Asisten Deputi Urusan Data dan Informasi Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup Desember 2007
Laporan Akhir
Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane-Angke-Ciliwung
Penanggung Jawab Ir. Isa Karmisa Ardiputra Dra. Siti Aini Hanum, M.A. Ir. Hari Wibowo
Penyusun Harimurti, S.P., M.A. Solichin, S.Hut., M.Sc. Adi Fajar Ramly, S.Pi., M.M. Heru Subroto
Asisten Deputi Bidang Data dan Informasi Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup Desember 2007
Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Ringkasan Eksekutif
Laporan ini merupakan laporan akhir hasil kegiatan analisis kawasan lindung di daerah aliran sungai Cisadane, Ciliwung dan Angke. Kegiatan analisis ini meliputi kajian aspek hukum terkait dengan penataan ruang dan penetapan kawasan lindung. Selanjutnya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dilakukan upaya pemetaan secara spasial untuk kawasan-kawasan lindung tersebut. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah melakukan kajian luasan dan kondisi kawasan lindung serta menyediakan pedoman bagi pemerintah daerah agar dapat menerapkan kegiatan ini terkait dengan perencanaan tata ruang dan pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Pengelolaan kawasan lindung secara khusus diatur oleh Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990. Kebijakan tersebut disusun sebagai pedoman pengelolaan kawasan lindung di dalam pengembangan pola tata ruang wilayah. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga menyebutkan keharusan penetapan kawasan lindung selain kawasan budidaya. Selain itu juga terdapat peraturan-peraturan terkait lainnya yang digunakan sebagai dasar analisis.
Berdasarkan kajian peraturan, kawasan lindung dibagi menjadi 7 kelompok yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang meliputi hutan lindung, daerah resapan air dan lahan gambut. 2. Kawasan perlindungan setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air dan ruang terbuka hijau. 3. Kawasan suaka alam yang meliputi cagar alam dan suaka margasatwa. 4. Kawasan pelestarian alam yang meliputi taman nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya. 5. Kawasan cagar budaya meliputi situs budaya dan geologi. 6. Kawasan rawan bencana alam meliputi bencana gunung berapi, bencana longsor, bencana banjir, gelombang pasang dan gempa bumi. Kementrian Negara Lingkungan Hidup i Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 7. Kawasan lindung lainnya meliputi taman buru, cagar biosfer, kawasan pelestarian plasma nutfah, daerah pengungsian satwa, kawasan berhutan bakau dan terumbu karang.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, luas kawasan lindung di DAS Cisadane hampir mencapai 59 ribu hektar atau 36,6% dari luas total DAS. Sedangkan kawasan lindung di DAS Ciliwung dan Angke hanya seluas 23 ribu hektar atau hanya sekitar 23% dari luas DASnya.
Luas hutan di DAS Ciliwung-Angke sangat jauh dari syarat minimal luas kawasan hutan dalam suatu DAS, yaitu hanya 4,5 persen. Dalam Pasal 17 ayat 5 Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa luas minimal kawasan hutan dalam suatu DAS adalah 30%. Walaupun di dalam UU Kehutanan No 41/1999, luas minimal juga dapat didasari atas luas total pulau. Luas kawasan hutan di DAS Cisadane juga masih dibawah proporsi yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu sebesar 17,1 persen.
Sebagian besar daerah DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke didominasi oleh tipe penutupan lahan kebun campur. Lebih dari 45% DAS Cisadane berupa kebun campur, sementara jenis penutupan hutan kurang dari 23% dan pemukiman lebih dari 15%. Sebagian besar areal berhutan berada di kawasan Taman Nasional Gunung Salak Halimun.
Kondisi DAS Ciliwung dan Angke tidak lebih baik dari DAS Cisadane. Penutupan hutan pada DAS ini hanya dibawah 10% yang sebagian besar berada di kawasan puncak. Sedangkan luas pemukiman mencapai 44% dari luas total DAS Cisadane dan Angke, mengingat kedua sungai ini melintasi provinsi DKI yang merupakan kota metropolitan. Lebih dari 37% kawasan lindung DAS Ciliwung Angke berada di Kota DKI Jakarta. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan mengapa masalah banjir di DKI Jakarta sangat sulit diatasi.
Pemukiman di kawasan lindung DAS Ciliwung Angke menutupi 33% atau hampir mencapai 8 ribu hektar dari luas DAS. Berbeda dengan kawasan Kementrian Negara Lingkungan Hidup ii Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke lindung DAS Cisadane yang hanya ditutupi pemukiman sebanyak 9 persen dari luas total DAS. Selain itu keberadaan mangrove di kedua DAS tersebut sangatlah terbatas dalam jumlah yang sangat kecil. Lebih dari 65% kawasan hutan di DAS Cisadane dan DAS Ciliwung-Angke masih ditutupi oleh areal berhutan. Sebagian besar kawasan ini berada di dua taman nasional yaitu TN Gede Pangrango dan TN Salak Halimun yang merupakan ekosistem gunung yang berada di bagian selatan kedua DAS.
Banyak data spasial yang diperlukan untuk penentuan kawasan lindung berdasarkan peraturan, masih belum tersedia. Antara lain, data penyebaran sungai bertanggul, penyebaran mata air, data pasang surut di sepanjang hutan bakau, penyebaran laha gambut dengan kedalaman lebih dari 3 m, kawasan pelestarian plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, batas cagar biosfer. Selain itu tidak adanya pedoman teknis pelaksanaan pemetaan beberapa kawasan lindung, antara lain kawasan rawan bencana alam dan daerah resapan air, juga menyebabkan kesulitan bagi pihak pemerintah daerah di dalam upaya pemetaannya. Beberapa peraturan bahkan tumpang tindih di dalam menetapkan kriteria kawasan lindung. Salah satu contoh adalah, kriteria luas minimal ruang terbuka hijau menurut Kepmendagri No. 1/2007 adalah sebesar 20 persen, sedangkan berdasarkan UU 26/2007 sebesar 30 persen.
Banyak kasus dimana kawasan lindung masih belum dimasukkan ke dalam peta tata ruang wilayah. Padahal undang-undang tentang penataan ruang, baik UU No 24/1992 maupun UU No 47/1997, secara tegas telah menetapkan bahwa pemanfaatan ruang wilayah dibagi atas dua fungsi utama yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih yang dikeluarkan oleh berbagai sektor menyebabkan ambiguitas di dalam penerapan penetapapan kawasan lindung. Untuk itu diperlukan upaya untuk mendorong instansi terkait untuk duduk bersama membahas peraturan yang saling tumpang tindih atau peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut hal-hal terkait dengan kawasan lindung.. Koordinasi antar sektor, karenanya sangat lah penting untuk menghindari penyalahgunaan pola Kementrian Negara Lingkungan Hidup iii Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke pemanfaatan ruang yang dapat merusak lingkungan. Di atas semuanya, diperlukan komitmen yang tinggi dari semua pihak. Kementrian Negara Lingkungan Hidup iv Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Kata Pengantar
Pengelolaan kawasan lindung merupakan salah satu prasyarat utama di dalam pembangunan daerah yang berkelanjutan. Kurangnya komitmen pemerintah di dalam perlindungan kawasan lindung salah satunya disebabkan karena kurang pahamnya pengambil keputusan mengenai fungsi dan manfaat kawasan lindung. Yang pada akhirnya hanya menjadikan pembangunan secara berkelanjutan sebagai jargon. Selain itu, kurangnya sosialisasi dan pemahaman tentang kawasan lindung juga menjadikan pemerintah daerah kurang terpicu dalam mengintegrasikan kawasan lindung secara komprehensif ke dalam peta tata ruang wilayahnya masing-masing.
Laporan ini merupakan laporan kegiatan analisis spasial kawasan lindung. Penetapan dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya terkait dengan kawasan lindung dan penataan ruang. Sebuah pedoman teknis menggunakan aplikasi GIS juga disusun sebagai salah satu keluaran dari kegiatan ini. Pedoman tersebut dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk memetakan kawasan lindung di wilayahnya masing-masing.
Jakarta, Desember 2007
Kementrian Negara Lingkungan Hidup v Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif .......................................................................................................... i Kata Pengantar.................................................................................................................. v Daftar Isi .......................................................................................................................... vi Daftar Tabel .................................................................................................................... vii Daftar Gambar ...............................................................................................................viii Daftar Lampiran.............................................................................................................. iix Pendahuluan...................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1 1.2. Tujuan.................................................................................................................... 3 1.3. Maksud................................................................................................................... 3 1.4. Ruang Lingkup ...................................................................................................... 3 Penetapan Kawasan Lindung.......................................................................................... 4 2.1. Kajian Hukum........................................................................................................ 4 2.1.1. Pengelompokkan Kawasan Lindung .............................................................. 5 2.1.2. Kriteria Kawasan Lindung.............................................................................. 6 2.2. Penetapan Kawasan Lindung secara Spasial ....................................................... 17 2.2.1. Penerapan Kriteria menjadi Data Spasial ..................................................... 17 2.2.2. Data yang Digunakan.................................................................................... 29 2.2.3. Software yang Digunakan............................................................................. 31 Hasil Analisis.................................................................................................................. 32 3.1. Penentuan Daerah Aliran Sungai ......................................................................... 32 3.1.1. Model Elevasi Dijital .................................................................................... 32 3.1.2. Batas DAS Cisadane-Angke-Ciliwung......................................................... 33 3.2. Pemetaan Kawasan Lindung................................................................................ 34 3.2. Analisis Tutupan Lahan melalui Interpretasi Citra Satelit................................... 35 3.3.1. Analisa Tutupan Lahan di Kawasan Lindung............................................... 36 3.3.2. Analisa Tutupan Lahan di Kawasan Hutan .................................................. 37 Pembahasan .................................................................................................................... 39 4.1. Ketersediaan Data................................................................................................ 39 4.2. Pedoman Teknis................................................................................................... 41 4.3. Peraturan dan Implementasi................................................................................. 42 4.4. Fungsi dan Kondisi Kawasan Lindung................................................................ 44 4.5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung......................................... 48 Kesimpulan dan Rekomendasi....................................................................................... 51 Literatur .......................................................................................................................... 54 Lampiran......................................................................................................................... 55
Kementrian Negara Lingkungan Hidup vi Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Daftar Tabel
Tabel 1. Nilai Skor Faktor Kelerengan Lapangan ............................................................ 7 Tabel 2. Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi ............. 7 Tabel 3. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian RataRata............... 7 Tabel 4. Matriks penyusunan data spasial kawasan lindung berdasarkan kriteria yang berlaku...................................................................................................... 19 Tabel 5. Perbedaan luas DAS hasil analisis batas menggunakan data topografi dan DEM........................................................................................... 33 Tabel 6. Luas kawasan lindung dan non lindung............................................................ 34 Tabel 7. Luas dan persentase kawasan hutan dan non kawasan hutan........................... 34 Tabel 8. Tutuan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 5 tahun 2007................................ 35 Tabel 9. Penyebaran kawasan lindung DAS Ciasadane dan Ciliwung berdasarkan batas administratif......................................................................... 36 Tabel 10. Tutupan lahan di kawasan lindung tahun 2007 .............................................. 36 Tabel 11. Tutupan lahan di kawasan hutan tahun 2007.................................................. 38 Tabel 12. Fungsi dan Kondisi Ideal Kawasan Lindung.................................................. 46
Kementrian Negara Lingkungan Hidup vii Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Daftar Gambar
Gambar 1. Diagram alir pemetaan kawasan lindung menggunakan data yang telah tersedia......................................................................................... 30 Gambar 2. Diagram alir penentuan batas DAS menggunakan data topografi RBI. ....... 32 Gambar 3. Perbandingan batas DAS hasil dijitasi visual dan analisis dijital DEM. ...... 34 Gambar 4. Cagar Biosfer di Indonesia yang termasuk dalam UNESCOs Biosphere Reserves (www.unesco.org). ........................................................................ 41 Gambar 5. Kondisi Sungai Ciapus yang merupakan bagian hulu DAS Cisadane.......... 45
Kementrian Negara Lingkungan Hidup viii Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Daftar Lampiran
Lampiran 1. Policy Memo Kajian Pemetaan Kawasan Lindung sesuai Peraturan......... 55 Lampiran 2. Policy Memo Pemantauan Tata Ruang Wilayah........................................ 59 Lampiran 3. Notulen Diskusi 1....................................................................................... 62 Lampiran 4. Notulen Diskusi 2....................................................................................... 63 Lampiran 5. Matriks Analisis Kawasan Lindung (Full) ................................................. 64 Kementrian Negara Lingkungan Hidup ix Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung kepada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan hidup. Mengingat adanya keterbatasan daya dukung (carrying capacity) lingkungan, manusia harus memperhatikan kelestarian lingkungan agar fungsi-fungsi lingkungan masih dapat berjalan sehingga tetap memberikan keuntungan bagi manusia. Eksploitasi sumberdaya alam ataupun perusakkan lingkungan atas nama pembangunan yang berlebihan karenanya akan berdampak buruk bagi kualitas lingkungan dalam menjalankan fungsinya yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas hidup dan bahkan keberlangsungan hidup manusia.
Pemanfaatan sumberdaya alam serta pelestarian lingkungan perlu diatur untuk menghindari kerusakkan lingkungan atau bencana lingkungan sehingga pembangunan dan kelestarian lingkungan dapat secara sinergis berjalan bersamaan. Banyak produk hukum dibuat oleh pemerintah terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam maupun pelestarian lingkungan, namun exploitasi sumberdaya alam masih terjadi secara besar-besaran tanpa memperhatikan kemampuan alam untuk memperbaiki diri.
Salah satu contoh nyata adalah pemanfaatan hasil hutan alam di luar pulau Jawa. Deforestasi dan degradasi hutan terjadi akibat pembalakan berlebihan dan pembalakan liar (illegal logging), sebagian besar hutan alam tidak berada dalam kondisi suksesi klimaks yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan. Kondisi demikian menyebabkan hutan yang terdegradasi dan rusak menjadi rentan terhadap kebakaran. Kebakaran hutan dan lahan menjadi bencana yang mulai sering terjadi dan berdampak sangat buruk terhadap kesehatan dan kualitas hidup manusia. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya bersifat lokal dan temporer. Asap lintas batas (transboundary Pendahuluan_ 1 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke haze) menjadi masalah yang membatasi keharmonisan dengan negara tetangga, selain itu pelepasan karbon akibat kebakaran mencapai nilai yang hampir setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh negara industri. Perubahan iklim akibat pemanasan global memberikan dampak merugikan secara jangka panjang, khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Pengaturan pelestarian lingkungan juga perlu diperhatikan di dalam pengaturan tata ruang. Berbagai kebijakan pemerintah cukup jelas dan tegas mengatur tata ruang pengembangan wilayah baik dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten atau kota dengan memperhatikan aspek lingkungan ke dalam penataan ruang wilayah yang harus dilindungi untuk kepentingan kelestarian fungsi lingkungan. Kawasan lindung dan kawasan budidaya ditetapkan untuk menjaga keharmonisan antara pembangunan daerah dengan kelestarian fungsi lingkungan. Pengelolaan kawasan lindung secara khusus diatur oleh Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990. Kebijakan tersebut disusun sebagai pedoman pengelolaan kawasan lindung di dalam pengembangan pola tata ruang wilayah. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga menyebutkan keharusan penetapan kawasan lindung selain kawasan budidaya.
Kelemahan di dalam upaya pengendalian penerapan rencana tata ruang menjadi kendala utama di dalam menjamin kelestarian fungsi kawasan lindung yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya informasi yang aktual dan valid terkait dengan kondisi kawasan lindung juga akan menyulitkan upaya pengendalian tata ruang. Karenanya sistem pemantauan secara reguler perlu dikembangkan untuk mengetahui apakah rencana tata ruang yang dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan, bagaimana kondisinya serta perubahan apa yang terjadi di dalam kawasan lindung tersebut. Informasi yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perbaikan kebijakan terkait dengan pengelolaan kawasan lindung sehingga dapat memaksimalkan fungsinya untuk melindungi dan mencegah terjadinya bencana lingkungan.
