BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebanyakan di antara kita beruntung karena dapat mendengarkan bunyi
musik, suara, dan di atas segala galanya, pembicaraan orang. Kadang
kadang diam adalah emas, tetapi diam hanya berarti emas jika dapat
memilih untuk tidak mendengar (Swartz, 1995).
Meskipun anak normal dilahirkan dengan alat alat yang diperlukan
untuk berbicara, mereka tidak dilahirkan dengan kemampuan untuk berbicara.
Telinga dan otak memadukan dan mengolah suara, sehingga membuat anak
dapat menirunya. Jika suara tidak dapat didengar, ia tidak dapat ditiru. Bunyi
tidak dapat menjadi kata kata; kata kata tidak akan menjadi kalimat;
kalimat tidak akan menjadi pembicaraan; pembicaraan tidak akan menjadi
bahasa (Swartz, 1995). Untuk itu, untuk dapat mendengar diperlukan telinga
sebagai organ yang akan menerima gelombang suara untuk dipersepsikan
diotak.
Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indra ini adalah
saraf kranial ke delapann atau nervus auditorius. Telinga terdiri atas tiga
bagian: telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam. (Pearce, 2009)
Telinga merupakan organ pendengaran dan juga memainkan perang
penting dalam mempertahankan keseimbangan. Baguan bagian yang
berperan dalam pendengaran: bagian luar, bagian tengah, dan koklea. Bagian
bagian yang berperan dalam keseimbangan: kanal semi-sirkular, utrikel,
sakulus (Watson, 2002).
Telinga adalah organ tubuh manusia yang melekat pada kedua sisi kepala
manusia yang memiliki fungsi untuk mendengar.
Seperti halnya mata yang peka terhadap cahaya, telinga peka terhadap
bunyi. Telinga memiliki tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar terdiri atas struktur eksternal yang langsung dapat dilihat
yang dikenal sebagai pinna (daun telinga) dan liang telinga, dimana
gelombang suara yang datang diarahkan secara langsung menuju telinga
2
bagian tengah. Pada akhir dari liang telinga terdapat membran timpani.
Adanya suara menyebabkan membran tersebut bergetar (Hegner, 2003).
Pendengaran adalah suatu proses persepsi untuk melukiskan konsep ini,
ambillah tinnitus sebagai contoh. Tinnitus, nama yang diberikan untu sensasi
bunyi pada satu atau kedua telinga, sangat sering menyertai tuli. Kalau ada
tinnitus, hamper selalu ada kehilangan pendengaran sampai tingkat tertentu.
Sebaliknya, kalau tidak ada kehilangan pendengaran yang lumayan, jarang
ada tinnitus. Tetapi, anak anak dilahirkan tuli, tidak mengeluh tinnitus.
(Swarz, 1995)
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah fisiologi
telinga sebagai pendengaran dan keseimbangan serta mekanisme terjadinya
pendengaran.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah mengetahui fisiologi telinga
sebagai pendengaran dan keseimbangan serta mekanisme terjadinya
pendengaran. Tujuan lainnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah THT.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. FISIOLOGI TELINGA SEBAGAI PENDENGARAN DAN
KESEIMBANGAN
1. Fisiologi Telinga Sebagai Pendengaran
Suara ditimbulkan akibat getaran atmosfer yang dikenal sebagai
gelombang suara, yang kecepatan dan volumenya berbeda beda.
Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang
menyebabkan membran timpani bergetar (Pearce, 2009).
Gelombang suara diterima dan dikumpulkan oleh daun telinga
masuk ke dalam MAE yang kemudian akan sampai pada membran
timpani. Oleh karena membran timpani bersama dengan rantai osikula
dengan aksi hidrolik dan mengungkit, energi bunyi akan diperbesar
menjadi 25 30 kali (27 kali) untuk dihantarkan ke telinga dalam.
