OMIYATI NURYUSMANIAR
I. Perforasi membran tympani
Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau
infeksi. Sumber trauma meliputi fraktur tulang tengkorak, cedera ledakan, atau
hantaman keras pada telinga. Perforasi yang lebih jarang disebbabkan oleh
benda asing (misalnya; lidi kapas, peniti kunci) yang didorong terlalu dalam ke
dalam kanalis auditorius eksternus. Selain perforasi membrana timpani, cidera
terhadap osikulus dan bahkan telinga dalam dapat terjadi akibat tindakan ini,
jadi usaha pasien untuk membersihkan kanalis auditorius sebaiknya dilarang.
Selama infeksi, membrana timpani dapat mengalami ruptur bila tekanan dalam
telinga tengah lebih besar dari tekanan atmosfer dalam kanalis auditorius
eksternus.
Penatalaksanaan. Kebanyakan perforasi membrana timpani dapat
sembuh spontan dalam beberapa minggu setelah ruptur, meskipun ada
beberapa yang baru sembuh setelah berbulan-bulan. Selama proses
penyembuhan telinga harus dilindungi dari air. Ada perforasi yang menetap
karena terjadi pertumbuhan jaringan parut pada tepi perforasi, sehingga
menghambat penyebaran sel epitel melintasi batas dan akhir penyembuhan.
Perforasi yang tak dapat sembuh dengan sendirinya memerlukan pembedahan.
Bila terjadi cedera kepala atau patah tulang temporal, pasien hharus diobserfasi
bila ada cairan serebrospinal otorea atau rinorea, cairan jernih cair dari telinga
atau hidung.
Pasien harus dilindungi dari air ketika terjadi perforasi membran
timpani. Keputusan melakukan timpanoplasti (perbaikan membran timpani)
biasanya didasarkan pada perlunya mencegah potensial infeksi dari air yang
memasuki telinga atau keinginan memperbaiki pendengaran pasien. Terdapat
berbagai pilihan tekhnik pembedahan; semua pada dasarnya dengan
meletakkan jaringan pada lubang perforasi untuk memungkinkan
penyembuhan. Pembedahan biasanya berhasil menutup perforasi secara
permanen dan memperbaiki pendengaran; biasanya dilakukan pada pasien
rawat jalan.
II. Otitis media akuta
adalah infeksi akut telinga tengah.
Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik
kedalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila
terjadi disungsi tuba eustachi seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi
saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (misalnya. Sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalnya rinitis alergika). Bakteria
yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah streptococcus
pneumoniae, hemophylus influenzae dan moraxella catarrhalis, cara masuk
bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachi akibat
kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga
tengah bila ada perforasi membrana timpani. Eksudat purulen biasanya ada
dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
Manifestasi klinik
Gejala otitis media dapat berfariasi menurut beratnya infeksi dan
bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya
unilateral pada orang dewasa dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang
secara spontan bila terjadi perforasi spontan membran timpani atau setelah
melakukan miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala lain dapat berupa
keluarnya cairan telinga, demam, kehilangan pendengaran dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak normal,
dan tak terjadi nyeri b ila aurikula digerakkan. Membrana timpani tampak
merah dan sering menggelembung.
Penatalaksanaan
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi
(misalnya, dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi), virulensi
bakteri, dan status fisik pasien. Dengan terapi antibiotika spektrum luas yang
tepat dan awal otitis media dapat hilang tampa gejala sisa yang serius.bila
terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat otik anti
biotika. Kondisi bisa berkembang menjadi sub akut (misalnya berlangsung 3
minggu-3 bulan), dengan pengeluaran cairan purulen menetap dari telinga.
Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran permanen.komplikasia sekunder
mengenai mastoid dan komplikasi intra kranial serius, seperti meningitis atau
abses otak, dapat terjadi meskipun jarang.
Miringotomi (timpanotomi) insisi pada membrana timpani dikenal
sebagai miringotomi atau timpanotomi. Membrana timpani dianastesi
menggunakan anastesi lokal seperti fenol atau menggunakan iontoforesis.
Pada iontoforesis suatu arus elektris mengalir melalui larutan lidokain-
epinefrin untuk membuat liang telinga dan membrana timpani kebas.
Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri dan berlangsung tidak sampai 15
menit, dibawah mikroskop kemudian dibuat insisi melalui membrana timpani
untuk mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa atau purulen dari
telinga tengah. Normalnya, prosedur ini tidak diperlukan untuk otitis media
akut; namun, perlu dilakukan bila nyeri menetap. Miringotomi juga
memungkinkan identifikasi organisme infeksi dan menentukan sensitifitasnya
terhadap agens antibiotika. Insisi akan menyembuh dalam 24 atau 72 jam.
Bila episode otitis media akut terjadi berulang dan tidak ada kontra indikasi,
dapat dipasang tabung ventilasi atau penyeimbang teknan (PE, pressure
equalizing). Tabung ventilasi secara temporer mengambil alih tugas tuba
eustachi dalam menyeimbangkan tekanan dan dipertahankan selama 6-18
bulan.tabung ventilasi lama-kelamaan akan di ekstrusi oleh migrasi kulit
normal membrana timpani, dan lubang dapat menyembuh pada hampir setiap
kasus. Tabung ventilasi lebih sering digunakan untuk menangani episode
otitis media akut berulang pada anak dari pada dewasa.
