Anda di halaman 1dari 28

1

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table Untuk


Mengembangkan Kemampuan Problem Solving Siswa SMP Pada Materi
Hukum Newton




Oleh
Desendra Rufa Saputri
4201411061




JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013



2

A. JUDUL SKRIPSI
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table Untuk
Mengembangkan Kemampuan Problem Solving Siswa SMP Pada Materi
Hukum Newton

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara
siswa dengan siswa (Suyitno, 2004: 2). Sedangkan menurut Permendiknas
No. 41 tahun 2007, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran terdapat dua posisi subyek, yaitu guru dan siswa. Guru
mempunyai posisi sebagai pengajar dan siswa adalah pihak yang diajar.
Pembelajaran di kelas diharapkan berorientasi pada PAIKEM yaitu
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Salah
satu aspek yang ditonjolkan adalah aktifnya siswa. Siswa yang terlibat aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran akan memperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Delors dalam International Commission on Education for the Twenty-First
Century, Report to UNESCO (1996) telah merekomendasikan empat pilar untuk
mewujudkan pendidikan masa depan yaitu: (1) Learning to know, belajar
mengetahui; (2) Learning to do, belajar berbuat sesuatu; (3) Learning to be,
belajar menjadi seseorang; (4) Learning to life together, belajar hidup bersama
orang lain. Empat pilar pendidikan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan tidak
hanya sekedar pengetahuan tetapi juga proses belajar dan sikap untuk
diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dari uraian di atas, muncul permasalahan bagaimana meningkatkan
pemahaman konsep-konsep fisika pada siswa SMP. Dengan meningkatnya
pemahaman konsep-konsep fisika, diharapkan mampu memperbaiki rata-rata hasil
belajar kognitif mata pelajaran fisika.
Salah satu cara meningkatkan kemampuan fisika adalah dengan
mengembangkan kemampuan problem solving siswa. Pada kemampuan problem
3

solving, siswa tidak hanya dituntut hafalan tetapi juga kemampuan memproses
informasi untuk menanggapi masalah. Selain itu, menurut Niss (2012: 3) tujuan
pembelajaran Fisika yaitu untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep dan teori yang terdapat
dalam Fisika. Berdasarkan tujuan pembelajaran Fisika tersebut, maka kemampuan
problem solving merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki siswa. Salah satu
cara yang dapat diambil untuk mengembangkan kemampuan problem solving
adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round Table
pada pembelajaran di sekolah. Dimana meja disususn berbentuk bundar, dan siswa
mengerjakan suatu tugas dari guru. Dalam pembelajaran round table, setiap
kelompok mengerjakan tugas yang dibuat oleh guru dalam waktu yang telah
ditentukan.kemudian soal diputar untuk kelompok berikutnya dan begitu
seterusnya.
Batasan pengertian penerapan pembelajaran tipe round table adalah
kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil dimana meja disusun dengan
formasi bundar atau melingkar,setiap kelompok diberikan soal untuk dikerjakan
oleh kelompok di meja masing-masing. Setelah itu setiap kelompok merumuskan
soal baru yang mirip dengan soal yang sudah ada dengan taraf kesulitan yang
berbeda,untuk selanjutnya diputar secara berurutan. Dengan metode round table
siswa bisa berfikir kritis dan cepat .
Dalam uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Round Table Untuk Mengembangkan Kemampuan Problem Solving Pada
Materi Bunyi SMA Negeri 2 Boyolali

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini adalah Apakah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe round table dapat mengembangkan
kemampuan problem solving siswa kelas 8 SMP?

D. TUJUAN PENELITIAN
4

1. Mengetahui tentang hasil belajar fisika siswa kelas 8 SMP Negeri 3 Boyolali
dalam perkembangan Problem Solving dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Round Table.
2. Mengetahui apakah penerapan Model Pembelajaran Tipe Round Tabel dapat
mengembangkan kemampuan problem solving siswa kelas 8 SMP.

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti
Agar peneliti mengetahui model pembelajaran mana yang paling efektif dalam
meningkatkan pemahaman konsep fisika pada siswa SMP.
2. Bagi guru
Menjadi pertimbangan dalam menggunakan variasi model pembelajaran pada
proses pembelajaran di kelas.
3. Bagi siswa
Siswa dapat merasakan beberapa variasi model pembelajaran yang berbeda dari
apa yang mereka rasakan selama ini.

