LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012
A. JUDUL DAN TUJUAN JUDUL Analisis Aspirin dan Kafein dalam tablet
TUJUAN Menentukan konsentrasi aspirin dan kafein dalam tablet
B. LANDASAN TEORI Aspirin Aspirin merupakan salah satu senyawa yang sering digunakan dalam pembuatan obat. Aspirin merupkan nama perdagangan dari asam asetil salisilat yang lebih dikenal. Senyawa ini merupakan turunan ester dari asam salisilat dan dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis 85% H3PO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus OH dan COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin.( J.R. Vane dan R.M. Botting, 2003) Reaksi pembuatan aspirin adalah sebagai berikut: (digambar) Aspirin berbentuk kristal berwarna putih, bersifat asam lemah (pH 3,5) dengan titik lebur 135C, mudah larut dalam cairan etanol, ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida dari logam alkali, stabil dalam udara kering, tetapi terhidrolisis perlahan menjadi asetat dan asam salisilat bila kontak dengan udara lembab, dalam campuran basa, proses hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna. Senyawa ini berguna sebagai analgesic, anti inflamatori, neuralgia, reumatik dan menghilangkan sakit kepal. (Departemen Kesehatan RI, 1995) Kafein Kafein adalah senyawa alkaloida turunan xantine (basa purin) yang berwujud kristal berwarna putih. Kafein yang mempunyai nama lain 1,3,7 trimetil xanthina ini terkandung dalam biji kopi dan teh yang juga bermanfaat sebagai stimulan. Selain itu aspirin juga sering digunakan sebagai campuran dalam tablet aspirin. (gambar struktur kafein) Ikatan rangkap C=C pada kafein dapat mengalami reaksi adisi dengan iod. Sehingga untuk mengetahui konsentrasi kafein dalam tablet dapat dilakukan penambahan larutan iod baku standar (telah diketahui volume dan konsentrasinya). Iod yang teradisi tersebut dapat diketahui dengan melakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar (Na2S2O3). Berikut adalah reaksi iod (I2) ketika dititrasi dengan natrium tiosulfat standar (Na2S2O3) : (digambar) (Tim Penyusun, 2012) Titrasi asam basa merupakan teknik yang sangat banyak digunakan untuk menetapkan secara tepat konsentrasi asam atau basa dari suatu larutan, dimana titrasi sendiri merupakan pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhakn untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu lainnya. Dalam titrasi asm basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekuivalen ditentukan oleh perbandingsn mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi. Dengan kata lain, pada titrasi asam basa jumlah ekuivalen asam sama dengan jumlah ekuivalen basa. Proses titrasi asam basa ini terjadi jika larutan baku (biasanya NaOH) ditambahkan pada larutan yang akan dianalisis sampai reaksi selesai dengan sempurna secara kuantitatif. Larutan yang akan dianalisis disebut sebagai larutan titrasi sedangkan larutan baku disebut juga larutan penitrasi. Reaksi pada penentuan ini harus sederhana yang dinyatakan sebagai persamaan reaksi, reaksi berjalan cepat, dan reaksi harus tercapai secara kuantitatif yang berarti reaksi sempurna kalau titik ekivalensi tercapai. Titik ekivalen adalah titik kesetaraan, suatu akhir reaksi secara teoritis di mana reaksi berjalan secara stoikiometri. Untuk menentukan perubahan ini maka ditambahkan indikator yang daat membantu mengamati perubahan yang terjadi, berupa perubahan warna. Indikator harus dapat menunjukkan perubahan yang nyata, pada saat reaksi antara larutan yang dititrasi dan larutan penitrasi sudah sempurna. Perubahan nyata yang ditunjukkan indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Perubahan nyata dari indikator dapat ditunjukkan dengan perubahan warna yang jelas dari indikator. (R.A. Day dan A.L.Underwood, 2002). Sedangkan titrasi redoks atau Iodometri adalah titrasi dimana penitrasi atau titran menjadi oksidator dan yang lainnya berperan sebagai reduktor. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia d\imana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja Namun ketika mengacu pada iodometri maka titrasi ini merupakan titrasi dimana Iod (I2) berperan sebagai oksidator (menyebabkan senyawa lain mengalami oksidasi) (Khopkar, 2003). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna.
