Kata governance mewakili suatu etika baru yang terdengar rasional, profesional, dan demokratis,
tidak soal apakah diucapkan di kantor Bank Dunia di Washington, AS atau di kantor LSM yang
kumuh di pinggiran Jakarta. Dengan kata itu pula wakil dari berbagai golongan profesi seolah
disatukan oleh koor seruan kepada pemerintah yang korup di negara berkembang. Good
governance, bad men! terkepung oleh seruan dari berbagai pihak, kalangan pejabat pemerintah
pun lantas juga fasih menyebut konsep ini, meski dengan arti dan maksud yang berbeda.
Proses pemahaman umum mengenai governance atau tata pemerintahan mulai mengemuka di
Indonesia sejak tahun 1990-an, dan mulai semakin bergulir pada tahun 1996, seiring dengan
interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai negara-negara pemberi bantuan yang
banyak menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini
seringkali disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan
menjadikan masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam
pemberian bantuan, baik berupa pinjaman maupun hibah.
Kata governance sering dirancukan dengan government. Akibatnya, negara dan pemerintah
menjadi korban utama dari seruan kolektif ini, bahwa mereka adalah sasaran nomor satu untuk
melakukan perbaikan-perbaikan. Badan-badan keuangan internasional mengambil prioritas untuk
memperbaiki birokrasi pemerintahan di Dunia Ketiga dalam skema good governance mereka.
Aktivitis dan kaum oposan, dengan bersemangat, ikut juga dalam aktivitas ini dengan
menambahkan prinsip-prinsip kebebasan politik sebagai bagian yang tak terelakkan dari usaha
perbaikan institusi negara. Good governance bahkan berhasil mendekatkan hubungan antara
badan-badan keuangan multilateral dengan para aktivis politik, yang sebelumnya bersikap sinis
pada hubungan antara pemerintah negara berkembang dengan badan-badan ini. Maka, jadilah
suatu sintesa antara tujuan ekonomi dengan politik.
Tetapi, sebagaimana layaknya suatu mantra, para pengucap tidak dapat menerangkan sebab
akibat dari suatu kejadian, Mereka hanya mengetahui sebgian, yaitu bahwa sesuatu yang
invisible hand menyukai mantra yang mereka ucapkan. Pada kasus good governance, para
pengucap hanya mengetahui sedikit hal yaitu bahwa sesuatu yang tidak terbuka dan tidak
terkontrol akan mengundang penyalahgunaan, bahwa program ekonomi tidak akan berhasil tanpa
legitimasi, ketertiban sosial, dan efisiensi institusional.
Satu faktor yang sering dilupakan adalah, bahwa kekuatan konsep ini justru terletak pada
keaktifan sektor negara, masyarakat dan pasar untuk berinteraksi. Karena itu, good governance,
sebagai suatu proyek sosial, harus melihat kondisi sektor-sektor di luar negara.
Arti Good governance
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat.
Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga
dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan
sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan sector non-pemerintah dalam suatu usaha
kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat
dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance
membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance
mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang
bekerja pada tingkat yang berbeda.
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah
sesuatu yang terjadi secara chaotic, random atau tidak terduga. Ada aturan-aturan main yang
diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah adanya
wewenang yang dijalankan oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep governance
wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus
dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak
bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki
kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi wewenang yang dibentuk secara
kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan,
sehingga good governance, dengan demikian, adalah mekanisme pengelolaan sumber daya
ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang
stabil dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.
Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah
penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra
pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-
lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka,
menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka.
Jelas bahwa good governance adalah masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat.
Memang sampai saat ini, sejumlah karakteristik kebaikan dari suatu governance lebih banyak
berkaitan dengan kinerja pemerintah. Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk
mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti pendidikan kesehatan dan infrastuktur.
Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan melalui
diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme.
Good governance sangat terkait dengan dua hal yaitu (1) good governance tidak dapat dibatasi
hanya pada tujuan ekonomi dan (2) tujuan ekonomi pun tidak dapat dicapai tanpa prasyarat
politik tertentu.
Membangun Good governance
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah
accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat
sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan
pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan
cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman,
good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu,
membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut
harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini
diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik (Good
Governance)
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama
dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas
birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi
dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah
masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat
diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi,
akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan.
Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance
dilandasi oleh 4 pilar yaitu
(1) accountability,
(2) transparency,
(3) predictability, dan
(4) participation.
Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik
sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun
paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi
good governance,yaitu
(1) Akuntabilitas,
(2) Transparansi, dan
(3) Partisipasi Masyarakat.
Berikut ini adalah pembahasan mendalam dari ketiga prinsip tersebut disertai dengan indikator
serta alat ukurnya masing-masing:
Prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance:
1. Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
2. Prinsip Transparansi dalam Good Governance
3. Prinsip Partisipatif dalam Good Governance
Indikator & Alat Ukur Prinsip dalam Good Governance:
1. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas dalam Good Governance
2. Indikator & Alat Ukur Prinsip Transparansi Dalam Good Governance
3. Indikator & Alat Ukur Prinsip Partisipasi Publik dalam Good Governance
Sumber:
Dra.Loina Lalolo Krina P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi &
Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Jakarta 2003
Kajian teoritis
. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, maka asas-asas umum pemerintahan yang baik di
Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dan Penjelasanya yang dirumuskan sebagai asas
umum penyelenggaraan negara. Asas ini terdiri dari:
a. Asas Kepastian Hukum;
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara.
c. Asas Kepentingan Umum;
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif.
d. Asas Keterbukaan;
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
f. Asas Profesionalitas;
Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas.
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 dan Pasal 3 ayat (1) TAP
MPR XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Nagara Yang Bersih dan Bebas KKN
menentukan untuk menghindari segala bentuk KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu
jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya dan harus
mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,
melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas
dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas
tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak
mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang berlaku secara universal dibeberapa negara
sebagai hukum tidak tertulis, di Indonesia dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN merumuskan asas-asas
umum penyelenggaraan negara tersebut secara formal mengikat penyelenggara negara untuk
dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya.
Literatur:
- Hetifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2003.
- T. Gayus Lumbuun, Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik
ESENSI GOOD GOVERNANCE : DALAM PERSPEKTIF KAJIAN TEORITIS (Dedi Kusmayadi 2007)
Abstrak
Good Governance adalah tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip- prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam
konteks mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada
bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan ketiga prinsip di atas sedangkan
mekanisme eksternal lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara
harmonis tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi, salah satu tools penting dalam mewujudkan Good Governance
adalah akuntansi.
Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antar bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-
sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis). Kedua perkembangan di atas, baik demokratisasi maupun globalisasi,
menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya memegang kuat
kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke
posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai
cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan
publik.
Sebaliknya,masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai
menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.Oleh karena itu, tata
pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses
pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik
membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan
serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para
aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuh kembangkan rasa kebersamaan dalam rangka
mencapai tata kelola yang baik (Good Governance).
Agar supaya GG bisa diterapkan dalam suatu organisasi maka dibutuhkan adanya aturan main yang
membatasi/mengarahkan aktifitas maupun keputusan top manajemen organisasi selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan
organisasi. Dengan menegakkan sistem good governance dalam suatu organisasi diharapkan terjadi peningkatan dalam hal:
Efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan
masyarakat, pegawai, dan stakeholder lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi ke
depan.
Legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders.
Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimate.
Good Governance lebih ditekankan kepada proses, sistem, prosedur dan peraturan yang formal ataupun informal yang
menata organisasi dimana aturan main yang ada diterapkan dan ditaati. Good Governance berorientasi kepada penciptaan
keseimbangan antara tujuan ekonomis dan sosial atau antara tujuan individu dan masyarakat (banyak orang) yang diarahkan
kepada peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam hal antara lain :
Administrasi organisasi yang adil, efisien, dan terbuka yang selaras dengan tujuan organisasi.
Sistem dan prosedur operasional dan pengendalia organisasi dengan suatu pandangan untuk pencapaian tujuan stratejik
jangka panjang organisasi yang dapat memberikan kepuasaan kepada pemilik, pemasok, pelanggan, dan penyandang dana
dimana taat kepada hukumdan peraturan yang di butuhkan dan cocok dengan kebutuhan lingkungan organisasi dan
masyarakat.