Pendahuluan_ 2 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 1.2. Tujuan - Melakukan identifikasi dan analisa spasial di dalam penetapan kawasan lindung sesuai aturan perundang-undangan. - Melakukan analisa perbandingan antara kawasan lindung dengan RTRWP dan penutupan lahan aktual. - Melakukan analisa kondisi kawasan lindung serta analisis proporsi areal terbangun. - Penyusunan pedoman analisa spasial kawasan lindung.
1.3. Maksud Untuk mengetahui perbedaan pola penetapan dan pengelolaan kawasan lindung sehingga diperoleh hasil analisa yang dapat digunakan sebagai acuan perbaikan kebijakan terkait dengan penataan ruang wilayah yang mengintegrasikan kawasan lindung serta upaya pengelolaannya.
Selain itu, juga diperlukan adanya pedoman teknis yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah di dalam penentuan dan pemantauan kondisi kawasan lindung.
1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan ini meliputi kajian hukum terkait dengan pengelolaan kawasan lindung, analisa spasial penetapan kawasan lindung sesuai peraturan serta pemantauan kondisi kawasan lindung di DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke.
Pendahuluan_ 3 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Penetapan Kawasan Lindung
2.1. Kajian Hukum Beberapa produk hukum telah dikeluarkan untuk mengatur upaya penataan ruang yang memperhatikan aspek lingkungan. Analisis penetapan kawasan lindung dilakukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Peraturan perundang- undangan yang digunakan sebagai dasar analisis antara lain: 1. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 2. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 3. Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 4. Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (hingga laporan ini ditulis, Peraturan Pemerintah tentang RTRWN yang baru masih berupa rancangan). 5. Peraturan Pemerintah No 35 Tahun1991 tentang Sungai. 6. Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam. 7. Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. 8. Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. 10. Peraturan Menteri Kehutanan No: P.56/Menhut-II/2006 tentang Zonasi Taman Nasional. 11. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 837/Kpts/Um/11 /1980 tentang Kriteria Penetapan Hutan Lindung. 12. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria Penetapan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam.
Penetapan Kawasan Lindung_ 4 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 2.1.1. Pengelompokkan Kawasan Lindung Penetapan kawasan lindung sebagai daerah yang perlu di jaga kelestariannya telah diatur di dalam beberapa peraturan dan undang-undang. Keputusan Presiden No 32 tahun 1990 secara khusus mengatur tentang pengelolaan kawasan lindung. Kawasan lindung didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Kawasan lindung berdasarkan Keputusan Presiden No 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya. 2. Kawasan Perlindungan Setempat. 3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya 4. Kawasan Rawan bencana Alam.
Sedangkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengelompokkan kawasan lindung ke dalam 5 kelompok, yaitu: 1. Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air; 2. Kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air; 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; 4. Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan 5. Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah dan kawasan pengungsian satwa. Selain itu, Undang-Undang 26/2007 menambahkan kawasan terumbu karang sebagai salah satu kawasan lindung.
Penetapan Kawasan Lindung_ 5 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengelompokkan kawasan lindung ke dalam 7 kelompok, yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; 2. Kawasan perlindungan setempat; 3. Kawasan suaka alam; 4. Kawasan pelestarian alam; 5. Kawasan cagar budaya; 6. Kawasan rawan bencana alam; 7. Kawasan lindung lainnya.
Pengelompokkan kawasan lindung di dalam PP No 47/1997 cenderung lebih lengkap dibandingkan peraturan lainnya. Ruang terbuka hijau dan hutan kota dijelaskan dan dikelompokkan ke dalam Kawasan perlindungan setempat. Sementara di KepPres 32/1990 kedua kawasan tersebut tidak dijelaskan dan tidak dikelompokkan ke dalam kelompok kawasan lindung. Sementara UU No 26/2007 tidak mengelompokkan RTH ke dalam kelompok kawasan lindung, tetapi RTH dijelaskan di dalam paragraf tata ruang wilayah kota. Hutan Kota tidak dijelaskan sama sekali di dalam Undang-undang tersebut.
2.1.2. Kriteria Kawasan Lindung A. Kawasan Perlindungan Kawasan di Bawahnya Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya memiliki tujuan untuk melindungi areal yang berada di bawah kawasan lindung yang meliputi: hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya. Kriteria penetapan hutan lindung dijelaskan secara lengkap di Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2837/Kpts/Um/11 /1980. Jika di dalam penggabungan atau tumpang susun antar faktor Penetapan Kawasan Lindung_ 6 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke kelerengan, jenis tanah dan curah hujan memiliki nilai lebih dari 175 maka ditetapkan sebagai hutan lindung (Tabel 1-3).
Tabel 1. Nilai Skor Faktor Kelerengan Lapangan Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi Nilai Skor I 0 - 8 Datar 20 II 8 - 15 Landai 40 III 15 - 25 Agak Curam 60 IV 25 - 40 Curam 80 V > 40 Sangat Curam 100 Sumber: SK Mentan No 2837/Kpts/Um/11 /1980
Tabel 2. Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi Kelas Jenis tanah Klasifikasi Nilai Skor I Aluvial,Glei, Planosol,Hidromorf kelabu, Laterit air tanah Tidak peka 15 II Latosol Kurang peka 30 III Brown forest soil, non calcic brown, mediteran. Agak peka 45 IV Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolic Peka 60 V Regosol, Litosol, Organosol, Rensina. Sangat peka 75 Sumber: SK Mentan No 2837/Kpts/Um/11 /1980
Tabel 3. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian RataRata Kelas
Intensitas Hujan (mm/hari) Klasifikasi Nilai Skor
I 0 13,6 Sangat rendah 10 II 13,6 20,7 Rendah 20 III 20,7 27,7 Sedang 30 IV 27,7 34,8 Tinggi 40 V > 34,8 Sangat Tinggi 50 Sumber: SK Mentan No 2837/Kpts/Um/11 /1980
Selain itu, kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, serta kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut juga ditetapkan sebagai hutan lindung. Penilaian tersebut dilakukan oleh Departemen Kehutanan sebagai dasar penetapan kawasan hutan lindung yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam peta kawasan hutan atau rencana tata ruang wilayah. Penyusunan peta kawasan hutan yang meliputi hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservesi (suaka alam dan Penetapan Kawasan Lindung_ 7 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke pelestarian alam) merupakan wewenang Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Badan Planologi Departemen Kehutanan.
Kawasan bergambut merupakan kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama dengan kedalaman lebih atau sama dengan 3 meter. Kawasan ini berfungsi untuk menjaga hidrologi, menyimpan cadangan air, mencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khas di wilayah yang bersangkutan. Lahan gambut juga berfungsi sebegai penyerap dan penyimpan karbon jika berada dalam kondisi alami dan tidak terdegradasi. Namun sebaliknya, lahan gambut yang rusak akan menyebabkan pelepasan karbon ke atmosfir baik melalui kebakaran maupun proses oksidasi akibat drainase atau pengeringan.
Kawasan resapan air merupakan daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air. Kriteria penetapan kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Namun kriteria dan batasan yang jelas rinci tidak dijelaskan lebih lanjut. B. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat meliputi: sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar waduk atau danau serta kawasan ruang terbuka hijau termasuk di dalamnya hutan kota.
Sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Berdasarkan Keppres 32/1990 lebar minimal 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil. Di sekitar pemukiman, lebar kawasan sempadan sekitar 10-15 meter. Sedangkan pada PP 47/1997, kriteria sempadan sungai yang bertanggul minimal 5 meter dari batas luar tanggul, sedangkan yang tidak bertanggul ditentukan oleh pejabat berwenang berdasarkan pertimbangan teknis dan Penetapan Kawasan Lindung_ 8 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke sosial. Di dalam sektor kehutanan, melalui Undang-Undang Kehutanan No 41/1999, kriteria sempadan sungai sesuai dengan kriteria berdasarkan KepPres 32/1990.
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menganggu kelestarian fungsi pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk itu diperlukan data pasang surut untuk menentukan titik pasang tertinggi.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat menganggu kelestarian fungsinya. Kawasan perlindungan tersebut merupakan daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Di kawasan hutan, kawasan perlindungan sekitar danau/waduk berada di tepian selebar 500 meter (UU 41/1999).
Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Kawasan tersebut merupakan daerah dengan lebar sekurang-kurangnya 200 meter di sekitar mata air.
Ruang terbuka hijau dan hutan kota dijelaskan di dalam Undang-Undang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional No 47/97 dan Undang Undang Kehutanan No 41/1999. Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah yang dikelola oleh Pemda Kota. Kawasan terbuka hijau dapat berupa pohon- pohonan maupun tanaman hias atau herba. Terdapat ruang terbuka hijau publik dan privat. Kawasan yang dimaksud berada di kawasan pemukiman, industri ataupun tepi sungai, pantai dan jalan yang berada di kawasan perkotaan. Penetapan Kawasan Lindung_ 9 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke
Adapun kriteria RTH meliputi: 1. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/ jalan yang berada di kawasan perkotaan; 2. jenis tanaman hias untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun asli atau domestik; 3. proporsi ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luas wilayah dengan minimal 20% RTH publik; 4. yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai; 5. yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Hutan Kota berupa suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota berfungsi untuk mengatur iklim mikro, estetika serta resapan air yang berupa hamparan pohon-pohonan baik jenis domestik maupun eksotik.
Kriteria hutan kota meliputi: 1. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; 2. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik; 3. hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar; 4. Paling sedikit 10% dari luas wilayah perkotaan.
C. Kawasan Suaka Alam Kawasan suaka alam selain diatur di Keppres 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung juga dijelaskan di dalam Undang Undang Kehutanan No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kawasan hutan yang Penetapan Kawasan Lindung_ 10 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke menjadi wewenang Departemen Kehutanan, selain memiliki fungsi pokok hutan produksi, juga memiliki fungsi hutan konservasi dan hutan lindung. Hutan konservasi yang dimaksud meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru.
Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya serta sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan yang terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami. Kriteria keberadaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwaliar merupakan faktor penting di dalam penentapan suatau wilayah menjadi sebuah cagar alam, sehingga bermanfaat untuk keperluan konservasi dan ilmu pengetahuan.
Kriteria cagar alam meliputi: 1. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta type ekosistemnya; 2. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun; 3. mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak/belum diganggu manusia; 4. mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelola yang efektif dengan daerah-daerah penyangga yang cukup luas; 5. mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satusatunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi. Sedangkan kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan diluar habitatnya. Kriteria penetapan kawasan pelestarian alam dijelaskan di dalam SK Menteri Pertanian No 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata.
Penetapan Kawasan Lindung_ 11 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Kriteria penetapan kawasan suaka margasatwa meliputi: 1. tempat hidup dan berkembangbiaknya suatu jenis satwa yang perlu dikonservasi; 2. memiliki keanekaragaman dan populasi yang tinggi; 3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; 4. mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
D. Kawasan Pelestarian Alam Kawasan pelestarian alam adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam yang ditujukan untuk pelestarian ekosistem, pendidikan serta rekreasi. Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zonasi di dalam taman nasional meliputi: a. Zona inti b. Zona rimba dan Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan c. Zona pemanfaatan d. Zona lain (zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus)
Kriteria penetapan zonasi di dalam taman nasional dijelaskan di dalam Peraturan Menteri Kehutanan No: P.56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.
Kriteria penetapan taman nasional meliputi: 1. wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; 2. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang Penetapan Kawasan Lindung_ 12 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke masih utuh dan alami; 3. satu atau beberapa ekosistem yang terdapat di dalamnya secara materi atau secara fisik tidak dapat diubah oleh eksploitasi maupun pendudukan oleh manusia; 4. memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam; 5. merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain yang dapat mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Kriteria penetapan taman hutan raya meliputi: 1. merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang sudah berubah; 2. memiliki keindahan alam, tumbuhan, satwa, dan gejala alam; 3. mudah dijangkau dan dekat dengan pusart-pusat pemukiman penduduk; 4. mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan.
Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata alam dan rekreasi alam. Kriteria penetapan hutan wisata diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata.
Kriteria penetapan taman hutan raya meliputi: 1. memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alami maupun buatan; 2. memenuhi kebutuhan manusia dan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk.
Penetapan Kawasan Lindung_ 13 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke E. Kawasan Cagar Budaya Kawasan cagar budaya adalah Ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu bermanfaat tinggi untuk ilmu pengetahuan. Kawasan ini memiliki fungsi melindungi nilai-nilai budaya, seperti situs kerajaan, candi, prasasti ataupun struktur geologi tertentu. Karena itu, kawasan ini dilindungi bukan untuk tujuan pelestarian alam atau mempertahankan fungsi lingkungan.
F. Kawasan Bencana Alam Berdasarkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, bencana alam yang dimaksud meliputi longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan gelombang air pasang. Kawasan yang dimaksud merupakan daerah yang sering dan berpotensi tinggi terjadi bencana. Penetapan kawasan bencana alam dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari bencana sehingga terhindar dari kerugian yang sangat besar.
G. Kawasan Lindung Lainnya Berdasarkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan lindung lainnya meliputi taman buru, cagar biosfer, kawasan pelestarian plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, kawasan pantai berhutan bakau serta terumbu karang.
Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan satwa buru secara teratur. Taman buru ditetapkan oleh Departemen Kehutanan. (cari PP 13/1994!!.). Kriteria penetapannya meliputi: 1. areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan; 2. terdapat satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa.
Penetapan sebuah cagar biosfer bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan penelitian serta secara bersamaan mengembangkan pengelolaan pemanfaatan untuk tujuan ekonomi, sosial dan budaya. Upaya Penetapan Kawasan Lindung_ 14 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke penetapan cagar biosfer memiliki keterkaitan yang erat dengan UNESCO melalui program Biosphere Reserve yang secara internasional juga ditetapkan sebagai daerah perlindungan. Namun cagar biosfer ditetapkan oleh pemerintah sebuah negara.
Cagar biosfer memiliki kriteria antara lain: 1. keterwakilan ekosistem yang masih alami/modifikasi/binaan, komunitas alam unik langkah dan indah, bentang alam cukup luas; 2. kawasan yang mempunyai komunitas alam yang unik, langka, dan indah; 3. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alami dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; 4. tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan-perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan.
Kawasan pelestarian plasma nutfah dan pengungsian satwa merupakan kawasan konservasi yang berada di luar kawasan hutan konservasi (kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam). Karena berada di kawasan hutan produksi, penetapannya dilakukan bersama-sama antara pihak pengelola hutan dan Departemen Kehutanan.
Kawasan pelestarian plasma nutfah merupakan kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisiknya perlu dibina dan dipertahankan dengan maksud untuk menjaga keanekaragaman jenis plasma nutfah. Kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisiknya perlu dibina dan dipertahankan dengan maksud sebagai tempat hidup dan kehidupan satwa tertentu. Kriteria penetapan kawasan plasma nutfah dan pengungsian satwa diatur di dalam Keputusan Menteri Pertanian No 681/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata.
Kriteria penetapan kawasan pelestarian plasma nutfah antara lain: 1. memiliki plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan; 2. memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di kawasan konservasi yang telah ditetapkan.
Penetapan Kawasan Lindung_ 15 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Kawasan pengungsian satwa merupakan kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisiknya perlu dibina dan dipertahankan dengan maksud sebagai tempat hidup dan kehidupan satwa tertentu. Kriteria penetapannya meliputi: 1. merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; 2. mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan baru bagi satwa tersebut; 3. merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut.
Kawasan pesisir berhutan bakau merupakan kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Kawasan dimaksud memiliki lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat. Eksploitasi hutan bakau di pesisir Lampung untuk kegiatan pertambakkan menyebabkan penyusutan hutan bakau hingga mencapai 90%. Hal ini menyebabkan terjadinya abrasi pantai sekitar 30 50 meter per tahunnya (SLHI 2006). Kejadian tsunami yang terjadi pada tahun 2004 di Aceh membuktikan bahwa kawasan hutan bakau selain menjaga pantai dari proses abrasi dan intrusi air laut, juga menghambat arus gelombang tsunami sehingga mengurangi dampak kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan. Terumbu karang merupakan areal di pantai dangkal yang menjadi tempat hidup, berkembang biak, pertumbuhan, berlindung dari serangan pemangsa serta mencari makan berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang baru mulai dikategorikan sebagai kawasan lindung sejak dikeluarkannya UU 26/2007 tentang Penataan Ruang.