F. PENEGASAN ISTILAH
1. Pembelajaran Kooperatif tipe Round Table
Pembelajaran kooperatif menurut Yatim Riyanto adalah model
pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik
(academic Skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill)
termasuk interpersonal skill. Menurut pendapat Lie, yang dikutip oleh Made
Wena mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak
sebagai fasilitator
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman
sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber
belajar yang lainnya.
Pembelajaran kooperatif tipe round table menurut Yudha M. Saputra
secara sistematik adalah sebagai berikut : (1) Siswa dalam kelas dibagi
5

menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 5-6 orang, (2) Setiap
anggota memegang selembar kertas yang berisi pertanyaan yang berbeda
beda, selanjutnya pertanyaan tersebut dianalisa dan dicari solusi
pemecahannya; (3) Dalam waktu yang sudah ditentukan, lembar jawaban atas
pertanyaan itu diberikan pada anggota lain untuk dianalisis dan dievaluasi; (4)
Begitu seterusnya, sampai semua pertanyaan itu selesai dijawab dan dianalisis;
(5) Dilakukan diskusi kelas untuk mengemukakan, mempertahankan hasil
pekerjaannya, dengan giliran bicara bisa sesuai arah perputaran arah jarum
jam.
2. Problem Solving
Menurut Hestenes (1987: 3), dalam pembelajaran Fisika, terdapat dua jenis
pengetahuan ilmiah yaitu faktual dan prosedural. Pengetahuan faktual terdiri
dari teori, model, dan data empiris yang ditafsirkan oleh model sesuai dengan
teori, sedangkan pengetahuan prosedural terdiri dari strategi, taktik, dan teknik
untuk mengembangkan, memvalidasi, dan memanfaatkan pengetahuan faktual.
Kemampuan problem solving merupakan kemampuan prosedural yang
termasuk keterampilan tingkat tinggi yang meliputi visualisasi, asosiasi,
abstraksi, pemahaman, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan
generalisasi yang semuanya perlu dikelola dan terkoordinasi (Garofalo &
Lester, 1985: 169).
Niss (2012: 5) mengemukakan langkah-langkah problem solving dalam
pembelajaran Fisika, antara lain:
(1) Mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah
(2) Mampu mengkonstruksi pemecahan masalah
(3) Menjalankan solusi
(4) Membuat kesimpulan.
G. LANDASAN TEORI
1. Belajar dan Pembelajaran
Menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Menurut Morgan (1978) dalam Sagala (2010:13)
6

belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Perhatian utama belajar adalah kemampuan siswa untuk menangkap
informasi tentang ilmu yang diterimanya dalam belajar. Menurut Sagala
(2010:14) ada beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda terhadap
pengertian belajar, yaitu:
1) Belajar Menurut Pandangan Skinner
Belajar menurut pandangan Skinner adalah suatu proses adaptasi
atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif.
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat
orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurun.
2) Belajar Menurut Pandangan Gagne
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia yang terjadi dalam kemampuan manusia yang
terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh
proses pertumbuhan saja. Belajar juga terjadi bila suatu stimulus bersama
dengan ingatan mempengaruhi siswa sehingga perbuatannya berubah dari
waktu sebelum siswa mengalami situasi itu ke waktu setelah siswa
mengalami situasi itu tadi.
3) Belajar Menurut Pandangan Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-
anak adalah anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang
dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil,
mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan
untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan
tersendiri dalam belajar.
Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai
belajar, meskipun diantara mereka para ahli tersebut ada perbedaan mengenai
pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun emplisit diantara
mereka terdapat kesamaan maknanya, yaitu definisi maupun konsep belajar itu
selalu menunjuk kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi
seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.
7

Hal-hal pokok dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa
perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan, perubahan tingkah laku
pada pokoknya didapatkan kecakapan baru, dan perubahan itu terjadi karena
usaha yang disengaja. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar
menurut Slameto (2010:3) yaitu :
1) Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau
dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian
belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan
itu.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan. Satu perubahan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan
ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seseorang anak belajar
menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis
menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan
menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan,
makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan tingkah laku
karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan
dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis,
tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan
8

yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen yang
berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan menetap.
Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar,
tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan
makin berkembang kalau terus dipergunakan.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan
yang akan dicapai. Pebuatan belajar terarah kepada peubahan tingkah laku
yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik,
sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan
belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang akan dicapainya.
Dengan demikian perbuatan belajar yang akan dilakukan senantiasa terarah
kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses
balajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Sebagai contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka
perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda itu.
Akan tetapi ia telah mengalami perubahan lainnya seperti pemahaman
tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, atau
pengetahuan tentang alat-alat sepeda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada enam ciri-ciri perubahan
tingkah laku yang terdapat dalam pengertian belajar, yaitu perubahan yang
terjadi secara sadar, perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional, perubahan
yang bersifat positif dan aktif, serta perubahan yang mencakup seluruh aspek
tingkah laku seseorang.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, serta prosedur yang saling
mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2008:57).
Unsur manusiawi diantaranya siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium. Unsur material diantaranya buku-buku, alat tulis, papan tulis,
kapur, dan sebagainya. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas,
9

perlengkapan audio visual, komputer, laboratorium dan sebagainya. Prosedur
meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, waktu, belajar, ujian dan
sebagainya. Menurut Briggs dalam Sugandi (2004:9), pembelajaran adalah
seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
siswa memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua kegiatan yaitu guru mengajar dan
siswa belajar. Guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar dan siswa
belajar bagaimana belajar yang baik melalui berbagai pengalaman belajar
sehingga mengalami perubahan dalam dirinya. Dengan demikian, pembelajaran
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga
tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Belajar dan pembelajaran adalah suatu konsep yang tidak dipisahkan satu
sama lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan siswa untuk
mencapai perubahan tingkah laku dan pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan guru untuk siswa agar tingkah laku siswa berubah.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus merancang kegiatan pembelajaran
yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar secara aktif sehingga
siswa mengalami perubahan tingkah laku.
2. Pembelajaran kooperatif tipe round table
Salah satu tipe yang disarankan adalah pembelajaran kooperatif tipe round
table. Pembelajaran tipe round table ini sering juga disebut pembelajaran
keliling kelompok,atau meja bundar. Menurut mathematics and sains
program,pembelajaran kooperatif tipe round table merupakan pembelajaran
yang beraktifitas untuk menganalisis,mensintesis,dan mengembangkan(Wina
Rayendri,2005:13).
Pembelajaran kooperatif tipe round table dilakukan oleh setiap kelompok yang
mengelilingi sebuah meja,masing-masing anggota kelompok memegang satu
pensil dan selembar kertas. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan yang
berbeda kepada siswa, siswa pun menuliskan jawabannya diatas kertas dan
diputar ke anggota yang lainnya.
Pembelajaran kooperatif tipe round table dapat digunakan dalam semua mata
pelajran dan untuk sema tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan kelompok
ini, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
10

memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran
anggota lain(Yudha M. Saputra,2008:76). Hal ini pun senada dengan yang
diutarakan oleh Isjoni bahwa dalam keliling kelompok masing-masing anggota
kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan
mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain.
Adapun langkah-langkah pembelajaran roundtable adalah sebagai berikut:
1) Penyampaian tujuan
2) Penjelasan tugas
3) Guru membagikan kertas kerja
4) Siswa mengerjakan tugas dengan meuangkan idenya di kertas kerja
secara bergilir searah jaeum jam. Giliran dibatasi oleh waktu
5) Kesimpulan
6) Penyajian hasil
7) Feed back oleh guru
8) Evaluasi
Dari serangkaian langkah yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran
kooperatif tipe round table secara sistemstik adalah sebagai berikut:
1) Siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang
beranggotakan 5-6 orang
2) Setiap orang memegang selembar kertas yang berisi pertanyaan yang
yang berbeda-beda,selanjutnya pertanyaan tersebut dianalisis dan dicari
solusi pemecahannya
3) Dalam waktu yang sudah ditentukan, lembar jawaban atas pertanyaan
itu diberikan pada anggota lain untuk dianalisis dan di evaluasi
4) Begitu seterusnya, sampai semua pertanyaan itu selesai dijawab dn
dianalisis
5) Dilakukan diskusi kelas untuk mengemukakan,mempertahankan hasil
pekerjaan, dengan giliran bicara bisa sesuai arah perputaran arah jarum
jam
3. Kemampuan problem solving
Menurut Gagne seperti yang dikutip dalam Nasution (1999: 117), pemecahan
masalah (problem solving) merupakan tipe tertinggi dalam tingkatan belajar.
Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai manipulasi secara sistematis, langkah
demi langkah dengan mengolah informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk
11