Proses penciptaan dan penambahan nilai yang efisien dan untuk meyakinkan bahwa:
Top manajemen mempunyai suatu tujuan dan rencana stratejik dan menempatkannya kepada struktur manajemen yang
tepat (organisasi, sistem, orang) untuk mencapai tujuan dan rencana stratejik tersebut.
Struktur diletakkan dalam fungsi untuk menjaga integritas, reputasi, dan tanggungjawab organisasi kepada semua
stakeholders.
Top manajemen bertindak sebagai sebuah katalisator, inisiator, mempengaruhi, menilai, dan memantau keputusan-
keputusan stratejik dan aktifitas manajemen dan mempertahankan manajemen yang dapat dipertanggungjawabkan.
Meyakinkan bahwa top manajemen adalah bukan merupakan sebuah jabatan formalitas yang melupakan tugas manajemen
untuk membuat keputusan stratejik organisasi yang gegabah.
Top manajemen membangun dan menempatkan suatu mekanisme untuk meyakinkan bahwa operasional organisasi dalam
kondisi yang dinginkan oleh pemilik, bertanggungjawab kepada masyakat banyak, meyakinkan bahwa pemakaian sumber
daya secara efisien dan efektif dalam rangka memburu pencapaian tujuan organisasi dan selaras dengan harapan yang di
tuntut oleh stakeholders.
Ada meknisme, proses dan sistem yang dibangun yang secara terus menerus meyakinkan antara lain :
Praktek-praktek tata kelola organisasi adalah efektif dan sesuai
Ada keterbukaan dan pertanggungjawaban kepada berbagai stakeholder
Organisasi patuh dan taat dengan hukum dan perundangan-undangan yang dibutuhkan.
Ada pengungkapan informasi yang memadai kepada stakeholder
Ada pemantauan yang efektif dan juga pengelolaan resiko, inovasi, dan perubahan organisasi
Organisasi tetap berada pada kondisi yang relevan, legitimate, dan kompetitif
Organisasi adalah menjanjikan,likuid, dan memiliki kontinuitas kedepan yang baik.
Secara sederhana, Good Governance merujuk kepada pembangunan aturan main dan lingkungan ekonomi dan institusi yang
memberikan kebebasan kepada organisasi untuk secara ketat untuk meningkatkan nilai jangka panjang pemilik,
memaksimumkan pengembangan SDM, dan juga memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, lingkungan, dan masyarakat
banyak.
Arti Good Governance
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi
guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.Definisi lain menyebutkan
governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sector negara dan
sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada
yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminology governance membantah pemahaman
formal tentang bekerjanya institusi institusi negara. Governance mengakui bahwa di dalam masyarakat terdapat banyak pusat
pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yangberbeda.
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi
secara chaotic, random atau tidakterduga. Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yangberbeda. Salah satu
aturan main yang penting adalah adanya wewenang yang dijalankan oleh negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep
governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara sepihak, melainkan melalui semacam konsensus dari pelaku-pelaku
yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja berdasarkan dominasi pemerintah, maka
pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi
wewenangyang dibentuk secara kolektif.Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks pembangunan, definisigovernance
adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan.Menurut dokumen United
Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi
guna mengelola urusan-urusan negra pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Pemerintah berkewajiban melakukan investasi untuk mempromosikan tujuan ekonomi jangka panjang seperti
pendidikan kesehatan dan infrastuktur. Tetapi untuk mengimbangi negara, suatu masyarakat warga yang kompeten dibutuhkan
melalui diterapkannya sistem demokrasi, rule of law, hak asasi manusia, dan dihargainya pluralisme.
Merujuk kepada Global Corporate Governance Forum, Forum ini secara tegas menyatakan:Good Governance sudah
menjadi sebuah isu penting dunia.Organisasi mempunyai peran kunci untuk bermain dalam peningkatan pengembangan
ekonomi dan sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global, pertanggungjawaban penyediaan lapangan
kerja,pelayanan publik dan private,pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini, efisiensi dan
pertanggungjawaban organisas itidak peduli apakah organisasi publik atau private; Good Governance telah menjadi agenda
pokok internasional.
Berdasarkan pernyataan di atas,dapat dilihat bahwa Good Governance adalah penting bagi suatu organisasi dalam
rangka:
Menciptakan daya tarik kepada investor baik investor lokal maupun asing untuk meyakinkan para investor bahwa investasi
mereka akan aman dan dapat dikelola secara efisien, terbuka dan dengan dukungan proses yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Mendorong untuk terciptanya daya saing organisasi.
Meningkatkan pertanggungjawaban dan kinerja yang memungkinkan kepercayaan terhadap pengelolaan organisasi.
Meningkatkan efisiensi, efektifitas,dan produktifitas pemakaian sumber daya organisasi.
Tanpa memiliki organisasi yang efisien, suatu negara akan sulit untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
kepada masyarakatnya.Tanpa adanya investasi dalam suatu negara maka negara tersebut akan mengalami stagnasi dan krisi
ekonomi.Jika suatu organisasi katakanlah perusahaan-perusahaan tidak sehat, maka tidak akan terjadi pertumbuhan ekonomi,
lapangan kerja, tidak ada penerimaan pajak, dan pembangunan negara tidak akan berkembang. Oleh karena itu suatu negara
membutuhkan organisasi yang well-governed yang dapat menarik investasi, menciptakan lapangan kerja yang pada gilirannya
nanti akan meningkatkan daya saing organisasi dalam dunia internasional.Untuk itu, Good Governance menjadi sebuah
kebutuhan pokok untuk pembangunan ekonomi nasional.
Pilar-Pilar Good Governance.
Dalam semua perspektif kajian ilmu manajemendan ekonomi, good governance selalu mengacu kepada sikap, etika,praktek dan
nilai-nilai masyarakat.Adapun pilar utama suatu sistem Good Governance adalah sebagai berikut:
(a) Harus ada badan yang efektif yang bertanggungjawab kepada pemisahaan pengelolaan organisasi (antara Pemilik dan
Manajemen;antara Kepala Daerah dan DPRD) dan kebebasan manajemen untuk meningkatkan:
Pertangungjawaban/Accountability (pemimpin harus siap untuk melaksanakannya)
Efisien dan efektif (ini merupakan hasil dari kepemimpinan yang baik)
Teruji dan terpadu (pemimpin harus jujur, dipercaya dan sigap)
Bertangungjawab (pemimpin yang handal, bertanggungjawab,representatif, dan komit kepada kewajiban)
Kepemimpinan yang terbuka dengan pengungkapan informasi organisasi yang berhubungan dengan semua kegiatan
ekonomi dan yang lainnya.
(b) Harus ada pendekatan yang terpadu untuk melakukan tata kelola organisasi yang mengakui dan melindungi hak-hak
anggota stakeholder baik yang berasal dan internal maupun eksternal organisasi.
(c) Organisasi harus dikelola dan diatur sesuai dengan mandat yang telah diberikan oleh pemilik dan masyarakat dan
mengambil tindakan yang serius untuk secara luas bertanggungjawab kepada peningkatan kemakmuran secara
berkesinambungan.
Seiring dengan penjelasan di atas,maka dapat disimpulkan 5 (lima) pokok kajian tentang Good Governance:
Accountability/keterbukaan; Efficiency and Effectiveness; Integrity and Fairness; Responsibility, and; Transparency.
Pondasi Untuk Memahami Good Governance.
Penulis mencoba untuk menjelaskan secara singkat mengenai tiga dasar utama untuk memahami secara mudah bagaimana
good governance; yaitu philosophical foundation, historical foundation, dan psychological foundation. Ketiga dasar utama ini
saling berkaitan dan saling menunjang dalam membentuk good governance model.Adapun penjelasan singkatnya adalah
sebagai berikut:
1. Philosophical foundation
Philosophical foundation ini disebut sebagai paham structural functionalism, paham ini lebih memberikan penekanan pada
struktur dan fungsi dari suatu organizasi sebagai suatu open system. Organisasi diasumsikan sebagai suatu organisme yang
hanya bisa survive jika mampu berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Dalam konteks suatu organisasi, interaksi
organisasi tersebut di wujudkan dalam suatu struktur baku organisasi (fleksibel sesuai dengan perubahan lingkungan).
Dengan kata lain,struktur dan fungsi organisasi harus dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungannya,
apakah lingkungan internal organisasi ataupun lingkungan eksternal organisasi.
