Anda di halaman 1dari 25

STMIK RAHARJA

Elma Permata
Sari

Sri Maryani
Thea Puspita
2014
Metode Analisis Data
MA R Y A N I . I L E A R N I N G . ME
1. BALANCED SCORECARD


Studi Kasus PT KOJO

Oleh: Irman Musafir Sufi
Balanced Scorecard (BSC) merupakan suatu sistem manajemen pengukuran dan pegendalian
yang secara capat, tepat dan komprehensif dapat memberiakan pemahaman kepada manajer
tentang performance bisnis. Pengukuran tersebut memandang unit bisnis dari empat
persepektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta
proses pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard Sebagai Sisitem Manajemen
Strategis Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan sebab-sebab kegagalan dari beberapa
perusahaan dan keberhasilan dari perusahaan yang lainnya.
Balanced Sorecard Sebagai Alat Ukur Kinerja Perusahaan Balanced Scorecard selain dapat
berfungsi sebagai alat pengukur kinerja juga dapat sebagai alat ukur keberhasilan organisasi
yang bersifat multidimensional yang dikembangkan sebagai dasar dan pedoman untuk
menetapkan beberapa hal seperti :
Terpenuhinya harapan dan kebutuhan semua pihak yang terkait dengan organisasi
(stakeholder). Kesiapan organisasi untuk menjaga kelangsungan hidupnya dimasa depan
yang penuh gejolak. Sudah diperhitungkannya seluruh kekayaan dan potensi yang dimiliki
organisasi pada waktu disiapkan strategi dan misi untuk mewujudkan cita-cita
bersama. Selain itu juga BSC akan berfungsi sebagai instrument manajemen yang bersifat
sebagai instrument manajeman yang bersifat strategis dan sistematis. Manfaat yang
didatangkan dengan menerapkan BSC sebgai alat ukur kinerja terhadap perusahaan dilihat
dari perspektif yang dicakup olehnya adalah sebagai berikut :
Perspektif keuangan Memberi gambaran ringkas mengenai konsekuensi ekonomi dan
tindakan strategis yang diambil organisasi.
Pespektif pelanggan Memberikan kepuasan dan nilai tinggi kepada pelanggan, sehingga
dapat dipertahankan pelanggan lama dan ditingkatkan pelanggan baru.
Perspektif Bisnis Internal Menjaga adanya proses bisnis yang memungkinkan perusahaan
menjaga efisiensi dan produktivitas proses operasi dengan memanfaatkan teknologi terbaik
dan cara-cara paling tepat.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Menjamin agar perusahaan mampu
beradaptasi dengan baik dan mampu melakukan perubahan sesuai dengan perubahan yang
terjadi dilingkungannya. Metode BSC berusaha untuk menggabungkan ukuran-ukuran
finansial dengan ukuran- ukuran performansi yang menjadi pendorong peningkatkan
performansi di masa mendatang. Keunggulan Perenacanaan Strategis Menggunakan Metode
BSC Keunggulan penggunaan BSC sebagai alat penyusunan rencana strategis perusahaan
adalah dihasilkannya sasaran strategis yang komprehensif, koheren, terukur dan seimbang.
Komprehensif
Balanced Scorecard menjanjikan kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kinerja
keuangannya dalam jangka panjang melalui kekomprehensivan sasaran-sasaran startegis yang
dihasilkan dalam perencanaan stategisnya.
Koheren
Penggunaan BSC dalam perencanaan strategis dapat menghasilkan sasaran-sasaran strategis
yang koheren, yaitu dihasilkannya hubungan sebab akibat antara sasaran strategis non
keuangan degan sasaran strategis keuangan serta hubungan antara sasaran non keuangan
dengan sasaran non keuangan lainnya.
Jadi, sasaran strategis yang dihasilkan pada perspektif non keuangan tidak ada yang tidak
bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategis keuangan.
Terukur
Keterukuran sasaran strategis menjadikan sasaran tersebut jelas sehingga menjanjikan
ketercapainya sasaran tersebut. Sasaran yang dihasilkan akan diukur dalam dua macam
ukurang hasil dan pemicu.
Seimbang
Sasaran strategis yang dihasilkan perlu diarahkan ke dalam empat perspektif secara seimbang.
Perspektif proses bisnis dan belajar dan pertumbuan berfokus ke dalam perusahaan sedang
pelanggan dan keuangan berorentasi keluar perushaan. Jadi, dengan BSC akan dihasilkan
sasaran strategis.
Beberapa alasan pentingnya BSC mengkomunikasikan strartegi yaitu : Menerapkan visi
masa depan organisasi ke seluruh perusahaan, sehingga menciptakan pemahaman yang
sama. Menciptakan model yang holistic dari strategi yang mengijinkan semua karyawan
untuk melihat hubungan kontribusi mereka terhadap organisasi. BSC berfokus pada
perubahan, jadi jika tujuan dan ukuran yang tepat sudah diidentifikasikan, akan kemungkinan
pelaksanaan berhasil akan sangat besar.

PERFORMANCE MANAGEMENT SYSTEM DI PT KOJO
PT. KOJO adalah perusahaan yang bergerak dibidang property migas yang beroperasi di
wilayah Kalimantan Timur dan Riau, Klien PT KOJO terdiri dari para kontraktor Migas
seperti Schlumberger, Haliburton, BJ Service, EMI dll. PT. KOJO menerapkan Performance
Management system dengan pola 2 kaki yaitu management by Objective dengan
mengimplementasikan Balanced Scorecard dan Management by values melalui competency
model. KOJO mencoba menyeimbangkan orientasi hasil dan orientasi proses, mencoba
membangun system pengukuran kinerja serta membangun juga budaya perusahaan yang
mantap dan dapat dianut oleh seluruh stakeholders.
Lebih jauh lagi dalam implementasinya, KOJO juga focus dalam menciptakan tenaga kerja
yang professional dengan menggunakan system pengukuran balanced scorecard. Melalui
balanced scorecard setiap departemen harus terlibat dalam menunjang rencana strategis
perusahaan.
Dalam tataran operasionalnya keseluruhan sasaran strategis akan diturunkan kedalam sasaran
strategis departemen (cascading) dan masing-masing diberikan Key Performance Indicator
untuk mengukurnya.