mencapai suatu pemikiran sebagai respon terhadap fenomena yang dihadapi.
Menurut Enhag et al (2007), proses pemecahan masalah menuntut kemampuan
memproses informasi untuk menanggapi masalah dan fenomena yang terjadi.
Masalah yang disajikan hendaknya memenuhi kriteria: (1) harus cukup menantang
sehingga siswa tidak dapat memecahkan sendiri, tetapi tidak terlalu sulit sehingga
dapat dipecahkan secara berkelompok; (2) disajikan harus terarah; (3) harus relevan
dengan kehidupan siswa; (4) tidak bergantung pada kemampuan matematis siswa.
Dalam proses problem solving terdapat empat tahapan (Niss, 2012: 5), antara
lain:
(1) Mengidentifikasi dan menganalisis masalah
Siswa harus mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang
dihadapi, sehingga masalah yang sebenarnya mampu dimengerti oleh siswa itu
sendiri.
(2) Mengkontruksi pemecahan masalah
Setelah siswa mengerti permasalahan yang dihadapi, siswa membuat
perencanaan solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
(3) Menjalankan solusi
Siswa menerapkan perencanaan solusi dan menjalankan solusi tersebut untuk
memecahkan permasalahan.
(4) Membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan dari hasil solusi yang telah dijalankan.
Selain itu, dalam proses memecahkan masalah terdapat karakteristik
pemecahan masalah yang dikenal dengan nama Problem Solving Behaviors.
Karakteristik pemecahan masalah menunjukkan kebiasaan siswa dalam
menyelesaikan masalah (Chi et al. 1981; Finegold & Mass. 1985; Malone. 2006b;
Larkin et al. 1980).
Tabel 2.1. Perbedaan Problem Solving Behaviors
NOVI CE EXPERT
1. Menggunakan
strategi mundur

1. Menggunakan
strategi maju kecuali pada
masalah yang lebih sulit
12

2. Menggunakan
persamaan yang
dimanipulasi dari persamaan
yang ditemukan
3. Jarang
menggunakan diagram

4. Jarang
menggunakan pendekatan

5. Menggunakan
persamaan

NOVI CE
6. Membutuhkan
waktu lebih lama
7. Mengacu pada
elemen numerik dari
masalah
8. Konsep tidak
koheren dan kurangnya
penerapan
9. Lebih banyak
kesalahan konsep

10. Menggunakan
satu solusi


11. Sering melihat
pernyataan masalah dan
2. Melakukan
analisis kualitatif awal dari
situasi masalah

3. Menggunakan
diagram dalam proses solusi
4. Melakukan
pendekatan perencanaan
kadang-kadang melalui model
fisik
5. Menggunakan
sedikit persamaan untuk
memecahkan masalah
EXPERT
6. Membutuhkan
waktu yang sedikit
7. Mengacu pada
prinsip fisika yang mendasari
masalah
8. Konsep lebih
koheren dan terkait bersama-
sama
9. Lebih sedikit
kesalahan dalam konsep
10. Menggunakan
lebih dari satu representasi
untuk memecahkan masalah
11. Mengecek
permasalahan dengan berbagai
solusi

12. Jarang mengacu
pada pernyataan masalah atau
13

buku teks (terutama contoh) teks

4. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa
setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2006:5). Perolehan aspek-
aspek perubahan perilaku yang dicapai tersebut tergantung apa yang
dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh
adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan
perilaku yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas
belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran, hasil belajar merupakan hal penting karena dapat dijadikan
petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Evaluasi hasil belajar dimaksudkan
untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai materi yang
dipelajari atas bimbingan guru. Klasifikasi hasil belajar menurut
Benyamin S Bloom dalam Anni (2006:27) secara garis besar membagi
hasil belajar dalam 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik. Pada penelitian ini peneliti hanya akan meneliti ranah
kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
5. Tinjauan Materi
Hukum Newton merupakan salah satu materi yang harus disampaikan pada kelas
VIII semester 2. Hukum Newton ada 3 yaitu:

a. Hukum I Newton
Suatu benda dapat bergerak hanya jika diberi gaya yang menarik atau mendorong
secara terus menerus. Sebuah benda (mobil-mobilan) didorong dengan cepat
kemudian dilepaskan, lama-kelamaan akan berhenti karena adanya gesekan
dengan lantai. Seandainya gaya gesekan dihilangkan, maka mobil-mobilan akan
bergerak tanpa henti.
Sir Isaac Newton menyatakan dalam hokum pertamanya yang berbunyi:
14