2. Historical foundation
Berdasarkan teori the division of labour oleh Adam Smith (1932) yang dikembangkan secara lebih jauh oleh Berle & Means
(1932) menyimpulkan perlunya perubahan struktur organisasi untuk mengantisipasi terjadinya perubahan lingkungan.
Perusahaan kecil (biasanya dikelola oleh pemilik) menjadi besar, sehingga terjadi krisis otonomi yang memerlukan
pendelegasian wewenang. Pendelegasian diberikan kepada (professional) manager untuk mengelola operasional
perusahaan dan agar kepentingan pemilik (kapitalis) terjaga, maka dibentuk suatu struktur yang baku dengan adanya BOD
(dewan komisaris,dalam konteks hukum Indonesia) yang bertindak atas nama dan kepentingan kapitalis (pemilik) di dalam
mengawasi manajemen.Disini muncul agency theory (AT) dengan segala bentuk dan jenis model yang ada.
3. Psychological foundation
Sebenarnya berhubungan dengan point 2, karena adanya anggapan (thesis) bahwa manusia itu adalah self-interested
behavior yang akan mengutamakan kepentingannya dibanding dengan kepentingan orang (pihak) lain. Dalam konsep
agency theory, thesis ini bermakna bahwa agent akan mengumbar kepentingannya (seandainya mereka melakukan
pengembangan perusahaan untuk mendapatkan pertumbuhan yang berkelanjutan tetapi investasi yang dilakukan
cenderung memilik tingkat pengembalian yang relative kecil) yang tentunya secara tidak langsung hal ini merupakan
expense pemilik. Anti-thesis yang muncul dari thesis ini adalah dalam upaya memperkuat struktur (terutama internal
control mechanism) lewat pemberdayaan BOD. Dalam anti-thesis ini, tingkat independensi dan knowledge dari BOD sangat
krusial (namun hal ini memunculkan thesis berikutnya bahwa independen BOD pun adalah manusia yang secara psikologis
mempunyai sifat yang sama).
Kalau thesis dan anti-thesis disatukan (sinthesis) sebenarnya konsep Corporate Governance dapat dikembalikan pada
philosophical foundation (sebagai salah satu tiang paling besar dan mendasar dari tiga tiang utama tadi).Struktur dari
organisasi yang yang diharapkan berfungsi dengan self-controlled, sesuai dengan philosophy structural functionalism, dalam
kaitan dengan negara kita, Indonesia, secara makro adalah business system yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat
organisasi berikutnya (micro level) corporate hingga strategic business unit.
Membangun Good Governance
Membangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-
pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak
ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja
institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau
berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha
tersebut harus dilakukan secara bertahap.
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi
masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor
publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank
mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka,
pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggungjawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran
dan kesetaraan, serta kesinambungan. Sejumlah pendapat lain mengenai prinsip-prinsip good governance misalnya Asian
Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1).
accountability, (2).transparency, (3). predictability, dan (4.) participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang
melandasi tatapemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain,dari satu pakar ke pakar lainnya.
Namun paling tidak ada sejumlah prinsipyang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi goodgovernance, yaitu
(1). Akuntabilitas, (2). Transparansi, dan (3). Partisipasi.
(1). Prinsip Akuntabilitas
Ketiga prinsip tersebut diatas tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri, adahubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi,
masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang
diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik.Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip
ini.Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab, dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama
(istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara
periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka,
kemana sumber daya telah dipergunakan,dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Akuntabilitas bermaknapertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusikekuasaan pada berbagai
lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi(checks
and balances sistem). Adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu : (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas administratif, dan (3)
akuntabilitas kebijakan publik. Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan
kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkanbanyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila
rumusan kebijakan merupakanhasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat
atau administrator, serta para pelaksana dilapangan.Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan
masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha
untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran
kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan
efisien.
Tetapi, secara garis besar dapat disimpulkanbahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi
pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untukmembuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai
dengan nilai yangberlaku maupun kebutuhan masyarakat..Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan
sebera pabesar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai nilai atau norma-norma eksternal yang
dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah
program, akuntabilitas meliputi :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indicator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
a. pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dantersedia bagi setiap warga yang membutuhkan
b. pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilaiyang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasiyang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders
c. adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudahsesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang
berlaku.
d. adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,dengan konsekuensi mekanisme
pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi
e. konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telahditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target
tersebut.
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
a. penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media
komunikasi personal
b. akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan caracara mencapai
sasaran suatu program
c. akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
d. ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai
oleh pemerintah.
(2). Prinsip Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil
yang dicapai. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang
dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat,toleran, dan
kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh
pemerintah,dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak
menangani dengan baik kinerjanya.Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi.Komunikasi publik
menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan.
Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar,maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk
membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan keputusan yang penting kepada
masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Peran media juga sangat penting bagi transparansi
pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi yang
relevan, juga sebagai watchdog atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas,
media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh
kepentingan bisnis.
Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media
massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakupkriteria yang jelas
dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut
diberikan.Prinsip transparasi palingtidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti :
a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses- proses pelayanan publik
b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun
proses-proses didalam sektor publik.
c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik
didalam kegiatan melayani Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat
pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan
dalam sector publik.
(3). Prinsip Partisipatif
Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam
pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Keputusan-keputusan semacam itu tidakjarang dapat membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warganegara akibat
adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya program-program yang tidak mempertimbangkan
pendapat rakyat kecil. Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan
security sering mengalahkan pertimbangan-pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga
negara. Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan
pragmatis pejabat tertentu.Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitasdan efektivitas layanan
publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocokbagi partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
a. partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan jaringan civil society .
b. partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society sebagai service provider
c. lokal kultur pemerintah (misalnya Neighborhood Service Department di USA, atau Better Management Transparent Budget di
New Zealand)
d. faktor-faktor lainnya, seoerti transparansi, substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kompetisi.
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukansecara langsung atau
secara tidak langsung.Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan
publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi
sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta mencegah terjadinya
kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.
Jika orang bersedia menilai proses politik secaranetral maka bentuk-bentuk perilaku massa berupa protes, aksi pamflet,
ataupun pemogokan, sebenarnya juga termasuk partisipasi.
Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa sistem partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis. Pertama, ialah
bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. dan kedua, bermula dari kenyataan bahwa
pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab
itu, untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan
dengan aparat pemerintah.
Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah :
a. mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik
b. menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk
aktivitas warga negara dalam kegiatan publik,
c. mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan
bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan
masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat
pembangunan.
Bergulirnya Reformasi Keuangan Sektor Publik
Dalam perjalanannya,reformasi dengan berbasiskan good governance untuk membangun Indonesia baru ternyata banyak sekali
kendala dan batasan-batasan yang kita miliki terutama berada dalam aspek hukum baik penciptaan hukum maupun
penegakkan hukum itu sendiri. Sesuai dengan literatur good governance, perangkat hukum dan penegakkan hukum adalah
prasyarat terbangunnya suatu good governance.Dengan segala hambatan dan keterbatasanyang kita miliki, semangat untuk
membangun Indonesia Baru dengan berbasiskan good governance masih terus hidup hampir di segenap organisasi apakah itu
organisasi Pemerintah maupun organisasi non Pemerintah.Dalam perspektif keuangan khususnya Institusi Pemerintah,
reformasi sudah mulai dibangun dengan dikeluarkannya beberapa landasan hukum, pengenalan perangkat tehnologi untuk
mempercepat proses organisasi, dan pengenalan serta kewajiban untuk menerapkan sistem organisasi dengan berbasiskan
good governance kepada institusi Pemerintah.Perubahan total dalam proses danstruktur serta content-isi penganggaran
pemerintah-APBN dan APBD serta Akuntansi merupakan 2 (dua) produk utama untuk membangun sistemorganisasi yang
berbasiskan good governance.Namun demikian, 2 (dua) produk reformasi keuangan ini akan tidak optimal jika tidak di imbangi
oleh kesiapan sumber daya manusianya untuk menerima dan mengimplemen-tasikan produk reformasi keuangan tersebut.
Disamping kesiapan dan kompetensi serta didukung oleh budaya organisasi yang kondusif, faktor kualitas pelaporan organisasi
juga harus mampu di bangun untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap sistem organisasi berbasiskan good
governance. Dengan sistem pelaporan yang efektif maka pengelolaan sumberdaya organisasi khususnya sumber daya ekonomi
dapat dipertanggungjawabkan secara adil dan terbuka.