Penetapan Kawasan Lindung_ 16 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 2.2. Penetapan Kawasan Lindung secara Spasial 2.2.1. Penerapan Kriteria menjadi Data Spasial Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan di dalam beberapa peraturan, penetapan kawasan lindung dapat dilakukan menggunakan pendekatan analisa spasial. Penetapan kawasan lindung secara spasial dilakukan terlepas dari apakah kriteria tersebut sesuai atau tidak dengan fungsinya.
Beberapa kawasan lindung perlu disusun dengan menggunakan data tambahan, sehingga memerlukan proses sederhana sebelumnya. Misalnya untuk menentukan daerah sempadan sungai, danau atau garis pantai, maka diperlukan data sungai, danau dan garis pantai untuk mendapatkan daerah buffer sesuai dengan kriteria.
Selain itu, kawasan lindung yang merupakan kawasan hutan seperti: hutan lindung, kawasan suaka alam dan pelestarian alam harus diperoleh dari Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. Peta penunjukkan kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan cenderung memiliki resolusi yang rendah yaitu skala 1: 250.000, sehingga hanya relevan untuk diterapkan pada skala provinsi.
Sebagian kawasan lindung bahkan belum atau sulit diterapkan, mengingat ketidaktersediaan data dan metodologi serta kritreriayang kurang jelas. Contohnya kawasan rawan bencana alam yang meliputi rawan banjir, longsor, gempa bumi, gelombang air pasang dan gunung berapi. Banyak konsep yang telah dikembangkan oleh berbagai pihak di dalam pemetaan daerah rawan, namun belum ada pihak berwenang yang mengkoordinasikan kelayakan metode yang telah disusun tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi di dalam penentuan kawasan lindung.
Demikian halnya dengan daerah resapan air, yang memperhatikan kondisi geomorfologi serta jenis tanah yang mampu menyerap air secara besar- besaran. Selain kriteria yang kurang aplikatif, konsep penetapan daerah resapan juga kurang dapat diterima oleh beberapa ahli. Konsep lain di dalam Penetapan Kawasan Lindung_ 17 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke penetapan daerah resapan, cenderung tidak memperhatikan kondisi geomorfologi, namun lebih memperhatikan aliran air tanah. Namun mengingat keterbatasan data dan sulitnya metode penetapan, maka kawasan ini tidak diterapkan dalam analisis ini.
Adanya perbedaan kritera yang dijelaskan dalam beberapa peraturan juga agak menyulitkan di dalam melakukan interpretasi penetapan kawasan. Misalnya di dalam penetapan sempadan sungai, beberapa peraturan menjelaskan beberapa kriteria yang berbeda-beda. (untuk lebih rinci silahkan melihat matriks dan diagram alir penentuan kawasan lindung secara spasial pada Tabel 4).
Penetapan Kawasan Lindung_ 18 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Tabel 4. Matriks penyusunan data spasial kawasan lindung berdasarkan kriteria yang berlaku Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial a. Kawasan Hutan Lindung Skor 175 (Kelas Lereng, Jenis Tanah & Intensitas hujan), Lereng lapangan 40 %, ketinggian 2000 m dpl. SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut - Kontur, Sungai, Titik Tinggi (untuk penyusunan elevasi dan kelerengan) - Peta Tanah (land system) - Curah hujan Penetapan hutan lindung dilakukan oleh Departemen Kehutanan melalui penunjukkan kawasan hutan, yang termasuk di dalamnya Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi. Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. - Peta tanah atau Landsystem, Skala 1: 250.000 - Data tidak tersedia dalam kualitas/skala yang memadai, klasifikasi kedalaman gambut tidak sesuai dengan kriteria dimaksud.
Pengeboran di lahan gambut perlu dilakukan di beberapa lokasi dgn kedalaman lebih dari 2,5 meter. b. Kawasan bergambut Ketebalan tanah gambut 3 m di hulu sungai dan rawa - - Peta lahan gambut Wetland International dan Puslitanak - Tersedia untuk Pulau Kalimantan dan Sumatra Untuk wilayah luar pulau Jawa dapat menggunakan data penyebaran lahan gambut dari Wetlands International - Data curah hujan c. Kawasan Resapan Air Curah Hujan tinggi, struktur tanah meresapkan air dan bentuk geomorfologi mampu meresepkan air hujan secara besar-besaran - - Geomorfologi Kriteria tidak spesifik, sehingga menyulitkan di dalam penentuan secara spasial. Diperlukan pedoman teknis penyusunan peta resapan air yang dapat mengadopsi kriteria lokal. Perlu didiskusikan lebih lanjut dengan para ahli iklim dan tanah yang memahami karakteristik lokasi terkait. Dalam pedoman ini, penentuan kawasan resapan air tidak diterapkan. a. Sempadan Pantai Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk - - Garis pantai (RBI), Penentuan titik pasang tertinggi sulit diaplikasikan Sebaiknya cukup menggunakan data garis Penetapan Kawasan Lindung_ 19 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial dan kondisi fisik. Lebar minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat - Data pasang surut secara spasial. pantai dari peta dasar RBI - Minimal 100 meter kiri kanan sungai besar, 50 meter sungai kecil di luar pemukiman.
- 10-15 meter kiri kanan sungai di dalam pemukiman - Sungai (RBI) masih perlu dirapihkan, banyak danau-danau kecil perlu dipisahkan, data pemukiman (LULC)
Dengan adanya PP 47/1997 seharusnya parameter sungai lebar dan kecil tidak berlaku lagi
Untuk tingkat provinsi dan kabupaten, kriteria ini cenderung lebih relevan. Kriteria ini digunakan dalam aplikasi dalam pedoman ini.
Bertanggul: minimal 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul, - Secara spasial sulit mendijitasi sungai-sungai bertanggul, tidak ada data pendukung. Perlu dilakukan survey lapangan atau kompilasi datapembangunan tanggul oleh Dinas PU. Tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial oleh pejabat berwenang. - Data sungai bertanggul dan tidak bertanggul tidak tersedia -Penetapan sempadan Sungai tidak bertanggul hanya dilakukan oleh pihak berwenang, tanpa ada kriteria dan arahan yang tegas (tidak dijelaskan siapa).
Sungai di kawasan hutan produksi: kiri kanan lebar 100 m
Kriteria ini sama dengan kriteria dalam KepPres 32/1990 cukup jelas b. Sempadan Sungai Anak Sungai di kawasan hutan produksi: kiri kanan lebar 50 m
c. Kawasan Sekitar Danau/ Waduk Lebar 50-100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat
Di kawasan hutan produksi selebar 500 m -
- Danau RBI - Dapat ditambahkan dari data landcover
Data dasar yang tersedia tidak merinci apakah deliniasi danau dilakukan pada saat pasang tertinggi atau tidak.
Dalam aplikasi ini menggunakan data dari peta RBI.
Penetapan Kawasan Lindung_ 20 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial d. Kawasan Sekitar Mata Air Jari-jari 200 meter di sekitar mata air - Data tidak tersedia
Data lokasi mata air tidak tersedia secara spasial.
Perlu dilakukan survey lokasi mata air. Dalam aplikasi ini tidak diterapkan mengingat ketidaktersediaan datadan keterbatasan waktu.
1. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/ jalan yang berada di kawasan perkotaan; - RTRW Kota, Interpretasi - Citra High Resolution, Ground check Ditetapkan oleh Pemerintah Kota dan dimasukkan ke dalam RTRW Menggunakan data hasil penetapan pemkot 2. jenis tanaman hias untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun asli atau domestik.
3. Proporsi ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luas wilayah dengan minimal 20% RTH publik.
4. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
e. Kawasan RTH Kota 5. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Perda RTRW Kota
Penetapan Kawasan Lindung_ 21 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial 1. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; Ditetapkan oleh Dephut dan Pemkot, dimasukkan ke dalam RTRW Menggunakan data hasil penetapan pemkot 2. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik;
3. hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar;
f. Hutan Kota 4. Paling sedikit 10% dari luas wilayah perkotaan Penunjukkan kawasan hutan kota oleh Dephut dan Pemkot
1. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta type ekosistemnya Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan 2. Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun 3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak/belum diganggu manusia a. Cagar Alam 4. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelola yang efektif dengan daerah-daerah penyangga yang cukup luas SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. Penetapan Kawasan Lindung_ 22 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial 5. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satusatunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi
1. Tempat hidup dan berkembangbiaknya suatu jenis satwa yang perlu dikonservasi Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan 2. Memiliki keanekaragaman dan populasi yang tinggi 3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu b. Suaka Margasatwa 4. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan 1. Wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;
2. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; 3. Satu atau beberapa ekosistem yang terdapat di dalamnya secara materi atau secara fisik tidak dapat diubah oleh eksploitasi maupun pendudukan oleh manusia; 4. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembnagkan sebagai pariwisata alam;
a. Taman Nasional 5. Merupakan kawasan yang dapat SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
Penetapan Kawasan Lindung_ 23 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain yang dapat mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
1. Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang sudah berubah; Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan 2. Memiliki keindahan alam, tumbuhan, satwa, dan gejala alam;
3. Mudah dijangkau dan dekat dengan pusart-pusat pemukiman penduduk; 4. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan
b. Taman Hutan Raya
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. 1. Memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alami maupun buatan Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan c. Taman Wisata Alam 2. Memenuhi kebutuhan manusia dan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan Peta TGHK Paduserasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. a. Kawasan Cagar Budaya Ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu bermanfaat tinggi untuk ilmu pengetahuan Ditetapkan dalam RTRW RTRWK
Ditetapkan oleh Pemda melalui RTRW
Tidak diterapkan dalam aplikasi ini
Penetapan Kawasan Lindung_ 24 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Penetapan Kawasan Lindung_ 25 Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial - Peta rawan banjir - Peta rawan longsor - Peta rawan gunung berapi - Peta rawan gelombang pasang - Peta gempa bumi - Dalam peraturan tata ruang dan kawasan lindung tidak dijelaskan siapa pihak berwenang yang menetapkan daerah rawan bencana. Beberapa instansi sektoral memiliki Tupoksi terkait, misalnya PU Pengairan terkait dengan banjir, Direktorat Vulkanologi terkait dengan gunung berapi. di Beberapa daerah, instansi lingkungan juga berperan aktif di dalam menyediakan peta rawan bencana. Undang-undnag no 24/2007 tentang Bencana Alam mengamanatkan bahwa penyusunan peta rawan bencana merupakan tugas badan penanggulanganbencana daerah. Tidak diterapkan dalam aplikasi ini a.
Kawasan Rawan Bencana Alam Sering/berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan tanah longsor, gelombang pasang dan banjir - - Selain itu belum ada pedoman teknis metodologi penyusunan peta rawan serta kriteria dan tingkat rawan apa yang perlu menjadi kawasan lindung.
a. Taman Buru 1. Areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan SK penunjukkan kawasan h t l h Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data k h t t l h Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial 2. Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa. hutan oleh Menhut kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat. Ditetapkan oleh Pemerintah (Dephut) dalam peta penunjukkan kawasan cagar biosfer. Indonesia hanya memiliki 6 cagar biosfer yang sebagian besar merupakan Taman Nasional, yaitu (Komodo, Lore Lindu, Siberut, Cibodas, Leuser dan Tanjung Putting) Tidak diterapkan dalam aplikasi ini, mengingat zona inti dalam cagar biosfer merupakan kawasan taman nasional. Sedangkan zona penyangga dan zona transisi diperuntukkan untuk tujuan pemanfaatan dan pembangunan. 1. kawasan yang mempunyai keperwakilan ekosistem yang masih alami dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi, dan/atau binaan;
2. kawasan yang mempunyai komunitas alam yang unik, langka, dan indah;
3. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alami dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; b. Cagar Biosfir 4. tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan-perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan. SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut Peta Kawasan Hutan
c. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah 1. Memiliki plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan 2. Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di kawasan konservasi yang telah ditetapkan Diusulkan oleh konsesi hutan dan ditetapkan oleh Dephut - Peta Rencana Kerja HPH/HTI
Data tersebut umumnya dapat diakses melalui Rencana Kerja konsesi kehutanan (HPH/HTI) atau melalui Departemen Kehutanan
Tidak diterapkan dalam aplikasi ini
Penetapan Kawasan Lindung_ 26 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial 3. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut
1. Merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut Data tersebut umumnya dapat diakses melalui Rencana Kerja konsesi kehutanan (HPH/HTI) atau melalui Departemen Kehutanan d. Kawasan Pengungsian Satwa 2. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan baru bagi satwa tersebut.
3. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut Diusulkan oleh konsesi hutan dan ditetapkan oleh Dephut - Peta Rencana Kerja HPH/HTI
Tidak diterapkan dalam aplikasi ini e. Kawasan Pantai Berhutan Bakau Lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat. - - Penutupan lahan - Pasang surut Stasiun pemantau pasang surut tidak tersebar di seluruh wilayah pantai Indonesia. Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan beda pasang tertinggi dan terendah jika memiliki hutan bakau.
Selain itu untuk penetapan wilayah mana saja yang berhutan bakau, juga relatif tidak jelas. Apakah menggunakan data Dalam aplikasi ini hanya menggunakan data penyebaran hutan bakau terbaru.
Penetapan Kawasan Lindung_ 27 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Kriteria Penetapan Ketetapan Tambahan Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial historis atau data aktual. Mengingat penutupan hutan bakau cenderung berkurang. f. Terumbu Karang - - - Penyebaran terumbu karang Data tersedia di DKP skala nasional Data BRNP tersedia di KLH Belum terapkan dalam aplikasi ini.
Penetapan Kawasan Lindung_ 28 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 2.2.2. Data yang Digunakan A. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Peta dasar yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal ini memiliki skala 1:25.000 untuk wilayah pulau Jawa. Data spasial yang digunakan meliputi: 1. Sungai besar: harus memiliki format POLYGON. 2. Sungai kecil: harus memiliki format LINE. 3. Danau: harus memiliki format POLYGON. 4. Garis pantai: harus memiliki format LINE. 5. Garis kontur: harus memiliki format LINE dan memiliki atribut data ketinggian. 6. Titik tinggi: harus memiliki format POINT dan memiliki atribut data ketinggian.
Dua data terakhir disebut digunakan untuk membuat DEM dan batas DAS. Ke enam data tersebut harus dipisahkan dalam data layer yang berbeda, mengingat kriteria yang diterapkan dari masing-masing data berbeda satu sama lain.
B. Peta Kawasan Hutan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan yang dikoordinasikan dengan berbagai instansi sektor lainnya. Sedangkan peta TGHK Paduserasi telah disesuaikan dengan kepentingan daerah atau disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Dari peta kawasan hutan kita dapat mengekstrak beberapa kawasan lindung yang mencakup: 1. Hutan Lindung, 2. Taman Nasional, 3. Taman Wisata Alam, 4. Taman Hutan Rakyat, 5. Cagar Alam dan 6. Suaka Margasatwa.
Penetapan Kawasan Lindung_ 29 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Keenam data tersebut harus memiliki format dataPOLYGON.
C. Penutupan lahan Penutupan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit. Dari citra penutupan lahan diperoleh batas hutan bakau yang merupakan kawasan lindung. Selain itu, data penutupan lahan digunakan untuk proses evaluasi kondisi kawasan lindung. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah hasil interpretasi citra Landsat 5 tahun 2007.
D. Peta Tanah Peta jenis tanah diperoleh dari peta sistem satuan lahan yang dikeluarkan oleh Puslitanak Bogor. Selain itu, Wetlands International juga melakukan kajian penyebaran lahan gambut di wilayah Sumatra, Kalimantan, Papua dan sebagian Sulawesi. Lahan gambut yang merupakan kawasan lindung adalah yang memiliki kedalaman gambut > 300 cm.
E. Peta RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor diperoleh dari Bappeda Kota Bogor.
Gambar 1. Diagram alir pemetaan kawasan lindung menggunakan data yang telah tersedia. Penetapan Kawasan Lindung_ 30 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 2.2.3. Software yang Digunakan Aplikasi ini menggunakan dua pendekatan yang merupakan pilihan yang perlu disesuaikan dengan kapasitas pengguna. Yaitu menggunakan pendekatan berbasis raster dan vektor.
Analisis overlay berbasis raster cenderung lebih cepat dibandingkan berbasis raster. Penentuan penggunaan pendekatan berbasis raster sebenarnya lebih mempertimbangkan ketersediaan perangkat lunak opensource yang pengembangannya relatif maju. Dalam hal ini digunakan aplikasi ILWIS 3.4. yang dikembangkan oleh the International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC) Belanda (http://www.ilwis.org).