III. Otitis media serosa
Otitis media serosa (efusi telinga tengah) mengeluarkan cairan, tampa
bukti adanya infeksi aktif, dalam telinga tengah. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat takanan negatif dalam telinga tengah yang disebabkan
obstruksi tuba eustachii. Kondisi ini ditemukan terutama pada anak-anak;
perlu dicatat bahwa, bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang
mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga
tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani radioterapi dan
barotrauma (misalnya, penyelam) dan pada pasien dengan disfungsi tuba
eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
Barotrauma terjadi bila terjadi perubahan tekanan mendadak dalam telinga
tengah akibat perubahan tekanan barometrik, seperti pada penyelam atau pada
saat pesawat udara turun, dan cairan terangkap didalam telinga tengah.
Karsinoma yang menyumbat tuba eustachii harus disingkirkan pada orang
dewasa yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.
Manifestasi klinik
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh dalam
telinga atau perasaan bendungan, dan bahkan suara letup atau berderik, yang
terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrana timpani tampak
kusam pada otoskopi, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga
tengah. Audiogram biasanya menunjukan adanya kehilangan pendengaran
konduktif.
Penatalaksanaan
Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi
infeksi (otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan
dengan efusi telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien, maka bisa
dilakukan miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah
tetap terventilasi. Kortikosteroid, dosis rendah,kadang dapat mengurangi
edema tuba eustachii pada kasus barotrauma.
IV. Otitis media kronik
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan
patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode
berulang otitis media akut. Sering berhubungan dengan perforasi menetap
membrana timpani. Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya menyebabkan
kerusakan membrana timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan
hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotika, infeksi
mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang penggunaan
antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan
mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis
akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan
telinga yang memadai dan mengalami infeksi telingan yang tak ditangani.
Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli infeksi kronik ini dapat
mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan
kulit kedalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrana timpani ke
telinga tengah. Kulit dari menbrana timpani lateral membentuk kantung luar,
yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat
melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolestea,
dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus vasialis, kehilangan
pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erosi
telinga dalam), dan abses otak.
Manifestasi klinik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan
pendengaran dan terdapat otorea intermitten atau persisten yang berbau
busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana
daerah post aurikula menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan udema.
Kolesteatoma sendiri, biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi estoskopis
membrana timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat
terlihat sebagai massa putih dibelakang membrana timpani atau keluar ke
kanalis eksternus melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli ostoskopi. Hasil audiometri pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran kondukti atau
campuran.
Penatalaksanaa
Penanganan lokal meliputi pembersihan hati-hati telinga
menggunakan microskop dan alat penghisap. Pemberian tetes antibiotika atau
pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila ada cairan purulen.
Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan kecuali pada kasus infeksi
akut.
1. Tympanoplastik, berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila
penanganan obat tidak efektif yang paling sering adalah timpanoplastik-
rekonstruksi bedah membrana timpani dan osikulus. Tujuan
timpanoplastik adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup
lubang perforasi telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan
memperbaiki pendengaran. Dalam sejarah, ada 5 tipe timpano plastik.
Prosedur bedah yang paling sederhana, tipe I (miringoplasti), dirncang
untuk menutup lubang perforasi pada membrana timpani. Prosedur yang
lain, tipe II-V, meliputi perbaikkan yang lebih intensif struktur telinga
tengah. Struktur dan derajat keterlibatannya bisa berbeda, namun bagian
semua prosedur timpanoplasti meliputi pengembalian kontinuitas
mekanisme konduksi suara.
Tympanoplasti dilakukan melalui kanalis aiditorius eksternus, baik
secara trans kanal atau melalui insisi posaurikuler. Isi telinga tengah
diinspeksi secara teliti, dan hu bungan antara osikulus diefaluasi.
Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering pada otitis media,
namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya malformasi
telinga tengah dan dislokasi osikular akibat cedera kepala. Perbaikkan
dramatis pendengaran dapat terjadi setelah penutupan lubang perforasi dan
perbaikkan kembali osikulus. Pembedahan biaannya dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan anastesia umum.
2. Mastoidektomi , tujuan pembedahan mastoid adalah untuk mengangkat
kolosteatoma mencapai struktur yang sakit dan menciptakan telinga yang
aman, kering, dan sehat. Bila mungkin, osikulus di rekonstruksi selama
prosedur pembedahan awal. Namun, kadang beratnya penyakit
mengharuskan hal ini dilakukan sebagai bagian operasi kedua yang
terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi posaurikular,
dan infeksi dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara
mastoid. Nervus vasialis berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan
dapat mengalami bahaya selama pembedahan mastoid, meskipun jarang
mengalami cedera. Begitu pasien bangun dari pembiusan, harus
diperhatikan setiap tanda paresis vasialis yang harus segera dilaporkan ke
dokter. Bila terjsi kelemahan fasial, balutan mastoid harus dilonggarkan
dan pasien dikembalikan ke meja operasi, luka dibuka, dan nervus vasialis
didekompresi untuk melunggarkan kanalis tulang yang mengelilingi
nervus vasialis. Matoidektomi kedua mungkin diperlukan 6 bulan setelah
yang pertama untuk mengecek kekambuhan kolesteatoma. Mekanisme
pendengaran dapat direkonstruksi pada saat ini bila kolesteatoma telah
dieradikasi sempurna. Angka keberhasilan untuk mengkoreksi kehilangan
pendengaran kjonduktif ini sekita 50-60%.