Organisasi Sektor Publik dan Good Goverment Governance.
Organisasi yang bergerak di sector publik seperti Kompartemen AkuntansiSektor Publik ataupun komite standar akuntansi
Pemerintah merupakan salat satu elemen dalam membangun dan mengendalikan sistem organisasi yang berbasiskan good
governance. Salah satu contoh mekanisme kerjanya adalah dikeluarkannya standar akuntansi Pemerintah adalah salah satu
peranbesar dari organisasi profesi sector publik untuk membangun sistem organisasi berbasiskan good governance.Sebagaimana
kita ketahui bahwa sistem akuntansi Pemerintah mengatur tentang bagaimana kebijakan akuntansi Pemerintah harus di ukur,
dicatat, dan dilaporkan secara terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik melalui DPR/DPRD. Dengan
adanya pedoman akuntansi ini, maka Kepala Daerah dalam mengelola organisasinya harus membuat suatu laporan keuangan
yang sudah memiliki standar akuntansi sehingga ia tidak bias mencatat pemakaian sumber daya ekonomi sesuai dengan
keinginannya.Dengan kata-kata lain kepala daerah beserta aparatnya memiliki independensi yang tinggi dalam mengelola sumber
daya ekonominya sepanjang mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam standar akuntansi pemerintah.
Dengan adanya standar akuntansi pemerintah, Institusi Pemerintah bisa membangun sistem akuntansinya dengan baik
apakah itu kebijakan akuntansi, daftar perkiraan, prosedur pencatatan, formulir-formulir akuntansi maupun bentuk-bentuk
laporan, minimal memenuhi kebutuhan standar akuntansi pemerintah. Akselerasi nilai standar akuntansi ini akan menjadi lebih
baik apabila sistem akuntansi yang dibangun menggunakan teknologi komputer.
Dengan teknologi komputer, sistem pelaporan dapat dihasilkan secara cepat sehingga pengelolaan sumber daya
organisasi Pemerintah dapat dengan cepat di pantau. Kinerja Kepala Daerah dapat dievaluasi tentang bagaimana mandat yang ia
terima untuk menggunakan sumber daya ekonomi daerah secara efisien dan efektif dengan prinsip-prinsip terbuka, adil, dan
dapat dipertanggungjawabkan jika laporannya telah disusun sesuai dengan standar akuntansi Pemerintah. Organisasi Profesi
Sektor Publik yang mempunyai tanggungjawab dibidang pengawasan dan pemeriksaan seperti BPKP, Bawasda, ataupun BPK
akan lebih mudah menjalankan fungsinya karena telah tersedianya pedoman akuntansi yang baku.
Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan sistem organisasi khususnya Institusi Pemerintah berbasiskan good
governance dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka,adil, bertanggungjawab dan dapat dipertanggungjawabkan
memerlukan suatu alat pokok yang salah satunya sistem akuntansi. Hal ini terlihat dengan dikeluarkannya perangkat-perangkat
hukum yang mengatur Institusi Pemerintah dan telah diterbitkannya standar akuntansi Pemerintah (SAP). maka dalam
implementasinya sistem akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu elemen yang tidak bisa terpisahkan dalam
membangun good governance.
Daftar Perpustakaan
Anthony Robert dan Vijay Govindarajan, 2004, Manajemen Control System, 9 th, Homewood, IL: Irwin.
Asian Development Bank, 1999, Governance : Sound Development Management.
Archon, Fung & Erik Olin Wright, (2003), Deepening Democracy :Institutional Innovations in Empowered Participatory
Governance, TheReal Utopias Project IV, London : Verso.
Bastian Indra, 2001, Manual Akuntansi KeuanganPemerintahan Daerah, Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi
UniversitasGadjah mada, BPFEE, Yogyakarta.Draft Standar Akuntansi Pemerintah, 2002.
Budiardjo Miriam, (2000), Menggapai Kedaulatan untuk Rakyat, Bandung : Mizan.
Development Assistant Committee, (1997), Evaluation of ProgramsPromoting Participatory Development & Good Governance.
Drebin A, 1981, Objective of Accounting and Financial Reporting for Governmental Units: Resea rch Study, NCGA, USA.
Ganie,Rochman, Meuthia, 2000, artikel Good Governance : Prinsip,Komponen dan Penerapanny, dalam HAM :
Penyelenggaraan NegaraYang Baik dan Masyarakat Warga, Jakarta : KOMNAS HAM.
Hill, Michael, Peter Hupe, 2000, Implementing Public Policy : Governancein Theory and in Practice, London : Sage Publications.
Henley D, Holtham C, Likiermen A, Perrin J,1989, Public Sector Accounting and Financial Control, 3 th, T.J Press: Great Britain.
Hopwood A, Tomkins C, 1984, Issues in PublicSector Accounting, Philip Allan PublishersLtd, Great Britain.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001, StandarAkuntansi Keuangan Sektor Public, IAI KASP,
Jakarta.
Jones R, 1992, The Development of Conceptual Frameworks of Accounting for the Public Sector,Journal of Accountability and
Management (winter 1992), pp. 249-264, England.
Jones, Rowan, Pendlebury Maurice, 1996, PublicSector Accounting, 4th edition, Pitman
Publishing.
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2001, Pengukuran Kinerja Instansi
Pemerintah.
Keputusan Menteri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan
Daerah serta Tata cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah., DirektoratPengelolaan Keuangan
Daerah, DirektoratJenderal Otonomi Daerah, 2002.
Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik,Penerbit Andi Yogyakarta.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2001tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah Beserta lampiran-lampirannya dan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BiroKeuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.Manual
Administrasi Keuangan Daerah.
Peters, B.Guy, 2000, The Politics of Bureaucracy, London : Routledge.
Shah Anwar, 1997, Balance, Accountability, andresponsiveness: Lesson about Decentralization, Washinton DC, World Bank.
Sugiyanto, 1999, Pertanggungjawaban KeuanganPemerintah Pusat, makalah disampaikan pada Seminar dan Pembentukan
Kompartemen Akuntan Sektor Publik.
Triharta A, Baruna, 1999, Permasalahan AkuntansiSektor Publik, makalah disampaikan pada Seminar dan Pembentukan
KompartemenAkuntan Sektor Publik.
Tjokroamidjojo, Bintoro, (2001), Reformasi Administrasi Publik, Jakarta : MIA UNKRIS.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang PemeritahanDaerah Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, Jakarta, 1999.
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
Departemen dalam Negeri Republik Indonesia,Jakarta, 1999.
Yasin Fauzi Alvi, 1999, Perkembangan AkuntansiPemerintah Daerah, makalah disampaikan padaSeminar IAI: Kontribusi Akuntan
Sektor Publik Dalam Perwujudan Good Governance, Jakarta.
AnitaErvina
Jumat, 03 Februari 2012
Makalah Kualitas Tenaga Kerja Indonesia
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tenaga kerja merupakan faktor pendukung perekonomian suatu Negara. Untuk memajukan
perekonomian suatu Negara diperlukan tenaga kerja yang berkualitas. Dalam suatu Negara, tenaga kerja
ada yang dipekerjakan di dalam dan di luar Negara itu sendiri. Seperti halnya Indonesia, tenaga kerja
Indonesia banyak bekerja di luar negeri. Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, dapat
menghasilkan devisa Negara yang turut mendukung perekonomian Indonesia. Sehingga mereka dikenal
dengan istilah pahlawan devisa Negara.
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah dengan keterampilan dan
keahlian yang kurang memadai (minim), sehingga belum mempunyai keterampilan dan pengalaman
yang baik serta maksimal untuk memasuki dunia kerja. Dengan demikian kualitas tenaga kerja di
Indonesia tergolong rendah. Kualitas tenaga kerja yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja
semakin kecil dan terbatas. Karena mayoritas perusahaan-perusahaan atau lapangan kerja lainnya lebih
memilih tenaga kerja yang berkualitas baik. Sehingga jarang tenaga kerja mendapatkan kesempatan
untuk bekerja. Keterampilan dan pendidikan yang terbatas akan membatasi ragam dan jumlah
pekerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan akan membuat tenaga kerja Indonesia minim akan
penguasaan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan ketidaktahuan atau ketidakpahaman tenaga kerja Indonesia tentang ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), tenaga kerja Indonesia akan mengeluarkan biaya yang tinggi dalam membuat
hasil produksinya (mencari cara yang tidak berhubungan dengan teknologi canggih dengan
mengeluarkan biaya besar). Tenaga kerja Indonesia yang pengetahuannya rendah akan ilmu teknologi,
akan membuat produknya dengan cara yang sederhana atau tradisional sehingga hasilnya kurang
maksimal. Berbeda dengan proses produksi yang menggunakan teknologi canggih, hasil produknya akan
lebih berkualitas dibandingkan dengan proses pembuatan secara sederhana atau tradisional. Maka,
jumlah hasil produksinya akan lebih sedikit, karena proses pembuatannya tidak efektif (lambat)
dibandingkan dengan hasil produksi yang menggunakan teknologi canggih. Tingginya biaya produksi
mengakibatkan hasil produksi Indonesia rendah dan sulit bersaing dengan produk negara lain.