Pendekatan berbasis vektor merupakan pendekatan spasial yang umum digunakan di dalam aplikasi SIG. Vektor memiliki beberapa kelebihan, antara lain penyimpanan data yang relatif lebih kecil. Aplikasi berbasis vektor yang digunakan dalam pedoman ini adalah perangkat lunak yang dikeluarkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI) yaitu ArcGIS/ArcInfo 9.2 dan ArcGIS Spatial Analyst (http://www.esri.com). Untuk mengetahui persyaratan minimum komputer yang diperlukan silahkan merujuk ke spesifikasi masing- masing software: (http://www.esri.com/software/arcgis/arcinfo/about/systemrequirements.html).
Penetapan Kawasan Lindung_ 31 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Hasil Analisis
3.1. Penentuan Daerah Aliran Sungai Batas daerah aliran sungai (DAS) ditentukan berdasarkan topografi wilayah. DAS digunakan sebagai batas analisis penentuan kawasan lindung, mengingat areal dalam wilayah DAS yang sama memiliki kesamaan aliran air permukaan. Pengendalian lingkungan karenanya perlu mengacu kepada batas alami. DAS Ciliwung, Angke dan Ciliwung sebagian besar masuk ke dalam wilayah administrasi Jabodetabek yang ditetapkan sebagai Kawasan Khusus (PP 47/1997).
3.1.1. Model Elevasi Dijital Model elevasi dijital atau digital elevation model (DEM) dibuat sebagai data dasar penentuan batas DAS. Diperlukan data kontur serta titik tinggi untuk menyusun DEM. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) menyediakan data topografi hingga skala 1:25.000 untuk wilayah pulau Jawa, yang dapat digunakan untuk menyusun DEM wilayah Cisadane-Angke-Ciliwung.
Gambar 2. Diagram alir penentuan batas DAS menggunakan data topografi RBI.
Untuk melakukan analisis batas DAS dengan cakupan yang luas seperti pulau Jawa atau pulau Sumatra, data DEM SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dengan resolusi 92 meter juga dapat digunakan.
Hasil Analisis_ 32 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 3.1.2. Batas DAS Cisadane-Angke-Ciliwung Dengan menggunakan data DEM yang diperoleh dari peta Rupa Bumi Indonesia, batas DAS disusun untuk daerah Cisadane, Angke dan Ciliwung. DAS Cisadane memiliki luas 16 ribu hektar, Angke seluas 58 ribu hektar dan Ciliwung 41 ribu hektar.
Tabel 5. Perbedaan luas DAS hasil analisis batas menggunakan data topografi dan DEM Luas DAS (Ha) DAS KLH DEM RBI DEM SRTM Angke 64840 58751 66451 Ciliwung 50159 41462 43695 Cisadane 151243 161245 158447
Dibandingkan dengan batas DAS yang digunakan oleh KLH (Dijitasi secara manual), batas DAS yang diperoleh dari analisa DEM relatif lebih akurat. Hal ini dikarenakan penentuannya dilakukan secara otomatis berdasarkan topografi serta arah aliran air. Cisadane Angke Ciliwung cisadane angke ciliwung Cisadane Angke Ciliwung
A B Keterangan:
A: Batas DAS yang digunakan oleh KLH yang didijitasi secara visual.
B: Batas DAS yang diperoleh dari analisis DEM Topografi peta RBI
C: Batas DAS yang diperoleh dari analisis DEM SRTM C Hasil Analisis_ 33 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Gambar 3. Perbandingan batas DAS hasil dijitasi visual dan analisis dijital DEM.
Penurunan kualitas batas DAS terjadi di wilayah yang memiliki topografi sangat datar seperti di bagian utara Jakarta. Khususnya data DAS yang berasal dari kontur peta RBI (Gambar 2 bagian B). Untuk itu diperlukan tambahan dijitasi secara manual dengan melihat aliran sungai di sekitar wilayah tersebut. Namun hal tersebut sulit dilakukan, mengingat sudah banyaknya aliran sungai yang sudah tidak alami atau dibuatnya saluran irigasi di wilayah utara Jakarta.
3.2. Pemetaan Kawasan Lindung Pemetaan kawasan lindung dilakukan berdasarkan analisis peraturan terkait dengan penataan ruang dan pengelolaan kawasan lindung. Tidak semua jenis kawasan lindung dapat dipetakan mengingat keterbatasan data penunjang. Sebagian besar kawasan lindung merupakan kawasan hutan suaka alam, kawasan pelestarian alam, hutan lindung, hutan bakau serta sempadan sungai, danau dan garis pantai.
Tabel 6. Luas kawasan lindung dan non lindung Cisadane Ciliwung-Angke Kawasan Luas (ha) Persen Luas(ha) Persen Lindung 58905 36.6 23667 23.5 NonLindung 102242 63.4 76834 76.5 Total 161147 100502
Berdasarkan analisis yang dilakukan, luas kawasan lindung di DAS Cisadane hampir mencapai 59 ribu hektar atau 36,6% dari luas total DAS. Sedangkan kawasan lindung di DAS Ciliwung dan Angke hanya seluas 23 ribu hektar atau hanya sekitar 23% dari luas DASnya. Hal ini disebabkan luas kawasan hutan yang masuk ke dalam kawasan lindung di DAS Ciliwung Angke, masih sangat kecil atau hanya seluas 4 ribu hektar atau kurang dari 5% dari luas total DASnya (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Luas dan persentase kawasan hutan dan non kawasan hutan Cisadane Ciliwung-Angke Kawasan Hutan Luas (ha) Persen Luas (ha) Persen Areal Penggunaan Lain 133066 82.9 95418 95.5 Hasil Analisis_ 34 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Cisadane Ciliwung-Angke Kawasan Hutan Luas (ha) Persen Luas (ha) Persen Hutan Produksi 4373 2.7 2060 2.1 Hutan Lindung dan Konservasi 23097 14.4 2397 2.4 Total 160536 99876
Luas hutan di DAS Ciliwung-Angke sangat jauh dari syarat minimal luas kawasan hutan dalam suatu DAS, yaitu hanya 4,5 persen. Dalam Pasal 17 ayat 5 Undang- Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa luas minimal kawasan hutan dalam suatu DAS adalah 30%. Walaupun di dalam UU Kehutanan No 41/1999, luas minimal juga dapat didasari atas luas total pulau. Luas kawasan hutan di DAS Cisadane juga masih dibawah proporsi yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu sebesar 17,1 persen.
3.2. Analisis Tutupan Lahan melalui Interpretasi Citra Satelit Interpretasi citra satelit dilakukan untuk mendapatkan data penutupan lahan aktual. Dua scene citra satelit Landsat 5 tahun 2007 diinterpretasi dengan menggunakan metode object-oriented classification, atau klasifikasi yang tidak berbasis pixel.
Tabel 8. Tutuan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 5 tahun 2007 Cisadane Ciliwung Angke Tutupan Lahan DAS Luas (Ha) % Luas (Ha) % Air 6889 4.3 2804 2.8 Awan 275 0.2 70 0.1 Bayangan 199 0.1 100 0.1 Hutan jarang 21170 13.1 4796 4.8 Hutan rapat 13447 8.3 3354 3.3 Mangrove 13 0.0 24 0.0 Rawa 793 0.5 686 0.7 Kebun Campur 73184 45.4 37248 37.1 Kebun Karet 809 0.5 68 0.1 Kebun teh 1284 0.8 230 0.2 Pertanian Campur 5326 3.3 4424 4.4 Sawah 8229 5.1 1392 1.4 Rumput 3811 2.4 511 0.5 Tanah terbuka 365 0.2 481 0.5 Pemukiman 25354 15.7 44313 44.1 TOTAL 161147 100502
Hasil Analisis_ 35 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Sebagian besar daerah DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke didominasi oleh tipe penutupan lahan kebun campur. Lebih dari 45% DAS Cisadane berupa kebun campur, sementara jenis penutupan hutan kurang dari 23% dan pemukiman lebih dari 15%. Sebagian besar areal berhutan berada di kawasan Taman Nasional Gunung Salak Halimun.
Tabel 9. Penyebaran kawasan lindung DAS Ciasadane dan Ciliwung berdasarkan batas administratif. Cisadane Ciliwung Angke Kota/Kabupaten Ha % Ha % BOGOR 48263 81.5 8437 35.6 CIANJUR 0 0.0 163 0.7 KOTA BOGOR 2215 3.7 1108 4.7 KOTA DEPOK 165 0.3 2949 12.5 KOTA DKI JAKARTA 182 0.3 8781 37.1 KOTA TANGERANG 1675 2.8 1081 4.6 SUKABUMI 0 0.0 31 0.1 TANGERANG 6688 11.3 1049 4.4
Kondisi DAS Ciliwung dan Angke tidak lebih baik dari DAS Cisadane. Penutupan hutan pada DAS ini hanya dibawah 10% yang sebagian besar berada di kawasan puncak. Sedangkan luas pemukiman mencapai 44% dari luas total DAS Cisadane dan Angke, mengingat kedua sungai ini melintasi provinsi DKI yang merupakan kota metropolitan. Lebih dari 37% kawasan lindung DAS Ciliwung Angke berada di Kota DKI Jakarta. Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan mengapa masalah banjir di DKI Jakarta sangat sulit diatasi.
3.3.1. Analisa Tutupan Lahan di Kawasan Lindung Pemantauan kondisi kawasan lindung perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan kawasan lindung secara aktual. Kawasan lindung yang diperoleh dari hasil analisis spasial dioverlaykan dengan data tutupan lahan hasil klasifikasi citra satelit.
Tabel 10. Tutupan lahan di kawasan lindung tahun 2007 Cisadane Ciliwung Angke Tutupan Lahan Kawasan Lindung Luas (ha) % Luas (ha) % Air 3311 5.6 1250 5.3 Awan 242 0.4 30 0.1 Bayangan 196 0.3 58 0.2 Hasil Analisis_ 36 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Hutan jarang 11045 18.8 2014 8.5 Hutan rapat 10290 17.5 1729 7.3 Mangrove 11 0.0 22 0.1 Rawa 323 0.5 363 1.5 Kebun campur 22015 37.4 8841 37.4 Kebun karet 171 0.3 28 0.1 Kebun teh 870 1.5 57 0.2 Sawah 3459 5.9 612 2.6 Pertanian 735 1.2 519 2.2 Rumput 877 1.5 138 0.6 Tanah terbuka 77 0.1 90 0.4 Pemukiman 5283 9.0 7915 33.4 TOTAL 58905 23667
Kondisi kawasan lindung DAS Cisadane relatif lebih baik dibandingkan kawasan lindung DAS Ciliwung Angke. Dari total DAS Cisadane seluas 59 ribu hektar, lebih dari 36% merupakan areal berhutan. Sementara kawasan lindung DAS Ciliwung Angke hanya ditutupi sekitar 16% areal berhutan atau sekitar 3 ribu hektar dari 23 ribu hektar. Kebun campur mendominasi kawasan lindung di kedua wilayah tersebut atau sekitar 37% dari luas masing-masing DAS.
Pemukiman di kawasan lindung DAS Ciliwung Angke menutupi 33% atau hampir mencapai 8 ribu hektar dari luas DAS. Berbeda dengan kawasan lindung DAS Cisadane yang hanya ditutupi pemukiman sebanyak 9 persen dari luas total DAS. Selain itu keberadaan mangrove di kedua DAS tersebut sangatlah terbatas dalam jumlah yang sangat kecil.
3.3.2. Analisa Tutupan Lahan di Kawasan Hutan Selain itu, pemantauan kondisi kawasan hutan juga dapat dilakukan dengan metode yang sama, yaitu dengan mengoverlay data kawasan hutan dengan tutupan lahan aktual. Kawasan hutan adalah kawasan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan sebagai kawasan hutan. Selain fungsi konservasi dan lindung, kawasan hutan juga memiliki fungsi produksi untuk menghasilkan kayu. Karena itu kawasan hutan tidak selalu ditutupi oleh areal berhutan, baik akibat pemanfaatan hutan produksi, illegal logging ataupun perambahan hutan.
Hasil Analisis_ 37 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Tabel 11. Tutupan lahan di kawasan hutan tahun 2007 Cisadane Ciliwung-Angke Penutupan Lahan Kawasan Hutan Luas (ha) Persen Luas (ha) Persen Air 1099 4.00 242 5.43 Awan 237 0.86 30 0.66 Bayangan 191 0.70 56 1.25 Hutan jarang 9748 35.50 1424 31.95 Hutan rapat 8340 30.37 1554 34.85 Kebun Campur 5792 21.10 629 14.12 Kebun Karet 11 0.04 0 0.00 kebun teh 774 2.82 58 1.30 Mangrove 0 0.00 2 0.04 Pertanian 146 0.53 94 2.11 Rawa/Tambak 15 0.05 68 1.53 Rumput 363 1.32 8 0.17 Sawah 289 1.05 13 0.30 Tanah terbuka 51 0.18 21 0.47 Urban 361 1.32 243 5.46 (blank) 41 0.15 16 0.35 Total 27457 4458
Lebih dari 65% kawasan hutan di DAS Cisadane dan DAS Ciliwung-Angke masih ditutupi oleh areal berhutan. Sebagian besar kawasan ini berada di dua taman nasional yaitu TN Gede Pangrango dan TN Salak Halimun yang merupakan ekosistem gunung yang berada di bagian selatan kedua DAS.
Dibandingkan dengan kawasan lindung, kondisi kawasan hutan cenderung masih relatif baik khususnya jika dilihat dari persentase pemukiman yang berada di dalam kedua kawasan tersbut. Pemukiman di kawasan hutan masih di bawah 1%, sedangkan di kawasan lindung bahkan mencapai 33% pada DAS Ciliwung Angke. Kegiatan pemantauan dan pengendalian kawasan hutan umumnya dilakukan secara khusus oleh Balai Taman Nasional Departemen Kehutanan. Sementara penetapan dan pengawasan kawasan lindung yang merupakan wewenang pemerintah daerah masih belum diimplementasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hasil Analisis_ 38 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Pembahasan
4.1. Ketersediaan Data Ketersediaan data spasial merupakan permasalahan klasik yang kita sering jumpai di dalam pengolahan dan analisis spasial di Indonesia. Kalaupun ada kualitas datanya perlu dipertanyakan. Beruntung untuk peta dasar, Bakosurtanal sudah menyediakan Peta Rupa Bumi Indonesia untuk seluruh wilayah Indonesia, walaupun dengan skala yang berbeda-beda. Selain itu, dijumpai adanya perubahan baik sungai, garis pantai maupun pemukiman yang belum disesuaikan ke dalam peta RBI.
Banyak data spasial yang diperlukan untuk penentuan kawasan lindung belum tersedia. Untuk menentukan sempadan sungai berdasarkan PP 47/1999 diperlukan data sungai bertanggul yang baik karena belum adanya survey yang dilakukan secara menyeluruh. Kemungkinan besar Departemen Pekerjaan Umum (PU) melalui dinas-dinas PU di daerah memiliki data lokasi tanggul-tanggul sungai yang telah dibuat, namun bagaimanapun tetap perlu dilakukan kompilasi dan penyesuaian format sehingga dapat diaplikasikan ke dalam sistem GIS. Sehingga untuk lebih memudahkan, banyak pihak yang menggunakan kriteria dari peraturan sebelumnya yaitu KepPres 32/1990 karena relatif lebih mudah diterapkan.
Untuk menentukan batas pasang tertinggi di pantai dan rata-rata nilai pasang tertinggi di pantai berhutan bakau, maka diperlukan stasiun-stasiun pemantauan pasang surut di sepanjang garis pantai. Hal ini perlu dilakukan oleh pihak pemerintah daerah yang memiliki garis pantai khususnya yang berhutan bakau.
Data spasial penyebaran mata air juga belum tersedia hingga skala 1:100.000. Hal ini menyulitkan di dalam penetapan daerah sempadan mata air selebar 200 meter. Dalam hal ini, PU Pengairan dan pemerintah daerah masing-masing perlu melakukan survey dan identifikasi sumber-sumber mata air yang perlu dilindungi.