TREND WATCHING MELALUI ANALISA SWOT BERBASIS BALANCED
SCORECARD
Mengawali proses Balanced Scorecard KOJO melakukan analisa SWOT dengan berbasis
balanced scorecard sehingga didapat sebagai berikut:

Ancaman Peluang Kekuatan Kelemahan
Keuangan
Inflasi,
kenaikan harga
pangan, listrik
dan fluktuasi
harga minyak
Perkembangan
ekonomi yang
bagus
Keuangan yang
sehat
Cashflow yang
kurang terkelola
Pelanggan
Kompetitor
baru
Munculnya
pelanggan baru
di migas
Reputasi
perusahaan di
bidang support
base
Pelayanan yang
kurang
maksimal
Proses
Internal
Audit client
dan Gangguan
LSM lokal
Adanya upaya
untuk
perbaikan
proses
pelayanan dan
produksi
Terjaganya
prosedur
melalui sistem
Balanced
Scorecard
Ktidak
konsistenan
dalam
menjalankan
prosedur
Pembelajaran
dan
pertumbuhan
Pembajakan
karyawan
Munculnya
karyawan
muda dan
terampil
Manajemen
yang
berpengalaman
Masih adanya
karyawan tua
dan kurang
terampil

Terdapat kondisi yang mendukung dilakukannya perancangan dan penerapan BSC sebagai
suatu sistem manajemen strategis yang sekaligus digunakan sebagai instrumen pengukuran
kinerja di PT. KOJO.
Kondisi Pertama, yang mendukung penerapan BSC adalah PT. KOJO telah memiliki visi
dan misi yang jelas dan mudah dipahami serta dituangkan dalam konsep-konsep strategis
yang gamblang. Hal ini relatif memudahkan identifikasi sasaran strategis perusahaan dan
perancangan model BSC yang sesuai dengan arah strategi perusahaan. Keberhasilan
identifikasi strategi perusahaan beserta sasaran-sasarannya akan memudahkan pemilihan
berbagai tolok ukur kinerja bisnis yang sesuai untuk PT. KOJO.
Kondisi Kedua, struktur organisasi PT. KOJO yang didominasi oleh keleompok-kelompok
fungsional ( Urusan-urusan dan grup-grup) relatif berhasil mengurangi herarkisme organisasi.
Hal ini memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif diantara seluruh individu dalam
organisasai. Dengan demikian visi, misi dan strategi usaha yang dirancang di tingkat puncak
akan dapat dikomunikasikan secara efektif keseluruh individu dalam organisasi perusahaan.
Kesatuan pemehaman seluruh individu atas visi, misi dan strategi perusahaan sangatlah
penting untuk mendukung keberhasilan implementasi BSC untuk mengukur kinerja bisnis,
dan juga proses evaluasi serta proses umpan baliknya. Dengan adanya kesatuan pemahaman
tersebut, setiap individu akan berusaha menyelaraskan tujuan atau sasaran kerjanya ( personal
goals ) dengan sasaran strategis perusahaan, sehingga pada akhirnya pencapaian sasaran
strategis perusahaan akan berarti pencapaian tujuan setiap individu. Hal ini pada akhirnya
akan memberikan kepuasan kerja pada seluruh karyawan, dan manajemen pun akan lebih
mudah melakukan penilaian atas kinerja setiap individu guna menentukan kompensasi secara
objektif.
Kondisi Ketiga, kondisi persaingan yang semakin meningkat, mendorong PT KOJO untuk
senantiasa merumuskan dan mengevaluasi secara terus menerus strategi usahanya untuk
dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Untuk dapat mengevaluasi efektivitas strategi
usaha pencapaian sasaran-sasaran strategis perusahaan secara tepat, PT. KOJO memerlukan
suatu instrumen pengukuran kinerja bisnis yang dapat memberikan informasi tentang
keberhasilan strategi dan operasi bisnis perusahaan secara komprehensif, bukan hanya dari
aspek keuangan, namun juga dari seluruh aspek yang terlibat dan berpengaruh secara
signifikan terhadap proses bisnis secara keseluruhan. Karakteristik instrumen pengukuran
kinerja seperti ini dapat ditemukan pada konsep BSC.
Kondisi Keempat, komposisi sumber daya manusia di PT. KOJO yang sebagian besar
berusia relatif muda ( 49% pegawai berusaha dibawah 30 tahun, 45% berusia antara 31-40
tahun, dan sisanya diatas 40 tahun ) yang sebagian besar berpendidikan sarjana
memungkinkan adanya dinamika dan progresivitas proses manajerial. Lazimnya, pegawai
berusia muda relatif lebih tanggap terhadap perubahan dan lebih dapat diterima adanya sistem
baru secara mudah. Kondisi semacam ini jelas sangat kondusif bagi penerapan BSC sebagai
instrumen pengukuran kinerja bisnis di PT. KOJO.
Dengan kondisi-kondisi seperti tersebut diatas maka PT. KOJO sangat tepat untuk segera
menerapkan sistem strategis manajemen berbasis BSC yang dapat digunakan sebagai suatu
sistem pengukuran kinerja yang komprehensif dalam melihat kinerja perusahaan dari
berbagai sudut pandang yang sangat seimbang.

PENENTUAN VISI DAN MISI SERTA STRATEGI
Untuk menjalankan kegiatan operasionalnya, PT. KOJO telah menyusun perencanaan bisnis
dimana di dalamnya diterapkan visi dan misi perusahaan, yang merupakan pernyataan tujuan
jangka panjang perusahaan, termasuk strategi yang akan digunakan untuk berkompetisi.
Visi
Perusahaan yang terpercaya dalam pengembangan property di bidang industry
pertambangan dan energy global

Misi
Perusahaan Maju yang memberikan pelayanan yang inovatif dalam memenuhi kebutuhan
client serta dikelola secara professional

Values
Pernyataan misi diatas telah memperhatikan perspektif secara berimbang:
1. Keuangan, yang ditransformasikan dengan perusahaan maju
2. Pelanggan, yang ditransformasikan dengan dalam memenuhi kebutuhan client
3. Bisnis internal, yang ditransformasikan dalam pelayanan yang inovatif
4. Pertumbuhan dan pembelajaran, yang ditransformasikan dengan secara professional. Hal ini
menunjukkan perhatian perusahaan pada upaya peningkatan keahlian dan profesionalitas
pegawai


PROSES DESIGN BALANCED SCORECARD
Dalam tahap awal perancangan BSC haruslah dibentuk tim kerja yang dipimpin oleh
Pimpinan dengan anggota dari berbagai bagian dalam perusahaan, sehingga seluruh bagian
dalam perusahaan terwakili. Tim kerja ini akan didampingi dan bekerja sama dengan Tim
dari luar perusahaan yang mengerti dan memahami konsep ini secara baik dan benar. Dalam
contoh ini Tim kerja dari dalam perusahaan tidak dibentuk, oleh karenanya rancangan ini
nantinya diharapkan dapat menjadi model dasar BSC yang dapat diimplementasikan di PT.
KOJO atau sebagai contoh bagi perusahaan lain.
Proses selanjutnya dari perancangan BSC ini adalah mengevaluasi visi, misi dan strategis
yang ada. Apakah masih akan dipertahankan atau dilakukan perubahan sesuai dengan hasil
analisis terhadap visi dan misi perusahaan termasuk analisis terhadap strategis yang
digunakan. Hal ini akan lebih baik jika didukung oleh suatu penelitian mengenai tren industri
oil support base.