Selain itu, kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah juga di latarbelakangi oleh faktor kondisi
internal tenaga kerja, seperti motivasi kerja, pengalaman kerja, keahlian/keterampilan, tingkat
kehadiran, inisiatif dan kreativitas, kesehatan serta perilaku/sikap. Sedangkan untuk faktor eksternal,
meliputi: kedisiplinan kerja, tingkat kerjasama, perasaan aman dan nyaman dalam bekerja, teknologi
yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan dan bidang pekerjaan sesuai dengan bidang
yang diminati. Motivasi bekerja yang kurang atau yang menunjukkan sifat kemalasan tenaga kerja akan
membuat pekerjaannya tidak membuahkan hasil yang baik dan maksimal. Keterampilan tenaga kerja
pun sangat mempengaruhi kualitas kerjanya. Sehingga kualitas tenaga kerja Indonesia dan hasil
produksinya kurang maksimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tenaga kerja ?
2. Apa yang dimaksud dengan kualitas kerja ?
3. Seperti apa saja pekerjaan tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualitas kurang memadai ?
4. Bagaimana gambaran kualitas tenaga kerja Indonesia ?
5. Apa yang mengakibatkan kualitas tenaga kerja Indonesia rendah ?
6. Apa dampak yang akan terjadi apabila kualitas kerja tenaga kerja Indonesia rendah ?
7. Bagaimana cara penanggulangan kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah ?
C. Tujuan
Tujuan umum kami menyusun dan membuat makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menyelesaikan masalah ketenagakarjaan di Indonesia. Serta menginformasikan kepada para pembaca
bagaimana kualitas kerja tenaga kerja Indonesia, faktor penyebabnya, dan cara penanggulangannya.
Karena selama ini hasil produksi Indonesia sangat sedikit dan negara Indonesia lebih banyak mengimpor
produk dari luar negeri dan lebih sedikit mengekspor barang/produk sendiri. Selain itu, agar masalah
kualitas tenaga kerja Indonesia yang dihadapi di dalam masyarakat Indonesia dapat terpecahkan. Kami
ingin menemukan solusi dari masalah tersebut.
Tujuan secara khususnya adalah untuk mengikuti olimpiade KIR (Karya Ilmiah Remaja) tahun
2012. Maka dari itu kami menyusun karya ilmiah ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan sosial
kami. Selain itu, juga menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.
D. Manfaat
Dengan hadirnya karya tulis ini, pembaca akan mendapat manfaat yang banyak, manfaat yang
didapatkan setelah membaca karya tulis ini sangat menopang pembaca dalam memahami berbagai
prospek kehidupan sosial di negara kita, yakni Indonesia.
Makalah ini bermanfaat sebagai pendamping belajar mengenai ilmu pengetahuan sosial
khususnya bagi para pelajar/siswa. Selain itu dapat memperluas pengetahuan pembaca.
Pelajar maupun pembaca yang sudah membaca karya tulis ilmiah kami ini, dapat memahami,
mengetahui bagaimana keadaan atau kehidupan tenaga kerja Indonesia saat ini. Semoga selain dari hal
tersebut, pembaca merasakan manfaat lain menurut diri sendiri.
Bab 2 Pembahasan
A. Pengertian Tenaga kerja dan Kualitas kerja
Pengertian tenaga kerja
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat. Tenaga kerja dapat juga diartikan sebagai penduduk yang berada dalam batas usia kerja.
Tenaga kerja disebut juga golongan produktif, yakni dari usia 15-65 tahun.
Tenaga kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Penduduk yang termasuk angkatan kerja terdiri atas orang yang bekerja dan menganggur. Jika ada
saudara kalian yang sedang mencari pekerjaan, maka ia termasuk dalam angkatan kerja. Sedangkan
golongan bukan angkatan kerja terdiri atas anak sekolah, ibu rumah tangga, dan pensiunan. Golongan
bukan angkatan kerja ini jika mereka mendapatkan pekerjaan maka termasuk angkatan kerja. Sehingga
golongan bukan angkatan kerja disebut juga angkatan kerja potensial. Pembagian tenaga kerja jika
digambarkan dalam bentuk bagan akan tampak seperti berikut.
Tenaga kerja berdasarkan keahliannya, dibagi menjadi:
1. Tenaga Kerja Terdidik / Tenaga Ahli / Tenaga Mahir
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran
pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal.
2. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang
didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan pendidikan karena yang
dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya berulang-ulang sampai bisa dan menguasai pekerjaan
tersebut.
3. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja.
B. Pengertian kualitas kerja
Kualitas kerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia (Matutina,2001:205), kualitas
sumber daya manusia mengacu pada :
1. Pengetahuan (Knowledge) yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi
pada intelejensi dan daya fikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan.
2. Keterampilan (Skill), kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang
dimiliki karyawan.
3. Abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang
karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.
Kualitas kerja adalah suatu standar fisik yang diukur karena hasil kerja yang dilakukan atau
dilaksanakan karyawan atas tugas-tugasnya. Inti dari kualitas kerja adalah suatu hasil yang dapat diukur
dengan efektifitas dan efisiensi suatu pekerjaan yang dilakukan oleh sumber daya manusia atau sumber
daya lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran perusahaan dengan baik dan berdaya guna.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu dengan memberikan pelatihan
atau training, memberikan insentive atau bonus dan mengaplikasikan atau menerapkan teknologi yang
dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
C. Pekerjaan tenaga kerja Indonesia dengan kualitas kurang
memadai
Di negara kita sendiri yakni Indonesia masih banyak sekali tenaga-tenaga kerja yang memiliki
kualitas yang rendah dan atau kurang memadai. Indonesia masih berada di titik rendah, yaitu sulit
bersaing dengan negara lain. Barang maupun jasa dari tenaga kerja Indonesia yang kurang berkualitas
itulah yang menyebabkan Indonesia sulit bersaing dengan produk negara lain.
Indonesia jarang mengekspor hasil produksinya, justru Indonesia lebih sering mengimpor barang
dari negara luar karena barang buatan negara luar seperti Amerika, Cina, Jepang, dan sebagainya masih
lebih berkualitas dibandingkan dengan barang/produk buatan Indonesia. Padahal, Indonesia kaya akan
sumber daya alam (SDA). Oleh karena pengetahuan yang minim akan cara untuk mengeksploitasikan
sumber dayanya sendiri, mengakibatkan negara lain yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA)
Indonesia. Sehingga sumber daya alam tersedia dengan cuma-cuma atau tidak ada hasilnya.
Banyak tenaga kerja Indonesia yang kualitasnya rendah, contohnya; buruh harian, pemulung,
penjual koran, PSK (Pekerja Seks Komersial), dan sebagainya. Buruh harian, biasanya kualitas kerjanya
kurang, karena kebanyakan orang yang bekerja menjadi buruh harian dari desa-desa. Pemulung juga
termasuk tenaga kerja Indonesia yang kualitasnya rendah, bahkan lebih tidak berkualitas lagi
dibandingkan yang lainnya. Hasil pendapatannya pun kecil sekali.
Tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai PSK, bukan hanya kualitasnya yang rendah, bahkan
dapat menurunkan harga dirinya sendiri. Tenaga kerja ini pendapatannya masih lumayan besar
dibandingkan dengan yang lain, karena pekerjaan ini biasanya sulit dicari, dan butuh pengorbanan
sendiri. Adanya pekerjaan PSK akan menurunkan kualitas atau martabat dirinya sebagai warga negara.