Pembahasan_ 39 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Selain yang Hutan Lindung, KSA dan KPA, Departemen Kehutanan juga memiliki wewenang di dalam penetapan kawasan plasma nutfah serta daerah pengungsian satwa. Kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki fungsi konservasi, namun berada di luar kawasan hutan konservasi. Biasanya berada di kawasan hutan produksi yang dikelola oleh konsesi-konsesi HPH atau HTI. Di setiap rencana kerja tahunan yang disusun, diwajibkan untuk menetapkan kawasan-kawasan tersebut. Rencana kerja tahunan tersebut (bersama lampiran peta kerja) selanjutnya di ajukan ke dinas kehutanan kabupaten dan provinsi (atau sebelum desentralisasi diajukan ke kanwil kehutanan tiap provinsi). Sayangnya peta-peta ini belum sepenuhnya didijitasi, mengingat keterbatasan kapasitas dinas-dinas kehutanan. Sehingga database lokasi kawasan lindung tersebut cenderung belum dikompilasi dan sulit dilacak. Ditambah lagi banyaknya perubahan pihak pengelola, atau berhentinya operasi pengelolaan hutan di banyak kawasan hutan produksi, menyebabkan status kawasan plasma nutfah dan pengungsian satwa semakin tidak jelas.
Kawasan lindung lain yang juga merupakan domain Departemen Kehutanan adalah Cagar Biosfer. Cagar Biosfer dijelaskan di dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Cagar Biosfer ditetapkan dalam rangka kerja sama internasional di bidang konservasi. Di Indonesia terdapat 6 Cagar Biosfer yang ditetapkan yaitu: Siberut, Leuser, Cibodas, Lore Lindu, Komodo dan Tanjung Putting, yang zona intinya merupakan kawasan Taman Nasional. Namun peta batas cagar biosfer tidak dijumpai di dalam peta kawasan hutan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan.
Pembahasan_ 40 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Gambar 4. Cagar Biosfer di Indonesia yang termasuk dalam UNESCOs Biosphere Reserves (www.unesco.org).
Berbeda dengan kawasan lindung lahan gambut, peraturan menetapkan bahwa kriteria lahan gambut yang dilindungi adalah yang memiliki kedalaman lebih dari 300 cm. Sedangkan data penyebaran lahan gambut yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (Puslitanak) hanya memiliki data kedalaman 40 cm, 60 cm, 90 cm dan 250 cm. Untungnya, Wetlands International sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional mengeluarkan data penyebaran lahan gambut yang merupakan perbaikan dari data sebelumnya. Sayangnya, data penyebaran lahan gambut yang dikeluarkan Wetlands International hanya terbatas pada pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sehingga bagaimanapun, peran penyediaan data spasial dasar tetap merupakan domain pemerintah dengan memanfaatkan data yang telah ada.
Selain ketersediaan data, kemudahan akses untuk mendapatkan data juga menjadi persoalan tersendiri. Infrastruktur Data Spasial Nasional/Daerah (IDSN/D) seharusnya dapat menjawab tantangan tersebut. Ditambah lagi perlunya sektor lingkungan atau tematik kawasan lindung untuk dimasukkan ke dalam salah satu simpul jaringan dalam IDSN/D. Mengingat sektor ini belum masuk di dalam simpul IDSN seperti yang ditetapkan dalam PP No 85/2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional.
Faktor ketidaktersediaan data menyebabkan pemerintah daerah memiliki kecenderungan untuk mengesampingkan penetapan kawasan lindung yang tidak ada datanya. Untuk itu, pemerintah perlu mengatur lebih spesifik penyediaan data- data awal untuk penetapan kawasan lindung.
4.2. Pedoman Teknis Beberapa kawasan lindung perlu disusun sebelumnya dengan menggunakan data- data penunjang lainnya, seperti daerah rawan bencana alam atau kawasan resapan air. Namun sayangnya pedoman yang menjelaskan secara rinci metode pembuatan daerah rawan bencana belum tersedia. Walaupun cukup banyak metodologi pemetaan daerah rawan yang telah dikembangkan oleh berbagai instansi dan Pembahasan_ 41 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke organisasi yang bergerak di dalam pengendalian bencana alam (disaster management).
Salah satu dokumen kompilasi metodologi pemetaan daerah rawan bencana alam disusun oleh BRR bekerja sama dengan GTZ Jerman (Darmawan dan Theml, 2005). Dokumen ini dapat digunakan sebagai rujukan di dalam penyusunan pedoman oleh instansi sektor terkait, sehingga memudahkan pemerintah daerah di dalam menerapkan pemetaan daerah rawan tersebut. Namun demikian, prosedur yanga ada bukanlah prosedur baku sehingga perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah.
Terdapat beberapa konsep atau metodologi pemetaan daerah resapan air. Konsep yang paling umum dibuat adalah konsep yang memperhatikan kondisi geomorfologi, seperti yang dijelaskan dalam peraturan yang ada. Namun demikian pedoman teknis untuk metode ini juga belum dibakukan ke dalam peraturan pendukung. BPLHD Jawa Barat telah menyusun peta daerah resapan air berdasarkan metode tersebut. Metode pemetaan daerah resapan lain yang tidak menggunakan konsep geomorfologi melainkan menggunakan konsep aliran tanah juga banyak didiskusikan ( Lubis, 2006; Azan, et al, 2006).
4.3. Peraturan dan Implementasi Peraturan yang ada terkait dengan pengelolaan kawasan lindung dan penataan ruang sudah cukup banyak dan cukup untuk dapat diterapkan agar keberlangsungan fungsi lindung dan kelestarian sumber daya alam dapat dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat terkait dengan pembangungan daerah secara berkelanjutan.
Namun beberapa peraturan cenderung tumpang tindih di dalam menetapkan kriteria kawasan lindung. Salah satu contoh adalah, kriteria luas minimal ruang terbuka hijau menurut Kepmendagri No. 1/2007 adalah sebesar 20%, sedangkan berdasarkan UU 26/2007 sebesar 30%. Hal ini membingungkan sehingga menyebabkan ketidakjelasan dan kesulitan di dalam upaya penetapan dan pemantauannya. Pembahasan_ 42 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke
Peraturan yang baik belum menjamin implementasi yang baik. Karena itu, peran pemerintah baik di pusat dan daerah sangat menentukan sehingga masyarakat cenderung menaati peraturan yang telah ditetapkan. Pemanfaatan kawasan lindung yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung khususnya di daerah yang sering dilanda bencana alam seharusnya sudah tidak dapat ditolerir lagi. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang menyebabkan terjadinya bencana yang lebih parah.
Koordinasi antar instansi dalam sebuah batas administrasi seringkali menjadi permasalahan klasik. Antara pembuat rencana dan pemberi izin lokasi seringkali tidak saling berhubungan dan bahkan cenderung eksklusif. Akibatnya banyak lahan yang seharusnya dijadikan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya atau industri. Badan Koordinasi Tata Ruang (BKTR) di daerah seharusnya dapat menjadi wadah untuk mengkoordinasikan permasalahan-permasalahan. Namun masalah tata ruang kawasan lindung tidak hanya berhenti di koordinasi, implementasi sangat membutuhkan kesepahaman dan komitmen yang jelas dari semua pihak.
Kejadian bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia baru-baru ini menjelaskan langsung dampak yang diterima jika kita mengabaikan upaya pelestarian dan perlindungan terhadap alam. Hal ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memulai upaya perbaikan kawasan lindung di DAS yang rusak serta mengatur dan mengendalikan upaya pemanfaatan kawasan lindung pada DAS yang relatif masih bagus.
Banyak kasus dimana kawasan lindung masih belum dimasukkan ke dalam peta tata ruang wilayah. Padahal undang-undang tentang penataan ruang, baik UU No 24/1992 maupun UU No 47/1997, secara tegas telah menetapkan bahwa pemanfaatan ruang wilayah dibagi atas dua fungsi utama yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Namun banyak RTRW provinsi, kabupaten atau kota yang belum menetapkan kawasan lindung di dalamnya. Padahal kawasan lindung tidak hanya kawasan hutan lindung dan hutan konservasi saja.
Pembahasan_ 43 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 4.4. Fungsi dan Kondisi Kawasan Lindung Kawasan lindung sudah mulai diperhatikan sejak dikeluarkannya KepPres 32 tahun 1990. Namun dalam implementasinya tidak berjalan secara baik. Hal ini terkait erat dengan keterbatasan pemahaman tentang fungsi kawasan lindung. Kawasan lindung memiliki banyak fungsi antara lain: 1. Fungsi hidro-orologis yang dapat mencegah erosi, banjir dan longsor. 2. Perlindungan terhadap mata air dan air tanah. 3. Perlindungan pantai dari abrasi dan intrusi air laut. 4. Melindungi ekosistem dan habitat tertentu (seperti ekosistem lahan gambut yang rapuh, ekosistem yang memiliki keanekaragaman tinggi, atau ekosistem yang merupakan habitat jenis satwa dan tumbuhan tertentu). 5. Perlindungan keanekaragaman hayati flora dan fauna. 6. Penyerap karbon. 7. Pengatur iklim baik makro dan mikro. 8. Fungsi penelitian dan rekreasi. 9. Fungsi estetika. 10. Perlindungan kerugian dari bahaya bencana alam. 11. Perlindungan budaya dan struktur geologi tertentu geologi.
Fungsi-fungsi tersebut bersifat intangible atau cenderung tidak kongkrit dengan sedikit manfaat ekonomi dari kacamata masyarakat pada umumnya. Karena itu banyak kondisi kawasan lindung yang tidak berada dalam keadaan yang baik. Adanya konflik kepentingan antara pengembangan ekonomi secara cepat dengan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan menyebabkan fungsi-fungsi kawasan lindung tersebut menjadi dipandang sebelah mata atau bahkan dianggap menghambat pertumbuhan wilayah.
Pemerintah yang baik cenderung masih dinilai dari kinerja peningkatan perekonomian. Walaupun dalam banyak kasus, pemerintah daerah sering mengorbankan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Banyaknya kejadian bencana longsor dan banjir di beberapa kabupaten di Indonesia akhir-akhir ini, sebenarnya dapat dijadikan momentum untuk mengajak pemerintah daerah dan masyarakat umum untuk memahami fungsi kawasan lindung tersebut. Dengan Pembahasan_ 44 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke dimasukkannya kerugian akibat bencana serta biaya penanggulangan dan rehabilitasi yang tinggi ke dalam analisis ekonomi fungsi kawasan lindung, maka diharapkan perubahan persepsi akan pentingnya kawasan ini dapat terjadi.
Gambar 5. Kondisi Sungai Ciapus yang merupakan bagian hulu DAS Cisadane.
Dibandingkan DAS Ciliwung, DAS Cisadane relatif lebih baik. Daerah terbangun pada kawasan lindung DAS Cisadane hanya sebesar 9%. Sedangkan daerah terbangun di kawasan lindung DAS Ciliwung-Angke mencapai 33% (Tabel 10). Hal ini disebabkan karena lebih dari 37% kaeasan lindung DAS Ciliwung-Angke berada di Kota DKI Jakarta. Sedangkan Kawasan lindung DAS Cisadane sebagian besar (sebanyak 80%) berada di Kabupaten Bogor yang relatif jarang penduduknya.
Di bagian hulu DAS Cisadane sebagian besar merupakan kawasan hutan (TN Salak Halimun) yang kondisinya masih relatif baik. Namun berdasarkan survey lapangan, di sempadan sungai Ciapus sudah mulai dilakukan penambangan batu oleh masyarakat. Kegiatan ini cenderung memicu terjadinya erosi, karena penambangan yang dilakukan tidak memperhatikan kondisi lereng dan merusak tanah (Gambar 5).
Selain itu pemasangan stasiun pemancar telekomunikasi juga mulai banyak dan berada di lokasi yang tingkat kelerengannya cukup curam. Pemberian izin lokasi untuk kawasan lindung seharusnya perlu mempertimbangkan fungsi kawasan lindung serta pola pemanfaatan yang ideal. Tanpa memahami fungsi kawasan lindung, pengambilan keputusan di dalam pola pemanfaatan ruang kawasan Pembahasan_ 45 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke lindung dapat menjadi salah kaprah dan dapat mengingkatkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Tabel 12. Fungsi dan Kondisi Ideal Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Fungsi dan Kondisi Ideal 1. Kawasan Hutan Lindung Fungsi: mengatur hidro-orologi, penyerap karbon, perlindungan ekosistem. Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. Pemanfaatan: pemanfaatan terbatas melalui pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan atau pemanfaatan hasil non kayu. Namun pada blok perlindungan, upaya pemanfaatan tersebut dilarang (PP 6/2007 tentang Penataan Hutan) Fungsi: mengatur hidro-orologi, penyerap karbon, perlindungan ekosistem 2. Kawasan bergambut Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, misalnya hutan rawa gambut. Seharusnya tidak dibuat saluran drainase, lahan gambut yang kering dan terdegradasi justru melepaskan karbon. Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan air tanah 3. Kawasan Resapan Air Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan area terbangun. Jika terlanjur, perlu dibuat sumur resapan dan lubang biopori, sehingga air limpasan berkurang. Fungsi: mencegah abrasi dan intrusi air laut 4. Sempadan Pantai Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, seperti hutan pantai Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah 5. Sempadan Sungai Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan area terbangun Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah 6. Kawasan Sekitar Danau/ Waduk Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan area terbangun Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah 7. Kawasan Sekitar Mata Air Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area Fungsi: mengatur hidro-orologi, pengatur iklim mikro dan estetika 8. Kawasan RTH Kota Kondisi Ideal: vegetasi berupa pohon atau tanaman herba berupa taman, tanah terbuka bervegetasi, pekarangan, kebun, pemakaman, atau lahan tidur Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan habitat satwa, iklim mikro dan estetika 9. Hutan Kota Kondisi Ideal: vegetasi berupa pohon yang rapat dan heterogen Pembahasan_ 46 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Fungsi dan Kondisi Ideal Fungsi: perlindungan ekosistem, perlindungan flora dan fauna, penyerap karbon 10. Cagar Alam Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. Pemanfaatan: dilarang melakukan upaya pemanfaatan (PP 6/2007) Fungsi: perlindungan satwa liar dan habitatnya, penyerap karbon 11. Suaka Margasatwa Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan lingkungan), jasa lingkungan dan hasil non kayu Fungsi: konservasi keanekaragaman hayati, penelitian dan rekreasi 12. Taman Nasional (TN) Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer untuk di zona inti, sedangkan di zona lainnya bisa disesuaikan dengan rencana pengelolaan. Pemanfaatan: Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan penelitian), jasa lingkungan dan hasil non kayu, namun di zona rimba dan zona inti dilarang melakukan upaya pemanfaatan. Fungsi: pelestarian dan koleksi tumbuhan baik eksotik maupun asli, penelitian, pendidikan, rekreasi dan budaya 13. Taman Hutan Raya (Tahura) Kondisi Ideal: vegetasi hutan Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan lingkungan), jasa lingkungan dan hasil non kayu Fungsi: perlindungan ekosistem, wisata dan rekreasi 14. Taman Wisata Alam (TWA) Kondisi Ideal: vegetasi hutan atau ekosistem asli Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan lingkungan), jasa lingkungan dan hasil non kayu Fungsi: pelestarian budaya dan geologi 15. Kawasan Cagar Budaya Kondisi Ideal: lansekap asli
Fungsi: perlindungan kerugian bencana 16. Kawasan Rawan Bencana Alam Kondisi Ideal: vegetasi yang mampu mengurangi dampak bencana, Seharusnya tidak ada pemukiman Fungsi: pelestarian satwa, wisata dan rekreasi 17. Taman Buru Kondisi Ideal: vegetasi alami yang sesuai dengan habitat satwa buru Fungsi: konservasi hayati, pembangunan berkelanjutan, rekreasi dan penelitian 18. Cagar Biosfir Kondisi Ideal: zona inti merupakan ekosistem asli, zona penyangga dan transisi bisa berupa areal budidaya dan pemukiman Pemanfaatan: mungkin dilakukan pengembangan ekonomi di zona transisi dan zona penyangga, namun tidak di zona inti. Fungsi: konservasi keanekaragaman hayati 19. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan lingkungan), jasa lingkungan dan hasil non kayu Fungsi: konservasi satwaliar 20. Kawasan Pengungsian Satwa Kondisi Ideal: vegetasi alami atau artifisial Pembahasan_ 47 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jenis Kawasan Lindung Fungsi dan Kondisi Ideal Pemanfaatan: pemanfaatan kawasan (rekreasi dan lingkungan), jasa lingkungan dan hasil non kayu Fungsi: mencegah abrasi, intrusi air laut serta gelombang laut, pelestarian hutan, perlindungan habitat biota laut 21. Kawasan Pantai Berhutan Bakau Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, jenis bakau atau nipah. Semakin rapat tegakan bakau, semakin kuat menahan gelombang pasang atau tsunami. 22. Terumbu Karang Fungsi: Perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pemecah gelombang. Kondisi Ideal: Terumbu karang dengan tingkat keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi.