Bila total gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan nol atau tidak ada
gaya yang bekerja pada benda, maka setiap benda akan bergerak terus dengan
kelajuan tetap pada lintasan lurus (gerak lurus beraturan) atau tetap diam
Secara matematik Hukum I Newton dinyatakan dalam bentuk skalar:


Dengan: F= total gaya
a= percepatan
Dalam hal a = 0, berarti v = 0 (untuk benda yang diam) atau v = tetap (untuk
benda yang bergerak lurus beraturan).
Hukum I Newton mengungkap tentang sifat benda yang cenderung
mempertahankan keadaannya. Sifat ini disebut kelembaman atau inersia.
Hukum I Newton disebur juga hukum kelembaman.
Benda yang diam di atas meja





Karena tidak ada gaya yang bekerja dalam arah mendatar maka

Benda
tidak bergerak dalam arah tegak, berarti


N W = 0 atau N = W
N = gaya normal atau gaya tekan meja pada benda (newton)
W = m.g = gaya berat (newton)
b. Hukum II Newton
Suatu benda dalam keadaan diam mendapat pengaruh suatu gaya, maka benda
akan mengalami perubahan suatu kecepatan tiap waktu atau pada benda akan
F = 0 atau a = 0
N

W
Gb. 1.1 Benda diam di atas meja
15

timbul percepatan. Jumlah gaya-gaya yang mempengaruhi benda atau total gaya
dapat berupa gaya tunggal atau gabungan.

a



Percepatan yang dihasilkan oleh resultan gaya yang bekerja pada sebuah benda
sebangding dengan gaya total, searah dengan gaya total dan berbanding terbalik
dengan massa benda.
Hukum II Newton dirumuskan:


dengan : F = gaya total
m = massa
a = percepatan
c. Hukum III Newton
Suatu gaya yang bekerja pada sebuah benda selalu berasal dari benda lain. Jadi
suatu gaya sebetulnya adalah hasil interaksi antara dua gaya atau lebih. Kita
dapatkan jika sebuah benda melakukan gaya pada benda lain, benda kedua selalu
melakukan gaya balasan pada benda pertama. Satu gaya disebut aksi dan gaya
lain disebut gaya reaksi.

Hukum III Newton menyatakan:
Jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, maka benda kedua
akan mengerjakan gaya pada benda pertama yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan.



m
F m
=
16



H. KERANGKA BERPIKIR
Pembelajaran sains di lapangan lebih mengutamakan materi dan hasil
akhir daripada proses pemecahan masalah, seharusnya pembelajaran sains
khususnya Fisika lebih menekankan kepada cara berpikir ilmiah atau proses
dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini dibuktikan dengan bentuk
evaluasi akhir semester yang lebih banyak menggunakan tes obyektif daripada
tes uraian. Hal ini mengakibatkan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
terbiasa dengan tes objektif sehingga dalam kemampuan problem solving
kurang. Salah satu metode yang dipilih untuk mengembangkan kemampuan
problem solving adalah pembelajran kooperarif tipe round table. Penggunaan
metode ini diharapkan mampu membantu siswa untuk mengembangkan
kemampuan problem solving dan cara berpikir untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
Dalam penelitian ini, sampel diambil secara acak dengan teknik simple
random sampling. Sampel dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen
yang menggunakan metode Round Table dan kelas kontrol yang menggunakan
metode ceramah. Variabel dalam penelitian meliputi metode modeling sebagai
variabel bebas dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikatnya. Desain
penelitian menggunakan control group pretest-posttest.
Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelas diberi pretest dengan tujuan
untuk mengetahui kondisi awal siswa. Kedua kelas diberi perlakuan berbeda,
kelas eskperimen menggunakan metode round table sedangkan kelas kontrol
menggunakan metode ceramah. Pada akhir pelaksanaan, kedua kelas diberikan
posttest. Dari pretest dan posttest, dapat diketahui sejauh mana masing-masing
metode dapat mengembangkan kemampuan problem solving siswa
dikarenakan penyelesaian soal lebih ditekankan kepada cara berpikir dan
langkah dalam menyelesaikan soal tersebut. Berikut skema kerangka berpikir
penelitian:


I.
J.
Permasalahan Umum
- Pembelajaran lebih
menekankan konsep dan
materi.
- Hasil belajar siswa rendah
Rumusan Masalah
17

K.