Pekerjaan dengan kualitas rendah
Pekerjaan dengan kualitas rendah didefinisikan dengan upah rendah dan tingkat stres yang
tinggi. Meski orang harus menghargai semua profesi, namun kenyataannya orang yang bekerja dengan
pekerjaan kualitas rendah lebih banyak mengalami masalah kesehatan mental. Pekerja yang tergolong
pekerjaan rendah dalam sebuah penelitian yang dilakukan mengalami gangguan mental yang lebih
buruk daripada pengangguran. Tingkat depresi, kecemasan dan emosi negatif lebih tinggi.
Peneliti dari The Australian National University di Canberra, Australia menuturkan memiliki
pekerjaan tidak selalu memberikan keuntungan bagi kesehatan mental. Studi menunjukkan orang
pengangguran yang mendapatkan pekerjaan dengan kualitas rendah justru memperburuk kondisi
kesehatan mentalnya. "Temuan ini menunjukkan seharusnya tidak hanya mengurangi pengangguran
yang menjadi fokus. Tapi kondisi pekerjaan termasuk manfaat, jam kerja dan fleksibilitas juga harus
dipertimbangkan," ujar Joseph Grzywacz dari Wake Forest University School of Medicine di Winston-
Salem, seperti dikutip dari LiveScience, Rabu (16/3/2011).
Grzywacz menuturkan orang-orang cenderung berpikir bahwa semua pekerjaan diciptakan
sama. Tapi hasil studi ini menjadi bukti lebih lanjut bahwa semua pekerjaan tidak diciptakan dengan
sama. Peneliti melakukan studi selama 7 tahun yang dimulai pada tahun 2001. Kualitas pekerjaan yang
dinilai berdasar 4 faktor yaitu stres dan tingkat permintaan, jumlah karyawan yang mengontrol satu
pekerjaan, keamanan kerja serta apakah pekerja dibayar dengan wajar atau tidak. Setelah
mempertimbangan berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan dan tingkat pendidikan
diketahui bahwa kesehatan mental pengangguran setara atau kadang lebih baik dari orang yang bekerja
dengan pekerjaan yang buruk. Orang dengan kualitas pekerjaan yang buruk menunjukkan penurunan
kesehatan mental yang lebih besar dari waktu ke waktu dibandingkan dengan orang yang menganggur.
Sedangkan orang dengan kualitas pekerjaan yang tinggi diketahui mengalami peningkatan rata-rata skor
kesehatan mental sebesar 3 poin. Hasil ini dilaporkan secara online dalam jurnal Occupational and
Environmental Medicine.
D. Gambaran Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga kerja Indonesia
Pertumbuhan penduduk yang besar, pesebaran penduduk yang tidak merata dan minimalnya
lapangan pekerjaan dan tingginya gaji serta fasilitas yang dijanjikan menyebabkan munculnya fenomena
migrasi tenaga kerja, selanjutnya para pekerja ini dikenalkan dengan istilah pekerja migran. Di Indonesia
pengertian ini merunjuk pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik laki-laki maupun perempuan yang
tersebar dibeberapa negara. Pengiriman TKI Indonesia masih berlangsung ke negara-negara ekonomi
maju di sekitar Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea, jepang, dan Malaysia. Dan juga ke negara
Arab. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di lakukan dikarenakan permintaan yang tinggi dari
negara-negara tujuan tersebut juga disebabkan beberapa hal, yaitu sempitnya lapangan pekerjaan di
Indonesia dan juga besarnya gaji yang dijanjikan.
Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan program nasional dalam upaya
peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Penempatan tenaga kerja ke luar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja
internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja disertai dengan perlindungan yang
optimal sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali ke Indonesia.
Menurut pasal 1 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan
dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah
mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai,
serta mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan kearah
penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif, pemerintah juga mengatur penggunaan tenaga kerja
secara penuh dan produktif untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan
prinsip tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.
Tenaga Kerja Indonesia Legal
TKI yang bekerja di luar negeri dapat dikelompokan menjadi TKI legal dan TKI ilegal, TKI legal
adalah tenaga kerja Indonesia yang hendak mencari pekerjaan di luar negeri dengan mengikuti prosedur
dan aturan serta mekanisme secara hukum yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin bekerja di luar
negeri, para pekerja juga disertai dengan surat-surat resmi yang menyatakan izin bekerja di luar negeri.
TKI legal akan mendapatkan perlindungan hukum, baik itu dari pemerintah Indonesia maupun dari
pemerintah negara penerima. Oleh karena itu para TKI ini juga harus melengkapi persyaratan legal yang
diajukan oleh pihak imigrasi negara penerima.
Tenaga Kerja Indonesia Ilegal
TKI ilegal adalah tenaga kerja indonesia yang bekerja di luar negeri namun tidak memiliki izin
resmi untuk bekerja di tempat tersebut, para TKI ini tidak mengikuti prosedur dan mekanisme hukum
yang ada di indonesia dan negara penerima.
Empat kategori pekerja asing dianggap ilegal:
1. mereka yang bekerja di luar masa resmi mereka tinggal
2. mereka yang bekerja di luar ruang lingkup aktivitas diizinkan untuk status mereka
3. mereka yang bekerja tanpa status kependudukan yang izin kerja atau tanpa izin
4. orang-orang yang memasuki negara itu secara tidak sah untuk tujuan terlibat dalam kegiatan yang
menghasilkan pendapatan atau bisnis.
Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Luar Negeri
Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI keluar negeri terutama
tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan
pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI
yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan
antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila didiamkan akan
menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.
Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari negara penerima saja yang banyak
melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari para calon
TKI itu sendiri. Salah satu contoh seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki
perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti
pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah
berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahanpermasalahan tersebut seperti yang telah
tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib
memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(KEMNAKERTRANS), pada tahun 2008 jumlah TKI yang bermasalah antara lain :
Hasil Sweeping Tahun 2008-TKI Bermasalah.
NO. KETERANGAN JUMLAH TKI
1. CTKI unfit 76
2. CTKI Buta huruf 38
3. Dokumen tidak lengkap 352
4. Dibawah umur 70
5. Hamil 1
6 .Dokumen palsu 153
Tenaga kerja Indonesia yang bermasalah sebagian besar dikarenakan para Tenaga Kerja
Indonesia tersebut tidak memiliki dokumen secara lengkap. Dan banyak juga dari para tenaga kerja
Indonesia yang menggunakan dokumen palsu. Hal-hal tersebut merupakan sebab-sebab munculnya
berbagai kasus yang terjadi belakangan ini seperti pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), penyiksaan
terhadap TKI dan juga perdagangan manusia. Dengan dokumen yang tidak lengkap ataupun dokumen
palsu para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai perlindungan hukum
dikarenakan status mereka pun adalah sebagai Tenaga Kerja Indonesia ilegal.
Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri.
Dasar hukum atau landasan dasar penyelenggaraan program PTKLN (penempatan tenaga kerja
luar negeri) yaitu dalam rangka memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sebagaimana amanat UUD 1945. Dikarenakan pasar kerja di
dalam negeri tidak mampu menyerap seluruh angkatan kerja yang ada, maka pasar kerja luar negeri
menjadi pilihan bagi sejumlah tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, dasar
hukum yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan PTKLN pada saat ini adalah Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan TKI ke luar
negeri. Disamping itu terdapat pula produk hukum terkait dengan penyelenggaraan PTKLN, misalnya
Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi Penempatan TKI.
Pelaksanaan PTKLN diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor
Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Disebutkan antara lain
hal-hal sebagai berikut :
1. Penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja yang dilakukan dalam rangka
mempertemukan persediaan TKI dengan permintaan pasar kerja di luar negeri dengan menggunakan
mekanisme antar kerja.
2. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang
bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur
penempatan TKI.
3. Penemptan TKI dilakukan oleh lembaga pelaksana terdiri atas Perusahaan Jasa Tenga Kerja Indonesia
(PJTKI) dan instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang penempatan TKI ke luar negeri.
Sampai saat ini, penempatan TKI sebagian besar dilakukan oleh PJTKI, yaitu badan usaha berbentuk
perseroan terbatas yang mendapatkan izin usaha penempatan TKI oleh Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.