Keterangan: Luas total kawasan hutan (HP, HL, KPA, KSA) setidak-tidaknya 30% dari luas total wilayah DAS (UU 26/2007) dan atau luas total Pulau (UU 41/1999).
Dalam Pasal 42 PP No 47/1997 tentang RTRWN, pengendalian pemanfaatan kawasan lindung dilakukan oleh pemerintah daerah atau instansi yang berwenang. Walaupun sering kenyataannya pemberian izin pemanfaatan lokasi sering tidak memperhatikan status kawasan lindung atau bukan. Hal ini terkait dengan perbedaan prioritas antara kelestarian dengan keuntungan ekonomi sesaat.
Selain itu, pengelolaan beberapa kawasan lindung juga merupakan kewenangan pihak pemerintah pusat, antara lain kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam (kecuali taman hutan rakyat, yang wewenangnya diserahkan kepihak pemerintah daerah). Adanya tumpang tindih kewenangan ini dapat menyebabkan semrawutnya pengeluaran izin pemanfaatan, ditambah lagi
4.5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Lindung
Untuk membahas permasalahan di dalam pengelolaan kawasan lindung perlu merujuk pada pengaturan kewenangan terhadap masing-masing kawasan lindung. Di dalam penetapannya pemerintah pusat memiliki wewenang khususnya terkait dengan kawasan hutan lindung dan konservasi, dalam hal ini sektor kehutanan. Kecuali Taman Hutan Rakyat, pengelolaan semua kawasan konservasi merupakan wewenang Departemen Kehutanan. Karenanya upaya penetapan, perencanaan serta pengendalian merupakan tugas dan wewenang Departemen Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam dan Balai Taman Nasional. Pembahasan_ 48 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke
Struktur kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi tersebut relatif lebih maju dibandingkan kelembagaan kawasan lindung lainnya. Walaupun di dalam implementsinya, upaya perlindungan hutan konservasi sering mengalami kegagalan akibat banyaknya konflik dengan masyarakat setempat atau dengan rencana pengembangan wilayah provinsi dan kabupaten. Hal tersebut kemungkinan disebabkan kurangnya pelibatan unsur setempat di dalam perencanaan dan pengelolaannya.
Kawasan lindung selain kawasan hutan sebagian besar merupakan wewenang pihak pemerintah daerah baik dalam hal penetapan, perencanaan pemanfaatan ruang serta pengendaliannya. Pemerintah daerah memiliki peran strategis di dalam pengelolaan kawasan lindung, sehingga komitmen yang konsisten sangat mempengaruhi. Komitmen yang dimaksud dimulai dari upaya penetapan kawasan lindung sesuai dengan peraturan, memasukkannya ke dalam perencanaan tata ruang wilayah, memberlakukan pemberian izin lokasi pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukkannya serta secara konsisten menerapkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dan rehabilitasinya.
Rendahnya pemahaman masyarakat juga perlu diperbaiki melalui program sosialisasi dan penegakkan hukum secara terus menerus. Penegakkan hukum harus dimulai sejak awal, bukan hanya dilakukan jika sudah terjadi penyimpangan. Penertiban pemukiman di sempadan sungai juga dapat menimbulkan permasalahan sosial. Karena itu, sosialisasi, penegakkan hukum dan pemantaun harus dilakukan secara sistematik, terus menerus dan menyeluruh.
Di daerah pedesaan, pemanfaatan ruang kawasan lindung juga tidak boleh sembarangan. Khususnya di daerah yang berbukit dan bergunung, jenis tanaman semusim biasanya tidak cukup kuat untuk menahan tanah dari bahaya longsor. Vegetasi alami dengan suksesi primer biasanya memiliki sistem perakaran yang sesuai dengan kondisi setempat. Karenanya pola pemanfaatan ruang perlu memperhatikan kondisi tapak, agar menyerupai kondisi alami sebelumnya.
Pembahasan_ 49 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Jika ketidakpahaman biasanya selalu di pihak masyarakat, maka ketidakpedulian biasanya terjadi di pemerintah pemerintah. Banyak areal yang seharusnya merupakan kawasan lindung menjadi kawasan yang secara ekonomis menguntungkan seperti perindustrian, perumahan ataupun pusat bisnis. Kondisi seperti ini sangat dilematis bagi pemerintah daerah khususnya di wilayah perkotaan, mengingat secara administrasi dan hukum mereka mendapat izin dari pemerintah sehingga hampir tidak mungkin untuk dibatalkan dengan pertimbangan kepastian jaminan bagi investor-investor yang lain.
Kondisi dilematis ini perlu dipecahkan juga dengan pendekatan-pendekatan yang kompromis. Misalnya untuk daerah yang sudah terlanjur diperuntukkan untuk dibangun, maka diwajibkan untuk membuat sumur resapan ataupun biopori dengan kapasitas yang disesuaikan dengan luas lahan yang dibangun. Metode-metode eco- engineer lainnya perlu dikembangkan, didokumentasikan serta disosialisasikan ke masyarakat luas, sehingga dapat diterapkan secara luas.
Namun bukan berarti, pemanfaatan kawasan lindung dapat dilakukan selalu dengan pendekatan kompromis. Ketegasan diperlukan untuk mengarahkan pola pemanfaatan sesuai dengan yang telah direncanakan. Beberapa kawasan lindung bahkan secara tegas tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan terkait pembangunan, seperti cagar alam serta zona inti dan rimba dari taman nasional.
Pembahasan_ 50 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Kesimpulan dan Rekomendasi
Batas DAS yang diperoleh dari hasil analisis DEM cenderung lebih akurat dibandingkan berdasarkan dijitasi secara manual. Walaupun di daerah yang sangat datar, seperti di utara Jakarta, memiliki kualitas yang kurang baik. Untuk skala yang lebih kecil data DEM SRTM justru dapat memberikan batas DAS yang lebih baik.
Dengan menerapkan kriteria dari peraturan yang ada, luas kawasan lindung dalam suatu DAS sangat dipengaruhi oleh luas kawasan hutan dan banyak tidaknya jaringan sungai. Semakin banyak kawasan hutan maka luas kawasan lindung semakin besar, demikian pula dengan jaringan sungai.
Kondisi kawasan lindung DAS Cisadane relatif lebih baik dibandingkan kawasan lindung DAS Ciliwung Angke. Walaupun penutupan areal berhutannya hanya 36%, penutupan lahan oleh vegetasi relatif cukup luas. Namun proporsi luas kawasan hutan kedua DAS tersebut masih dibawah proporsi minimum yang ditetapkan dalam UU No 26/2007. Bahkan DAS Ciliwung-Angke hanya memiliki 4,5 persen dari luas total DAS. Terlebih lagi hanya 65% kawasan hutan yang ditutupi oleh vegetasi berhutan.
Pemanfaatan ruang dalam kawasan lindung yang tidak sesuai dengan fungsinya dapat menyebabkan menyebabkan terganggunya kinerja lingkungan di dalam menjalankan peran lindungnya. Sehingga daya dukung dan daya tampung lingkungan semakin berkurang. Bencana banjir dan longsor ataupun sungai yang tercemar dapat menjadi hasil akhir dari pola tata ruang yang tidak memperhatikan kesinambungan alam.
Pemetaan kawasan lindung berdasarkan peraturan yang ada masih mengalami beberapa kesulitan, antara lain tidak tersedianya data spasial yang diperlukan atau pedoman yang sesuai untuk menyusun beberapa kawasan lindung masih belum tersedia. Keterbatasan Kesimpulan dan Rekomendasi_ 51 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke tersebut dapat menyebabkan pemerintah daerah tidak dapat menetapkan kawasan lindung sesuai peraturan yang ditetapkan. Tentu saja komitmen juga merupakan faktor penting di dalam penerapannya oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ada, beberapa rekomendasi yang mungkin untuk dikembangkan terkait dengan kawasan lindung meliputi: 1. Perbaikan batas DAS di Indonesia dapat dilakukan dengan menggunakan analisis data topografi atau DEM. Untuk skala yang lebih kecil, analisis batas DAS menggunakan data DEM yang berasal dari data SRTM, dirasa cukup memadai. 2. Pengumpulan dan perbaikan data base spasial yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah. Selain data dasar spasial, data RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota juga perlu untuk dikumpulkan melalui dinas dan instansi lingkungan di daerah. Data tersebut bermanfaat untuk mengevaluasi komitmen pemerintah daerah di dalam pengelolaan kawasan lindung. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu parameter di dalam Status Lingkungan Hidup Daerah. 3. Melengkapi model spasial pemetaan kawasan lindung dengan menambahkan data spasial daerah resapan air dan rawan bencana alam. Untuk itu diperlukan pengkompilasian pedoman pemetaan daerah resapan air dan daerah rawan bencana alam yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah. KLH perlu juga mendorong sektor terkait di dalam penyediaan data spasial dan penyusunan metodologi pemetaan kawasan-kawasan lindung. 4. Menyusun katalog peta dan metadata data spasial yang dimiliki KLH, sehingga memudahkan upaya pertukaran dan perbaikan data terkait dengan penataan kawasan lindung dan penataan ruang. 5. Melakukan pemantauan kawasan lindung dengan mengintegrasikan program- program kerja internal KLH terkait dengan pemantauan kerusakan serta penataan ruang. 6. Mensosialisasikan peran instansi lingkungan daerah, menyusun program pengembangan kapasitas melalui sosialisasi dan pelatihan teknis pemetaan kawasan lindung sesuai peraturan ke pemerintah daerah.. Kesimpulan dan Rekomendasi_ 52 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke 7. .Mendorong instansi terkait untuk duduk bersama membahas peraturan yang saling tumpang tindih atau peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut hal- hal terkait dengan kawasan lindung, sehingga memudahkan pemerintah daerah untuk menerapkan penetapan kawasan lindung sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Kesimpulan dan Rekomendasi_ 53 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Literatur
Azan, S, L.M. Hutasoit dan A.M. Ramdhan. 2006. Penentuan Daerah Resapan Mataair Daerah Sibolangit Sumatera Utara. Jurnal Geoaplika Vol 1 No 1. Tahun 2006. Darmawan, M. dan S. Theml. 2006. Katalog Metodologi untuk Pembuatan Peta Geo- Hazard. Proceeding Workshop Kompilasi Metodologi Pemetaan Geo-Hazard Banda Aceh, 14-15 Desember 2006. BRR-GTZ-BGR-Bakosurtanal-DED. Fahutan IPB dan KLH. 2002. Penyusunan Kriteria Penilaian Peringkat Kinerja Pemerintah Daerah Berdasarkan Pengelolaan Kawasan Lindung. KLH. 2006. Pedoman Umum Program Menuju Indonesia Hijau.Kementreian Negara Lingkungan Hidup. KLH. 2006. Status Lingkungan Hidup Indonesia. Kementrian Lingkungan Hidup. Lubis, R.F. 2006. Bagaimana Menentukan Daerah Resapan Air Tanah? Jurnal Inovasi Vol 6/XVIII/Maret 2006. Primiantoro, ET. dan F. Sofianti. Fact Sheet: Kawasan Lindung Aset Pembangunan Berkelanjutan Daerah. Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Tata Lingkungan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi Maluku dan Papua, KLH.
Literatur_ 54 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Lampiran Lampiran 1. Policy Memo Kajian Pemetaan Kawasan Lindung sesuai Peraturan
Rekomendasi Pemetaan kawasan lindung berdasarkan peraturan yang ada dapat menimbulkan perbedaan ketelitian dan keakurasian akibat (1) perbedaan persepsi dalam interpretasi kriteria penentuan kawasan lindung, (2) ketidaktersediaan data spasial sebagaimana yang dituntut dalam peraturan, serta (3), belum lengkapnya pedoman umum atau peraturan pendukung untuk merinci kriteria yang masih ngambang.
Untuk itu direkomendasikan agar KLH: Mendorong instansi terkait untuk mendukung penyediaan data spasial dan peningkatan keakurasian pemetaan kawasan lindung. Menginisiasi dan mendorong instansi terkait lainnya untuk bersama-sama menyusun petunjuk pemetaan yang menjabarkan kriteria-kriteria penetapan kawasan lindung dengan pendekatan yang saintifik, sekaligus tetap memperhatikan kesesuaian dengan karakteristik lokal bersama-sama instansi terkait. Mendorong instansi terkait harus lebih konsisten di dalam penyediaan data spasial atau metodologi untuk menghasilkan data awal yang diperlukan melalui prosedur Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN). Mendukung IDSN untuk mengintegrasikan konsep lingkungan dan kawasan lindung ke dalam struktur data spasial, mengingat sektor lingkungan dan data dasar kawasan lindung belum dimasukkan ke dalam PP No 85/2007 tentang IDSN.
Namun demikian, dengan keterbatasan data yang ada, telah disusun pedoman analisis sebagian kawasan lindung dengan pendekatan yang realistis dan memungkinkan untuk diadopsi oleh pemerintah daerah. Pedoman tersebut perlu disosialisasikan ke pemerintah daerah agar upaya pemantauan kawasan lindung lebih mudah dilaksanakan.
Lampiran_ 55 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Latar Belakang Permasalahan lingkungan seringkali terjadi akibat ketidaktepatan pengelolaan wilayah yang lebih berorientasi hanya kepada batas administrasi. Karena itu, upaya pelestarian lingkungan perlu dilakukan di dalam batasan ekologis. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu unit batas yang merepresentasikan kondisi ekologis sebuah wilayah. Kelestarian fungsi DAS sangat ditentukan oleh kondisi kawasan lindung yang berada di dalamnya. Pengembangan wilayah yang tidak bijaksana menjadi salah satu tekanan terhadap keberadaan dan kondisi kawasan lindung.
Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki peran kunci dalam menjaga kelestarian fungsi DAS melalui pemantauan dan pengendalian kawasan lindung. Pemerintah pusat perlu lebih aktif mendorong dan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam usaha pengendalian dan pemantauan kawasan lindung di wilayahnya.
Peraturan-peraturan terkait dengan penetapan kawasan lindung yang telah dikeluarkan dan dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai dasar pengelolaan kawasan lindung antara lain, Keppres 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, PP 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu juga terdapat beberapa peraturan menteri yang mengatur kriteria penetapan kawasan lindung secara lebih detil. Namun implementasi dari peraturan-peraturan tersebut masih belum terlihat secara signifikan.
Analisa dan Argumen Perbedaan persepsi dalam interpretasi kriteria penentuan kawasan lindung Kriteria kelerengan (slope), elevasi, jenis tanah dan curah hujan digunakan untuk menetapkan hutan lindung. Berdasarkan SK Mentan No 837/Kpts/Um/11 /1980, kriteria penetapan hutan lindung sudah sangat jelas. Namun, kawasan hutan termasuk hutan lindung ditetapkan oleh Departemen Kehutanan, sehingga kriteria kelerengan dan elevasi tidak perlu digunakan lagi untuk penetapan kawasan lindung oleh pemerintah daerah atau program Menuju Indonesia Hijau.
Contoh lainnya adalah berdasarkan PP 47/1997, penetapan sempadan sungai yang tidak bertanggul ditetapkan oleh pejabat berwenang. Yang menjadi pertanyaan, siapa pejabat Lampiran_ 56 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke yang berwenang dan atas dasar apa penetapan lebar sempadan dilakukan? Perbedaan persepsi di dalam penetapan kriteria akan sangat mungkin terjadi.