C. METODE PERCOBAAN 1. Bahan Tablet aspirin Alkohol netral Akuades Indikator Fenolftalein (2 tetes) NaOH 0,1 M H2SO4 10% I2 0,1 M Amylum Na2S2O3 0,1 M 2. Alat Neraca Lumpang porselin dan penumbuknya Erlenmeyer Lampu spiritus/ kompor listrik Kassa asbes Labu takar 100 mL Pipet Gondok Propipet Buret dan statif (untuk titrasi) Pengaduk Gelas beker Corong
3. Cara Kerja Aspirin Mula-mula 1 tablet aspirin ditimbang dengan neraca, kemudian digerus/ ditumbuk dengan lumpang porselin. Hasil tablet yang telah dihaluskan dimasukan ke dalam erlenmeyer. Sebanyak 25 mL alkohol netral dimasukan ke dalam lumpang porselin dengan tujuan untuk membersihkan sisa aspirin pada lumpang. Lalu alkohol tersebut dimasukan ke dalam erlemeyer dengan menggunakan corong. Langkah selanjutnya adalah erlemeyer digoyang-goyang selama 5 menit dan dipanaskan dengan kompor listrik atau lampu spiritus hingga mendidih. Setelah dididihkan, larutan aspirin tersebut dimasukan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan akuades sampai tanda batas labu takar. Sebanyak 10 mL larutan tersebut diambil dengan menggunakan pipet godok dan propipet yang kemudian dimasukan ke dalam erlemeyer. Berikutnya 2 tetes indikator Fenolftalein ditambahkan ke dalam erlemeyer yang berisi larutan aspirin tersebut, erlemeyer digoyang-goyang hingga indikator Fenolftalein tercampur rata dengan larutan aspirin. Larutan aspirin yang telah ditetesi indikator Fenolftalein tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M. Perubahan warna larutan adalah menjadi merah jambu. Banyaknya volume NaOH 0,1 M yang digunakan dicatat. Dan proses titrasi diulangi sebanyak 3 kali.
Kafein
D. HASIL PERCOBAAN (sesuai format laporan sementara)
E. PEMBAHASAN Pada analisis konsentrasi aspirin dan kafein dalam tablet, sebanyak 25 mL alkohol ditambahkan ke dalam erlenmeyer yang berisi tablet yang digerus dengan menambahkannya terlebih dahulu ke dalam lumpang porselin. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa tablet yang telah digerus sehingga tidak ada sisa tablet yang tertinggal dalam lumpang agar perhitungan konsentrasi lebih akurat. Penambahan alkohol dalam tablet yang telah digerus dimaksudkan untuk melarutkan tablet yang telah ditumbuk tersebut, sebagaimana kelarutan aspirin lebih besar dalam etanol. Langkah berikutnya yang dilakukan adalah menggoyang- goyangkan erlenmeyer agar pelarutan tablet dengan alkohol dapat lebih maksimal. Dalam analisis kadar aspirin, larutan tablet dalam etanol juga dipanaskan dengan tujuan untuk memaksimalkan proses pelarutan. Sebagaimana besarnya laju reaksi berbanding lurus dengan besarnya suhu. Penambahan akuades baik pada analisis konsentrasi aspirin atau kafein dilakukan untuk mengencerkan larutan sehingga konsentrasi larutan semakin kecil dan kemungkinan kesalahan dalam perhitungan atau titrasi semakin kecil pula. Pada analisis konsentrasi aspirin larutan yang telah diencerkan hingga 100 mL diambil 10 mL dan ditambahkan indikator PP (fenolftalein) untuk memudahkan penentuan titik ekivalen titrasi larutan tablet aspirin dengan NaOH. Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH sebagai penitrasi karena NaOH lebih mudah melakukan reaksi substitusi dengan atom H+ pada gugus karboksil aspirin. Selanjutnya penentuan titik ekivalen titrasi dapat dilakukan dengan mengamati perubahan warna larutan menjadi merah jambu selama 1 menit. Penambahan basa kuat NaOH dapat mengubah struktur ion resonansi dari indikator PP tersebut, sehingga larutan berwarna merah jambu ketika titik ekivalen telah dicapai. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan mengambil 10 mL laruan tablet aspirin yang tersisa dan dilakukan dengan perlakuan yang sama seperti 10 mL larutan aspirin pertama agar dapat diidentifikasikan ketelitian dalam menentukan titik ekivalen titrasi. Sedangkan pada analisis kafein, setelah dilakukan pelarutan dengan etanol maka berikutnya adalah menambahkan H2SO4, I2 dan akuades. Penambahan H2SO4 bertujuan agar larutan dalam suasana asam, karena ekstraksi kafein ini menggunakan etanol yang lebih optimal dalam suasana asam. Sedangkan penambahan larutan I2 bertujuan untuk mengadisi ikatan rangkap pada kafein sehingga memudahkan dalam mengetahui kadar atau konsentrasi kafein. Kemudian dikocok lagi agar H2SO4 dan I2 dapat tercampur secara sempurna. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dari residunya yang mengandung zat-zat yang tidak diperlukan untuk analisis. Kemudian filtrat hasil saringan diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan amylum yang dapat memudahkan sebagai penentu titik ekivalen titrasi. Setelah penambahan amylum maka dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan NA2S2O3 sebagai penitrasi. Larutan NA2S2O3 merupakan pereduksi I2, sehingga warna biru dari amylum akan hilang ketika NA2S2O3 berhasil mereduksi I2 dan ini merupakan pencapaian titik ekivalen titrasi. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan filtrat yang tersisa dengan perlakuan yang sama seperti sebelumnya untuk mengidentifikasikan ketelitian dalam menentukan titik akhir ekivalen.
