Anda di halaman 1dari 4

Cairan Isotonik:

osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

Kristaloid:
bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

Otsu-RL
Indikasi:
Resusitasi
Suplai ion bikarbonat
Asidosis metabolik

Cairan Kristaloid

1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul
protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke
intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan
untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau
dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh.
Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan
ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30
mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan
ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium
merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan
otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada
dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam
laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Not for use in the treatment of lactic acidosis. Hati-hati
pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal
function & pre-eklamsia.

3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama
dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin
kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi
pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RA
berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara
asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki
komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien
dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme
asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif
yang terjadi pada diare.
Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini
dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat
karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan
sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka
bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi
anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya ditunjukkan oleh studi
Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat
(dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap parameter-
parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah
hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi
umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek pemberian infus
cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam
basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural sebelum seksio
sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik dibanding RL untuk ke-3
parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum
terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik/hemoragik akut,
sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik
karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan
pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan
pada stroke akut, terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding
RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang
signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah
sistolik-diastolik).

Anda mungkin juga menyukai