L.











Gambar Kerangka Berpikir Penelitian
I. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
H
0
: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table tidak
dapat mengembangkan kemampuan problem solving siswa.
H
a
: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table dapat
mengembangkan kemampuan problem solving siswa.
J. Metodologi Penelitian
A. Lokasi dan Obyek Penelitian
1) Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII
semester 2 SMP 3 Boyolali tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 6
kelas dan 204 siswa.
2) Sampel
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Pembelajaran dengan metode
Round Table


Pembelajaran dengan metode
ceramah
Evaluasi hasil belajar siswa
Evaluasi hasil belajar siswa
Kemampuan problem solving
berkembang
Kemampuan problem solving
kurang berkembang
Pembelajaran dengan menggunakan
metode Round Table lebih efektif dalam
mengembangkan kemampuan problem
solving siswa



18

Sampel adalah sebagian atau wakil dari yang diteliti (Arikunto,2002:109).
Prosedur pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik random
sampling. Dengan menggunakan teknik random sampling diperoleh dua kelas
sebagai kelas sampel yang akan menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol.
.
3) Variabel Penelitian
Variabel yang diungkap dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu:
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab perubahan
timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2002: 3). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe round table
b. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2002: 3).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil tes fiska siswa
B. DESAIN PENELITIAN
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah control group
pretest-posttest. Pola desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:



Keterangan:
E = kelompok eksperimen
K = kelompok kontrol
0
1
dan 0
2
= pretest sebelum penelitian
0
3
dan 0
4
= posttest sesudah penelitian

= penelitian dengan model round table


Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
E 0
1

0
3
K 0
2

0
4
19

= penelitian dengan model ceramah


Dengan desain ini nantinya akan dapat dilihat pencapaian hasil pembelajaran
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Arikunto, 2006: 86)
C. TEKNIK DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA.
1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data
yang mendukung penelitian yaitu daftar nama siswa yang menjadi sampel
penelitian dan daftar nilai fisika kelas VIII semester gasal tahun pelajaran
2012/2013 yang digunakan untuk keperluan pengambilan sampel yaitu
menguji normalitas dan homogenitas dari populasi
b. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,
2006: 150). Instrumen yang berupa tes pada metode tes ini dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto,
2006: 223). Dalam penelitian ini digunakan tes uraian yang
bertujuan untuk mendapatkan data penguasaan konsep siswa. Tes diberikan
kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mendapatkan data awal dan
data akhir tentang hasil belajar. Tes yang diberikan kepada kedua kelas
menggunakan alat tes yang sama sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
menguji kebenaran hipotesis. Cara pemberian skor pada instrumen tes uraian
adalah jawaban benar bernilai 1-4 dan bernilai 0 jika tidak menjawab

2. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah
dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Sebelum alat pengumpulan
data yang berupa tes uraian digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu
dilakukan uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah
20

memenuhi syarat sebagai alat pengambil data atau tidak. Dalam penelitian ini
instrumen yang dibuat adalah
a. Silabus
b. Rencana pelaksanaan pembelajaran
c. Daftar pertanyaan
d. Soal pretest dan posttest

Adapun langkah-langkah persiapan uji coba instrumen adalah sebagai berikut:
a) Materi dan Bentuk Instrumen
Materi yang digunakan adalah materi pelajaran fisika kelas VIII
semester 2 pokok bahasan hukum newton dengan merujuk pada silabus dan
kurikulum yang berlaku. Bentuk instrumen yang digunakan adalah silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS, soal pretest, soal posttest, dan
daftar pertanyaan dan sebuah masalah. Soal-soal pretest dan posttest yang
digunakan pada penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah tes uraian.
b) Metode Penyusunan Instrumen Uji Coba
Langkah-langkah penyusunan instrumen uji coba adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan pembatasan dan penyesuaian bahan-bahan instrumen
dengan kurikulum. Dalam hal ini adalah materi bidang studi fisika pokok
bahasan hukum newton.
b. Menyusun instrumen penelitian yaitu silabus, RPP, LKS, soal pretest
dan posttest dan daftar pertanyaan serta sebuah problem solving
c. Merancang soal uji coba.
1) Menentukan tipe atau bentuk tes. Tipe tes yang digunakan berbentuk
uraian.
2) Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan.
3) Menyusun soal pretest dan posttest.
d. Merancang kegiatan round table
c) Tahap Uji Coba Instrumen
Setelah instrumen tersusun rapi, langkah selanjutnya adalah melakukan
konsultasi kepada ahli (dosen pembimbing 1, dosen pembimbing 2, guru
SMP). Sedangkan uji coba soal tes dilakukan pada siswa diluar sampel
penelitian yang telah mendapatkan materi gaya yaitu kelas SMP N 3
Boyolali. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui apakah soal layak
21