(FENOMENA YANG TERJADI)
Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi dalam analis aspirin dan kafein dalam tablet adalah sebagai berikut: 1. Reaksi Substitusi Reaksi ini terjadi ketika dilakukan titrasi larutan tablet aspirin dengan NaOH sebagai penitrasi. Dimana atom Na+ mensubstitusi atom H+ dalam gugus karboksil (COOH) dalam aspirin. Dengan reaksi sebagai berikut: (digambar) 2. Reaksi Reduksi-Oksidasi Reaksi reduksi-oksidasi (redoks) ini berlangsung ketika larutan Iodo (I2) ditambahkan pada larutan aspirin dan ditritrasi dengan larutan NA2S2O3 sebagai penitrasi. Dimana larutan NA2S2O3 sebagi reduktor yang berhasil mereduksi I2. Reaksinya adalah sebagai berikut : (ditulis kaya di buku laporan, kasih biloks yg membuktikan) 3. Reaksi Penetralan Reaksi ini terjadi seperti reaksi substitusi, dimana NaOH yang merupakan basa kuat ditambahkan ke dalam aspirin yang merupakan asam lemah. Sehingga terjadi reaksi penetralan.
Dari hasil percobaan pertama atau analisis konsentrasi aspirin dalam tablet dengan berat tablet sebesar 0,55 gram didapat titik ekivalen titrasi larutan dengan menggunakan NaOH sebagai penitrasi adalah sebanyakn 2,9 mL pada percobaan 1, 2,7 mL pada percobaan 2 dan 2,8 mL pada percobaan 3. Sehingga dengan mengalikan volume NaOH dengan Molaritas NaOH, masa molekul relatif aspirin, jumlah volume larutan yang dititrasi (10 mL) dan dibagi dengan massa tablet (0,55 gram) dan dikali dengan 100 % maka dihasilkan presentase kadar aspirin dalam percobaan 1 sebesar 94,99 %, percobaan 2 sebesar 88,44 % dan percobaan 3 sebesar 91,72 %. Sehingga dapat dihitung rata presentase kadar aspirin dalam tablet sebesar 91,72 %. Sedangkan dalam analisis kafein dalam tablet aspirin diperoleh data yang sama pada percobaan 1,2 dan 3 yaitu banyaknya penitrasi (larutan NA2S2O3) yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen sebanyak 0,5 mL larutan NA2S2O3. Perhitungan dilakukan dengan mengurangi volume iod dengan volume NA2S2O3 dan kemudian mengalikannya dengan sisa iod setelah bereaksi dengan kafein yang mana besarnya adalah setengah kali volume NaOH dikali dengan konsentrasi NaOH, selanjutnya adalah mengalikan dengan massa molekul relatif kafein (194) sehingga diperoleh berat kafein dalam tablet sebesar 0,095 gram. Untuk menentukan presentase maka berat kafein dibagi dengan berat tablet dan dikali dengan 100, maka dihasilkan presentase kafein dalam tablet aspirin debesar 17,19 %. Perbedaan dalam hasil di setiap percobaan disebabkan karena kurangnya ketelitian dalam mengamati banyak penitrasi yang digunakan, yang mana perbedaan dalam pengamatan meniskus larutan dalam buret. Selain itu kesulitan atau kurang telitinya dalam mengamati perubahan warna indikator yang menyebabkan titik akhir terlewati atau mungkin belum tercapai. Kurang maksimalnya dan kesalahan teknik dalam melakukan penggoyangkan erlenmeyer pada saat titrasi juga memungkinkan sebagai penyebab perbedaan hasil di setiap percobaan. F. KESIMPULAN Isi sendiri yaaaa :p
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Famakope Indonesia Edisi IV 1995. Departemen Kesehatan RI. Jakarta Day, R.A dan Underwood A.L. 2002. Analisis kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Tahir, Iqmal., Nuryono., Deni Pranowo., Winarto Haryadi., Indriana Kartini., Sri Sudiono., 2012. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar II/ Kimia Organik. Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UGM Vane, J. R., R. M. Botting. 2003. The Mechanism of Action of Aspirin. London: The William Harvey Research Institute, St. Bartholomews and the Royal London School of Medicine. Thrombosis Research 110 (2003) 255258