Pembedahan biasanya dilakukan dengan anastesia umum dan pada
pasien rawat jalan.pasien diberi balut tekan mastoid, yang dapat dilepas
24-48 jam setelah pembedahan.
3. Osikuloplasti. Banyak orang menggunakan istilah timpanoplasti untuk
mencakup osikuloplasti, yang merupakan rekonstruksi bedah tulang
telinga tengah untuk mengembalikan pendengaran. Prostesis sering
digunakan untuk menyambung kembali osikulus sehingga mengembalikan
mekanisme konduksi suara. Prostesis ini dibuat dari berbagai material
termasuk teflon, stainless steel (benda tahan karat), dan hidroksiapatit.
Semakin besar kerusakan, semakin rendah angka keberhasilan untuk
mengembalikan pendengaran normal.
V. Otosklerosis
Otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan dan disebabkan oleh
pembentukan baru tulang spongius yang abnormal, khusunya sekitar jendela
ovalis, yang mengakibatkan viksasi stapes, lebih sering pada wanita, biasanya
bersifat herediter dan dapat memberat kehamilan. Efesiensi transmisi suara
menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan tidak dapatt
menghantarkan suara yang dihantarkan dari maleus dan inkus ketelinga
dalam. Kondisi ini dapat mengenai satu atau kedua telinga dan muncul
sebagai kehilangan pendengaran konduksi atau campuran yang progresif.
Pasien mungkin mengeluh menderita tinitus tapi bisa juga tidak.. pemeriksaan
otoskopis biasanya menemukan membrana timpani yang normal. Konduksi
tulang lebih baik dari pada konduksi udara pada uji Rinne. Audiogram akan
menguatkan adanya kehilangan pendengaran konduktif atau campuran,
khususnya pada frekwensi rendah.
Belum diketahui penganan lain selain bedah pada otosklerosis,
meskipun ada banyak orang yang percaya pada penggunaan flourical
(suplemen fluorida) dapat memperlambat pertumbuhan tulang spongiosa
abnormal. Rehabilitasi auditori pasien dapat dilakukan dengan amplifikasi
(alat bantu dengar) atau pembedahan. Biasanya dilakukan stapedektomi
melalui transkanal dan berupa pengangkatan seluruh stapes dan memasang
prostesis yang cocok. Beberapa ahli bedah memilih hanya mengambil
sebagian dataran kaki stapes (stapedektomi) dengan harapan hasilnya lebih
baik. Tampa memperhatikan metode yang digunakan, protesis dapat
membantu menjembatani gap antara inkus dan telinga dalam, sehingga
konduksi suara lebih baik. Gangguan keseimbangan atau vertigo sejati, yang
jarang terjadi pada pembedahan telinga tengah lainnya, dapat terjadi selama
waktu yang singkat setelah stapedektomi. Pembedahan stapes mempunyai
keberhasilan tinggi dalam memperbaiki pendengaran.
VI. Massa telinga tengah
Selain kolesteotoma, massa didalam telinga tengah sangat jarang.
Glomus jugulare merupakan tumor yang timbul dari bulbus jugularis. Tumor
yang secara histobiologis identik dengan tumor yang tumbuh dari nervus
jacobson dan tetap terbatas pada telinga tengah dinamkan glomus
tympanikum. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak bintil kemerahan pada atau
dibelang membrana tympani menunjukan adanya tumor glomus. Penanganan
tumor glomus adalah pembedahan kecuali pada kandidat bedah yang buruk,
dimana lebih baik digunakan terapi radiasi.
Neuroma nervus vasialis adalah tumor nervus VII, nervus vasialis.
Jenis tumor ini sering tak terli tetapi dicurigai ada bila pasien datang pada
pemeriksaan otoskopi tetapi dicurigai ada bila pasien datang dengan paresis
nervus vasialis. Evaluasi radiologis perlu dilakukan untuk menentukan letak
tumor pada sepanjang nervus vasialis. Penangananya adalah pengangktan
bedah.
Masalah yang lebih jarang terjadi pada telinga tengah meliputi
granuloma kolesterin dan timpanosklerosis. Granuloma kolesterin adalah
reaksi sistem imun terhadap produk samping darah (kristal kolesterol) didlam
telinga tengah. Timpanosklerosis adalah timbunan kolagen dan kalsium
didalam telinga tengah yang dapat mengeras diseputar osikulus sebagai akibat
infeksi berulang. Dapat juga ditemukan sebagai plak pada membrana timpani,
dimana tidak menimbulkan konsekwensi yang berarti.
(Brunner & suddart.2001. buku ajar keperawatan medikal-bedah.EGC:
jakarta);