Penguatan tersebut diperlukan sebab untuk menggerakkan medium cairan
(perilimf dan endolimf) diperlukan oleh cairan perilimf sampai ke organ
Corti di dalam koklea tempat getaran diubah dari sistem konduksi ke
sistem saraf (N. VIII) dan akhirnya sampai ke otak. Penghantaran suara
sampai ke osikula disebut sistem konduksi. Dengan demikian, kelainan
pada sistem ini akan menimbulkan ketulian yang disebut tuli konduksi
(Herawati, 2003).
Getaran suara dari stapes (osikula yang terakhir) akan berubah dari
gelombang udara menjadi gelombang perilimf dan endolimf sehingga
menimbulkan rangsangan pada organ Corti dan selanjutnya sampai pada
N. VIII. Kelainan pada system ini akan menimbulkan tuli yang sifatnya
persepsi (saraf) yang disebut tuli persepsi. Terai dan prognosis dari tuli
konduksi pada umumnya baik sedangkan pada tuli persepsi kurang baik
(Herawati, 2003).
Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau
tidak enak, hingar-bingar atau musikal. Istilah istilah ini digunakan
dalam artinya yang seluas luasnya. Gelombang suara yang tak teratur
4
menghasilkan keributan atau kehingarbingaran, sementara gelombang
suara berirama teratur menghasilkan bunyi musikal enak. Suara merambat
dengan kecepatan 343 meter per detik dalam udara tenang, pada suhu
15.5C (Pearce, 2009).
2. Fisiologi Telinga Sebagai Keseimbangan
Pengaturan keseimbangn di dalm telinga dalam diatur oleh apparatus
vestibularis yang memberikan informasi penting untuk sensasi
keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan mata dan posisi
tubuh. Aparatus vestibulari terletak di dalam tulang temporalis di dekat
koklea-kanalis semisirkularis dan organ otolit yaitu skulus dan utrikulus
(Sherwood, 2001).
Kanalis semissitkularis terdiri dari tiga saluran semisirkuler yang
tersusun dari tga dimensi bidang yang tegak lurus satu sama lain di dekat
koklea jauh di dalam tulang temporalis. Ini berfungsi mendeteksi akselaris,
deseleasi rotasional atau angular (Sherwood, 2001).
Utrikulus mempunyai struktur sepeti kanting di rongga bertulang
antara koklea dan kanalis semi sirkularis. Ini mempunyai fungsi
mendeteksi perubahan kepala menjauhi sumbu vertical dan mengerahkan
akselerasi dan deselerasi linear secara horizontal (Sherwood, 2001).
Sakulus terletak di samping utrikulus. Ini mempunyai fungsi
mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi sumbu horizontal dn
menarahkan akselerasi dan menarahkan akselerasi dan deselerasi linear
secara vertical (Sherwood, 2001).
B. MEKANISME TERJADINYA PENDENGARAN
Gelombang suara adalah suatu gelombang getaran udara yang timbul
akibat getaran sebuah obyek. Vibrasi senar biola atau pita suara menimbulkan
getaran udara kontak dengannya dan menghasilkan gelombang getaran yang
menyebar ke semua arah, seperti riak kolam air yang muncul bila air kolam
dilempari kerikil (Watson, 2002).
5
Untuk menghasilkan suara, vibrasi harus berada pada kecepatan tertentu.
Telinga manusia dirangsang hanya oleh vibrasi dengan kecepatan antara 30
sampai 30.000 perdetik. Getaran yang lambat menimbulkan nada yang rendah,
dan vibrasi yang cepat menimbulkan suara yang tinggi. Inilah penyebab suara
pria lebih rendah daripada suara wanita, yakni karena pita suara pria lebih
panjang dan bergetar lebih lambat, sementara pita suara wanita lebih pendek
dan bergetar lebih cepat. Pertumbuhan laring yang cepat, yang menyebabkan
pita suara memanjang pada masa pubertas, menyebabkkan suara pecah
(Watson, 2002).
Gelombang suara dihantar dengan kecepatan 340 meter/detik, lebih
lambat daripada kecepatan cahaya. Oleh karena itu kilat terlihat sebelum
guntur (Watson, 2002).