PENENTUAN STRATEGI
Tahapan selanjutnya adalah penentuan strategi yang akan digunakan oleh PT. KOJO dalam
menjalankan usahanya.

Model ini menunjukan dua variabel untuk menentukan strategi perusahaan, yaitu daya tarik
industri ( industry attractiveness ) dan kekuatan bisnis perusahaan ( business strength ) dalam
penguasaan pangsa pasar yang ada.
Dari hasil analisis ternyata daya tarik industri tinggi, hal ini terbukti dengan banyaknya
peminat yang masuk wilayah oil support base, dan PT KOJO, memiliki kekuatan usaha yang
sangat kuat dalam penguasaan pangsa pasar. Maka strategi yang dipilih adalah strategi
pertumbuhan ( growth strategy ). Pertimbangan lainnya dalam pemilihan strategi ini adalah
kesesuaian visi dan misi perusahaan. Dimana untuk dapat mencapai visi dan misi perusahaan
seperti tersebut diatas maka perusahaan harus terus berkembang.

PEMILIHAN PERSPEKTIF DAN PENENTUAN SASARAN STRATEGIS
Penentuan persepektif yang akan digunakan untuk menjabarkan strategi ke dalam istilah-
istilah operasional ( translating strategy into operational terms ) dilakukan dengan
memperhatikan keseimbangan antara aspek keuangan dan non keuangan, aspek masa lalu dan
aspek masa depan, serta aspek eksternal dan aspek internal. Untuk itu empat perspektif yang
ditawarkan Kaplan dan Norton dalam konsep BSC diterapkan yaitu :
1. Perspektif Keuangan
2. Perspektif Pelanggan
3. Perspektif Internal Bisnis, dan
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Keempat perspektif tersebut dianggap mencukupi dengan sedikit perubahan nama dalam
perspektif pelanggan menjadi perspektif nasabah, sesuai dengan keunikan dari industri
perbankan itu sendiri dimana pelanggan memiliki penamaan sendiri yaitu client .
Dari berbagai data yang ada seperti data perancangan strategis dari hasil wawancara dengan
berbagai pihak di PT. KOJO, yaitu penentuan sasaran-sasaran strategis didalam setiap
perspektif, dapat di laksanakan. Dari proses ini penentuan sasaran-sasaran strategis PT.
KOJO adalah :
1. Meningkatkan pendapatan melalui proyek konstruksi dan efisiensi.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kepada client.
3. Meningkatkan jumlah workshop untuk disewakan.
5. Mengembangkan teknologi.
6. Meningkatkan profesionalisme pegawai, dan
7. Meningkatkan pengawasan dan budaya patuh pada aturan.

Sasaran strategis tersebut kemudian diturunkan ke tingkat divisi dan departemen.
Dari seluruh sasaran strategis yang sudah disiapkan dibuatlah masing-masing KPI (Key
Performance Indicator)nya, KPI tersebut diturunkan pula dari KPI strategi sampai dengan
KPI departemen, bahkan untuk keperluan evaluasi karyawan diturunkan pula ke tataran
Job/Jabatan. Berikut contohnya:

Untuk mempermudah proses cascading strategi maka dibuatlah peta strategy (strategic
mapnya),

PERSPEKTIF KEUANGAN PT. KOJO
Dengan strategi pertumbuhan pendapatan tersebut, maka tolok ukur keuangan yang
sebaiknya dijadikan sebagai tolok ukur kinerja bisnis yang utama adalah tolok ukur keuangan.
Tolok ukur ini dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian sasaran strategis PT.
KOJO dalam hal pendapatannya, yaitu :

a. Return on Assets ( ROA ) Yaitu persentase laba kotor yang dicapai perusahaan
dibandingkan dengan total aktiva perusahaan. Kenaikan atau penurunan ROA dari
satu periode akuntansi berikutnya dapat dijadikan ukuran pertumbuhan pendapatan
perusahaan. Jika tolok ukur ini dirata-ratakan untuk beberapa periode, akan
menghasilkan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata ( average growth rate )
b.
b. Net Margin ( Laba setelah Pajak ). Pertumbuhan atau penurunan laba dari period eke
periode juga dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan pertumbuhan pendapatan
perusahaan. Jika tolok ukur ini dirata-ratakan untuk beberapa periode, akan menghasilkan
tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata ( average growth rate )

c. Revenue mix ( bauran pendapatan ) Yaitu melihat pendapatan dari berbagai sumber
darimana pendapatan tersebut diperoleh, seperti bernagai macam produk atau nasabah
(segmen ). Ukuran ini untuk mengukur kinerja atau profitabilitas berbagai macam produk
yang ada dan setiap segmen nasabah.

PERSPEKTIF CLIENT PT. KOJO
Sasaran stratedi dalam perspektif nasabah meliputi :
1. Miningkatkan mutu pelayanan kepada client, dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan
client dan juga mempertahankan client.
2. Meningkatkan jumlah workshop untuk disewakan. Dengan tujuan untuk meningkatkan
jumlah client dan pangsa pasar.
3. Kedua sasaran strategis tersebut diatas sejalan dengan strategi pertumbuhan perusahaan
dan sasaran strategis berupa meningkatkan pendapatan pada perspektif keuangan. Dengan
demikian, tolok ukur yang tepat untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis
dalam perspektif nasabah adalah :

a. Tingkat Kepuasan client ( client satisfaction ) Tolok ukur ini dapat diketahui melalui
survey kepada client secara periodic. Salah satu metode survey yang dapat digunakan adalah
dengan metode servqual. Metode ini merupakan cara untuk mengetahui seberapa besar
kesenjangan ( gap ) antara harapan ( expectation ) client dan persepsi client terhadap
pelayanan yang diberikan PT. KOJO. Masing-masing item pernyataan dari harapan dan
persepsi nasabah diberikan nilai ( score ) untuk dapat melihat selisih ( gap ) antara harapan
pelanggan dan persepsinya.