E. Penyebab kualitas tenaga kerja Indonesia rendah
1. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi
Sesuai dengan data yang tercatat oleh Depnakertrans tahun 2003, terlihat bahwa 78 % tenaga
kerja Indonesia berpendidikan SD dan yang lulusan universitas hanya sekitar 3 %, hal ini menunjukkan
betapa rendahnya kualitas tenaga kerja Indonseia. Sehingga sebagian besar tenaga kerja tidak memiliki
keahlian dan keterampilan khusus. Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia akan
membuat tenaga kerja tidak mampu dalam menguasai ilmu teknologi, dapat disebut juga tenaga kerja
gagap teknolgi (Gaptek) Pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi pasti akan sulit di mengerti oleh
tenaga kerjanya. Sehingga hasil kerjanya pun otomatis akan berkualitas rendah. Dan akhirnya daya
saingnya rendah pula.
2. Terbatasnya fasilitas infrastruktur
Terbatasnya fasilitas-fasilitas infrastruktur akan mengakibatkan produksi barang semakin
rendah. Jika fasiltas infrastruktur atau alat yang hendak dipergunakan terbatas, tenaga kerja terpaksa
memilih membuatnya dengan olahan tangan sendiri. Hal tersebut belum tentu beroleh hasil yang
bermutu tinggi, sehingga daya saing barang produksi tersebut kalah banding dengan barang produksi
negara lain. Hal itulah yang menyebabkan kualitas tenaga kerja Indonesia semakin rendah.
3. Kemampuan bekerja keras yang rendah
Tenaga kerja yang tidak mampu bekerja keras dan tidak produktif, dapat menjadi salah satu
penyebab kualitas kerja rendah. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan seberapa mampu kerja keras
tenaga kerja. Apabila tenaga kerja tidak mampu bekerja keras, maka hasilnya pun akan kurang baik atau
kurang berkualitas. Kemampuan kerja keras tenaga kerja dapat ditinjau dari kesehatan maupun kondisi
fisiknya. Semakin sehat keadaan tenaga kerja, maka hasil kerja akan semakin bagus dan berkualitas,
justru sebaliknya semakin buruk keadaaan tenaga kerja, maka hasil pekerjaannya akan semakin buruk
pula atau tidak berkualitas.
Selain kesehatan, perbandingan antara SDM (Sumber Daya Manusia) dengan SDA(Sumber Daya
Alam) sangat renggang. Sumber daya manusia lebih sedikit dibandingkan sumber daya alam. Hal ini
disebabkan manusia yang tinggal di daerah subur terlena akan kekayaan sumber daya alam yang
terdapat di sekelilingnya sehingga malas untuk mengeksploitasikan sumber daya alam. Indonesia
merupakan negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Sedangkan jika dibandingkan
dengan negara Jepang yang sumber daya alamnya sedikit serta kondisi geografis dengan bentuk negara
kepulauan dan rawan bencana, membuat masyarakat Jepang kebanyakan bersifat pekerja keras karena
bermotivasi untuk maju juga tidak mau kalah dari Negara lain yang kaya akan sumber daya alam
sehingga dapat menghasilkan hasil produksi seperti barang elektronik, alat transportasi, mainan,
makanan, dan lainnya yang berkualitas.
3. Faktor Usia
Tenaga kerja Indonesia yang usianya lebih dari usia produktif (manula) biasanya kemampuan
bekerjanya kurang, karena tenaga kerja tersebut belum tentu bermental bagus. Sehingga dapat
menghasilkan kualitas kerja yang rendah. Usia yang lebih baik dan cocok untuk menjadi tenaga kerja
ialah usia produktif, yakni dari 15-44 tahun agar hasil kerjanya lebih baik.
F. Dampak kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah
1. Barang dan jasa yang dihasilkan kurang memuaskan
Tenaga kerja Indonesia yang kualitas kerjanya rendah akan berdampak negatif bagi negara sendiri.
Barang dan jasa yang dihasilkan kurang memuaskan. Akibatnya negara Indonesia lebih banyak
menimpor produk luar negeri dari pada mengekspor produk sendiri. Sehinggga akan menimbulkan
banyak hutang di luar negeri, dan membuat Indonesia berada di titik perekonomian yang rendah dengan
pendapatan perkapita rendah.
2. Banyaknya pengangguran
Tenaga kerja Indonesia yang kualitasnya rendah akan lebih banyak menjadi pengangguran,
karena dunia kerja lebih banyak menerima tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Sehingga Indonesia
angka penganggurannya tinggi. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali
menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan
penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi
juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita
suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran
terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan
oleh lebih banyak orang.
Penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia
Penyebab Pengangguran Penyebab terjadinya pengangguran di Indonesia, di antaranya adalah sebagai
berikut.
a.Tekanan demografis dengan jumlah dan komposisi angkatan kerja yang besar.
b.Pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih kecil daripada pertumbuhan angkatan kerja.
c.Jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja.
d.Kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.
e.Terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebabkan, antara lain perusahaan yang menutup atau
mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomiatau keamanan yang kurang kondusif, peraturan
yang menghambat investasi, hambatan dalam proses ekspor-impor, dan sebagainya.
f.Kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
g.Berbagai regulasi dan perilaku birokrasi yang kurang kondusif bagi pengembangan usaha.
h.Masih sulitnya arus masuk modal asing.
i.Iklim investasi yang belum kondusif.
j.Tekanan kenaikan upah di tengah dunia usaha yang masih lesu.
k.Kemiskinan.
l.Ketimpangan pendapatan.
m.Urbanisasi.
n.Stabilitas politik yang tidak stabil.
o.Perilaku proteksionis sejumlah negara maju dalam menerima ekspor dari negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia.
p. Keberadaan pasar global.
Faktor mendasar penyebab masih tingginya pengangguran di Indonesia
Pengangguran masih tinggi karena permintaan kerja sangat sedikit dibandingkan tenaga kerja
yang tersedia. Penyebab lain, kata dia, kualitas SDM itu sendiri yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan di lapangan, antara lain dikarenakan penciptaan SDM oleh perguruan tinggi yang belum
memadai, atau belum mencapai standar yang ditetapkan. SDM yang tidak memadai ini bisa disebabkan
kurikulum perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan industri, dan juga anggaran yang
disediakan pemerintah untuk sektor pendidikan yang masih rendah sehingga yang dihasilkanpun tidak
mencapai buah yang maksimal. Mensiasati untuk meminimalisasikan pengangguran di Indonesia,
sebaiknya para pendidik di perguruan tinggi jangan lagi berorientasi pada penciptaan tenaga kerja,
tetapi harus diarahkan penciptaan terhadap lapangan kerja atau kewirausahawan.
DAMPAK PENGANGGURAN TERHADAP PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
1. Pendapatan nasional menurun
2. Pendapatan per kapita masyarakat rendah
3. Produktivitas tenaga kerja rendah
4. Upah yang rendah
5. Investasi dan pembentukan modal rendah
6. Sumber utama kemiskinan
7. Pemborosan sumber daya dan potensi yang ada
8. Dampak sosial lainnya yang ditimbulkan oleh pengangguran sehingga akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan pembangunan nasional, antara lain:
a. menjadi beban keluarga dan masyarakat;
b. penghargaan diri yang rendah;
c. kebebasan yang terbatas;
d. mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal. Berikut
beberapa cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran.
1. Menciptakan kesempatan kerja, terutama di sektor pertanian melalui penciptaan iklim investasi yang
lebih kondusif.
2. Menumbuhkan usaha-usaha baru, memperluas kesempatan berusaha, dan mendorong pengusaha-
pengusaha memperluas usahanya atau membuka investasi baru.
3. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja menuju profesionalisme.
4. Meningkatkan kualitas tenaga kerja sesuai dengan tuntutan dunia industri dan dunia usaha melalui
perbaikan isi kurikulum sistem pendidikan nasional.
5. Untuk menumbuhkembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan
kebijakan, termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang
mendukung.
6. Pembangunan nasional dan kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan
fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
7. Kebijakan pemerintah pusat dengan kebijakan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan
kerja. Penempatan tenaga kerja Indonesia memiliki kompetensi dengan kualitas yang memadai di luar
negeri.
3. Masyarakat Indonesia bersifat konsumtif
Akibat kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah, masyarakat akan lebih banyak
mengkonsumsi barang dan jasa dari negara lain dari pada memproduksi atau menghasilkan barang dan
jasa sendiri.
4. Barang dan Jasa yang dihasilkan daya saingnya rendah
Barang dan jasa yang dihasilkan tenaga kerja Indonesia kebanyakan daya saingnya rendah. Hal
tersebut dikarenakan kualitas dari hasil kerja tenaga kerja Indonesia yang rendah. Sehingga mutu dan
daya saingnya masih kalah banding dengan negara lain. Di era globalisasi sekarang, sistem perdagangan
di dunia sangatlah ketat, sehingga sulit untuk Indonesia melakukan persaingan.
