut dirasa mencong (-), bicara melantur (-), gangguan penglihatan atau
penglihatan kabur (-), sering lupa (-), kejang (-), pingsan (+), riwayat trauma
kepala (-), kesemutan (-), Batuk berdahak (+). Pasien baru pertama kali
mengalami penyakit seperti ini. Anggota gerak sebelah kiri tidak ada keluhan.
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat
batuk berdahak 2 tahun yang lalu tetapi tidak minum obat secara teratur.
Dari pemeriksaan fisik Compos mentis, GCS: 9, TD : 160/90 mmHg, Nadi: 98
x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu : 38,5
o
C.
Dari semua gejala dan pemeriksaan yang ditemukan pada pasien ini
diagnosa suspek stroke non hemoragik. Pada kasus ini keluhan pasien sesuai
dengan pengertian stroke dimana stroke adalah gangguan peredaran darah otak
dengan ciri-ciri tiba-tiba hilang / menurun fungsi otak yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah atau pecah pembuluh darah otak dimana gangguan ini
menimbulkan kerusakan sel otak pada daerah tersebut. Diduga pada pasien ini
terjadi kerusakan di daerah motorik Hemisfer Cerebri dextra, karena lesi yang
ditemukan pada pasien ini hampir semuanya terdapat disisi kontralateralnya yaitu
sebelah kiri.
35
Penilaian berdasarkan Siriraj Stroke Score pada pasien ini diperoleh skor -
3 yang berarti merupakan stroke non hemoragik.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala. Tujuan dari
CT-Scan kepala ini adalah sebagai alat diagnostik konfirmasi dan untuk melihat
dimana letak lesinya.
Riwayat hipertensi tidak terkontrol yang dimiliki pasien ini sejak 5 tahun
yang lalu merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke non hemoragik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini sudah sesuai. Dimana diberikan sesuai
dengan teori yaitu :
Terapi umum dari stroke yaitu dengan 5 B:
Breath : Oksigenasi, pemberian oksigen dari luar
Pada pasien ini diberikan O2 2 3 L/menit
Blood : Usahakan aliran darah ke otak semaksimal mungkin dan
pengontrolan tekanan darah pasien.
Brain : Menurunkan tekanan intra kranial dan menurunkan udema
serebri.
Pada pasien ini sebaiknya posisi kepala diletakkan dalam posisi 20 -
30 derajat
Bladder : Dengan pemasangan DC
Pada pasien ini dilakukan pemasangan kateter urine.
Bowel : Saluran pencernaan dan pembuangan
Sebaiknya pada pasien ini diberikan nutrisi oral yang sehat dan
makanan yang dapat meningkatkan albumin dan kalium, karena pada
psaien ini terjadi penurunan kadar albumin dan kalium. Serta
mengontrol makanan tinggi lemak.
Pada pasien ini diberikan infus manitol. Mekanisme kerja dari manitol
yaitu manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah,
mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,
peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat
dikurangi.
36
Mekanisme kerja dari citicolin dimana citicoline dapat meningkatkan aliran darah
dan konsumsi oksigen di otak pada pengobatangangguan serebro vaskuler sehingga dapal
memperbaiki gangguan kesadaran. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis
dari batang otak, terutama sistem pengaktifan formatio relicularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan
memperbaiki kelumpuhan sistemmotoris. Citicoline menaikkan konsumsi oksigen dari
otak dan memperbaiki metabolisme otak.
Pada pasien ini diberikan ranitidin, dimana ranitidine adalah suatu histamin
antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada
reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam,
Quo ad fungsionam dan Quo ad sanam dalah dubia ad malam.



















37
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1
st
available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview.
3. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
4. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
5. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology
8
th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67.
6. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
7. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar
ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
8. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
9. Madiyono B & Suherman SK.Pencegahan Stroke & serangan jantung pada
usia muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003. hal 3-122

Anda mungkin juga menyukai