b. Penguasaan Pasar ( marker share ) Tolok ukur ini merupakan tolok ukur yang penting
karena terkait erat dengan visi PT. KOJO. Pangsa pasar dihitung dari besarnya pasar atau
jumlah nasabah yang berhasil dikuasai PT. KOJO dibandingkan dengan total pasar atau
jumlah nasabah potensial dalam bisnis oil support di indonesia. Secara singkat peningkatan
penguasaan pangsa pasar ini disebabkan oleh dua hal yaitu kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan client lama dan memperoleh client baru.

c. Kemampuan untuk mempertahankan client lama atau retensi client ( client
retention ). Tolok ukur ini dapat dihitung dari perbandingan antara jumlah pelanggan yang
tetap setia dengan KOJO untuk suatu periode sebelumnya. Hasilnya dibandingkan dengan
standar atau criteria yang telah ditentukan, untuk menilai apakah PT KOJO dapat
mempertahankan clientnya dengan baik atau tidak.

d. Kemampuan memperoleh client baru atau akuisisi client ( client acquisition ) Tolok ukur
ini dapat dilihat dari besarnya jumlah client baru yang berhasil diperoleh PT. KOJO
dibandingkan dengan estimasi jumlah pelanggan potensial atau dibandingkan dengan
estimasi kemampuan pesaing. Hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan
sbelumnya.


PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL PT. KOJO
Perspektif ini memiliki dua sasaran strategis yaitu:
1. Mengembangkan jasa-jasa baru yang dapat diandalkan, dan
2. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan kerja sama dengan pihak ketiga
Sasaran strategis pertama ; berupa pengembangan jasa-jasa baru yang dapat diandalkan
untuk mengantisipasi kebutuhan client akan layanan jasa migas sehingga client lama dapat
dipertahankan dan client baru dapat diperoleh yang pada akhirnya akan memperbesar
pengusaan pangsa pasar, PT. KOJO dan meningkatkan nilai bauran pendapatan. Tolok ukur
yang tepat untuk mengukur keberhasilan pencapaian strategis ini adalah :

a. Pendapatan layanan Baru
Tolok ukur ini berguna untuk mengukur tingkat keberhasilan layanan-layanan baru dalam
meraih pendapatan selama periode tertentu. Misalnya, dengan menghitung pendapatan yang
berasal dari setiap layanan baru ( revenue of new product ) untuk suatu periode tertentu
dibandingkan dengan total pendapatan PT. KOJO dalam periode tersebut. Disamping itu,
keadaan layanan baru dapat pula diukur dari kontribusinya dalam meraih client atau jumlah
client lama yang menggunakan atau beralih ke layanan baru tersebut. Misalnya dengan cara
menghitung persentase jumlah client untuk suatu produk baru dibandingkan total jumlah
client PT. KOJO secara keseluruhan. Makin besar kontribusi yang diberikan suatu produk
baru, makin menandakan keandalan produk tersebut untuk meningkatkan pendapatan
perusahaan.

b. Siklius Pelayanan
Tolok ukur ini berguna sebagai dasar untuk menilai responsitivitas dalam mengantisipasi
kebutuhan nasabah dan tingkat inovasi PT. KOJO. Semakin cepat siklus pelayanan dihasilkan
dapat berarti bahwa perusahaan semakin responsif dan pegawai semakin tinggi tingkat
keahliannya.
Sasaran Strategis Kedua ; adalah peningkatan penggunaan teknologi informasi. Hal ini
bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para client dan untuk
memperlancar bergulirnya proses diseluruh bagian perusahaan. Tolok Ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis ini adalah :

a. Tingkat Kesalahan Layanan ( service error rate ).
Tolok ukur ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa sering pegawai melakukan kesalahan
dalam memberikan layanan kepada client termasuk tingkat kesalahan pekerjaan lain yang
menjadi tugasnya. untuk melihat kebenaran dari tingkat kesalahan layanan ini bisa dilakukan
dengan melakukan audit kualitas layanan ( service quality audit ). Semakin rendah tingkat
kesalahan layanan maka tingkat kepuasan client akan semakin tinggi.

b. Waktu Pelayanan (Service time )
Tolok ukur ini digunakan untuk mengukur kecepatan pelayanan yang dilakukan.

http://irman-musafir-sufi.blogspot.com/2011/12/balanced-scorecard-studi-kasus-pt-kojo.html



2. ANALISIS SWOT

Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang
membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats).
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam
mencapai tujuan tersebut.

Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT,
dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,
dan terakhir adalah bagimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat
ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas
Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-
perusahaan Fortune 500. Wikipedia
Contoh Analisis SWOT
Berikut ini adalah beberapa contoh analisis SWOT :

1. Strengths | Kekuatan
Warga sekitar menyukai makanan berkuah
Konsep yang ditawarkan menggunakan Wifi
Kurangnya tempat nongkrong anak mudah
Harga merakyat
Konsep anak muda
Menggunakan konsep lesehan
Mudah di akses
Memiliki website dan forum pribadi
Mengutamakan Brand
Bebas bahan pengawet
Hal yang dilakukan setelah analisis
Mengutamakan bebas bahan pengawet
Mengelola dengan baik website dan forum
Menonjolkan konsep anak muda
Mempertahankan harga merakyat
2. Weakness | Kelemahan
Banyak Pesaing
Kurangnya kemampuan membuat bakso yang disukai banyak orang
Modal untuk memulai usaha masih kurang
Modal besar
Masih belum ada Brand
Hal yang dilakukan setelah analisis
Menjadikan pesaing sebagai motivasi
Meminimalisir biaya / modal
Membuat brand yang unik
3. Opportunities | Kesempatan
Dengan daya inovatif dan kreatif usaha ini memiliki kesempatan besar untuk
menguasai pasar.
Belum banyak tempat makan Sederhana yang memasang Wifi
Jarangnya tempat nongkrong untuk anak muda yang biasanya mencari tempat yang
memiliki akses Wifi
Malam minggu biasanya menjadi favorit anak muda untuk berkumpul bersama
teman2.
Memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar
Hal yang dilakukan setelah analisis
Merekrut tenaga kerja dari warga sekitar
Memasang dan merawat Wifi
Mempertahankan konsep yang inovatif
4. Threats | Ancaman
Wifi terkadang memiliki gangguan
Harga bahan baku yang meningkat, otomatis harga bakso juga semakin mahal
Banyak pesaing yang mengikuti konsep yang telah kita buat.

Hal yang dilakukan setelah analisis
Merawat Wifi dan menyiapkan tekhniksi yang siap dihubungi 24 jam
Mengusahkan mempertahankan harga
Mempertahankan pengunjung dengan inovasi baru

http://pelajar-mania.blogspot.com/2012/12/contoh-analisis-swot-usaha-bakso.html





3. Definisi Analisis Metode PIECES



Menurut Al fatta (2007:51) metode yang menggunakan enam variabel yaitu Performance,
Information/Data, Economic, Control/Security, Efficiency, dan Service.