Gelombang suara secara normal dihantarkan oleh udara, tetapi juga dapat
melewati benda padat dan pada kenyataanya, hantaran benda padat lebih
cepat daripada hantaran udara. Misalnya, jika Anda meletakkan telinga di
dasar lantai, Anda dapat mendengar langkah kaki dari jarak yang lebih jauh
daripada mendengar biasa (hantaran udara). Akan tetapi, bagaimanapun,
secara normal, orang akan mendengar melalui hantaran udara (Watson, 2002).
Pendengaran, dalam hal ini gelombang suara, membuat membran
timpani bergetar, sehingga osikel dan vestibule fenestra bergeta, yang
kemudian menyebabkan perilimfe bergerak. Saat cairan dalam telinga tidak
tertekan, perilimfe dapat bergetar hanya jika fenestra koklea mampu
menonjol keluar seiring fenestra vestibule menonjol ke dalam. Akibatnya,
dibutuhkan dua jendela di dalam telinga dalam. Vibrrasi perilimfe
menuyebabkan vibrasi pada endolimfe, sehingga rambut rambut getar
menonjol ke dalam dan merangsang ujung ujung saraf pada membran
koklea. Saraf membawa rangsangan ke dalam pusat pendengaran di lobus
temporal otak, tempat rangsangan dinilai dan diinterpretasi (Watson, 2002).
Penilaian tersebut menyebabkan stimulus dibawa oleh saraf pendengaran
ke pusat pendengaran, tetapi arti suara tersebut tergantung pengalaman
sebelumnya dan kekuatan pemberian makna (Watson, 2002).
6
C. SENSITIVITAS TELINGA MANUSIA
Telinga manusia dapat mendengar bunyi dengan frekuensi 20 10.000
Hertz (Hz). Frekuensi tersebut disebut audiosound, sedangkan frekuensi di
bawah 20 Hz disebut infrasound dan di atas 20.000 Hz disebut ultrasound.
Dengan bertambahnya usia, kemampuan mendengar frekuaensi tinggi akan
semakin menurun,, bunyi yang paling sensitive bagi telinga manusia adalah
yang frekuensinya 500 2000 Hz yang disebut frekuensi bicara.
Rentang pendengaran atau instensitas yang dapat didengar adalaha 0 -130
desibel (dB). Nol dB adalah intensitas bunyi terkecil yang masih dapat
didengar oleh orang dewasa muda yang normal (ambang pendengaran
normal), sedangkan 1300 dB merupaka ambang nyeri (di atas 130 dB orang
tidak dapat mendengar lagi tetapi merasakan nyeri)
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gelombang udara mula-mula dikumpulkan oleh daun telingah
selanjutnya gelombang menabrak gendang telinga,hal ini menyebabkan
tulang-tulang di telinga tengah maleus incus stapes bergetar.akibat gelombang
suara di terjemahkan menjadi getaran gerak,yang menggetarkan apa yang
disebut jendela lonjong yang selanjutnya menyebabkan cairan yang berada
di dalam rumah siput bergetar.disini getaran gerak di ubah menjadi denyut
syaraf yang bergerak menuju otak melalui syaraf tepi otak auditory ke 8.
B. SARAN
Diharapkan proses belajar mengajar kedepanya dapat lebih di
tingkatkan bukan hanya dengan melalukan diskusi semata karna tidak semua
mahasiswa mamu menerima mata kuliah dengan metode diskusi.
8
DAFTAR PUSTAKA
Ethel,Slonane. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Hegner, Barbara., Caldwell, Esther. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu
Pendekatan Pross Keperawatan. Jakarta: EGC
Herawati, Sri., Rukmini, Sri. 2003. Buku Ajar: ILMU PENYAKIT TELINGA
HIDUNG TENGGOROK Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi .
Jakarta: EGC
Pearce, C, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Penerbit
Buku Kedokteran.EGC : Jakarta
Swart, H, Mark. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakerta:EGC
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi 10. Jakarta:
EGC