digunakan sebagai alat pengambilan data atau tidak. Indikatornya adalah
dengan menghitung validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukaran.
I. METODE ANALISIS INSTRUMEN
a. Analisis Instrumen
1. Uji validitas tes
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Rumus untuk menguji validitas adalah:


()()
*

()

+ *

()

+


Keterangan :
Rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N : jumlah siswa
X : skor item
Y : skor total
XY : jumlah perkalian X dan Y
Dimana r
XY
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel
yang dikorelasikan.
(Arikunto, 2002: 146)

2. Uji reliabilitas tes
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk menguji reliabilitas
instrument berbentuk soal uraian digunakan rumus Alpha yaitu :


-,

-
Dengan:
r
11
: reliabilitas intrumen
k : banyak butir soal

: jumlah varians butir

: varians total
Untuk mencari varians butir digunakan rumus:
22

()


Dengan N adalah jumlah siswa.
Setelah diperoleh koefisien realibilitas kemudian dikonsultasikan
dengan harga r product moment pada taraf 5%. Jika harga

maka
intrumen dapat dikatan reliabel dan sebaliknya jika harga

maka
dikatakan bahwa instrument tersebut tidak reliabel.
(Arikunto, 2002: 171)

3. Taraf Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran yaitu angka yang menjadi indikator mudah sukarnya soal
bagi siswa. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal uraian dapat dianalisis dengan rumus:


Keterangan:
P = indeks kesukaran

= jumlah seluruh skor

= skor maksimum
N = jumlah siswa
Klasifikasi indeks kesukaran sebagai berikut:
P < 0,30 adalah soal tergolong sukar
0,30 P 0,70 adalah soal tergolong sedang
P > 0,70 adalah soal tergolong mudah
( Surapranata, 2004: 21)
b. Analisis Data
A. Analisis Data Tahap Awal
Data yang digunakan untuk uji tahap awal ini adalah mid semester 1
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan mengetahui apakah data awal berdistribusi normal
atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka analisis statistic yang digunakan
statistic parametric dan jika data awal tidak normal, maka statistic yang digunakan
23

adalah statistic nonparametric. Teknik yang digunakan untuk menguji kenormalan
adalah teknik chi-kuadrat. Rumusnya adalah :

=
(

(Arikunto 2002: 286)


Keterangan:

: harga chi-kuadrat
Oi : frekuensi pengamatan
Ei : frekuensi yang diharapkan
K : banyaknya kelas interval
Apabila harga

maka data dikatakan berdistribusi normal.


2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas populasi sangat penting bila data penelitian dari kelompok-
kelompok terpisah yang berasal dari satu populasi. Uji ini untuk mengetahui
seragam tidaknya varians sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama.
Dalam penelitian ini jumlah kelas yang diteliti ada dua kelas digunakan uji Bartlett.
Langkah-langkah perhitungannyaadalah sebagai berikut :
a. Mengitung S dari masing-masing kelas
b. Menghitung varians gabungan dari semua kelas dengan rumus:

=
( )

()

c. Menghitung harga satuan B dengan rumus:
B = (

) ( )
d. Menghitung nilai statis chi-kuadrat (X) dengan rumus:

= (ln10) * ( )

+
3. Uji Kesamaan Beberapa Rata-rata
Uji kesamaan beberapa rata-rata digunakan untuk mengetahui kesamaan rata-
rata awal dari ke empat kelas anggota populasi. Uji ini dilakukan dengan
meggunakan uji anava satu arah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
F =

(Sudjana 2002: 303)