Ketidaktersediaan data spasial sebagaimana yang dituntut dalam peraturan Berdasarkan kajian peraturan perundangan terkait dengan kawasan lindung, beberapa kawasan lindung masih sulit untuk dipetakan. Karena memerlukan upaya tambahan di dalam pengumpulan data yang sulit untuk dilakukan atau memakan biaya besar. Misalnya untuk memetakan sempadan sungai (berdasarkan PP 47/1997 pasal 34 ayat 2) diperlukan data sungai bertanggul dan tidak bertanggul yang hingga saat ini belum tersedia. Untuk mendapatkannya diperlukan survey langsung ke lapangan atau dengan citra resolusi sangat tinggi. Kedua metode tersebut akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.
Hal yang sama ditemui dalam penentuan beda rata-rata antara pasang terendah dan tertinggi di hutan mangrove (berdasarkan PP 47/1999 pasal 39 ayat 5), serta batas pasang tertinggi untuk sempadan pantai (PP 47/1997 pasal 34 ayat 1) secara teknis sulit dilakukan mengingat ketersediaan data penyusun.
Di sektor kehutanan, peta penunjukkan kawasan hutan TGHK (skala 1: 250.000) telah dikeluarkan dan sering digunakan sebagai data awal untuk menentukan kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam serta hutan lindung. Namun skala ini tidak cukup detail untuk digunakan di tingkat daerah atau kabupaten.
Belum lengkapnya pedoman umum Kriteria yang tidak ada pedoman teknisnya untuk menjelaskan secara rinci juga bermuara kepada ambiguitas yang akhirnya mengurangi validitas dari data yang digunakan. Kriteria penetapan daerah resapan air adalah daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan struktur geomorfologi yang mampu menyerap air secara besar-besaran (berdasarkan PP 47/1997 Pasal 33 ayat 3). Hal tersebut tentu akan menyulitkan pemerintah daerah yang memiliki keterbatasan pengalaman dan kemampuan di dalam analisa spasial penetapan daerah resapan.
Beberapa kawasan lindung bahkan memerlukan data awal yang seharusnya disediakan oleh instansi sektor terkait, seperti daerah rawan bencana alam. Sedangkan motodologi Lampiran_ 57 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke dan pedoman teknis penyusunan peta daerah rawan bencana alam belum disepakati dan disusun. Melalui IDSN dan IDSD, isu penyediaan data yang dimaksud oleh sektor terkait perlu diangkat dan dibahas lebih lanjut, sehingga perencanaan wilayah nasional juga memperhatikan aspek perlindungan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan.
Perbedaan karakteristik antar daerah juga perlu dipertimbangkan, sehingga pedoman umum penyusunan kriteria penetapan tidak terlalu mengikat agar perbedaan karakteristik tersebut dapat diakomodir dan kearifan lokal juga dapat dipertimbangkan. Pedoman yang dimaksud harus memberikan penjelasan tentang definisi-definisi teknis serta metode pendekatan yang mungkin digunakan untuk menyusun peta yang dimaksud. Sebagai contoh, di dalam penetapan daerah resapan terdapat 2 konsep yang berbeda dan masing-masing memiliki argumentasi yang kuat. Berdasarkan peraturan, aliran air sangat dipengaruhi faktor morfologi atau topografi wilayah yang juga mempertimbangkan faktor gravitasi. Sementara konsep lainnya meyakini bahwa aliran air tidak selamanya mengikuti faktor morfologi lahan.
Jika anggaran dan waktu tidak mencukupi, maka biasanya dilakukan kompromi dengan menggunakan data yang ada atau melakukan pendekatan dengan menggunakan berbagai asumsi. Kompromi dan penggunaan asumsi ini perlu dilakukan berdasarkan kaidah- kaidah ilmiah dan dijabarkan secara terbuka.
Jika penerapan pemantauan dan pengendalian kawasan lindung terlaksana dengan baik, maka kerusakan lingkungan dan bencana alam dapat diminimalkan. Namun demikian, diperlukan usaha yang besar dalam menyamakan persepsi baik internal KLH maupun eksternal (instansi terkait) untuk mengakomodasi usulan kebijakan yang dimaksud.
Lampiran_ 58 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Lampiran 2. Policy Memo Pemantauan Tata Ruang Wilayah
Rekomendasi Pengelolaan kawasan lindung belum menjadi prioritas di dalam penataan ruang wilayah daerah. Karena itu KLH perlu lebih aktif di dalam upaya pemantauan dan pengendalian tata ruang terkait dengan kawasan lindung melalui: Pembentukan Pokja Tata Ruang di dalam KLH. Penyusunan pedoman teknis untuk pengkajian dan pemantauan tata ruang. Pengumpulan dokumentasi alternatif eco-engineering dalam pengendalian tata ruang, misalnya konsep biopori atau sumur resapan. Mendorong Pemda untuk menerapkan prinsip-prinsip lingkungan dalam perencanaan RTRW (KLS), melakukan pemantauan kondisi kawasan lindung dan pengendalian tata ruang. Penyediaan sarana teknologi informasi dan peningkatan kapasitas untuk menfasilitasi pemda.
Latar Belakang Di dalam tata ruang wilayah, diperlukan keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya. Dalam Undang-Undang No 26 tahun 2007 disebutkan bahwa berdasarkan fungsi utama kawasan, penataan ruang terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Secara khusus kawasan lindung sudah diatur sejak lama berdasarkan KepPres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Namun sejak ditetapkannya tahun 1990 hingga saat ini, pengelolaan kawasan lindung yang fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam serta buatan, masih belum menjadi prioritas pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil analisis spasial di DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke, luas kawasan lindung mencapai lebih dari 80 ribu hektar dari luas total 260 ribu hektar atau sekitar 30% dari luas total DAS. Namun berdasarkan data penutupan lahan tahun 2007, sebanyak 33% dari kawasan lindung dari DAS Ciliwung dan Angke telah ditutupi oleh pemukiman atau areal terbangun lainnya. Selain itu luas kawasan hutan pada DAS Cisadane hanya sebesar 17,1%, sedangkan proporsi kawasan hutan DAS Ciliwung Angke hanya sebesar 4,5%. Hal ini sangat jauh dari proporsi luas minimal kawasan Lampiran_ 59 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke hutan dalam suatu DAS berdasarkan Undang-Undang No 16 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Perbedaan pemahaman dan ketersediaan data menjadi penyebab adanya perbedaan pemetaan kawasan lindung. Salah satu contoh adalah, peta kawasan lindung yang ditetapkan dalam kawasan Jabodetabekpunjur oleh Bakosurtanal berdasarkan PP Bopunjur memiliki perbedaan dengan peta kawasan lindung berdasarkan analisa KLH (lihat lampiran 1). Selain itu peta tata ruang wilayah kota Bogor juga memeliki sedikit perbedaan akibat adanya perbedaan data spasial yang digunakan.
Analisa dan Argumen Pembentukan Pokja Tata Ruang di dalam KLH Permasalahan di dalam upaya penetapan kawasan lindung sesuai dengan peraturan, cukup banyak dijumpai, seperti misalnya ketersediaan data spasial atau kriteria yang tidak jelas atau saling tumpang tindih dengan kriteria dalam peraturan lain. Hal ini memerlukan pembahasan yang komprehensif oleh pihak-pihak yang memahami permasalahan terkait dengan penataan ruang, peraturan perundangan, pengelolaan kawasan lindung ataupun pengelolaan data spasial. Pembentukan pokja internal KLH dapat memfasilitasi upaya pembahasan dan penyelesaian permasalahan terkait dengan pengelolaan kawasan lindung.
Penyusunan pedoman teknis untuk pengkajian dan pemantauan tata ruang Beberapa kendala dijumpai saat melakukan analisis spasial penentuan kawasan lindung berdasarkan peraturan. Salah satunya terkait dengan pemetaan daerah rawan bencana alam atau daerah resapan air. Belum adanya pedoman teknis terkait dengan pemetaan kawasan lindung yang dimaksud, menyebabkan sebagian pemeritah daerah cenderung tidak mengintegrasikan kawasan ini ke dalam rencana tata ruang wilayahnya.
Pengumpulan dokumentasi alternatif eco-engineering dalam pengendalian tata ruang Penyimpangan pola pemanfaatan ruang sudah sangat banyak terjadi, terutama di kawasan perkotaan. Sebanyak 33 % kawasan lindung di DAS Ciliwung-Angke merupakan areal terbangun. Hal ini menyebabkan fungsi kawasan lindung menjadi terganggu. Selain itu banyak juga kawasan lindung yang penutupan lahannya adalah kebun campuran yang digunakan oleh masyarakat baik untuk pemukiman maupun Lampiran_ 60 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke untuk upaya budidaya tanaman tahunan. Sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah diperlukan agar kawasan lindung yang ada tidak semakin parah, dan kawasan lindung yang sudah terlanjur dimanfaatkan dapat disesuaikan sehingga fungsi lindungnya masih dapat dipertahankan. Alternatif eco-engineering seperti bio-pori, sumur resapan atau metode lainnya karenanya dapat bermanfaat untuk meningkatkan fungsi lindung kawasan yang sudah terlanjut dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Dokumentasi dan sosialisasi lebih luas lagi diperlukan untuk menjamin keberlangsungan fungsi kawasan lindung.
Mendorong Pemda untuk menerapkan prinsip-prinsip lingkungan dalam perencanaan RTRW (KLS) Undang-Undang No 26/2007 tentang Penataan Ruang secara jelas mengamanatkan bahwa berdasarkan fungsi utama, penataan ruang terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Namun karena fungsi lingkungan cenderung sulit dipahami secara langsung dibandingkan pertumbuhan ekonomi, banyak prinsip-prinsip penetapan kawasan lindung tidak diprioritaskan. Banyaknya kerusakan lingkungan dan bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini, seharusnya dapat dijadikan momentum untuk menjelaskan dampak dan kerugian yang mungkin dihadapi jika prinsip-prinsip lingkungan tidak diperhatikan di dalam perencanaan wilayah. Sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan di daerah, pemerintah daerah perlu didorong untuk berkomitmen dalam menerapkan prinsip lingkungan ke dalam perencanan, penerapan dan pengendalian pemanfaaan tata ruang.
Penyediaan sarana teknologi informasi dan peningkatan kapasitas untuk memfasilitasi pemda Tidak diprioritaskannya penetapan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah, juga terkait dengan rendahnya peran instansi lingkungan di daerah di dalam upaya pemantauan penetapan kawasan lindung dalam tata ruang. Instansi lingkungan daerah seharusnya dapat memegang peran kontrol terhadap diintegrasikannya kawasan lindung dalam perencanaan tata ruang wilayah. Kurangnya pemahaman dan kemampuan menyebabkan instansi lingkungan menjadi kurang dilibatkan atau mengambil peran terhadap isu tersebut. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan kapasitas serta penyediaan sarana teknologi informasi bagi instansi lingkungan daerah. Lampiran_ 61 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Lampiran 3. Notulen Diskusi 1
Peserta: Laksmi Wijayanti, Harimurti, Adi Fajar, Solichin. 26 November 2007
Usulan: 1. Konsep penentuan kawasan lindung perlu mempertimbangkan kondisi tapak (site spesific), khususnya terkait dengan penetapan kawasan lindung yang menjaga kawasan bawahnya. Perlu lebih spesifik, apakah fungsinya sebagai kawasan yang perlu dilindungi atau kawasan yang melindungi. Misalnya untuk perlindungan tata air, berarti termasuk di dalam kawasan yang melindungi. Untuk itu konsep penetapan kawasan lindung di dalam tata ruang , harus memperhatikan daerah-daerah yang menurut pihak di daerah sebagai daerah resapan air atau kondisi sosial, ekonomi, budaya, demografi dll dibawahnya. 2. Penentuan kawasan lindung perlu perencanaan bottom-up juga, sehingga kepentingan daerah setempat lebih diperhatikan. Namun terdapat kekhawatiran terkait dengan kemampuan serta kepentingan daerah yang cenderung lebih mementingkan perkembangan ekonomi, sehingga konsep monitoring, penegakkan hukum serta penerapan sangsi perlu lebih diperkuat. 3. Kriteria normatif di dalam penentuan kawasan lindung perlu disikapi dengan hati-hati. Karena cenderung tidak selalu sesuai dengan kondisi di lapangan. Namun demikian, acuan tetap diperlukan untuk memudahkan pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan lindung didalam tata ruang wilayahnya. Penetapan angka 30% kawasan ruang terbuka di dalam RTRWN akan menyulitkan pihak kabupaten di dalam pengembangan wilayahnya serta dapat membelokkan konsep perlindungan yang sebenarnya. 4. Diusulkan, selain kriteria normatif yang cenderung digeneralisasi atau simplifikasi dari kondisi ekosistem yang berbeda-beda, perlu juga penerapan kriteria penetapan kawasan lindung berdasarkan kriteria daya dukung lingkungannya, kondisi spesifik wilayah, isu-isu penting di daerah serta memperhatikan tujuan atau fungsi kawasan lindungnya sendiri. Lampiran_ 62 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Lampiran 4. Notulen Diskusi 2 Peserta: Ari Djeekardi, MA, Hendaryanto, ST., Harimurti, Solichin. 2 Desember 2007
Usulan : 5. Program kegiatan Analisis Spasial Kawasan Lindung bisa saling mengisi atau bersifat komplimentari dengan program Pengawasan Pemanfaatan Ruang dari Aspek Lingkungan. Diharapkan ada pelibatan lebih intensif, sehingga dapat meningkatkan kerjasama dan integrasi antar bidang. Bidang lainnya juga perlu dilibatkan, misal bidang Hutan dan Lahan. 6. Diperlukan rencana tindak lanjut dari pengembangan program yang telah dilakukan, misalnya bagaimana agar pihak daerah mampu mengimplementasikan program pengawasan tehadap rencana tata ruang yang mereka susun. Apakah pedoman yang telah disusun benar-benar dapat diterapkan atau perlu penyesuaian. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah menginventarisir pemda mana saja yang telah (mencoba) menerapkan program ini atau mengevaluasi sejauh mana pemda yang sudah dilatih dapat menerapkannya. 7. Program atau upaya pengendalian tata ruang sesuai dengan RTRW masih belum banyak diminati oleh pemda, namun beberapa kasus di DKI sudah mulai menunjukkan adanya ketegasan pihak pemda untuk menertibkan pemukiman di sempadan sungai yang tidak memiliki IMB. Pengendalian tata ruang masih terbatas pada kepentingan pemda sendiri. Secara paralel perlu sosialisasi UU 26/2007 terkait dengan sanksi akibat ketidaksesuaian RTRW. 8. Selama ini jika ada perbedaan antara de facto dengan de jure kawasan lindung masih belum ditindaklanjuti secara tuntas, namun masih perlu melihat bagaimana rencana atau program pemda terkait dengan pengendalian tata ruang. 9. Daya dukung lingkungan perlu dikaitkan di dalam penetapan kawasan lindung, sehingga penetapan kawasan lindung bisa disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat. 10. Adanya perbedaan peraturan terkait dengan penetapan kawasan lindung perlu di cek silang di masing-masing sektoral terkait, misalnya PU terkait dengan sempadan sungai, atau DepHut terkait hutan lindung. Lampiran_ 63 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke Lampiran 5. Matriks Analisis Kawasan Lindung (Full)
No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait Penetapan hutan lindung dilakukan oleh Departemen Kehutanan melalui penunjukkan kawasan hutan, yang termasuk di dalamnya Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi. Peta TGHK dan Paduserasi dengan skala lebih baik disediakan oleh Departemen Kehutanan
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya a. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya. Skor 175 (Kelas Lereng, Jenis Tanah & Intensitas hujan), Lereng lapangan 40 %, ketinggian 2000 m dpl.
Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. Pemanfaatan hasil kayu dilarang, SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut - Keppres 32/1990; - PP 47/1997; - SK Mentan No 837/Kpts/Um /11 /1980 - Kontur, Sungai, Titik Tinggi (untuk penyusunan elevasi dan kelerengan) '- Peta Tanah (land system) - Curah hujan Apakah kawasan hutan produksi yang memiliki kriteria tersebut bisa dianggap kawasan lindung? Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
1. b. Kawasan bergambut Kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama Ketebalan tanah gambut 3 m di hulu sungai dan rawa Fungsi: mengatur hidro-orologi, penyerap karbon, perlindungan ekosistem - -Keppres 32/1990 - Peta tanah atau Landsystem, Skala 250.000 - Data tidak tersedia dalam kualitas/skala yang memadai, klasifikasi kedalaman gambut tidak sesuai dengan kriteria dimaksud.