G. Penanggulangan kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah
Fakta di lapangan sering menunjukkan kepada kita bahwa kualitas tenaga kerja Indonesia harus
ditingkatkan. Apalagi dalam menghadapi era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang
memungkinkan masuknya tenaga-tenaga kerja asing ke tanah air, maka pemerintah dan masyarakat
Indonesia mutlak harus meningkatkan kualitas tenaga kerjanya agar mampu bersaing dengan tenaga
kerja luar negeri.
Sebagai gambaran, saat ini kualitas tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri masih
dianggap lebih rendah dibanding kualitas tenaga kerja dari negara tetangga seperti Filipina. Dengan
bukti bahwa tenaga kerja Filipina dihargai (dibayar) beberapa kali lipat lebih mahal dibanding tenaga
kerja Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya bila pemerintah dan masyarakat berupaya untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui:
1. Jalur formal, seperti sekolah umum, sekolah kejuruan dan kursus-kursus.
2. Jalur nonformal, yang terdiri atas:
a. Latihan kerja, yaitu kegiatan untuk melatih tenaga kerja agar memiliki keahlian dan keterampilan di
bidang tertentu sesuai tuntutan pekerjaan. Dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja sudah mendirikan
BLK (Balai Latihan Kerja) di setiap Daerah Tingkat II.
b. Magang, yaitu latihan kerja yang dilakukan langsung di tempat kerja. Magang umumnya
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang
dianggap tepat sebagai tempat latihan kerja. Tujuannya, setelah magang siswa menjadi tenaga kerja
yang siap pakai. Kegiatan magang merupakan bagian dari proses Link and Match (Keterkaitan dan
Kecocokan).
c. Meningkatkan kualitas mental dan spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,
tidak hanya mengutamakan segi pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Akan tetapi, kualitas mental
dan spiritual seperti: keimanan, kejujuran, semangat kerja, kedisiplinan, terampil, inovatif, cerdas, bisa
saling menghargai dan bertanggung jawab juga perlu ditingkatkan juga perlu ditingkatkan.
d. Meningkatkan pemberian gizi dan kualitas kesehatan Tenaga kerja tidak mampu bekerja dengan baik
bila kurang gizi dan kurang sehat. Kurang gizi bahkan bisa menurunkan kualitas otak (kecerdasan) yang
justru sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian, peningkatan
pemberian gizi dan kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.
e. Meningkatkan pengadaan seminar, workshop yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu.
Pada umumnya tenaga kerja pada level menengah ke atas seperti kepala seksi, kepala bagian
dan sejenisnya dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan mengikuti berbagai seminar workshop dan
sejenisnya. Peningkatan wawasan sangat berguna bagi tenaga kerja pada level menengah ke atas,
karena bisa digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan atau dalam pembuatan rencana
dan stratetegi.
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dan uraian mengenai kualitas tenaga kerja Indonesia dapat di simpukan
bahwa tenega-tenaga kerja Indonesia masih belum dapat menghasilkan barang maupun jasa yang
berkualitas tinggi, daya saing masih rendah, dan minim akan penguasaan atau pemahaman ilmu
pengetahuan dan teknologi. Serta hasil pendapatan tenaga kerja Indonesia rata-rata rendah.
Selain karena kualitasnya yang masih rendah, banyaknya penanam modal asing di Indonesia
dapat mempengaruhi penghambatan perekonomian Indonesia, karena hasilnya lebih dikuasai oleh
pemilik modal.
B. Saran dan Kritik
Telah di simpulkan bahwa tenaga kerja Indonesia kualitasnya masih rendah. Untuk itu, kita
sebagai generasi muda di sarankan untuk lebih meningkatkan lagi kerajinan, keterampilan, juga keahlian
diri kita, supaya negara kita kebih maju lagi dan penganguran berkurang.
Mungkin hanya itu saja yang dapat kami sampaikan, semoga saran-saran maupun kritik yang
tidak terungkapkan selain ini oleh para pembaca dapat tertampi untuk lebih meningkatkan kualitas
tenaa kerja Indonesia.
Daftar Pustaka
http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/11/kualitas-penduduk.html
http://cakdiyon.blogspot.com/2011/08/permasalahan-kependudukan-dan-cara.html
http://www.duniatki.com
http://www.uhrmedia.com/uhr-corner/komunitas-PERMASALAHAN-TENAGA -KERJA-INDONESIA-
269.html
http://www.anneahira.com/cara-mengatasi-pengangguran.html
http://www.scribd.com/doc/24670191/makalah-pengangguran.
http://www.ciputraentrepreneurship.com/beranda/5343.html
Empat Tahun Lagi Obama
Obama mendapat kesempatan kedua, meskipun negaranya menghadapi krisis dan ketakutan akan
masa depan. .
Pengguna media sosial Twitter tidak kaget atas hasil pemilu AS. Malam menjelang Rabu (07/11)
Presiden AS, Barack Obama mengumumkan pemilihannya kembali melalui Twitter. "Empat
tahun lagi tulisnya, tanpa lupa mengatakan bahwa sukses ini berkat pendukungnya. Terima
kasih, ungkapnya dibarengi fotonya merangkul Michelle. "Kita melakukan ini bersama.
Tercatat, 20 juta tweets seputar pemilu viral di alam maya.
pendukung Obama
Namun disamping pesan-pesan tweets bernada positif, masa empat tahun ke depan tidak akan
mudah bagi Obama. Kini ia harus menepati janji-janjinya dari empat tahun lalu.
Pendukung dari kubu kiri mengritik, bahwa belum banyak kemajuan dalam perlindungan iklim,
meski ada sejumlah kebijakan pro perlindungan lingkungan. Selain itu, fasilitas penjara
Guantanamo di Kuba masih ada, meskipun dalam kampanye 2008, ia berjanji akan menutupnya.
Tingkat pengangguran yang mencapai 8% saat ini, biasanya adalah kartu mati bagi inkumben
yang mencalonkan diri.
Romney menerima hasil pemilu
Banyak yang beranggapan bahwa dari segi isu, sebenarnya Romney memiliki peluang besar
untuk menang. Romney dinilai bisa baik untuk ekonomi Amerika Serikat. Pakar politik William
A Galston mengaku, belum pernah mengalami pemilu di mana jurang antara masalah rakyat dan
substansi politik begitu besar.
Memang dalam politik luar negeri, Obama mengakhiri keterlibatan AS di Irak, menarik pulang
pasukan dari Afghanistan, dan yang sering ia gaungkan selama kampanye, pemimpin Al-Qaeda
Osama bin Laden berhasil ditangkap (dan tewas) dalam masa kepresidenannya.
Ia juga berhasil menggolkan sejumlah paket kesejahteraan yang mendukung kepentingan banyak
warga miskin, seperti program layanan kesehatan yang sering disebut Obamacare.
Namun hal ini juga membuat jarak dengan kubu Republik, yang melihat Obama sebagai kelewat
sosial dan kurang memperhatikan sektor bisnis. Mengamatinya, Charlie Watson seorang
pendukung Romney dari Brockton mengatakan, "bila Obama memerintah empat tahun lagi di
Gedung Putih, maka situasi akan berbahaya. Bagi kubu Republik yang gamang menerima
kekalahan Romney, terdengar tekad untuk merebut Senat.
Tampaknya, dalam masa jabatan kedua ini, Obama masih harus mengatasi hambatan yang
muncul di masa jabatan pertamanya. Ia akan tetap harus bertarung untuk menggolkan legislasi di
Dewan Perwakilan yang dikendalikan oleh kubu Republik.
Seputar kampanye lalu ada pendapat, bahwa kemenangan Obama kali ini bukan karena visinya
atau hasil kinerja pemerintahannya, melainkan karena pemilih kurang percaya pada saingannya
Mitt Romney. Isu-isu tentang kemenangan Obama memang tidak sedikit, mulai dari
diselamatkan oleh badai Sandy hingga besarnya dukungan para pemilih Latino, pemilih
perempuan dan pemilih Afro-Amerika.
Lalu ke depan, apakah ada cara untuk menjembatani jurang besar antara posisi Demokrat dan
Republik?
Dalam pidato kemenangannya Barack Obama menyelamati Mitt Romney dan mengatakan ingin
bekerja sama. Apakah itu cukup? Masih harus ditunggu.