Keterangan :
A : varians antar kelompok
D : varians dalam kelompok
Apabila


()()
maka tidak ada perbedaan rat-rata dari populasi
tersebut.
24


B. Analisis Data Tahap Akhir
1. Uji Normalitas Data
Sebelum kita melakukan pengujian terhadap kedua hipotesis terlebih dahulu
dilakukan uji kenormalan. Hal ini untuk mengetahui kenormalan data. Uji ini
menggunakan rumus chi-kuadrat sama dnegan rumus yang digunakan pada tahap
awal.
2. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis digunakan uji t satu pihak kanan. Adapun
persamaannya sebagai berikut (Sugiyono, 2010: 273).
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
+

=
2
2
1
1
2
2
2
1
2
1
2 1
2
n
s
n
s
r
n
s
n
s
X X
t
......................................................... (3.9)
Keterangan
1
x
: nilai rata-rata kelompok eksperimen
2
x : nilai rata-rata kelompok kontrol
2
1
s : varian data pada kelompok eksperimen
2
2
s : varian data pada kelompok kontrol
s
1
: standart deviasi pada kelompok eksperimen
s
2
: standart deviasi pada kelompok kontrol
1
n
: banyaknya subyek pada kelompok eksperimen
2
n
: banyaknya subyek pada kelompok kontrol
r : korelasi antara nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol
3. Uji Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar (Uji Normal Gain)
Uji peningkatan rata-rata hasil belajar bertujuan untuk mengetahui besar
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah
mendapat perlakuan. Menurut Scott sebagaimana dikutip dalam Wiyanto (2008:86)
25

peningkatan rata-rata hasil belajar siswa dapat dihitung menggunakan rumus normal
gain sebagai berikut:
pre
pre post
S
S S
g

=
0
0
100
......................................................(3.10)
Keterangan:
pre
S
= Skor rata-rata tes awal (%)
post
S
= Skor rata-rata tes akhir (%)
Peningkatan rata-rata hasil belajar kemudian ditafsirkan berdasarkan kategori
pada Tabel dibawah ini
Tabel Kategori Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar
<g> (gain) Kriteria
<g> < 0.30
0.30 P 0.70
P > 0.70
Rendah
Sedang
Tinggi

4. Uji Signifikansi Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar
Untuk mengetahui peningkatan rata-rata hasil belajar yang lebih baik antara
kelas eksperimen dengan kelas kontrol, maka dilakukan uji signifikansi
peningkatan rata-rata hasil belajar menggunakan uji t. Adapun persamaannya
sebagai berikut (Arikunto, 2006b: 311).
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
+
+

=
y x y x
y x
N N N N
y x
M M
t
1 1
2
2 2
...................................................... (3.11)
Keterangan
26

M
x
: peningkatan rata-rata kelompok eksperimen
M
y
: peningkatan rata-rata kelompok kontrol
N
x
: jumlah peserta kelompok eksperimen
N
y
: jumlah peserta kelompok kontrol
x

: standar deviasi kelompok eksperimen
y : standar deviasi kelompok kontrol


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Anni, Tri Catharina. 2006. Psikologi Belajar. Semarang : UNNES Press
Delors. 1996. International Commission on Education for the 21st Century. Learning:
The Treasure Within. Paris: Unesco Publishing.
Feldhusen, John., 1995. Creativity: A Knowledge Base,Metacognitive Skills, and
Personality Factors. The Journal Of Creative Behavior. 29, 255-268. Buffalo:
The Creative Education Foundation.
Hake, Richard. 2002. Interactive Engagement Vs Traditional Methods: A Six-
Thousand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics
Courses. American Journal of Physics. 1-26
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Kennedy, Ruth. 2007. In-Class Debates: Fertile Ground for Active Learning and the
Cultivation of Critical Thinking and Oral Communication Skills. International
Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 19(2): 183-190
Prince,Michael. 2004 Does Active Learning Work? A Review of the Research.
International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 93(3):
223-231
27

Mulyasa. 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : Remaja Rosda Karya
Munandar,utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Reid, A. dan P. Petocz. 2004. Learning Domain and The Process of Creativity. The
Australian Educational Researcher. 31: 45-61
Sagala,S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugandi, Achmad dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press.
Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabet

Suparno, P. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &
Menyenangkan. Jogjakarta : Universitas Sanata Darma.
Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Intrepetasi Hasil
Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suyitno, A 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang:
Jurusan Matematika FMIPA UNNES
Yerigan, T. 2008. Getting Active In The Classroom. Journal of College Teaching &
amp; Learning. 5(6): 20-24.






28

Anda mungkin juga menyukai