Performance (Analisis Kinerja)
Masalah kinerja terjadi ketika tugas-tugas bisnis yang dijalankan tidak mencapai sasaran.
Kinerja diukur dengan jumlah produksi dan waktu tanggap. Jumlah produksi adalah jumlah
pekerjaan yang bisa diselesaikan selama jangka waktu tertentu. Pada bagian pemasaran,
kinerja diukur berdasarkan volume pekerjaan. Pangsa pasar yang diraih, atau citra perusahaan.
Waktu tanggap adalah keterlambatan rata-rata antara suatu transaksi dengan tanggapan yang
diberikan kepada transaksi tersebut.

Information (Analisis Informasi)
Informasi merupakan komoditas krusial bagi pengguna akhir. Evaluasi terhadap kemampuan
sistem informasi dalam menghasilkan informasi yang bermanfaat perlu dilakukan untuk
menyikapi peluang dan menangani masalah yang muncul. Dalam hal ini meningkatkan
kualitas informasi tidak dengan menambah jumlah informasi, karena terlalu banyak informasi
malah akan menimbulkan masalah baru. Situasi yang membutuhkan peningkatan informasi
meliputi.
a. Kurangnya informasi mengenai keputusan atau situasi yang sekarang.
b. Kurangnya informasi yang relevan mengenai keputusan atau situasi sekarang.
c. Kurangnya informasi yang tepat waktu.
d. Terlalu banyak informasi.
e. Informasi tidak akurat.
Informasi juga dapat merupakan fokus dari suatu batasan atau kebijakan. Sementara analisis
informasi memeriksa output sistem, analisis yang tersimpan dalam sebuah sistem.
Permasalahan yang meliputi:
a. Data yang berlebihan. Data yang sama ditangkap dan/atau disimpan di banyak tempat.
b. Kekakuan data. Data di tangkap dan disimpan, tetapi diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga laporan dan pengujian judul dan pengujian tidak dapat atau sulit dilakukan.

Economic (Analisis Ekonomi)
Alasan ekonomi barangkali merupakan motivasi paling umum bagi suatu proyek. Pijakan
bagi kebanyakan manajer adalah biaya atau rupiah. Persoalan ekonomis dan peluang
berkaitan dengan masalah biaya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dapat disimak
berikut:
a. Biaya
1. Biaya tidak diketahui.
2. Biaya tidak dapat dilacak kesumber.
3. Biaya terlalu tinggi.
b. Keuntungan
1. Pasar-pasar baru dapat dieskplorasi.
2. Pemasaran saat ini dapat diperbaiki.
3. Pesanan-pesanan dapat ditingkatkan.


Security (Analisis Keamanan)
Tugas-tugas bisnis perlu dimonitor dan dibetulkan jika ditemukan kinerja yang di bawah
standar. Kontrol dipasang untuk meningkatkan kinerja sistem, mencegah, atau mendeteksi
kesalahan sistem, menjamin keamanan data, dan persyaratan. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Keamanan atau kontrol yang lemah
a. Input data tidak diedit dengan cukup.
b. Kejahatan (misalnya, penggelapan atau pencurian) terhadap data.
c. Pelanggaran etika pada data atau informasi. Misalnya, data atau informasi diakses orang
yang tidak berwenang.
d. Data tersimpan secara berlebihan, tidak konsisten pada dokumen atau database yang
berbeda.
e. Pelanggaran peraturan atau panduan privasi data.
f. Terjadi error saat pemrosesan (oleh manusia, mesin, atau perangkat lunak).
g. Terjadi error saat membuat keputusan.
2. Kontrol atau keamanan berlebihan.
a. Prosedur birokratis memperlamban sistem.
b. Pengendalian yang berlebihan mengganggu para pelanggan atau karyawan.
c. Pengendalian berlebihan menyebabkan penundaan pemrosesan.

Efficiency (Analisis Efisiensi)
Efisiensi menyangkut bagaimana menghasilkan output sebanyak-banyaknya dengan input
yang sekecil mungkin.
Berikut adalah suatu indikasi bahwa suatu sistem dapat dikatakan tidak efisien:
a. Banyak waktu yang terbuang pada aktivitas sumber daya manusia, mesin, atau komputer.
b. Data dimasukkan atau disalin secara berlebihan.
c. Data diproses secara berlebihan.
d. Informasi dihasilkan secara berlebihan.
e. Usaha yang dibutuhkan untuk tugas-tugas terlalu berlebihan.
f. Material yang dibutuhkan untuk tugas-tugas terlalu berlebihan.

Services (Analisis Layanan)
Berikut adalah keriteria penilaian dimana kualitas suatu sistem bisa dikatakan buruk:
a. Sistem menghasilkan produk yang tidak akurat.
b. Sistem menghasilkan produk yang tidak konsisten.
c. Sistem menghasilkan produk yang tidak dipercaya.
d. Sistem tidak mudah dipelajari.
e. Sistem tidak mudah digunakan.
f. Sistem canggung untuk digunakan.
g. Sistem tidak fleksibel.

http://kktara.blogspot.com/2013/11/definisi-analisis-metode-pieces.html


Contoh Kasus
ANALISIS PIECES KARTU RENCANA STUDI ( Studi Kasus Di STMIK Duta Bangsa
Surakarta )
Dengan pesatnya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, seakan menuntut kita untuk
memperbaiki segala bidang dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Teknologi diciptakan
untuk mempermudah manusia dalam mengerjakan tugasnya, dan juga dengan kecepatannya,
teknologi menawarkan efisiensi dan efektifitas dalam bekerja. Disamping itu, teknologi dapat
meningkatkan derajat seseorang, lembaga maupun instansi yang menggunakannya. Mereka
akan terkesan high techdibandingkan yang tidak menggunakan teknologi.
Pada kesempatan kali ini kami akan mencoba menganalisis Kartu Rencana Studi di
STMIK Duta Bangsa Surakarta yang sampai detik ini masih menggunakan sistem manual.
Ironisnya, dikampus lain yang sebenarnya bukan kampus berbasis IT kini telah menggunakan
sistem KRS on line, sistem yang lebih canggih. Selanjutnya kami akan menganalisis kedua
sistem tersebut, sistem KRS manual (dalam pengisian dan penanda tanganan) sebagai sistem
lama dan sistem KRS on line dan finger printsebagai sistem baru.