Pengeboran di lahan gambut perlu dilakukan di beberapa lokasi dgn kedalaman lebih dari 2,5 meter. Pemerintah daerah dan Puslitanak perlu melakukan pemetaan lahan gambut secara lebih detail Lampiran_ 64 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer,misalnya hutan rawan gambut -PP 47/1997 - Peta lahan gambut Wetland International dan Puslitanak - Tersedia untuk Pulau Kalimantan dan Sumatra Untuk wilayah luar pulau Jawa dapat menggunakan data penyebaran lahan gambut dari Wetlands International
Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan air tanah Keppres 32/1990 - Data curah hujan PU dan KLH menyusun pedoman penetapan kawasan resapan air c. Kawasan Resapan Air Daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air Curah Hujan tinggi, struktur tanah meresapkan air dan bentuk geomorfologi mampu meresepkan air hujan secara besar-besaran Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area - PP 47/1997 - Geomorfologi Kriteria tidak spesifik, sehingga menyulitkan di dalam penentuan secara spasial. Diperlukan pedoman teknis penyusunan peta resapan air yang dapat mengadopsi kriteria lokal. Perlu didiskusikan lebih lanjut dengan para ahli iklim dan tanah yang memahami karakteristik lokasi terkait. Dalam pedoman ini, penentuan kawasan resapan air tidak diterapkan.
Fungsi: mencegah abrasi dan intrusi air laut Keppres 32/1990 - Garis pantai (RBI), Bakosurtanal melakukan updating garis pantai 2. Kawasan Perlindungan Setempat d. Sempadan Pantai Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pentiing untuk kelestarian fungsi pantai Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik. Lebar minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak bukan built-up area - PP 47/1997 - Data pasang surut Penentuan titik pasang tertinggi sulit diaplikasikan secara spasial. Sebaiknya cukup menggunakan data garis pantai dari peta dasar RBI
Lampiran_ 65 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait - Minimal 100 meter kiri kanan ungai besar, 50 meter sungai kecil ar pemukiman. s di lu Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah Sungai (RBI) masih perlu dirapihkan, banyak danau- danau kecil perlu dipisahkan, data pemukiman (LULC) Dengan adanya PP 47/1997 seharusnya parameter sungai lebar dan kecil tidak berlaku lagi
Untuk tingkat provinsi dan kabupaten, kriteria ini cenderung lebih relevan. Kriteria ini digunakan dalam aplikasi dalam pedoman ini. Perlu kesepahaman antara PU, KLH dan Dephut tentang definisi sungai besar dan kecil. Bakosurtanal perlu mengupdate peta sungai. - 10-15 meter kiri kanan sungai di dalam pemukiman Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area - Keppres 32/1990
Bertanggul: minimal 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul, Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah - Secara spasial sulit mendijitasi sungai-sungai bertanggul, tidak ada data pendukung. Perlu dilakukan survey lapangan.
e. Sempadan Sungai Kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/ saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai Tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial oleh pejabat berwenang. Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area - PP 47/1997; PP 35/1991 Data sungai bertanggul dan tidak bertanggul tidak tersedia -Penetapan sempadan Sungai tidak bertanggul hanya dilakukan oleh pihak berwenang, tanpa ada kriteria dan arahan yang tegas (tidak dijelaskan siapa).
Lampiran_ 66 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait Sungai di kawasan hutan produksi: kiri kanan lebar 100 m Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah Kriteria ini sama dengan kriteria dalam KepPres 32/1990 cukup jelas Anak Sungai di kawasan hutan produksi: kiri kanan lebar 50 m Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer UU 41/1999
Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah Keppres 32/1990 - Danau RBI Dalam aplikasi
menggunakan ata dari peta RBI ini d * Lebar 50-100 meter dari titik pasang tertinggi kea rah darat Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area - PP 47/1997 - Dapat ditambahkan dari data landcover Data dasar yang tersedia tidak merinci apakah deliniasi danau dilakukan pada saat pasang tertinggi atau tidak.
Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah
f. Kawasan Sekitar Danau/ Waduk Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mepunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk Di kawasan hutan produksi selebar 500 m UU 41/1999
Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer
Lampiran_ 67 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan mata air dan air tanah Keppres 32/1990 Data tidak tersedia Data lokasi mata air tidak tersedia secara spasial. Perlu dilakukan survey lokasi mata air. Dalam aplikasi ini tidak diterapkan mengingat ketidaktersedia an data. PU dan Pemda perlu melakukan pemetaan sumber mata air yang dilindungi g. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air Jari-jari 200 meter di sekitar mata air Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, paling tidak merupakan ruang terbuka hijau bukan built-up area - PP 47/1997
h. Kawasan RTH Kota area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah yang dikelola oleh Pemda Kota. Terdapat ruang terbuka hijau publik dan privat 1. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/ jalan yang berada di kawasan perkotaan; Fungsi: mengatur hidro-orologi, pengatur iklim mikro dan estetika Perda RTRW Kota PP 47/1997; - RTRW Kota, Interpretasi - Citra High Resolution, Ground check Ditetapkan oleh Pemerintah Kota dan dimasukkan ke dalam RTRW cukup jelas *
Lampiran_ 68 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 2. jenis tanaman hias untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun asli atau domestik. Kondisi Ideal: vegetasi berupa pohon atau tanaman herba berupa taman, tanah terbuka bervegetasi, pekarangan, kebun, pemakaman, atau lahan tidur UU 26/2007
3. Proporsi ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luas wilayah dengan minimal 20% RTH publik. RTH minimal 20% (Permendagri 1/2007) Permendagri 1/2007
Adanya perbedaan proporsi minimal
4. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
5. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
Lampiran_ 69 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait yang ditanami tumbuhan.
suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 1. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; Fungsi: mengatur hidro-orologi, perlindungan habitat satwa, iklim mikro dan estetika PP 47/1997; Ditetapkan oleh Dephut da Pemkot, dimasukkan ke dalam RTRW n Cukup jelas * 2. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik; Kondisi Ideal: vegetasi berupa pohon yang rapat dan heterogen UU 41/1999; PP 63/2002
3. hutan yang terletak didalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar;
i. Hutan Kota 4. Paling sedikit 10% dari luas wilayah perkotaan
Penunjukkan kawasan hutan kota oleh Dephut
Lampiran_ 70 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 1. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta type ekosistemnya Fungsi: perlindungan ekosistem, perlindungan flora dan fauna, penyerap karbon Keppres 32/1990 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan * 2. Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. PP 47/1997 3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak/belum diganggu manusia PP 68/1998 Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
4. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelola yang efektif dengan daerah-daerah penyangga yang cukup luas * Luas total kawasan hutan (HP, HL, KPA, KSA) setidak- tidaknya 30% dari luas total wilayah DAS (UU 26/2007) UU 41/1999; UU No 5/1990
5. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satusatunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981
3. Kawasan Suaka Alam (KSA) j. Cagar Alam Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami.
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Lampiran_ 71 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 1. Tem dan yang perlu dikonservas pat hidup berkembangbiakny a suatu jenis satwa
i Fungsi: perlindungan satwa liar dan habitatnya, penyerap karbon Keppres 32/1990 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan * 2 k tinggi . Memiliki eanekaragaman dan populasi yang Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer. PP 47/1997; SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981;
3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu PP 68/1998 UU No 5/1990
k. Suaka Margasatw a Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. 4. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
Fungsi: konservasi keanekaragaman hayati, penelitian dan rekreasi Keppres 32/1990 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan * 4. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) l. Taman Nasional (TN) Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. 1. Wilayah yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer untuk di zona inti, sedangkan di zona lainnya bisa disesuaikan dengan rencana pengelolaan. SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut PP 47/1997; UU 41/1999; UU No 5/1990
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
Lampiran_ 72 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait
2. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; PP 68/1998; SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981; PerMen Kehutanan No: P.56/Menhut -II/2006
3. Satu atau beberapa ekosistem yang terdapat di dalamnya secara materi atau secara fisik tidak dapat diubah oleh eksploitasi maupun pendudukan oleh manusia;
4. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembnagkan sebagai pariwisata alam;
5. Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain yang dapat mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan
Lampiran_ 73 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait ekosistemnya. 1. Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun wasan yang ah berubah; ka sud Fungsi: pelestarian dan koleksi tumbuhan baik eksotik maupun asli, penelitian, pendidikan, rekreasi dan budaya Keppres 32/1990 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan * 2. Memiliki dahan alam, an, satwa, gejala alam; kein tumbuh dan Kondisi Ideal: vegetasi hutan PP 47/1997; UU No 5/1990
3. Mudah dijangkau dan dekat dengan pusart-pusat pemukiman penduduk; PP 68/1998
Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
4. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan
m. Taman Hutan Raya (Tahura) Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut
n. Taman Wisata Alam (TWA) Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk 1. Memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alami maupun buatan Fungsi: perlindungan ekosistem, wisata dan rekreasi SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut Keppres 32/1990 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup *
Lampiran_ 74 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 2. Memenuhi kebutuhan manusia dan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk Kondisi Ideal: vegetasi hutan atau ekosistem asli PP 47/1997; SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981; UU No 5/1990
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata alam dan rekreasi alam PP 68/1998
menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
Fungsi: pelestarian budaya dan geologi Keppres 32/1990 RTRWK Ditetapkan oleh Pemda melalui RTRW Tidak diterapkan dalam aplikasi ini * Kondisi Ideal: vegetasi hutan atau ekosistem asli PP 47/1997
5. Kawasan Cagar Budaya o. Kawasan Cagar Budaya Ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu bermanfaat tinggi untuk ilmu pengetahuan
Ditetapkan dalam RTRW PP 68/1998
Lampiran_ 75 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 6. Kawasan Rawan Bencana Alam p. Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam Sering/berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan tanah longsor, gelombang pasang dan banjir Fungsi: perlindungan kerugian bencana Kondisi Ideal: vegetasi yang mampu mengurangi dampak, tidak ada pemukiman - Keppres 32/1990 PP 47/1997 UU 24/2007 - Peta rawan banjir - Peta rawan longsor - Peta rawan gunung berapi - Peta rawan gelombang pasang - Dalam peraturan tata ruang dan kawasan lindung, tidak dijelaskan siapa pihak berwenang yang menetapkan daerah rawan bencana. Beberapa instansi sektoral memiliki Tupoksi terkait, misalnya PU Pengairan terkait dengan banjir, Direktorat Vulkanologi terkait dengan gunung berapi. di Beberapa daerah, sektor lingkungan juga berpran aktif di dalam menyediakan peta rawan bencana. Namun berdasarkan Undang-Undang Bencana Alam no 24/2007 dijelaskan bahwa kewenangan
Tidak diterapkan dalam aplikasi ini Perlunya sosialisasi pedoman pemetaan daerah rawan bencana alam oleh sektor terkait Lampiran_ 76 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait - Selain itu belum ada pedoman teknis metodologi penyusunan peta rawan serta kriteria dan tingkat rawan apa yang perlu menjadi kawasan lindung.
1. Areal yang ditunjuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan Fungsi: pelestarian satwa, wisata dan rekreasi Keppres 32/1990 *
7. Kawasan Lindung Lainnya q. Taman Buru Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan satwa buru secara teratur. 2. Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa. Kondisi Ideal: vegetasi alami, lapangan buru SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut PP 47/1997; UU 41/1999 Peta Kawasan Hutan (RTRWP/K) Ditetapkan oleh Dephut dalam peta penunjukkan kawasan hutan Kriteria yang diatur tidak perlu digunakan, cukup menggunakan data kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan setempat.
Lampiran_ 77 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 1. kawasan yang mempunyai keperwakilan ekosistem yang masih alami dan kawasan yang sudah mengalami degradasi, modifikasi, dan/atau binaan; Fungsi: konservasi hayati, pembangunan dan penelitian Ditetapkan oleh Pemerintah (Dephut) dalam peta penunjukkan kawasan cagar biosfer. Indonesia hanya memiliki 6 cagar biosfer yang sebagian besar merupakan Taman Nasional, yaitu (Komodo, Lore Lindu, Siberut, Cibodas, Leuser dan Tanjung Putting) Tidak diterapkan dalam aplikasi ini, mengingat zona inti dalam cagar biosfer merupakan kawasan taman nasional. Sedangkan zona penyangga dan zona transisi diperuntukkan untuk tujuan pemanfaatan dan pembangunan.
2. kawasan yang mempunyai komunitas alam yang unik, langka, dan indah; Kondisi Ideal: zona inti merupakan ekosistem asli, zona penyangga dan transisi bisa berupa areal budidaya dan pemukiman
r. Cagar Biosfir Keterwakilan ekosistem yang masih alami/modifikasi/binaan, komunitas alam unik langkah dan indah, bentang alam cukup luas, tempat pemantauan perubahan ekologis 3. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alami dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis;
SK penunjukkan kawasan hutan oleh Menhut PP 47/1997 Peta Kawasan Hutan
Lampiran_ 78 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 4. tempat bagi penyelenggaraan pemantauan perubahan- perubahan ekologi melalui kegiatan penelitian dan pendidikan.
1. Memiliki plasma nutfah tertentu ang belum alam konservasi yang telah ditetapkan y terdapat di d kawasan Fungsi: konservasi keanekaragaman hayati Keppres 32/1990 - Peta Rencana Kerja HPH/HTI Data tersebut umumnya dapat diakses melalui Rencana Kerja konsesi kehutanan (HPH/HTI) atau melalui Departemen Kehutanan Tidak diterapkan dalam aplikasi ini
2. Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di kawasan konservasi yang telah ditetapkan Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer PP 47/1997; SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981
3. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut
s. Kawasan Perlindunga n Plasma Nutfah Kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisiknya perlu dibina dan dipertahankan dengan maksud untuk menjaga keanekaragaman jenis plasma nutfah
Diusulkan oleh konsesi hutan dan ditetapkan oleh Dephut
Lampiran_ 79 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait 1. Merupakan wilayah kehidupan atwa yang sejak ghuni ut s semula men areal terseb Fungsi: konservasi satwaliar Keppres 32/1990 - Peta Rencana Kerja HPH/HTI Data tersebut umumnya dapat diakses melalui Rencana Kerja konsesi kehutanan (HPH/HTI) atau melalui Departemen Kehutanan
t. Kawasan Pengungsia n Satwa Kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat fisiknya perlu dibina dan dipertahankan dengan maksud sebagai tempat hidup dan kehidupan satwa tertentu. 2. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan baru bagi satwa tersebut.
3. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut Kondisi Ideal: vegetasi alami atau artifisial Diusulkan oleh konsesi hutan dan ditetapkan oleh Dephut PP 47/1997; SK Mentan No 681/Kpts/Um /8/1981
Tidak diterapkan dalam aplikasi ini
u. Kawasan Pantai Berhutan Bakau Kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai d l t Lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut t d h k h Fungsi: mencegah abrasi, intrusi air laut serta gelombang laut, pelestarian hutan, perlindungan habitat biota laut - Keppres 32/1990 - Landcover Stasiun pemantau pasang surut tidak tersebar di seluruh wilayah pantai Indonesia. Dalam aplikasi ini hanya menggunakan data penyebaran hutan bakau Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan beda pasang tertinggi dan terendah di areal hutan bakau.
Lampiran_ 80 Analisis Kawasan Lindung DAS Cisadane, Ciliwung dan Angke No Kelompok Kawasan Lindung Jenis Kawasan Lindung Definisi Kriteria Penetapan Fungsi dan Kondisi Ideal Ketetapan Tambahan Sumber Hukum Kriteria Sumber Data Permasalahan dan Keterangan Solusi atau Pendekatan Spasial Usulan bagi Instansi Terkait dan lautan terendah kearah darat Kondisi Ideal: vegetasi alami dengan tingkat suksesi primer, jenis bakau atau nipah PP 47/1997 - pasang surut Pemda perlu menetapkan kawasan hutan bakau, sehingga luas kawasan bakau yang dilindungi relatif tetap - Penyebaran terumbu karang Belum terapkan dalam aplikasi ini. v. Terumbu Karang Areal di pantai dangkal yang menjadi tempat hidup, berkembang biak, pertumbuhan, berlindung dari serangan pemangsa serta mencari makan berbagai ikan dan makhluk laut lainnya - Fungsi: Perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati - UU 26/2007
Data tersedia di DKP skala nasional Data BRNP tersedia di KLH