1. PERFORMANCE (ANALISIS KINERJA)
Sistem baru
Pada sistem on line, mahasiswa dapat dengan mudah mengakses situs yang disediakan pihak
kampus, kemudian mengisi KRS dengan menentukan apa saja mata kuliah dan jumlah SKS
yang diambil.
Dengan menggunakan teknologi finger print mahasiswa dan dosen tidak perlu tanda tangan
pada setiap pertemuan. Cukup dengan mengarahkan jari tangan pada alat finger print untuk
membuktikan kehadiran.
Sistem lama
Pengisian KRS dengan sistem manual kurang merepresentasikan jati diri STMIK Duta
Bangsa sebagai kampus IT. Selain itu, mahasiswa harus datang ke kampus untuk mengisi
KRS. Jika ada mahasiswa yang tidak hadir saat hari pengisian KRS, mahasiswa tersebut
harus datang ke kampus dihari yang lain dan menemui Pembimbing Akademik.
Penandatanganan KRS oleh dosen dapat dimungkinkan terjadi kecurangan oleh mahasiswa
yang bolos tetapi titip KRS kepada teman.
2. INFIRMATION (ANIALISIS INFORMASI)
Sistem baru
Dengan sistem baru mahasiswa dapat dengan cepat dan mudah mengakses informasi. Dapat
dilakukan dengan memanfaatkan hotspot area, warnet, modem dan lain senagainya.
Sistem lama
Terkadang informasi tentang hari pengisian KRS simpang siur. Sehingga ketika ada beberapa
mahasiswa yang tidak hadir harus menghubungi PA untuk mengisi KRS.

3. ECONOMY (ANALISIS EKONOMI)
Sistem baru
Sistem ini lebih hemat bagi mahasiswa karena tidak perlu menyiapkan ongkos untuk pergi ke
kampus, terutama bagi mahasiswa yang domisilinya jauh dari kampus.
Dengan sistem finger print, mungkin lebih mahal dibanding dengan menggunakan sistem
manual, namun kemungkinan ini harus diperhitungkan dengan metode tertentu.
Sistem lama
Mahasiswa harus hadir dikampus saat pada hari pengisian KRS yang sudah ditetapkan. Itu
berarti mahasiswa harus menyiapkan biaya ongkos untuk pergi ke kampus. Ongkos tersebut
lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk on linebeberapa menit di warnet.
4. CONTROL (ANALISI KEAMANAN/SECURITY)
Sistem baru
Dengan sistem KRS on line keamanan mudah dikontrol sehingga dapat membantu dalam
pengambilan keputusan. Namun, memungkinkan terjadinya tindak kejahatan cyberccrime.
Finger print memudahkan dalam kontrol karena kemungkinan kecurangan sangat kecil.
Mahasiswa atau dosen yang tidak hadir tidak dapat memanipulasi kehadiran.
Sistem Lama
Kontrol kemanan pada sistem lama kurang dapat dikontrol dengan baik. Karena dengan
pengisian secara manual memungkinkan terjadinya human error. Bisa terjadi karena
mahasiswa kurang lengkap dalam pengisian KRS. Atau kesalahan administrator yang keliru
saat memasukkan data.
Kontrol dalam penandatanganan KRS sulit dilakukan jika dosen tidak teliti. Karena bisa saja
mahasiswa yang tidak hadir menitipkan KRS pada temannya.
5. EFFICIENCY (ANALISIS EFISIENSI)
Sistem Baru
Dengan menggunakan sistem KRS on line maka akan memudahkan bagi mahasiswa dalam
pengisian KRS, yaitu tidak terbatasnya jarak dan waktu, lebih efektif, efisien serta hemat.
Sistem Lama
Apabila menggunakan sistem KRS manual maka lebih banyak waktu dan biaya yang di
habiskan. Serta terbatasnya jarak untuk menempuh perjalanan ke kampus. Sehingga tidak
efisien dan efektif dalam sistem KRS manual tersebut.

6. SERVICE
Sistem Baru
Pelayanan dalam KRS on line ini lebih cepat, serta dapat menerapkan costumer relationship
management.
Sistem Lama
Sistem menghasilkan informasi produk yang kurang akurat dan tidak konsisten, serta dalam
sistem KRS manual tidak dapatnya di terapkan costumer relationship management



KESIMPULAN
SISTEM LAMA SISTEM BARU
PERFORMANCE Proses pengisian KRS
lama
Setelah KRS jadi, setiap
ada perkuliahan dosen harus
menandatangani KRS satu
per satu
Pengisian KRS lebih
cepat karena mahasiswa
cukup mengakses situs
dari kampus dan
mengisikan data yang
dibutuhkan
Dengan finger
printdosen tidak perlu
menandatangani KRS
setiap siswa pada tiap
perkuliahan.
INFORMATION Informasi tentang hari
pengisian KRS terkadang
simpang siur
Ketika ada mahasiswa
yang tidak kadir saat hari
pengisian KRS, maka harus
menghubungi PA
Informasi dapat diakses
dengan cepat melalui
internet.
Batas paling lambat
pengisian KRS on
linelebih lama dibanding
dengan pengisian KRS
manual.
ECONOMY Mahasiswa harus
merogoh kocek untuk pergi
ke kampus, padahal ada
mahasiswa yang berdomisili
jauh dari kampus
Penandatanganan KRS
pada tiap perkuliahan lebih
murah.
Lebih ekonomis, karena
mahasiswa tidak perlu
mengeluarkan uang
transport untuk pergi ke
kampus.
Sistem dengan finger
print lebih mahal, namun
hal ini perlu dibuktikan
dengan metode
perhitungan tertentu.
CONTROL Pengisian manual
memungkinkan terjadi
human error
Tingkat kecurangan dalam
penandatanganan KRS lebih
tinggi
Lebih mudah dikontrol,
sehingga dapat membantu
pengambilan keputusan
Rentan terhadap tindak
kejahatan cybercrime
Finger
print memudahkan kontrol
karena mahasiswa tidak
mungkin dapat menitip
absen kepada temannya
EFFICIENCY Waktu dan biaya yang
dikeluarkan lebih banyak
Terbatasnya jarak dan
waktu
Tidak terbatas jarak dan
waktu
Lebih efektif, efisien dan
hemat
SERVICE Sistem menghasilkan
informasi produk yang
kurang akurat dan tidak
konsisten
Tidak dapatnya di
terapkan costumer
relationship management.
Pelayanan dalam
KRS on line ini lebih cepat
Dapatnya di
terapkancostumer
relationship management.
http://syarifahanis.blogspot.com/2012/09/analisis-pieces-kartu-rencana-studi.html






4. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi
DeLone & McLean: Kritik dan Pengembangan
Model Dasar
Kehadiran sistem teknologi informasi telah memberikan begitu banyak pengaruh terhadap
sebuah organisasi, bukan hanya organisasi namun pengaruh tersebut meluas hingga proses
bisnis dan transaksi organisasi. Namun apakah semua sistem teknoogi informasi yang
diterapkan pada organisasi dapat dikategorikan sukses? Lalu bagaimana organisasi dapat
mengetahui kesuksesan sistem teknologi informasi yang diterapkan dan bagaimana membuat
sistem teknologi informasi menjadi sukses.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menyebabkan kesuksesan sistem teknologi informasi. Salah satu penelitian yang terkenal di
area ini adalah penelitian yang dilakukan oleh DeLone & McLean (1992). Model kesuksesan
sistem teknologi informasi yang dikembankan oleh DeLone & McLean (1992) ini cepat
mendapat tanggapan. Salah satu sebabnya adalah model mereka merupakan model yang
sederhana tetapi dianggap cukup valid.
Model yang baik adalah model yang lengkap tetapi sederhana. Model semacam ini disebut
dengan model yang parsimoni. Berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya yang
telah dikaji, DeLone & McLean (1992) kemudian mengembangkan suatu model parsimoni
yang mereka sebut dengan nama model kesuksesan sistem informasi DeLone &
McLean (D&M Information System Success Model) sebagai berikut ini:

Gambar 1. Model DeLone & McLean (1992)
Model yang diusulkan ini merefleksi ketergantungan dari enam pengukuran kesuksesan
sistem informasi. Keenam elemen atau faktor atau komponen atau pengukuran dari model ini
adalah:
1. Kualitas system (system quality)
2. Kualitas informasi (information quality)
3. Penggunaan (use)
4. Kepuasan pemakai (user satisfaction)
5. Dampak individual (individual impact)
6. Dampak organisasional (organizational impact)
Model kesuksesan ini didasarkan pada proses dan hubungan kausal dari dimensi-dimensi di
model. Model ini tidak mengukur ke enam dimensi pengukuran kesuksesan sistem informasi
secara independen tetapi mengukurnya secara keseluruhan satu mempengaruhi yang lainnya.
Pertimbangan proses berargumentasi bahwa suatu sistem terdiri dari beberapa proses, yaitu
satu proses mengikuti proses yang lainnya.
Berbeda dengan model proses, model kausal (model causal) atau disebut juga dengan model
varian (variance model) berusaha untuk menjelaskan kovarian (covariance) dari elemen-
elemen model untuk menentukan apakah variansi dari satu elemen dapat dijelaskan oleh
variansi dari elemen-elemen lainnya atau dengan kata lain untuk menentukan apakah terjadi
hubungan kausal diantara mereka. Model kausal ini menunjukkan bagaimana arah hubungan
satu elemen dengan elemen lain apakah menyebabkan lebih besar (mempunyai pengaruh
positif) atau lebih kecil (mempunyai pengaruh negatif).
Dari model proses dan kausal ini, maka dapat dijelaskan bahwa kualitas sistem (system
quality) dan kualitas informasi (information quality) secara mandiri dan bersama-sama
mempengaruhi baik penggunaan (use) dan kepuasan pemakai (user satisfaction). Besarnya
penggunaan (use) dapat mempengaruhi kepuasan pemakai (user satisfaction) secara positif
atau negatif. Penggunaan (use) dan kepuasan pemakai (user satisfaction) mempengaruhi
dampak individual (individual impact) dan selanjutnya mempengaruhi dampak
organisasional (organizational impact).
Kritik Seddon (1997)
Model DeLone & Mclean (1992) banyak mengundang perhatian dari para peneliti, salah
satunya adalah Peter B. Seddon yang melontarkan kritik terhadap model yang diajukan oleh
DeLone & Mclean. Menurut Seddon (1997) masalah utama dari model D&M (DeLone &
McLean) adalah mencoba mengkombinasikan proses dan penjelasan kausal dari kesuksesan
sistem informasi di model mereka. Dengan demikian model mereka tercampur antara model
proses (process model) dan model varian (variance model).
Model varian (variance model) dapat diuji secara empiris dengan mengumpulkan data dalam
bentuk sampel, mengukur variabel-variabelnya dan menggunakan teknik statistik seperti
regresi, SEM dan lain sebagainya, untuk menginferensi poulasinya.
Secara kontras, model proses (process model) menunjukkan kombinasi tertentu dari kejadian-
kejadian (events) dalam urutan-urutan tertentu yang mengakibatkan suatu hasil (outcomes).
Model proses dan model varian mengandung konsep yang berbeda dan tidak dapat
digabungkan dengan arti yang sama begitu saja.
Lebih lanjut, Seddon (1997) mengatakan bahwa kotak-kotak dan arah panah di model D&M
dapat diintepretasikan keduanya yaitu suatu varian dan suatu kejadian di dalam proses.
Dalam usaha mengatasi kesulitan-kesulitan di model D&M ini, Seddon (1997) mencoba
melakukan spesifikasi ulang dan mengembangkan sedikit versi dari model D&M. Model
yang dispesifikasi ulang ini tetap mempertahankan fitur-fitur di model D&M tetapi
menghilangkan kebingungan yang disebabkan oleh arti ganda dari kotak-kotak dan arah-arah
panahnya. Spesifikasi ulang ini dilakukan dengan memecah model D&M menjadi dua
submodel-submodel varian (yaitu Use dan Success) dan menghilangkan intepretasi model
proses.

Gambar 2. Model Seddon (1997) yang menggabungkan dua model varian
Keterangan :
Kotak-kotak segi empat = Model kesuksesan SI
Kotak-kotak oval = Model keperilakuan parsial dari penggunaan SI
Panah garis penuh = Kausalitas independen (perlu dan cukup)
Panah garis putus-putus= Pengaruh (bukan kausal, karena tujuan pengamat tidak diketahui)
Kritik Kembar Siam: Alter (1999)
Mengukur efektivitas suatu sistem informasi ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Alter
(1999) berargumentasi bahwa pengukuran efektivitas suatu sistem informasi belum tentu
mengukur efektivitas suatu sistem informasi itu sendiri. Alasannya adalah karena suatu
sistem informasi tidak dapat dilepaskan dengan sistem kerja yang didukungnya. Pengukuran
efektivitas sistem informasi dapat tercampur dengan efektivitas kerjanya dan pengamat yang
menilai sistem ini dapat menilai sistem informasi dan sistem kerja dengan tumpang tindih
dengan hasil evaluasi yang berbeda.
Suatu sistem kerja adalah suatu sistem yang mana partisipasi-partisipasi manusia dengan
mesin-mesin melakukan suatu proses bisnis menggunakan informasi, teknologi, dan sumber-
sumber lainnya untuk memproduksi produk-produk dan atau jasa-jasa untuk pelanggan-
pelanggan internal atau eksternal. Dengan definisi ini, perangkat lunak, komputer-komputer,
dan bentuk-bentuk teknikal lainnya adalah teknologi yang digunakan oleh sistem kerja, tetapi
mereka bukan sistem yang dimaksudkan.
Sedangkan sistem informasi adalah suatu tipe khusus dari sistem kerja yang fungsi khusus
dari sistem kerja yang fungsi internalnya terbatas pada pemrosesan informasi dan melakukan
enam tipe operasi: menangkap (capturing), mentransmisikan (transmitting),
menyimpan (storing), mengambil (retrieving), memanipulasi (manipulating), dan
menampilkan(displaying) informasi.
Sistem-sistem informasi dan sistem-sistem kerja yang didukungnya semakin menjadi kembar
siam terkait. Menurut Alter (1999) mengabaikan sistem-sistem kerja yang didukungnya,
sistem-sistem informasi tidak akan mempunyai arti.
Analogi menggunakan kembar siam ini tampaknya berlebihan, tetapi cukup berguna untuk
pemahaman kemungkinan-kemungkinan hubungan antara sistem informasi dan sistem kerja
yang didukungnya. Analogi ini juga relevan.
Beberapa tahun yang lalu, kedua sistem ini tidak begitu overlap dengan sistem informasi
yang menyediakan atau menerima informasi dari sistem kerja tetapi tidak menjadi bagian
integral darinya. Tren mengarah ke komputasi interaktif di sepuluh tahun terakhir membuat
hubungan kedua sistem ini menjadi komplek karena tumpang tindih keduanya meningkat.
Tanggapan Kritik: Pembaruan Model
Menanggapi kritik Seddon (1997) yang menyatakan bahwa proses dan kausal adalah dua
konsep yang berbeda dan membingungkan untuk digabungkan. DeLone & McLean (2003)
menyetujui kritik ini.
Pembuatan dari model kesuksesan sistem informasi D&M (D&M Information Success
Model)dipicu oleh suatu proses pembuatan informasi dan dampak dari penggunaan sistem
informasinya. DeLone & McLean mendasarkan modelnya pada model proses yang terdiri
dari tiga komponen proses, yaitu:
1. Pembuatan dari suatu sistem informasi
2. Penggunaan sistem informasi tersebut
3. Konsekuensi atau dampak dari penggunaan sistem
Masing-masing dari proses-proses ini diperlukan (necessary), tetapi masih belum cukup (not
sufficient) untuk suatu kondisi supaya dapat memberikan hasil (outcome).
Kritik lainnya oleh Seddon (1997), tentang pemakaian sistem (system use) adalah suatu
perilaku (behavior), sehingga harus dikeluarkan sebagai pengukur sukses dari model kausal.
DeLone & McLean (2003) tidak sependapat dengan kritik ini. Mereka berargumentasi bahwa
pemakaian sistem (use) harus mendahului dampak dan manfaat, mereka percaya bahwa
pemakaian sistem merupakan pengukur yang tepat untuk mengukur sukses di kebanyakan
kasus. Kenyataannya pemakaian sistem (system use atau system usage masih digunakan di
banyak riset-riset empiris dan berlanjut dikembangkan dan diuji oleh peneliti-peneliti sistem
informasi.
DeLone & McLean (2003) lebuh lanjut mengatakan bahwa permasalahan dengan
menggunakan pemakaian sistem (use) sebagai pengukur kesuksesan adalah pada definisinya
yang terlalu sederhana tanpa memperhatikan sifat dari penggunaannya.
Telah banyak perubahan peran sistem informasi selama 10 tahun sejak DeLone & McLean
pertama kali dikenalkan. Dengan mengkaji lebih dari 100 artikel yang dipublikasikan di
jurnal-jurnal sistem informasi terkenal seperti Information System research, Journal of
Management Information Systems, dan MIS Quarterly sejak tahun 1993, DeLone & McLean
(2003) memperbaiki modelnya dan mengusulkan model yang sudah dimukhtakhirkan
terutama untuk digunakan di e-commerce yang merupakan aplikasi yang belum banyak
muncul di model awal.
Dari kontribusi-kontribusi penelitian-penelitian sebelumnya dan akibat perubahan-perubahan
dari peran dan penanganan sistem informasi yang telah berkembang, DeLone & McLean
(2003) memperbarui modelnya dan menyebutnya sebagai model kesuksesan sistem informasi
D&M yang diperbarui (updated D&M IS Success model). Hal-hal yang diperbarui ini adalah
sebagai berikut ini.
1. Menambah dimensi kualitas pelayanan (service quality) sebagai tambahan dari
dimensi-dimensi kualitas yang sudah ada, yaitu kualitas sistem (system quality) dan
kualitas informasi (information quality).
2. Menggabungkan dampak individual (individual impact) dan dampak
organisasional(organizational impact) menjadi satu variabel yaitu manfaat-manfaat
bersih (net benefits). Alasan terjadinya penggabungan adalah dampak dari sistem
informasi yang dipandang sudah meningkat tidak hanya dampaknya pada pemakai
individual dan organisasi saja, tetapi dampaknya sudah ke grup pemakai, ke antar
organisasi, konsumer, pemasok, sosial bahkan ke negara. Tujuan penggabungan ini
adalah untuk menjaga model tetap sederhana (parsimony).
3. Menambahkan dimensi minat memakai (intention to use) sebagai alternatif dari
dimensi pemakaian (use). DeLone & McLean (2003) mengusulkan pengukuran
alternatif, yaitu minat memakai (intention to use). Minat memakai adalah suatu
sikap (attitude), sedang pemakaian (use) adalah suatu perilaku (behavior). DeLone &
McLean (2003) juga berargumentasi dengan mengganti pemakaian (use) memecahkan
masalah yang dikritik oleh Seddon (1997) tentang model proses lawan model kausal.
Dengan adanya beberapa penambahan variabel pada model, maka model DeLone & McLean
yang telah diperbarui (2003) nampak sebagai berikut:
Gambar 3. Model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean diperbarui
http://sijenius.wordpress.com/2009/10/04/model-kesuksesan-sistem-teknologi-informasi-
delone-mclean-kritik-dan-pengembangan/

Anda mungkin juga menyukai